Monday 16 November 2015

Qaedah Ushuliyyah (Pengertian, Urgensi dan Jenis-Jenis Qaedah Ushuliyyah)

Qaedah Ushuliyyah
Oleh: Iswahyudi

BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Qaidah Ushuliyyah merupakan dalil syara’ dan ada yang bersifat menyeluruh, dan global (kulli dan mujmal) dan ada yang hanya ditunjukan bagi suatu hukum tertentu dari suatu cabang hukum tertentu pula. Dalil yang bersifat menyeluruh itu disebut pula aqidah ushuliyyah.
Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si mengemukakan bahwa kaidah ushuliyah itu sangat penting karena kaidah ushuliyah itu merupakan alat untuk menggali kandungan makna dan hukum yang tertuang dalam nash Al-Qur’an dan As-Sunnah kaidah ushuliyah merupakan modal utama memproduk fiqh. Tanpa kaidah ushuliyah, pengamalan hukum Islam cenderung belum semuanya mengelupas jenis-jenis hukum suatu perbuatan. Beliau juga mengemukakan pendapat Abdul Wahhab Khallaf dan Abdul Hamid Hakim yang mengatakan bahwa penetapan hukum perintah, larangan, dan sebagainya, berikut penggalian dalil-dalil yang dijadikan hujjah syar’iyyah dalam hukum Islam merupakan fungsi utama dari kaidah ushuliyah. Oleh karena itu penting bagi seorang mujtahid maupun calon mujtahid untuk menggali sebuah hukum.
Qaidah ushuliyyah berfungsi sebagai alat untuk menggali ketentuan hukum yang terdapat dalam bahasa (wahyu) itu
Oleh karena itu pada makalah ini akan di bahas tentang beberapak aspek mengenai Qaedah Ushuliyyah.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas ditemukan beberapa permasalahan, diantarannya Sebagai berikut:
1.      Bagaimanakah pengertian qaedah ushuliyyah?
2.      Bagaimanakah urgensi qaedah ushuliyyah?
3.      Apa sajakah jenis-jenis qaedah ushuliyyah?

BAB 2
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Qaedah Ushuliyyah
Qaidah ushuliyah merupakan gabungan dari kata Qaidah dan ushuliyah, kaidah dalam bahasa Arab ditulis dengan qaidah, artinya patokan, pedoman dan titik tolak. Ada pula yang mengartikan dengan peraturan. Bentuk jamak qa’idah (mufrad) adalah qawa’id. Adapun ushuliyah berasal dari kata al-ashl, artinya pokok, dasar, atau dalil sebagai landasan. Jadi, qaidah ushuliyah adalah pedoman untuk menggali dalil syara’, titik tolak pengambilan dalil atau peraturan yang dijadikan metode penggalian hukum, kaidah ushuliyah disebut juga sebagai kaidah Istinbathiyah atau ada yang menyebut sebagai kaidah lughawiyah, kaidah ushuliyah adalah dasar-dasar pemaknaan terhadap kalimat atau kata yang digunakan dalam teks atau nash yang memberikan arti hukum tertentu dengan didasarkan kepada pengamatan kebahasaan dan kesusastraan Arab.1
Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si.2 mengemukakan pengertian kaidah menurut Ahmad Muhammad Asy-Syafi’i dan Fathi Ridwan. Pengertian kaidah menurut Ahmad Muhammad Asy-Syafi’i adalah sebagai berikut :

ﺍﻠﻘﺎﻋﺩﺓ : ﺍﻠﻘﻀﺎﻴﺎ ﺍﻠﻜﻠﻴﺔ ﺍﻠﺘﻲ ﻴﻨﺩﺭﺝ ﺘﺤﺕ ﻜﻝ ﻭﺍﺤﺩ ﻤﻨﻬﺎ ﺤﻜﻡ ﺠﺯﺌﻴﺎﺕ ﻜﺜﻴﺭﺓ
        Artinya :
“Hukum-hukum yang bersifat menyeluruh yang dijadikan jalan untuk terciptanya masing-masing hukum juz’i.”

Adapun menurut Fathi Ridwan pengertian kaidah itu adalah sebagai berikut :
ﺍﻠﻘﺎﻋﺩﺓ : ﺤﻜﻡ ﻜﻠﻲ ﻴﻨﻁﺒﻕ ﻋﻠﻰ ﺠﻤﻴﻊ ﺠﺯﺌﻴﺎﺘﻪ
        Artinya :
“Hukum-hukum yang bersifat umum yang meliputi bagian-bagiannnya.”
Antara pengertian kaidah menurut Ahmad Muhammad Asy-Syafi’i dengan pengertian kaidah menurut Fathi Ridwan penulis simpulkan terdapat persamaan di antara keduanya, bahwa kaidah itu adalah hukum-hukum yang bersifat umum dan menyeluruh.
Dalil syara’ itu ada yang bersifat menyeluruh, universal, dan global (kulli dan mujmal) dan ada yang hanya ditujukan bagi suatu hukum tertentu dari suatu cabang hukum tertentu pula. Dalil yang bersifat menyeluruh itu disebut pula qaidah ushuliyah. Qaidah ushuliyah adalah sejumlah peraturan untuk menggali hukum. Qaidah ushuliyah itu umumnya berkaitan dengan ketentuan dalalah lafadz atau kebahasaan.3
Kaidah-kaidah ushuliyah menurut Prof. Dr. Muhammad Syabir adalah sebagai suatu perkara kulli (kaidah-kaidah umum) yang dengannya bisa sampai pada pengambilan kesimpulan hukum syar’iyyah al-Far’iyyah dan dalil-dalilnya yang terperinci.4
Dari beberapa pengertian mengenai kaidah ushuliyah di atas penulis simpulkan bahwa kaidah ushuliyah itu merupakan sejumlah peraturan untuk menggali dalil-dalil syara’ sehingga didapatkan hukum syara’ dari dalil-dalil tersebut.

B.      Urgensi Qaidah Ushuliyah
Secara global, kaidah-kaidah ushul fiqh bersumber dari naql (Al-Qur’an dan Sunnah), ‘akal (prinsip-prinsip dan nilai-nilai), dan bahasa (ushul at-tahlil al-lughawi).5 Qaidah ushuliyah itu berkaitan dengan bahasa. Dalam pada itu, sumber hukum adalah wahyu yang berupa bahasa. Oleh karena itu, qaidah ushuliyyah berfungsi sebagai alat untuk mengganti ketentuan hukum yang terdapat dalam bahasa (wahyu) itu. Mengetahui qaidah ushuliyyah dapat mempermudah Faqih untuk mengetahui hukum Allah dalam setiap peristiwa hukum yang dihadapinya.6
Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si.7 mengemukakan bahwa kaidah ushuliyah itu sangat penting karena kaidah ushuliyah itu merupakan alat untuk menggali kandungan makna dan hukum yang tertuang dalam nash Al-Qur’an dan As-Sunnah kaidah ushuliyah merupakan modal utama memproduk fiqh. Tanpa kaidah ushuliyah, pengamalan hukum Islam cenderung belum semuanya mengelupas jenis-jenis hukum suatu perbuatan. Beliau juga mengemukakan pendapat Abdul Wahhab Khallaf dan Abdul Hamid Hakim yang mengatakan bahwa penetapan hukum perintah, larangan, dan sebagainya, berikut penggalian dalil-dalil yang dijadikan hujjah syar’iyyah dalam hukum Islam merupakan fungsi utama dari kaidah ushuliyah.

C.      Jenis-jenis Qaidah Ushuliyah
Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si menjelaskan bahwa penerapan kaidah ushuliyah yang pertama adalah kaidah lughawiyah, yaitu kaidah bahasa yang berhubungan dengan kalimat-kalimat yang tersirat dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Adapun kaidah-kaidah tersebut adalah sebagai berikut:8

v  Kaidah ushuliyah yang berkaitan dengan amr yang menunjukkan kewajiban bagi mukallaf untuk mengamalkannya. Kaidah-kaidahnya adalah
ﺍﻻ ﺼﻝ ﻓﻲ ﺍﻻﻤﺭ ﻠﻠﻭﺠﻭﺏ
Artinya : “Asal dari perintah itu wajib”
Contohnya dalam surat Al-Baqarah ayat : 43
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ

43.  Dan Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'[44].
[44]  yang dimaksud ialah: shalat berjama'ah dan dapat pula diartikan: tunduklah kepada perintah-perintah Allah bersama-sama orang-orang yang tunduk.
Contoh dalam QS. An-Nisa’: 77
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ قِيلَ لَهُمْ كُفُّوا أَيْدِيَكُمْ وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقِتَالُ إِذَا فَرِيقٌ مِنْهُمْ يَخْشَوْنَ النَّاسَ كَخَشْيَةِ اللَّهِ أَوْ أَشَدَّ خَشْيَةً ۚ وَقَالُوا رَبَّنَا لِمَ كَتَبْتَ عَلَيْنَا الْقِتَالَ لَوْلَا أَخَّرْتَنَا إِلَىٰ أَجَلٍ قَرِيبٍ ۗ قُلْ مَتَاعُ الدُّنْيَا قَلِيلٌ وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ لِمَنِ اتَّقَىٰ وَلَا تُظْلَمُونَ فَتِيلًا
77.  Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka[317]: "Tahanlah tanganmu (dari berperang), Dirikanlah sembahyang dan tunaikanlah zakat!" setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebahagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat dari itu takutnya. mereka berkata: "Ya Tuhan kami, Mengapa Engkau wajibkan berperang kepada Kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami sampai kepada beberapa waktu lagi?" Katakanlah: "Kesenangan di dunia Ini Hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun[318].
[317]  orang-orang yang menampakkan dirinya beriman dan minta izin berperang sebelum ada perintah berperang.
[318]  artinya pahala turut berperang tidak akan dikurangi sedikitpun.
 

v  Kaidah kedua :
ﺍﻻ ﺼﻝ ﻓﻲ ﺍﻻﻤﺭ ﻠﻠﻨﺩ ﺏ
Artinya : “Asal dari perintah itu hukumnya sunnat.”

Contohnya dalam surat Al-Baqarah ayat 60.
۞ وَإِذِ اسْتَسْقَىٰ مُوسَىٰ لِقَوْمِهِ فَقُلْنَا اضْرِبْ بِعَصَاكَ الْحَجَرَ ۖ فَانْفَجَرَتْ مِنْهُ اثْنَتَا عَشْرَةَ عَيْنًا ۖ قَدْ عَلِمَ كُلُّ أُنَاسٍ مَشْرَبَهُمْ ۖ كُلُوا وَاشْرَبُوا مِنْ رِزْقِ اللَّهِ وَلَا تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِينَ
60.  Dan (Ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu kami berfirman: "Pukullah batu itu dengan tongkatmu". lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air. sungguh tiap-tiap suku Telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing)[55]. makan dan minumlah rezki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan.
[55]  ialah sebanyak suku Bani Israil sebagaimana tersebut dalam surat Al A'raaf ayat 160.
Contoh dalam surah Al-Baqarah : 283
۞ وَإِنْ كُنْتُمْ عَلَىٰ سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَقْبُوضَةٌ ۖ فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ ۗ وَلَا تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ ۚ وَمَنْ يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آثِمٌ قَلْبُهُ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
283.  Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang[180] (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. dan barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
[180]  barang tanggungan (borg) itu diadakan bila satu sama lain tidak percaya mempercayai.
 

v  Kaidah ushuliyah yang berhubungan dengan larangan (nahy)
ﺍﻻﺼﻝ ﻓﻲﺍﻠﻨﻬﻲ ﻠﻠﺘﺤﺭﻴﻡ
Artinya : “Asal dari larangan itu hukumnya haram.”
Contohnya larangan membuat kerusakan di muka bumi dalam surat Al-Baqarah ayat 11.
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ

11.  Dan bila dikatakan kepada mereka:"Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi[24]". mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan."
[24]  kerusakan yang mereka perbuat di muka bumi bukan berarti kerusakan benda, melainkan menghasut orang-orang kafir untuk memusuhi dan menentang orang-orang Islam.
Contoh dalam Surah Al-Anam : 151
۞ قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ ۖ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۖ وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ مِنْ إِمْلَاقٍ ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ ۖ وَلَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ ۖ وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
151.  Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu Karena takut kemiskinan, kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar[518]". demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).
[518]  maksudnya yang dibenarkan oleh syara' seperti qishash membunuh orang murtad, rajam dan sebagainya.
 

v  Kaidah yang menunjukkan pada Amm atau umum yang melengkapi dan melingkupi semua yang khusus, misalnya kaidah :
ﺍﻠﻌﻤﻭﻡ ﻤﻥ ﻋﻭﺍﺭﺽ ﺍﻻﻠﻔﺎﻅ
Artinya: “Keumuman itu yang dimaksudkan adalah lafazhnya.”
ﺍﻠﻌﻤﻭﻡ ﻻﻴﺘﻭﺼﺭ ﻓﻲﺍﻻﺤﻜﺎﻡ
Artinya: “Keumuman itu tidak dapat menggambarkan suatu hukum.”
ﺍﻠﻌﺎﻡ ﻋﻤﻭﻤﻪ ﺸﻤﻭﻠﻲ ﻭﻋﻤﻭﻡ ﺍﻠﻤﻁﻠﻕ ﺒﺩﻠﻲ
Artinya: “Al-‘Am itu umumnya bersifat menyeluruh, sedangkan lafazh umum yang mutlak hanya bersifat sebagian.”
 

v  Kaidah yang berkaitan dengan khas atau khusus, misalnya :
ﺍﻥ ﺍﻠﺘﺨﺼﻴﺹ ﺍﻠﻌﻤﻭﻤﺎﺕ ﺠﺎﺌﺯ
Artinya: “Sesungguhnya pengkhususan lafazh umum adalah diperbolehkan.”
ﺍﻠﺼﻔﺔ ﻤﻥﺍﻠﻤﺨﺼﺼﺎﺕ
Artinya: “Sifat itu bagian dari pengkhususan.”
 

v  Kaidah muthlaq dan muqayyad,
Kaedah yang berkaitan dengan Mutlaq
Mutlaq menurut bahasa adalah lepas tidak terikat,sedangkan menurut ushul fiqih adalah suatu lafadz yang menunjukan pada makna/pengertian tertentu tanpa dibatasi oleh lafadz lainnya. Misalnya: kata “meja”, “rumah”, “jalan” , kata-kata ini memiliki makna mutlak karena 1) secara makna kata-kata tersebut telah menunjuk pada pengertian makna tertentu yang telah kita pahami, 2) tidak dibatasi oleh kata-kata lain.
Para ulama ushul memberikan definisi Muthlaq dengan berbagai definisi. Namun semuanya bertemu pada suatu pengertian bahwa yang di maksud dengan muthlaq ialah suatu lafadz yang menunjukkan hakikat sesuatu tanpa pembatasan yang dapat mempersempit keluasan artinya.
Misalnya, kata raqabah yang terdapat pada firman Allah SWT.
Lafadz tersebut termasuk mutlaq karena tidak dibatasi dengan sifat tertentu.
Hukum mutlak ditetapkan berdasarkan kemutlakannya sebelum ada dalil yang membatasinya.
Ketika ada suatu lafadz mutlaq, maka makna tersebut ditetapkan berdasarkan kemutlakannya. Misalnya dalam surat an-Nisa:23
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالَاتُكُمْ وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا
23.  Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan[281]; saudara-saudaramu yang perempuan, Saudara-saudara bapakmu yang perempuan; Saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang Telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang Telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

[281]  maksud ibu di sini ialah ibu, nenek dan seterusnya ke atas. dan yang dimaksud dengan anak perempuan ialah anak perempuan, cucu perempuan dan seterusnya ke bawah, demikian juga yang lain-lainnya. sedang yang dimaksud dengan anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu, menurut Jumhur ulama termasuk juga anak tiri yang tidak dalam pemeliharaannya.
Ayat ini sifatnya mutlak.Keharaman menikahi ibu mertua tidak memedulikan apakah istrinya sudah digauli atau belum.

Kaidah yang berkaitan dengan muqayyad
Lafadz muqoyyad tetap dihukumi muqoyyad sebelum ada bukti yang memutlakannya.
Muqoyyad berfungsi membatasi lafal-lafal yang mutlaq. Lafal muqoyyad dianggap tetap muqoyyad selama tidak ada bukti yang menjadikannya bersifat mutlaq.Misalnya,Kifarat zihar. Orang yang telah melakukan zihar diharuskan membayar kafarat berupa memerdekakan budak atau puasa dua bulan berturut-turut atau memberi makan sebanyak 60 orang miskin jika dua yang pertama tidak mampu.karena kemutlakannya telah dibatasi, maka yang harus diamalkan adalah muqoyyad-nya.
Dan apabila mutlaq dan muqoyyad di kaitkan contohnya seperti berikut:
 misalnya:
ﺍﻠﻤﻁﻠﻕ ﻴﺤﻤﻝ ﻋﻠﻰ ﺍﻠﻤﻘﻴﺩ ﺍﺫﺍ ﺍﺘﻔﻕ ﻓﻲ ﺍﻠﺴﺒﺏ ﻭﺍﻠﺤﻜﻡ
Artinya: “Mutlak itu dibawa ke muqayyad jika sebab dan hukumnya sama.”
ﺍﻠﻤﻁﻠﻕ ﻴﺤﻤﻝ ﻋﻠﻰ ﺍﻠﻤﻘﻴﺩ ﻭﺍﻥ ﺍﺨﺘﻠﻑ ﻓﻲ ﺍﻠﺴﺒﺏ
Artinya: “Mutlak itu dibawa ke muqayyad jika sebabnya berbeda.”
 

v  Kaidah mujmal dan mubayyin, misalnya :
ﺘﺄ ﺨﻴﺭ ﺍﻠﺒﻴﺎﻥ ﻋﻥ ﻭﻗﺕ ﺍﻠﺤﺎﺠﺔ ﻻﻴﺠﻭﺯ
Artinya: “Mengakhirkan penjelasan pada saat dibutuhkan itu tidak diperbolehkan.”
ﺘﺄ ﺨﻴﺭ ﺍﻠﺒﻴﺎﻥ ﻋﻥ ﻭﻗﺕ ﺍﻠﺨﻁﺎﺏ ﻴﺠﻭﺯ
Artinya: “Diperbolehkan mengakhirkan penjelasan pada saat dititahkan sesuatu.”
 

v  Kaidah yang berkaitan dengan muradif dan musytarak, misalnya:
ﺍﺴﺘﻌﻤﺎﻝ ﺍﻠﻤﺸﺘﺭﻙ ﻔﻲ ﻤﻌﻨﻴﻪ ﺍﻭﻤﻌﺎﻨﻴﻪ ﻴﺠﻭﺯ
Artinya: “Penggunaan musytarak pada yang dikehendaki ataupun beberapa maknanya itu diperbolehkan.”
 

v  Kaidah yang berkaitan dengan manthuq (tersurat/tekstual) mafhum (tersirat/kontekstual). Misalnya kaidah :
ﻭﺠﻤﻴﻊ ﻤﻔﺎﻫﻴﻡ ﺍﻠﻤﺨﺎﻠﻔﺔ ﺤﺠﺔ ﺍﻻ ﻤﻔﻬﻭﻡ ﺍﻠﻠﻘﺏ
Artinya: “Semua mafhum mukhalafah dapat dijadikan hujjah, kecuali mafhum laqab.”


v  Kaidah yang berhubungan dengan zhahir dan muawwal, misalnya:
ﺍﻠﻔﺭﻭﻉ ﻴﺩﺨﻠﻪ ﺍﻠﺘﺄﻭﻴﻝ ﺍﺘﻔﺎﻗﺎ
Artinya: “Masalah cabang dapat dimasuki takwil secara ittifaq.”


v  Kaidah yang berhubungan dengan nasikh-mansukh, misalnya:
ﺍﻠﻘﻁﻌﻲ ﻻﻴﻨﺴﺨﻪ ﺍﻠﻅﻥ
Artinya: “Dalil qath’i tidak dapat dihapus dengan dalil zhanni.”
ﺍﻠﻨﺴﺦ ﺒﻼ ﺒﺩﻝ ﻴﺠﻭﺭ
Artinya : “Penghapusan tanpa adanya pengganti diperbolehkan.”
Menurut beliau, selain kaidah lughawiyah, sebenarnya ada pula kaidah tasyri’iyah, tetapi acuan pokoknya tetap kaidah bahasa. Kaidah yang kedua ini akan penulis jelaskan secara terpisah di makalah ini setelah pembahasan kaidah ushuliyah.
Adapun contoh-contoh qaidah ushuliyyah yang dipaparkan oleh prof. Dr. Rachmat Syafe’i,MA. adalah sebagai berikut:9
a.       Kaidah :
ﺍﻠﻌﺒﺭﺓ ﺒﻌﻤﻭﻡ ﺍﻠﻠﻔﻅ ﻻﺒﺨﺼﻭﺹ ﺍﻠﺴﺒﺏ
Artinya: “Yang dipandang dasar (titik talak) adalah petunjuk umum dasar lafazh bukan sebab khusus (latar belakang kejadian).

b.      Kaidah :
ﺍﺫﺍ ﺍﺠﺘﻤﻊ ﺍﻠﻤﻘﺘﻀﻰ ﻭﺍﻠﻤﺎﻨﻊ ﻗﺩﻡ ﺍﻠﻤﺎﻨﻊ
Artinya : “Bila dalil yang menyuruh bergabung dengan dalil yang melarang maka didahulukan dalil yang melarang.”
c.       Kaidah :
ﻻﻋﺒﺭﺓ ﻠﻠﺩﻻﻠﺔ ﻔﻲ ﻤﻘﺎﺒﻠﺔ ﺍﻠﺘﺼﺭﻴﺢ
Artinya: “Makna implisit tidak dijadikan dasar bila bertentangan dengan makna eksplisit.”

d.      Kaidah :
ﺍﻠﻨﻜﺭﺓ ﻔﻲ ﻤﻘﺎﻡ ﺍﻠﻨﻔﻲ ﺘﻔﻴﺩ ﺍﻠﻌﻤﻭﻡ
Artinya : “Lafazh nakirah dalam kalimat negatif (nafi) mengandung pengertian umum.”

e.       Kaidah :
ﺍﻠﻨﺹ ﻤﻘﺩﻡ ﻋﻠﻰ ﺍﻠﻅﺎﻫﺭ
Artinya : “Petunjuk nash didahulukan daripada petunjuk zahir.”

f.       Kaidah :
ﺍﻻﻤﺭ ﻴﻔﻴﺩ ﺍﻠﻭﺠﻭﺏ
Artinya : “Petunjuk perintah (amr) menunjukan wajib.”

g.      Kaidah :
ﻻﻤﺴﺎﻍ ﻠﻼ ﺠﺘﻬﺎﺩ ﻔﻰ ﻤﻭﺭﻭﺩ ﺍﻠﻨﺹ
Artinya : “Tidak dibenarkan berijtihad dalam masalah yang ada nash-nya.”

h.      Kaidah :
ﺍﻠﻤﻁﻠﻕ ﻴﺤﻤﻝ ﺍﻠﻤﻘﻴﺩ
Artinya : “Dalalah lafazh mutlak dibawa pada dalalah lafazh muqayyah.”

i.        Kaidah :
ﺍﻻﻤﺭ ﺒﺎﻠﺸﻴﺊ ﻨﻬﻲ ﻋﻥ ﻀﺩﻩ
Artinya : “Perintah terhadap sesuatu berarti larangan atas kebalikannya.

BAB 3
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari pembahasan makalah ushul fiqh tentang qaidah ushuliyyah, dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut:
1.      Qaidah ushuliyah itu merupakan sejumlah peraturan untuk menggali dalil-dalil syara’ sehingga didapatkan hukum syara’ dari dalil-dalil tersebut.
2.      Adapun urgensi kaidah ushuliyah itu sangat penting karena kaidah ushuliyah itu merupakan alat untuk menggali kandungan makna dan hukum yang tertuang dalam nash Al-Qur’an dan As-Sunnah kaidah ushuliyah merupakan modal utama memproduk fiqh. Tanpa kaidah ushuliyah, pengamalan hukum Islam cenderung belum semuanya mengelupas jenis-jenis hukum suatu perbuatan.
3.      Adapun jenis qaidah-qaidah ushuliyyah, sebagai berikut:
-          Kaidah ushuliyah yang berkaitan dengan amr yang menunjukkan kewajiban bagi mukallaf untuk mengamalkannya.
-          Kaidah kedua yakni perintah yang bersifat sunnah.
-          Kaidah ushuliyah yang berhubungan dengan larangan (nahy).
-          Kaidah yang menunjukkan pada umum yang melengkapi dan melingkupi semua yang khusus.
-          Kaidah yang berkaitan dengan khas atau khusus.
-          Kaidah muthlaq dan muqayyad.
-          Kaidah mujmal dan mubayyin.
-          Kaidah yang berkaitan dengan muradif dan musytarak.
- Kaidah yang berkaitan dengan manthuq (tersurat/tekstual) mafhum (tersirat/kontekstual).
-          Kaidah yang berhubungan dengan zhahir dan muawwal.
-           Kaidah yang berhubungan dengan nasikh-mansukh.

 REFERENSI

1         Beni Ahmad Saebani, Ilmu Ushul Fiqh, Bandung, CV. Pustaka Setia, 2009, hlm. 193-194.
2         Ibid.
3         Rachmat Syafe’I, Ulmu Ushul Fiqh (untuk UIN, STAIN,OTAIS), Bandung, Pustaka Setia, 2007, hlm. 147.
4         http:kozam.wordpress.com/2009/II/10/kaidah-kaidah ushul fiqh/
5         http:kozam.wordpress.com/2009/ii/10/kaidah-kaidah ushul fiqh/
6         Rachmat Syafe’i. Loc. Cit.
7         Beni Ahmad Saebani, Op. Cit.,hlm. 194-195.
8         Beni Ahmad Saebani, Ibid., hlm. 195-207.
9         Rachmat Safe’I, Op. Cit., hlm. 148-149.

 #makalah_s1_syariah_dan_hukum
loading...