Islamic Banking #source: www.freemalaysiatoday.com |
Bank Syariah merupakan lembaga perbankan yang dijalankan
dengan prinsip syariah. Dalam setiap aktivitas usahanya, bank syariah selalu
menggunakan hukum-hukum islam yang tercantum di dalam Al-Qur’an dan Hadist. [1]
Prinsip dasar kegiatan usaha dalam bank Islam (bank syari’ah)
adalah perniagaan dengan aturan dan tata cara sesuai dengan Al-Qur’an dan
Hadits Rasulullah Bentuk hubungan ekonomi antara pihak yang terlibat dalam
sistem ekonomi Islam ditentukan oleh hubungan akad. Jenis-jenis akad itu
adalah:
1.
Akad
pertukaran
2.
Akad
titipan
3.
Akad
bersyarikat
4.
Akad
memberi kepercayaan
5.
Akad
member izin
Pelaksanaan hubungan akad ini mengacu pada usaha/transaksi yang
menerapkan prinsip keadilan, kebersamaan dan efisiensim, yang dilakukan dengan
sungguh-sungguh dengan mengarahkan segala sumber daya yang ada dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan hidup.
A.
Jenis Jual Beli
Beberapa bentuk perjanjian jual beli yang berkaitan dengan produk
perbankan Islam ini dikutip dari Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Bank
Syariah (LPPBS, 1996) dikelompokan sebagai berikut:
a.
Perbandingan
harga jual dan harga beli
b.
Jenis
barang pengganti
c.
Waktu
penyerahan barang/dana
1.
Perbandingan harga jual dan harga beli
Berdasar Perbandingan harga jual dan harga beli dibedakan atas:
a.
Al-Musawamahh
Al-Musawwamah adalah jual beli yang biasa dilakukan, dimana penjual menetapkan
harga tanpa member tahu berapa besar margin keuntungan yang dibebankan kepada
pembeli.
b.
Al-Tauliah
Al-Tauliah adalah proses transaksi jual beli yang dilakukan tanpa mengambil
keuntungan sedikitpun, seolah penjual menjadikan pembeli sebagai walinya (tauliah)
atas suatu barang atau aset.
c.
Al-Murabahah
Al-Murabahah adalah proses transaksi jual beli yang dilakukan dengan memberikan
margin keuntungan sesuai kesepakatan.
Konsep jual
beli Murabahah merupakan landasan yang penting dalam menyelenggarakan
produk bank Islam selain produk berdasarkan prinsip bagi hasil.
Konsep ini
dapat diterapkan dalam:
a.
Pembiayaan
pengadaan barang.
b.
Pembiayaan
penerbitan Letter of Credit (L/C)
c.
Al-Muwadhaah
Al- Muwadhaah adalah menjual
dengan harga yang lebih rendah dari harga beli, merupakan bentuk kebalikan dari
Al-Murabahah.
Al- Muwadhaah biasa
dilakukan ketika penjual benar-benar membutuhkan likuidasi (uang tunai) atau
pada saat resesi ekonomi.
Prinsip Al- Muwadhaah (pengurangan harga) dapat pula
dilakukan bila diberikan potongan atau discount dalam penagihan pembiayaan yang
belum jatuh tempo (maturity time).
Dasar hukum jenis produk ini adalah hadits riwayat Ibnu Abbas.
“Ketika
Rasulullah memerintahkan pengusiran orang Yahudin Bani Nadhir dari Khaibar
(akibat penghianatannya) diantara mereka ada yang datang mengadu kepada
Rasulullah “Ya Nabi Allah engkau menyuruh kami keluar dari daerah ini sedangkan
kami mempunyai kredit ditangan nasabah-nasabah kami yang belum jatuh tempo.”
Rasulullah lantas memerintahkan kami agar (mereka) diberi rabat untuk menerima
pembayaran sebelum tiba waktunya.”
2.
Berdasarkan jenis barang pengganti
Konsep jual beli dapat juga dibedakan berdasarkan jenis barang
penggantinya, yaitu:
a.
Al-Muqayadhah
Bentuk jual
beli ini merupakan bentuk dasar transaksi dimana barang ditukar dengan barang. Dikenal
dengan istilah barter.
b.
Al-Mutlaq
Bentuk jual
beli ini merupakan bentuk dasar transaksi dimana barang ditukar dengan uang.
c.
Ash-Sharf
Bentuk jual
beli ini sekarang dikenal dengan “Money Exchanger” atau jual beli valuta
asing. Dimana terjadi pertukaran uang dengan uang.
Dasar hukum persyaratan jual beli mata uang didasarkan hadits
berikut:
“Dari Abu Sa’id Al-Hudri bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Janganlah
menukarkan emas dengan emas kecuali sama dan identik, janganlah melebihkan satu
dengan yang lainnya, janganlah menukarkan mata uang dengan mata uang yang
sejenis kecuali sama dan identik, janganlah melebihkan satu dengan yang
lainnya, dan jangan pula menukarkannya yang satu secara tunai dan lainnya
secara kredit.
“Dari Ubadah bin Shamit bahwa Rasulullah Saw., bersabda: “Emas
harus ditukarkan dengan emas, perak dengan perak, selai dengan selai, gandum
dengan gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam dalam takaran yang sama
dan tunai. Bila jenisnya berbeda maka tukarkanlah sesuka anda asal dilakukan
dengan tunai.” (HR. Jama’ah kecuali Bukhari).
Dengan menunjuk kepada hadits tersebut sebagai dasar hukum maka
jual beli valuta asing harus dilakukan secara:
·
Tunai
·
Serah
terima harus dilakukan dalam bentuk kontrak yang jelas
·
Jika
suatu mata uang ditukarkan dengan mata uang yang sama (rupiah dengan rupiah)
maka harus dalam jumlah yang sama dan secara tunai.
·
Seandainya
ditukarkan dengan mata uang lain (rupiah dengan dolar) maka dapat dilakukan
dalam jumlah yang berbeda asalkan secara tunai.
·
Seandainya
ditukarkan dengan mata uang lain (rupiah dengan dollar) maka dapat dilakukan
dalam jumlah yang berbeda asalkan secara tunai.
3.
Waktu penyerahan barang/dana
Jenis jual beli berdasarkan waktu penyerahan barang/dana merupakan
hal yang penting, karena dapat menentukan nilai jualnya. Berdasarkan waktu
penyerahan barang/dana harga jual dan harga beli dapat dibedakan.
a.
Al-Ba’iu bitsaman ajil
Al-Ba’iu bitsaman ajil
adalah suatu konsep menjual dengan harga pokok ditambah dengan margin
keuntungan yang telah disepakati. Pembayarannya dilakukan secara tangguh dan
angsuran.
Artinya setelah barang diserahkan kepada pembeli, pembayarannya
dapat ditangguhkan dan diangsur sesuai kesepakatan bersama antara penjual dan
pembeli.
Dasar hukum konsep jual beli ini berdasar hadits dari Suhaib r.a.
bahwa Rasulullah berbeda bahwa terdapat 3 perkara yang didalamnya ada 3
keberkatan, yaitu 1). Menjual secara kredit, 2). Muqaradhah (nama lain
dari Mudharabah), 3). Mencampurkan tepung dengan gandum untuk
kepentingan ramah dan bukan untuk dijual. (HR. Ibnu Majah).
Al-Ba’iu bitsaman ajil
adalah pengembangan dari murabahah. Hal ini tampak jelas dari unsur waktu dalam
pembayaran,
Bentuk usaha ini dapat digunakan dalam:
1.
Proses
pengadaan barang
2.
Pembiayaan
impor
Adanya unsur penangguhan waktu menyebabkan perlunya jaminan
pembayaran, dari padangan Islam tidak ada halangan untuk meminta kolateral. Pada
konsep Al-Ba’iu bitsaman ajil pihak bank dapat menggunakan surat-surat
jaminan atas transaksi tertentu sebagai jaminan hingga lunasnya pembayaran.
b.
Al-Ba’I As-Salam
Al-Ba’I As-Salam
atau disebut jugan dengan salaf merupakan kebaikan dari Al-Ba’iu bitsaman
ajil. Pembayarannya dilakukan secara tunai tetapi penyerahan barang
ditangguhkan sampai waktu yang telah disepakati.
Adanya unsur penangguhan waktu menyebabkan perlunya jaminan
pembayaran, dari pandangan Islam tidak ada halangan untuk meminta kolateral. Pada
konsep Al-Ba’I As-Salam pihak bank dapat menggunakan surat-surat jaminan
atas transaksi sebagai jaminan hingga selsesainya penyerahan barang.
B.
Riba
Allah
berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَأۡكُلُواْ ٱلرِّبَوٰٓاْ أَضۡعَٰفٗا مُّضَٰعَفَةٗۖ وَٱتَّقُواْ
ٱللَّهَ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ (130)
.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
memakan riba dengan berlipat ganda] dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya
kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Ali-Imron: 130).[2]
ٱلَّذِينَ
يَأۡكُلُونَ ٱلرِّبَوٰاْ لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ ٱلَّذِي
يَتَخَبَّطُهُ ٱلشَّيۡطَٰنُ مِنَ ٱلۡمَسِّۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمۡ قَالُوٓاْ
إِنَّمَا ٱلۡبَيۡعُ مِثۡلُ ٱلرِّبَوٰاْۗ وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلۡبَيۡعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰاْۚ
فَمَن جَآءَهُۥ مَوۡعِظَةٞ مِّن رَّبِّهِۦ فَٱنتَهَىٰ فَلَهُۥ مَا سَلَفَ
وَأَمۡرُهُۥٓ إِلَى ٱللَّهِۖ وَمَنۡ عَادَ فَأُوْلَٰٓئِكَ أَصۡحَٰبُ ٱلنَّارِۖ
هُمۡ فِيهَا خَٰلِدُونَ(275) .
يَمۡحَقُ ٱللَّهُ ٱلرِّبَوٰاْ
وَيُرۡبِي ٱلصَّدَقَٰتِۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ (276) .
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak
dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan
lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah
disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan
riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus
berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu
(sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang
kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka;
mereka kekal di dalamnya.”
(275)
“Allah
memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang
yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” (276), (QS. Al-Baqarah: 275-276).[3]
Menurut tafsir Al-Qur’an yang
dikeluarkan oleh Departement Agama, ada 2 macam riba yaitu: Riba’ Nasi’ah dan
Riba Fadhl. Riba’ Nasi’ah adalah pembayaran lebih yang diisyaratkan oleh orang
yang member pinjaman. Sedangkan Riba Fadhl ialah pertukaran lebih dari satu
jenis barang. Seperti, emas, perak, gandum, beras, garam. Riba yang dimaksud
pada ayat ini adalah Riba’ Nasi’ah. Umumnya pemberi pinjaman akan memperoleh
keuntungan berlipat ganda, biasanya terjadi didalam masyarakat Arab Jahiliyah.[4]
Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya
orang kafir bila mengerjakan suatu kebaikan diberikan kelezatan didunia. Sedangkan
orang beriman bila mengerjakan suatu kebaikan diberikan kelezatan diakhirat.”
Baca Juga:::
> Sistem Pembiayaan Usaha dan Konsep Rezeki dalam Islam> Sumber, Penyaluran dan Pendapatan Dana Bank Islam (Bank Syari'ah)
> Konsep Syariah Bank Islam (Bank Syari'ah)
> Perbedaan Prinsip Managemen Antara Bank Islam (Bank Syari'ah) dan Bank Konvensional