Pelanggaran Money Politic (Politik Uang) Pada Pemilu
Oleh: Iswahyudi
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pemilu dalam negara demokrasi Indonesia merupakan suatu proses
pergantian kekuasaan secara damai yang dilakukan secara berkala sesuai dengan prinsip-prinsip
yang digariskan konstitusi. Prinsip-prinsip dalam pemilihan umum yang sesuai
dengan konstitusi antara lain prinsip kehidupan ketatanegaraan yang
berkedaulatan rakyat (demokrasi) ditandai bahwa setiap warga negara berhak ikut
aktif dalam setiap proses pengambilan keputusan kenegaraan.
Pemilu adalah pesta demokrasi bagi negara sistem republik atau
negara demokrasi, didalam pemilu merupakan proses pemilihan pemimpin baik itu
presiden, calon legislatif, dan juga kepala daerah. Melalui pemilihan umum,
rakyat dapat memilih siapa yang menjadi wakilnya dalam proses penyaluran
aspirasi, yang selanjutnya menentukan masa depan sebuah negara.
Money politic atau politik uang adalah suatu bentuk pemberian
atau janji menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya
untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu pada
saat pemilihan umum. Pemberian bisa dilakukan menggunakan uang atau barang.
Politik uang adalah sebuah bentuk pelanggaran kampanye.
Didalam pemilu baik itu pemilihan kepala daerah, presiden dan
legislatif biasanya sering sekali dijumpai beberapa pelanggaran didalam nya
antara lain seperti kampanya hitam, money politik, penggelembungan suara dan
lain sebagainya. Bahkan money politik itu sudah menjadi tradisi di masyarakat
Indonesia baik itu para Caleg ataupun calon pemimpin suatu daerah.
Setelah mengkaji dan melihat beberapa problem yang telah terjadi
dimasyarakat khususnya pelanggaran pada pemilu terutama money politic
(politik uang). Oleh karena itu, pada makalah kelompok 1 kami ini akan membahas
mengenai pelanggaran money politik didalam pemilu.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas ditemukan beberapa permasalahan, diantarannya Sebagai
berikut:
1.
Apa
pengertian pemilihan umum?
2.
Apa
pengertian money politic?
3.
Bagaimanakah
penyebab terjadinya money politic?
4.
Bagaimanakah
money politic dalam pendekatan teori?
5.
Bagaimanakah
dampak dari money politic ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pemilihan Umum
Pemilu atau pemilihan umum adalah sarana pelaksanaan
kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.[1]
Pasal
1 ayat (2) Undang-Undang dasar negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD RI
1945) menentukan : “Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan
sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.” Mana kedaulatan sama
dengan makna kekuasaan tertinggi, yaitu kekuasaan yang dalam taraf terakhir dan
tertinggi wewenang membuat keputusan. Tidak ada satu pasalpun yang menentukan
bahwa negara Republik Indonesia adalah suatu negara demokrasi. Namun, karena
implementasi kedaulatan rakyat itu tidak lain adalah demokrasi, maka secara
implesit dapatlah dikatakan bahwa negara Republik Indonesia adalah negara
demokrasi.
Hal
yang demikian wujudnya adalah, manakala negara atau pemerintah menghadapi
masalah besar, yang bersifat nasional, baik di bidang kenegaraan, hukum,
politik, ekonomi, sosial-budaya ekonomi, agama “ semua orang warga
negara diundang untuk berkumpul disuatu tempat guna membicarakan, merembuk,
serta membuat suatu keputusan.” ini adalah prinsipnya.[2]
B.
Pengertian
Money Politic (Politik Uang)
Money
Politic atau politik
uang adalah suatu bentuk pemberian atau janji menyuap seseorang baik supaya
orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan
haknya dengan cara tertentu pada saat pemilihan umum. Pembelian bisa dilakukan
menggunakan uang atau barang. Politik uang adalah sebuah
bentuk pelanggaran kampanye. Politik uang umumnya dilakukan simpatisan, kader
atau bahkan pengurus partai politik menjelang hari H pemilihan umum. Praktik
politik uang dilakukan dengan cara pemberian berbentuk uang, sembako antara
lain beras, minyak dan gula kepada masyarakat dengan tujuan untuk menarik
simpati masyarakat agar mereka memberikan suaranya untuk partai yang
bersangkutan.[3]
Kehidupan
politik sejatinya adalah untuk mewujudkan idealisme bagi masyarakat dan negara.
Namun dalam prakteknya politik adalah untuk mempengaruhi dan menggiring pilihan
dan opini masyarakat dengan segala cara. Sehingga, seseorang dan sekelompok
orang bisa meraih kekuasaan dengan pilihan dan opini masyarakat yang berhasil
di bangunnya atau dipengaruhinya. Ini memerlukan modal atau dukungan pemilik
modal. Sehingga wajar jika seseorang dan partai perlu mengarahkan dana yang
tidak sedikit. Oleh karena itulah muncul suatu fenomena yang kita kenal dengan
politik uang (money politic). Pemilu menjelma menjadi ajang pertaruhan
yang besar. Namun sangat sulit untuk mengharapkan ketulusan dan ketidak pamrihan
dari investasi dan resiko yang ditanggung politisi.[4]
Pengertian
money politic, ada beberapa alternatif pengertian. Diantaranya, suatu upaya
mempengaruhi orang lain dengan menggunakan imbalan materi atau dapat juga
diartikan jual beli suara pada proses politik dan kekuasaan dan tindakan
membagi-bagikan uang baik milik pribadi atau partai unatuk mempengaruhi suara
pemilih (vooters). Pengertian ini secara umum ada kesamaan dengan pemberian
uang atau barang kepada seseorang karena memiliki maksud politik yang
tersembunyi dibalik pemberian itu. Jika maksud tersebut tidak ada, maka
pemberian tidak akan dilakukan juga. Praktik semacam itu jelas bersifat ilegal
dan merupakan kejahatan.
Konsekwensinya para pelaku apabila
ditemukan bukti-bukti terjadinya praktek politik uang akan terjerat
undang-undang anti suap.[5]
Dari
penjelasan di atas kita bisa ambil benang merahnya bahwa money
politic atau politik uang itu merupakan tindakan penyimpangan dari
kampanye yang bentuknya dengan cara memberikan uang kepada simpatisan ataupun
masyarakat lainnya agar mereka yang telah mendapatkan uang itu agar mengikuti
keinginan orang yang memliki kepentingan tersebut. Selain itu juga money
politic bukan hanya uang, namun juga bisa berbentuk barang, biasanya
bisa berupa beras, mie, ataupun bahan-bahan sembako. Money politic biasanya
dilakukan kepada masyarakat yang ekonominya rendah, karena itu lah sasaran
mereka.
C.
Penyebab Terjadinya Money Politic (Politik Uang)
Seperti
teori kausalitas dikatakan bahwa ada akibat karena ada sebab, begitu juga
permasalah yang satu ini, pasti ada penyebab atau latar belakang dari
terjadinya money politicdi negeri Indonesia yang telah mencoreng
esensi dari demokrasi.
Dalam
masalah ini bisa kita analogikan, apabila kita ingin mengendari mobil, tentu
saja kita harus memiliki mobil, setelah memiliki mobil tentu saja agar mobilnya
berjalan tentu saja harus ada bahan bakarnya, begitu juga yang di lakukan oleh
para calon legislatif. Partai politik merupakan kendaraan mereka, dan agar
mereka bisa lolos menjadi anggota legislatif maka perlu lah modal berupa materi
yaitu uang, disinilah mereka memulai caranya dengan mengiiming-imingkan
masyarakat dengan bentuk materil agar mereka dapat dipih oleh masyarakat.
Tentu saja
pasti ada alasan mengapa masyarakat menerima uang atau suapan lainnya yang di
berikan para calon legislatif. Seperti kita tahu bahwa kodrat manusia itu tidak
pernah cukup, tidak kita sangkai bahwa memang manusia sangat menyukai uang
karena memang itulah kebutuhan pokok manusia. Selain itu masa kampanye pun bisa
dijadikan ajang penambah pendapatan mereka. Ada alasan lain juga, mungkin itu
sebuah kekesalan masyarakat akan kinerja wakil rakyat selama ini, masyarakat
berpikir bilamana mereka telah duduk di tahtanya otomatis mereka akan lupa
terhadap janji-janji dan harapan-harapan yang telah mereka orasikan, kedekatan
semasa kampanye akan berakhir secara spontan, jadi masyarakat seolah berpikir
ada baiknya para caleg di manfaatkan sewaktu masa kampanyenya.
Dijelaskan
Sudjito (2009), filosofi manusia modern mempunyai beberapa ciri. Di antaranya,
pertama, manusia modern hidup berdasarkan rasionalitas yang tinggi. Kedua,
kebutuhan manusia terfokus pada materi kebendaan. Di antara materi kebendaan
yang dipandang memiliki nilai tertinggi adalah uang.
Edy Suandi
Hamid (2009) yang melihat dari kacamata ekonomi, menilai money politic muncul
karena adanya hubungan mutualisme antara pelaku (partai, politisi, atau
perantara) dan korban (rakyat). Keduanya saling mendapatkan keuntungan dengan
mekanisme money politic. Bagi politisi, money politic merupakan media instan
yang dengan cara itu suara konstituen dapat dibeli. Sebaliknya, bagi rakyat,
money politic ibarat bonus rutin di masa Pemilu yang lebih riil dibandingan
dengan program-program yang dijanjikan.
Dalam
pendekatan konflik, kita bisa lihat bahwa bentuk konflik yang terjadi dalam
fenomena money politic ini adalah konflik laten, karena konflik yang terjadi
tidak dapat dilihat dengan kasat mata, namun dapat dirasakan dari fenomena yang
terjadi, yaitu persaingan para caleg yang berusaha memperoleh suara konstituen
dengan membagi-bagikan uang. Namun ada kalanya bentuk konflik tersebut berubah
menjadi konflik over (manifest) ketika money politic ini muncul ke permukaan
dan menimbulkan konflik secara nyata, seperti saling menjatuhkan antara caleg,
dan bentuk persaingan lain yang tidak sehat. Belum lagi konflik antara
pendukung salah satu caleg yang agak fanatis untuk memenangkan calegnya, tentu
akan menghalalkan segala cara, termasuk dengan politik uang yang dianggap
paling efektif dalam mengumpulkan suara untuk para caleg yang sedang bersaing.
Teori
konflik yang lain yang dapat digunakan untuk mengkaji fenomena di atas adalah
teori hubungan masyarakat. Teori hubungan masyarakat menganggap bahwa konflik
disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan/persaingan
di antara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat (Anonim, 2008). Fakta
dari teori di atas dapat dilihat dari fenomena money politic, seperti yang
terjadi di Desa Perancak, dari tidak adanya hubungan yang baik secara
berkelanjutan antara caleg dan konstituennya. Dalam artian sebelum kampanye
dimulai, antara caleg dan masyarakat yang diharapkan bisa memilih dirinya tidak
pernah saling ada hubungan, atau bahkan tidak saling mengenal.
Hubungan
seperti ini tentu saja mengancam posisi seorang caleg, yang kemungkinan akan
gagal karena tidak mendapat suara dalam Pemilu yang digelar karena para
konstituen tidak mengenal dirinya. Sosialisasi baik melalui media massa,
spanduk, baliho, SMS, ataupun di internet, juga tidak begitu efektif untuk mengumpulkan
suara karena masyarakat merasa tidak memiliki ikatan emosional dengan caleg
yang bersangkutan. Oleh karena itu, satu-satunya cara untuk mendapat dukungan
suara dari masyarakat yang realistis dan (mungkin saja) materialistis adalah
dengan politik uang, yaitu membagikan uang kepada konstituen dengan timbal
balik masyarakat mau memilih caleg yang memberikan uang.[6]
Adapun
penyebab dari terjadinya money politic karena kurang
dijungjungnya Hak Asasi Manusia. Para calon legislatif memberikan uang ataupun suapan
dalam bentuk lainnya dan meminta agar masyarakat yang menrimanya memilih mereka
ketika Pemilu, itu merupakan suatu pelanggaran Hak Asasi Manusia. Kita bisa
lihat bahwa di dalam UUD 1945 pasal 28E ayat (2) berbunyi : “ Setiap orang
berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap,
sesuai dengan hati nuraninya”. Tentu saja money politic merupakan
pelanggaran Hak Asasi seseorang dalam menentukan pilihan. Atas dasar karena
mereka telah mendapatkan uang suapan dari para caleg, akhirnya mereka bisa saja
memilih tidak sesuai dengan hati nuraninya, namun karena atas dasar balas budi
kepada calon legislatif yang telah membantu mereka dalam memenuhi kebutuhan
hidup mereka.
Selain itu
penyebab terjadinya money politic bisa disebabkan kurang
tegasnya hukum di Indonesia. Pasal 73 ayat 3 Undang Undang No. 3 tahun 1999
berbunyi: "Barang siapa pada waktu diselenggarakannya pemilihan umum
menurut undang-undang ini dengan pemberian atau janji menyuap seseorang,
baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia
menjalankan haknya dengan cara tertentu, dipidana dengan pidana hukuman penjara
paling lama tiga tahun. Pidana itu dikenakan juga kepada pemilih yang menerima
suap berupa pemberian atau janji berbuat sesuatu."[7] Adapula
peraturan lainya yaitu dalam Undang-Undang Pemilu No. 10 tahun 2008 pasal 84
telah di peringatkan bahwa “Dalam hal terbukti pelaksana kampanye menjanjikan
atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye
secara langsung ataupun tidak langsung agar: memilih calon anggota DPR, DPRD
provinsi, DPRD kabupaten/kota tertentu; atau memilih calon anggota DPD tertentu
(huruf d dan e), dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini”.
Kita bisa
lihat di atas, bahwa money politic atau tindak penyuapan merupakan
pelanggaran dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum. Walaupun aturan ini sudah
tertlulis tegas tetapi masih banyak pelanggaran pelanggaran yang terjadi, hal
ini bisa membuktikan bahwa memang hukum di Indonesia masih kurang di tegakkan.
Hal yang dilakukan oleh para penjual suara dan para pembeli suara di pasar
Politic, sangat bertentangan dengan peraturan yang ada. Namun sampai saat ini
belum ada tindakan yang signifikan terhadap pelanggaran-pelanggaran tersebut,
bahkan seakan-akan legal-legal saja.
Kinerja
dari Banwaslu atau Badan Pengawas Pemilu perlu di pertanyakan apakah kinerja
yang telah mereka lakukan sudah sesuai dengan prosedur atau sudah sesuai dengan
amanah yang di percayai rakyat kepada mereka agar mengawasi Pemilu sesuai
dengan aturan. Tidak bisa kita pungkiri bahwa masih banyak penegak hukum yang
melanggar hukum, sungguh permasalahan itu sangat memukul bangsa Indonesia.
Sejumlah
pengamat juga meragukan hasil kualitas pemilu. Hal ini dikarenakan praktek
money politic yang semakin merebak sebagai buntut dari putusan Mahkamah
Konstitusi (MK) tentang perolehan suara terbanyak. Partai politik telah
bersekongkol dengan menganggap money politic merupakan hal biasa dan wajar.
Sebab, yang terjadi saat ini praktik money politic sudah terdidik dan
terkoordinir. Mahkamah Konstitusi (MK) juga dinilai telah berperan
melanggengkan praktek money politic ini dengan menetapkan suara terbanyak
berbasis individu sebagai pemenang bagi caleg yang akan terpilih nantinya. Hal
ini akan membuat caleg akan bersikap pragmatis hanya untuk sekadar memenangkan
pemilu tanpa melihat kepentingan rakyat.[8]
Permasalahan money
politic juga bisa membuktikan bahwa masyarakat masih belum memahami
dan menjalankan demokrasi dengan benar. Menerima suapan yang di berikan para
calon legislatif bukti bahwa masyarakat tidak menghargai arti dari demokrasi,
bukan hanya masyarakatnya saja yang merusak demokrasi namun merekalah para
calon legislatif yang menjadi aktor penghancur nilai-nilai demokrasi bangsa
Indonesia ini.
D.
Money Politic
(Politik Uang) dalam Pendekatan Teori
a.
Teori Konflik
Kesenjangan
kepentingan antara Caleg dan aturan (undang-undang) yang berlaku dapat dilihat
dari kacamata teori ilmu sosial. Fenomena di atas dapat dikaji dengan
menggunakan pendekatan atau teori konflik. Teori konflik ini salah satunya
mengkaji penyebab timbulnya konflik dalam masyarakat. Salah satu teori yang
menyebabkan timbulnya konflik adalah teori kebutuhan masyarakat.
Teori
Kebutuhan Manusia berasumsi bahwa konflik yang berakar dalam disebabkan oleh
kebutuhan dasar manusia (fisik, mental, dan sosial) yang tidak terpenuhi atau
dihalangi (Navastara, 2007). Keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi, dan
otonomi sering merupakan inti pembicaraan. Sasaran dari teori ini adalah
membantu pihak-pihak yang mengalami konflik untuk mengidentifikasi dan
mengupayakan bersama kebutuhan mereka yang tidak terpenuhi, dan menghasilkan
pilihan-pilihan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu, dan agar pihak-pihak
yang mengalami konflik mencapai kesepakatan untuk memenuhi kebutuhan dasar
semua pihak.[9]
Dalam
tataran pendekatan di atas, money politic dapat dilihat dari latar belakang
terjadinya. Caleg dalam kasus di atas melakukan politik uang karena mereka
membutuhkan sesuatu dari usahanya membagi-bagikan uang kepada konstituennya
tersebut. Adapun kebutuhan yang mereka inginkan adalah kedudukan dan uang, yang
mungkin akan mereka dapatkan setelah menjadi salah satu pemilik kursi di
parlemen. Mungkin ketika seorang caleg tidak akan bersaing jika ia dipilih
karena dukungan murni dari konstituennya.
Teori
konflik yang lain yang dapat digunakan untuk mengkaji fenomena di atas adalah
teori hubungan masyarakat. Teori hubungan masyarakat menganggap bahwa konflik
disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan
permusuhan/persaingan di antara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat.[10]
Dalam
teori konflik ini bisa kita simpulkan bahwa seharusnya money
politic itu terjadi apabila para calo legislatif memiliki hubungan
baik dengan masyarakat. Tidak perlu diberi uang untuk melancarkan para caleg,
masyarakat pasti memilih mereka karena sebelumnya telah memiliki hubungan baik
dengan masyarakat. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa di zaman sekarang ini
mungkin sulit sekali untuk mencari orang yang demikian karena masyarakat lebih
percaya kepada uang , dibandingkan dengan caleg yang mengumbar janji belaka,
tanpa ada perjuangan nyata untuk rakyat yang memerlukan. Tapi ini bisa
dihalangkan apabila cara yang dilakukan para calon legislatif dengan cara
pendekatan dan memiliki hubungan yang baik terlebih dahulu dengan masyarakat.
b.
Struktural
Fungsional
Teori
struktural fungsional mengasumsikan bahwa masyarakat merupakan sebuah sistem
yang terdiri dari berbagai bagian atau subsistem yang saling berhubungan.
Bagian-bagian tersebut berfungsi dalam segala kegiatan yang dapat meningkatkan
kelangsungan hidup dari sistem. Fokus utama dari berbagai pemikir teori
fungsionalisme adalah untuk mendefinisikan kegiatan yang dibutuhkan untuk
menjaga kelangsungan hidup sistem sosial. Terdapat beberapa bagian dari sistem
sosial yang perlu dijadikan fokus perhatian, antara lain : faktor individu,
proses sosialisasi, sistem ekonomi, pembagian kerja dan nilai atau norma yang
berlaku.[11]
Talcott
Parsons melahirkan teori fungsional yang dalam pemikirannya mempunyai komponen
utama adanya proses diferensiasi. Parsons berasumsi bahwa setiap masyarakat
tersusun dari sekumpulan subsistem yang berbeda berdasarkan strukturnya maupun
berdasarkan makna fungsionalnya bagi masyarakat yang lebih luas. Ketika
masyarakat berubah, umumnya masyarakat tersebut akan tumbuh dengan kemampuan
yang lebih baik untuk menanggulangi permasalahan hidupnya. Dapat dikatakan
Parsons termasuk dalam golongan yang memandang optimis sebuah proses perubahan
(Widodo, 2008).
Bahasan
tentang struktural fungsional Parsons ini akan diawali dengan empat fungsi yang
penting untuk semua sistem tindakan. Suatu fungsi adalah kumpulan kegiatan yang
ditujukan pada pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem.[12] Parsons
menyampaikan empat fungsi yang harus dimiliki oleh sebuah sistem agar mampu
bertahan, yaitu :
1. Adaptasi, sebuah sistem harus mampu
menanggulangi situasi eksternal yang gawat. Sistem harus dapat menyesuaikan
diri dengan lingkungan.
2. Pencapaian, sebuah sistem harus
mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya. Maksudnya dalam hal ini segala
setiap kegiatan pemerintahan harus sesuai dengan tujuan bangsa Indonesia yang
tertera pada Pembukaan UUD 1945 alinea ke 4. Bila segala sistem pemerintahan
sesuai dengan tujuan bangsa Indonesia mungkin money politic tidak
akan terjadi di bangsa Indonesia.
3. Integrasi, sebuah sistem harus
mengatur hubungan antarbagian yang menjadi komponennya. Sistem juga harus dapat
mengelola hubungan antara ketiga fungsi penting lainnya. Dalam hal ini
dimaksudkan agar setiap lembaga di pemerintahan berjalan sesuai fungsi nya baik
dari badan eksekutif, legislatif, dan yudikatif agar sistem pemerintahan ini
bisa berjalan secara efektif.
4. Pemeliharaan pola, sebuah sistem
harus melengkapi, memelihara dan memperbaiki motivasi individual maupun
pola-pola kultural yang menciptakan dan menopang motivasi.
Francesca
Cancian memberikan sumbangan pemikiran bahwa sistem sosial merupakan sebuah
model dengan persamaan tertentu. Model ini mempunyai beberapa variabel yang
membentuk sebuah fungsi. Penggunaan model sederhana ini tidak akan mampu
memprediksi perubahan atau keseimbangan yang akan terjadi, kecuali kita dapat
mengetahui sebagian variabel pada masa depan. Dalam sebuah sistem yang
deterministik, seperti yang disampaikan oleh Nagel, keadaan dari sebuah sistem
pada suatu waktu tertentu merupakan fungsi dari keadaan tersebut beberapa waktu
lampau.
Tataran
teoretis di atas mengenai struktural fungsional dapat digunakan untuk mengkaji
fenomena money politic yang juga terjadi di Indonesia. Sesuai dengan teori ini,
masyarakat maupun caleg dari partai tertentu serta penyelenggara pemilu (KPU),
merupakan bagian atau subsistem dari suatu sistem politik di Indonesia. Dahl
(1994; lihat pula Fatah, 1994), mengemukakan salah satu kriteria penting dalam
sistem demokrasi, termasuk Indonesia, adalah adanya partisipasi rakyat dalam
pemilihan umum, selain kriteria yang lain. Masing-masing dari subsistem
tersebut mempunyai fungsi tertentu yang sesuai dengan kedudukannya di dalam
masyarakat. Masing-masing fungsi dan peran dari suatu subsistem akan saling
berinteraksi dan saling melengkapi dengan subsistem yang lain.
Dalam
suatu sistem politik, khususnya di Indonesia, rakyat sebagai konstituen
mempunyai peran sebagai pemilih yang memiliki suara. Sedangkan caleg berperan
sebagai peserta yang ikut dalam Pemilu pada suatu partai tertentu yang akan
menuju kursi parlemen. Dan untuk menuju ke kursi parlemen seorang caleg
memerlukan dukungan suara dari konstituen yang memiliki hak suara. Dan KPU
sebagai penyelenggara KPU adalah lembaga yang berperan dalam memfasilitasi
kedua kepentingan di atas serta melegalisasi hasil dalam Pemilu. Oleh karena
itu, untuk menghasilkan sesuatu yang berarti bagi sistem demokratisasi politik
Indonesia, maka komponen atau subsistem tersebut harus bekerjasama dalam
mencapai suatu sinergi dalam mencapai kepentingan masing-masing.[13]
Dari kedua
pendekatan teori ini, teori konflik maupun teori pendekatan fungsional bisa
dijadikan alat untuk memecahkan fenomena menganai money politik.
Dari cara-cara yang telah di atas dipaparkan yang terpenting untuk mencegah
terjadinya money politic yaitu dengan meningkatkan kualitas
iman dan taqwa para politisi, karena dalam hal ini agama bisa membentengi kita
agar tidak melakukan hal-hal yang negatif.
E.
Dampak Money Politic (Politic Uang)
Banyak
sekali dampak yang dihadirkan akibat dari money politic, baik
itu dampak bagi masyarakatnya maupun dampak bagi para calon legislatif itu
sendiri. Dampak bagi para calon legislatif sendiri ada dua sisi, yang pertama
apabila mereka berhasil terpelih karena suksesnyamoney poltic yang
mereka lakukan, maupun dampak dari kekalahan para calon legislatif yang gagal
dalam money politic yang mereka lakukan.
Bagi para
calon legislatif yang gagal dampaknya ialah bila mereka imannya kurang , mereka
bisa saja menjadi gila, atau psikologi nya terganggu, karena kita bisa banyak
temukan para calon legislatif yang gila karena mereka gagal menduduki kursi
legislatif. Selain karena kurang suara, tidak sedikit para calon legislatif
yang gagal karena terbukti melakukan pelanggaran, ibarat pepatah sudah jatuh
tertimpa tangga pula, sudah keluar uang banyak taidak terpilih dan akhirnya
tertangkap pula, akibatnya rumah sakit lah yang menjadi ujung perjuangan
mereka.
Dampak
lainnya kita perhatikan dari sisi apabila para calon legislatif itu berhasil
melenggang mendapatkan kursi legislatif akibat dari money politik. Dalam hal
ini dampak yang sangat harus kita waspadai ialah penyalahgunaan jabatan, karena
bisa kita lihat banyak kasus-kasus korupsi di ranah legislatif. Mereka berfikir
karena mereka sebelum menduduki kursi legislatif mereka sudah habis modal
besar-besaran, sehingga saat itu lah yang menjadi cara agar modal yang telah
habis mereka gunakan money politic kembali lagi, istilah
lainnya “balik modal”. Tidak dapat dipungkiri banyak sekali proyek-proyek yang
bisa menimbulkan korupsi yang tidak sedikit.
Selain itu
akibat dari tidak kompetennya para legislator bisa semakin memperkeruh keadaan
yang parah, menjadi semakin parah keadaan pemerintahaan di Indonesia. Mereka
para caleg umumnya hanya bisa mengumbar janji tidak tahu seperti apa kompetensi
yang mereka miliki dan hasilnya hanyalah korupsi dan korupsi yang menghiasi
berita berita di media masa.
Selain itu
bila kita melihat dari sisi agama, Rasulullah Saw bersabda, "Jika amanah
disia-siakan, tunggulah saat kehancuran". Sahabat bertanya:
"Bagaimana menyia-nyiakan amanah itu?" Rasul menjawab: "Jika
urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat
kehancurannya" (HR Bukhari).
Hadits ini
diperkuat dengan sejumlah ayat Alquran dan hadis lain tentang keharusan umat
Islam menyerahkan amanah kepada ahlinya.
Dalam Surat
An-Nisa: 58 Allah Swt menegaskan,
58. Sesungguhnya Allah
menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh
kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan
adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat. (QS.An-Nisa’
58)
Kita bisa
lihat sudah ada penjelasan dari hadist dan ayat suci Al-quran, yang pada
intinya bahwa apabila suatu amanah diberikan kepada orang yang tidak sesuai
dengan kapabilitasnya makan tunggu akan kehancuran yang di akibatkannya.
Sungguh itu merupakan sesuatu yang sangat kita tidak inginkan karena siapa yang
ingin apabila negaranya hancur.[14]
Mengenai dampak
dari money politic tentu saja ada dampaknya bagi masyarakat
sendiri.Money politic bisa dijadikan ajang mencari penghasilan,
masyarakat awam tidak mempedulikan nilai nilai dari demokrsi yang terpenting
baginya ialah mereka telah mendapatkan uang atau bentuk penyuapan lainnya.
Dampak lainnya ialah masyarakat harus berhutang budi kepada mereka yang telah
memberikan uang agar masyarakat memilih mereka. Dalam hal inilah Hak Asasi
seseorang dalam menentukan pilihan yang tidak diperhatikan. Selain itu dampaknya
bisa tidak ada kepercayaan lagi dari masyarakat kepada para wakil-wakil rakyat.
Dengan adanya ketidakpercayaan masyarakat terhadap para calon pemimpin
memberikan efek negatif bagi para elit-elit dengan menghambur-hamburkan uang
dalam waktu sekejap, demi kekuasaan semata.
Money
politic bisa
juga berdampak perpecahan antar masyarakat, karena masyarakat telah berhutang
budi kepada calon legislatif yang telah memberikan bentuk penyuapan, sehingga
sikap fanatik akan timbul dan mereka menganggap para calon legislatif lainnya
buruk dibandingkan yang mereka dukung, disinilah akan terjadi konflik antar
pendukung masing-masing para calon legislatif. Sangat disayangkan apabila
terjadi perpecahan yang terjadi di masyarakat akibat permainan para politisi
dengan money politic.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan makalah tentang
pelanggaran money politic (politik uang) pada pemilu, dapat di tarik
kesimpulan sebagai berikut:
1.
Pemilu adalah sarana
pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945 atau sebagai proses pemilihan wakil rakyat dan pemimpin.
2.
Money Politic atau politik uang adalah suatu bentuk pemberian atau janji
menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih
maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat pemilihan
umum.
3.
Adapun
penyebab terjadinya pelanggaran money politic (politik uang) adalah
karena keserakahan manusia yang tidak selalu puas dengan kekuasaan sehingga
jalan curang dengan menyuap masyarakat pun dilakukan.
4.
Adapun
pendekatan dalam teori mengenai money politic (politik uang) adalah
antara lain seperti: teori konflik yaitu para pelaku memanfaatkan dengan
keadaan fisik, mental dan sosial masyarakat, kemudian struktural fungsional
yaitu segala kegiatan yang dapat
meningkatkan kelangsungan hidup dari sistem.
5.
Adapun
dampak dari money politic itu sendiri yaitu seperti melanggar ketentuan
aturan pemilu dan bisa disangsi pidana, para pelakunya pun apabila dia terpilih
maka sifat tidak amanah akan timbul atau misalkan tidak terpilih bisa jadi
depresi bahkan gila, dan tentunya berdosa karena itu merupakan perbuatan yang tercelah
serta membuat masyarakat menjadi terpecah belah keadaan sosialnya.
DAFTAR PUSTAKA
Soehino,
2010, Hukum Tata Negara Perkembangan Pengaturan dan Pelaksanaan Pemilihan
umum di Indonesia, Yogyakarta: UGM.
Undang-undang Politik 2003, UU No. 12 tahun 2003 tentang Pemilihan
Umum
UU No. 12 Tahun 2003 tentang
Pemilu DPR, DPD, dan DPRD.
Undang-undang Politik 1999, UU No. 3 tahun 1999 tentang Pemilihan
Umum.
Hidayah, Nurul. 2011. Put Right
Man In Right Place. diakses dari (online) :
http://nurulhidayahbugel.blogspot.com/2011/04/put-right-man-in-right-place.html.
Pada tanggal 12 April 2014. Pukul 23.26.April 2014.
Sanjaya, Adi. 2010. Money
Politic Dalam Demokrasi. diakses dari (online) http://adisanjaya24.blogspot.com/2010/-6/money-politic-dalam-demokrasi-suatu.html.
pada tanggal 12 April 1014. Pukul 17.48.
Pratono, W. 2010. Money
Politik di Indonesia. diakses dari (online) http://njimetamorphose.blogspot.com/2010/03/money-politik-di-indonesia.html.
Pada tanggal 12 April 2014. Pukul 17.40.
K, Yanuardian.
2007. Manajemen Konflik: Definisi dan Teori-teori Konflik. diakses
dari (online) :http://jepits.wordpress.com/2007/12/19/manajemen-konflik-definisi-dan-teori-teori-konflik.html.
Pada tanggal 12 April 2014. Pukul 23.00.
R, Wadyotoma. 2012. Tradisi Money Politik. diakses dari
(online) : http://pkntradisimoneypolitik.blogspot.com.html. Pada tanggal 12
April 2014. Pukul 22.52.
Wikipedia. Politik
Uang. diakses dari
(online) : http://id.wikipedia.org/wiki/Politik_uang,
pada tanggal 12 April 2014. pukul 17.40.
#makalah s1 fakultas hukum dan Syariah UIN Rafah
[2]
Soehino, Hukum Tata Negara Perkembangan Pengaturan
dan Pelaksanaan Pemilihan umum di Indonesia,( Yogyakarta: UGM
2010), hlm.72.
[3] Wikipedia, Politik Uang, diakses dari
(online) : http://id.wikipedia.org/wiki/Politik_uang, pada tanggal 12 April 2014, pukul 17.40.
[4] Adi Sanjaya, 2010, Money Politic Dalam Demokrasi,
diakses dari (online)
http://adisanjaya24.blogspot.com/2010/-6/money-politic-dalam-demokrasi-suatu.html,
pada tanggal 12 April 1014, pukul 17.48.
[5] W Pratono, 2010, Money Politik di Indonesia, diakses
dari (online) http://njimetamorphose.blogspot.com/2010/03/money-politik-di-indonesia.html. Pada tanggal 12 April 2014, pukul 17.40.
[6]
Adi Sanjaya, Op, Cit.,
[8]
Wadyotoma, R. 2012, Tradisi Money Politik, diakses dari (online) :http://pkntradisimoneypolitik.blogspot.com.html.
pada tanggal 12 April 2014, pukul 22.52.
[9]
Yanuardian, K. 2007, Manajemen
Konflik: Definisi dan Teori-teori Konflik, diakses dari (online) :http://jepits.wordpress.com/2007/12/19/manajemen-konflik-definisi-dan-teori-teori-konflik.html. Pada 12 April 2014, pukul 23.00.
[10]
Ibid.,
[11]
Slamet Widodo,
2008. Perspektif teori tentang perubahan sosial struktural fungsional
dan psikologi sosial, diakses dari (online) :http://learning-of.slametwidodo.com/
2008/02/01/perspektif-teori-tentang-perubahan-sosial-struktural-fungsional-dan-psikologi-sosial/html.
Pada tanggal 12 April 2014, pukul 23.09.
[12]
Ibid.,
[13]
Adi Sanjaya, Op, Cit.,
[14] Nurul Hidayah, 2011, Put Right Man In Right Place,
diakses dari (online) : http://nurulhidayahbugel.blogspot.com/2011/04/put-right-man-in-right-place.html.
Pada tanggal 12 April 2014, pukul 23.26.