Faktor Kemunculan Fiqih Kontemporer
Oleh: Jamiatul Husnaini & Safri Erawansyah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Fiqih adalah suatu bidang ilmu yang
berkaitan erat dengan keseharian manusia dalam menjalani kehidupan. Oleh karena
itu, fiqih juga sangat tergantung pada kondisi tempat dan masa dimana manusia
itu berada. Seiring dengan berjalannya waktu, muncullah pertanyaan-pertanyaan
baru dalam masalah fiqih yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung
dengan perkembangan teknologi. Kemudian, seperti yang kita semua ketahui bahwa
agama islam seharusnya mencakup segala bidang kehidupan manusia maka begitu
pula dengan fiqih. Maka untuk menjawab tantangan zaman itulah muncul
ulama-ulama fiqih kontemporer yang berijtihad dengan menggunakan hukum-hukum
fiqih yang sudah ada kepada masalah-masalah baru dalam kehidupan manusia
modern.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai
latar belakang atau faktor munculnya Fiqih Kontemporer serta relevansi Fiqih
Klasik dengan Fiqih Kontemporer.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat
ditarik rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu:
1. Bagaimana eksistensi fiqih dalam memasuki
era modern saat ini?
2. Apa saja factor yang menyebabkan munculnya
Fiqih Kontemporer?
3. Masih relevankah Fiqih Kontemporer jika
dihadapkan dengan Doktrin Fiqih Klasik?
BAB II
Faktor Kemunculan Fiqih Kontemporer
A. Fiqih
Memasuki Era Modern
Menurut bahasa fiqih berarti faham atau
tahu. Menurut istilah, fiqih berarti ilmu yang menerangkan tentang hukum-hukum
syara’ yang berkenaan dengan amal perbuatan manusia yang diperoleh dari
dalil-dalil terperinci (tafsil/jelas).
Dalam kitab Durr al-Mukhtar
disebutkan bahwa fiqih mempunyai dua makna, yakni menurut ahli ushul dan ahli
fiqih. Masing-masing memiliki pengertian dan dasar sendiri-sendiri dalam
memaknai fiqih. Menurut ahli ushul, fiqih adalah ilmu yang menerangkan hukum-hukum
syara’ yang bersifat far’iyah (cabang), yang dihasilkan dari dalil-dalil
yang tafsil (khusus, terinci dan jelas). Tegasnya, para ahli ushul
mengartikan fiqih adalah mengetahui fiqh dengan mengetahui hukum dan dalilnya.
Menurut ahli fiqh (fuqaha), fiqih
adalah mengetahui hukum-hukum syara’ yang menjadi sifat bagi perbuatan para
hamba (mukallaf), yaitu: wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah.[1]
Memasuki era modern, fiqih dalam Islam
mengalami penurunan dalam penggunaan oleh masyarakat. Fiqih yang sebenarnya
mencakup semua hal dalam kehidupan manusia, mengalami degradasi dalam cakupan
pengertiannya terutama di kalangan masyarakat awam yang memahami fiqih hanya
mengatur tata cara ibadah secara ritual. Pemerintah diberbagai Negara mulai
menerapkan apa yang disebut sekulerime yang memisahkan kehidupan agama dari
kehidupan politik dan social. Fiqih yang tadinya dipakai sebagai dasar Negara
dalam mengambil keputusan mulai dipisahkan dari kehidupan kenegaraan karena
dianggap tidak dapat menjawab masalah yang muncul di era modern. Bahkan
sebagian orang berfikir bahwa agama menghambat kemajuan. Hal ini dikarenakan
para ulama tidak berani berijtihad dalam mengambil keputusan hukum tentang
suatu topik dan masalah aktual kontemporer yang relevan dengan kehidupan ini.
Pada akhir abad XX, beberapa Negara
berkembang mulai memeriksa kembali struktur hukum mereka dan memantau dari segi
Al-Qur’an dan Hukum tradisional Islam yang ternyata terbukti lebih baik dari
sistem imperialisme yang diterapkan Negara-negara barat.
B. Faktor-faktor
Munculnya Fiqih Kontemporer
Masyarakat Islam dituntut untuk mengikuti
perubahan sosial dan sejarah dalam dunia modern. Masalah fiqih kontemprer ini
mencakup hal-hal yang terjadi akibat perkembangan zaman dan teknologi.
Contohnya dalam hal telepon dan fungsinya apakah dapat digunakan sebagai lebih
dari sekedar alat komunikasi, juga permasalahan dalam kedokteran modern, apa
saja pandangan islam terhadap sistem-sistem pemerintahan yang muncul di era
modern, dan lain-lain.
Tentu saja semua itu memerlukan jawaban
yang ditopang dail-dalil yang kuat, argumentative, dan komparatif. Maka
muncullah pemikir-pemikir besar di kalangan ulama islam terutama yang berusaha
mencari jawaban atas segi fiqih suatu permasalahan yang mucul akibat
perkembangan zaman.[2]
Adapun yang melatarbelakangi munculnya Fiqih
Kontemporer, yaitu:
1. Akibat arus globalisasi yang meliputi
hampir sebagian besar Negara-negara yang dihuni mayoritas umat Islam. Dengan
adanya arus modernisasi tersebut, mengakibatkan munculnya berbagai macam
perubahan dalam tatanan sosial umat Islam., baik yang menyangkut ideologi
politik, sosial, budaya dan sebagainya. Berbagai perubahan tersebut seakan-akan
cenderung menjauhkan umat dari nilai-nilai agama. Hal tersebut terjadi karena
aneka perubahan tersebut banyak melahirkan simbol-simbol sosial dan cultural
yang secara eksplisit tidak memiliki simbol keagamaaan yang telah mapan, atau
disebabkan kemajuan modernisasi tidak diimbangi dengan pembaharuan pemikiran
keagamaan.
2. Telah mapannya sistem pemikiran barat
(hukum positif) dimayoritas Negara muslim secara faktual lebih mudah diterima
dan diamalkan apa lagi sangat didukung oleh kekuatan yang bersifat struktural maupun cultural, namun masyarakat Islam dalam
penerimaan konsepsi barat tersebut tetap merasakan adanya semacam “kejanggalan”
baik secara psikologis, sosiologis maupun politis. Tetapi karena belum
terwujudnya konsepsi Islam yang lebih kontekstual, maka dengan rasa
ketidakberdayaan mereka mengikuti saja konsepsi yang tidak islami. Hal tersebut
akhirnya menggugah naluri pakar hukum Islam untuk segera mewujudkan fiqih yang
lebih relevan dengan perkembangan zaman.
3. Masih terpakunya pemikiran Fiqih Klasik (lawan
Fiqh Kontemporer) dengan pemahaman tekstual, ad hoc dan parsial, sehingga
kerangka sistematika pengkajian tidak komprehensif dan aktual, sekaligus kurang
mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman yang ada.[3]
Menelaah literatur fiqih pada zaman klasik,
dan antisipasi tantangan fiqih pada masa-masa mutaakhir (sekarang), banyak
tantangan dalam intern itu sendiri, untuk selalu eksis menjawab tantangan zaman
tanpa disadari bahwa modernisasi telah menjungkirbalikkan budaya termasuk
dibidang fiqih. Sebab, pada esensinya adanya modernisasi yang berkembang dewasa
ini adalah memang dipicu dan dibelakangi oleh orang-orang orientalis dan
kapitalis barat. Hal seperti ini mereka lakukan untuk melumpuhkan budaya-budaya
yang masih berbau Islam diseluruh belahan dunia. Sehingga, dari implikasi ini,
dapat dibuktikan bahwa budaya luhur Islam sudah semakin rapuh, bahkan tidak ada
yang simpati lagi.
Pada situasi saat ini, tantangan demi
tantangan harus dihadapi oleh fiqih khususnya, sebab pada era mutaakhir ini,
banyak orang-orang telah mengabaikan fiqih, mereka telah dipengaruhi oleh
doktrin-doktrin dan ajaran-ajaran kapitalisme dan sekulerisme yang sangat
mengakar pada pemikiran umat saat ini. Lebih ironis lagi, mereka beranggapan
bahwa fiqih pada saat ini tidak relevan lagi. Dan fiqih (versi ulama salaf)
yang teosentris tidak bisa menjawab tantangan zaman di kalangan masyarakat, dan
terkesan pasif, kuno, konservatif dan tidak realistis. Mereka, orang yang
alergi fiqih ini menghimbau pada pakar-pakar fiqih, agar mengadakan
rehabilitasi fiqih, sesuai perkembangan zaman di era modern dewasa ini. Sebab,
fiqih haruslah universal, toleran, tidak kaku seperti fiqih doktrin ulama
salaf. Selayaknya fiqih berperinsip pada cermin di dalam islam “permudahlah jangan
dipersulit” tidak membuat bingung dan rumit umat islam.
Menurut Dr. Yusuf Qardhawi dalam satu
kitabnya secara implicit mengungkapkan betapa diperlukan Fiqih Kontemporer
dimasa ini:
Dengan adanya kemajuan yang cukup mendasar
itu, timbullah pertanyaan bagi kita, mampukah ilmu fiqih menghadapi zaman
modern? Masih relevankah hukum Islam yang lahir 14 abad Islam yang lalu diterapkan
sekarang? Tentu kita sebagai muslim akan menjawabnya, hukum Islam mampu
menghadapi zaman, dan masih relevan untuk diterapkan “tidak asal bicara”,
memang, tetapi untuk menuju kesana perlu syarat yang harus dijalani secara
konsekuen untuk merealisir tujuan penciptaan Fiqih Kontemporer tersebut,
Qardhawi menawarkan konsep ijtihad; ijtihad perlu dibuka kembali, menapaktilasi
apa yang telah dilakukan oleh ulama salaf.
Berkenaan dengan munculnya isu fiqh
kontemporer tersebut, yakni bagaimana pemikiran ulama bisa dipertanyakan
kembali berdasarkan kriteria Al-Qur’an dan Sunnah. Disisi lain pertimbangan
maslahah dapat dijadikan rujukan dalam upaya penyesuaian fiqh dengan zaman yang
berkembang. Perbedaan antara syari’ah dengan fiqh menjadi peluang timbulnya
pengkajian fiqh kotemporer.[4]
C. Relevansi
Fiqih Kontemporer dengan Doktrin Fiqih Klasik
Prof. Dr. Harun Nasution membagi ciri
pemikiran Islam dalam tiga zaman, yakni Klasik (abad VII-XII), Pertengahan
(tradisional) abad XIII-XVIII dan Modern (Kontemporer) abad IX.
Menurut Prof. Dr. Harun Nasution, metode
berfikir ulama klasik terikat langsung dengan Al-Qur’an dan Hadits, sehingga
banyak melahirkan ijtihad yang kualitatif. Sedangkan pemikiran zaman
pertengahan menjadi lebih terikat sekali dengan hasil pemikiran ulama klasik.
Dalam menghadapi masalah-masalah baru mereka tidak lagi secara langsung mengali
Al-Qur’an dan Hadits, melainkan lebih banyak terikat dengan produk pemikiran
ulama zaman klasik, sehingga orisinalitas pemikiran semakin berkurang dan
cenderung dogmatis. Maka bekulah pemikiran serta kurang mampu beradaptai dengan
perkembangan zaman di zaman modern ini, banyak umat Islam yang masih juga
terpaku dengan pola pemikiran Islam abad pertengahan hanya sebagiaan kecil yang
memakai pola pemikiran rasional zaman klasik sebenarnya bila umat Islam ingin
maju dan punya kemampuan mengantisipasi perkembangan zaman modern, pola
pemikiran ulama klasik sudah selayaknya dikembangkan. Walaupu menghasilkan
produk fiqih yang berbeda karena perbedaan situasi dan kondisi yang ada.
Disinilah letak relevansinya antara fiqh kontemporer dengan fiqh klasik. Tetapi
yang jelas pemikiran kontemporer tidak mesti terikat dengan pemikiran klasik
maupun pertengahan, bila ternyata tidak relevan dengan persolan yang ada;
tetapi yang masih relevan tetap dijadikan pegangan.[5]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah
serta pembahasan dalam makalah ini, dapat disimpulkan beberapa poin sebagai
berikut:
a. Dalam memasuki era modern saat ini, fiqih
mengalami degradasi (penurunan) dalam penunggunaan oleh masyarakat dalam
kehidupan sehari-hari.
b. Faktor yang menyebabkan munculnya Fiqih
Kontemporer adalah adanya arus globalisasi yang menyebabkan zaman berkembang
sangat maju, sehingga timbullah masalah-masalah baru. Oleh sebab itu, muncullah
pemikir-pemikir Islam yang mulai mengkaji fiqih sehingga bisa berkembang sesuai
zaman dan kondisinya.
c. Dalam menghadapi arus globalisasi di era
modern ini, fiqih kontemporer ternyata masih sangat relevan dengan fiqih
klasik.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Bustanul,. dan M. Atho Mudzar, Permasalahan
Fiqih Kontemporer dalam Keluarga Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 2002.
Qardhawi, Yusuf. Fatwa-fatwa kontemporer.
Jakarta: Gema Insani Press, 1996.
Hadi, Sholikul. Paradigma Fiqh Modern.
Yogyakarta: idea press, 2009.
http://surgaditelapakibu.blogspot.com/2011/05/pengertian-fiqh-dan-sejarah.html (diakses senin 5 oktober 2014-10-06 pukul
19.15 wib).
Eramuslim, selasa, 07 Oktober 2014 05:23
WIB (www.eramuslim.com)
[1] http://surgaditelapakibu.blogspot.com/2011/05/pengertian-fiqh-dan-sejarah.html (diakses senin 5
oktober 2014-10-06 pukul 19.15 wib).
[2] Arifin, Bustanul, prof. Dr. H. SH., dan Prof. Dr. H.
M. Atho Mudzar, Permasalahan Fiqih Kontemporer dalam Keluarga Islam, Jakarta: Gema
Insani Press, 2002.
____________________________
#makalah_prodi_perbandingan mazhab dan hukum_angkatan2012-2016_syariahdanhukum_UIN_Raden_fatah_palembang