![]() |
| #source: mardeka.com |
Apa
saja syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi amil zakat?
Jawaban
Seorang amil zakat hendaknya memenuhi syarat-syarat berikut.
a. Muslim
Zakat merupakan urusan kaum muslimin. Jadi, Islam menjadi syarat
utama bagi segala urusan mereka. Meskipun demikian, Imam Ahmad dalam salah satu
pendapatnya membolehkan seorang amil zakat. Hal ini berdasarkan ayat, “… amil
zakat …” (QS. At-Taubah: 60).
Menurutnya, ayat tersebut mempunyai pengertian umum, termasuk
didalamnya kafir dan muslim. Oleh karena itu, tidak ada halangan baginya
mengambil upah kerjanya seperti upah-upah lainnya.
Adapun menurut Ibnu Qudamah bahwa setiap pekerjaan yang memerlukan
syarat amanah (kejujuran) hendaknya disyaratkan Islam bagi pelakunya, seperti
menjadi saksi. Hal ini dikarenakan urusan itu adalah urusan kaum muslimin
sehingga pengurusnya tidak dapat diberikan kepada orang kafir, seperti halnya
urusan-urusan lain. Orang yang bukan ahli zakat tidak boleh diserahi urusan
zakat, seperti halnya kafir harbi (musuh) karena orang kafir itu tidak dapat
dipercaya. Berkaitan dengan hal itu, Umar berkata:
لَا
تَأْمَنُوْهُمْ وَقَدْ خَوَّنَهُمُ الله.
“Janganlah kalian serahkan amanat itu kepada
mereka karena mereka telah berbuat khianat kepada Allah.”
Umar telah menolak seorang Nasrani yang dipekerjakan oleh Abu Musa
sebagai penulis zakat karena zakat itu adalah rukun Islam yang utama.
b. Mukallaf.
Pengurus zakat harus orang dewasa yang sehat akal pikirannya.
c. Orang
yang jujur.
Pengurus zakat seharusnya bukan orang yang fasik dan tidak dapat
dipercata. Misalnya, ia akan berbuat zalim kepada para pemilik harta atau
berbuat sewenang-wenang terhadap hak fakir miskin karena mengikuti keinginan
hawa nafsunya atau untuk mencari keuntungan.
Rasulullah Saw. berpesan kepada petugas pemungut zakat-Mu’az bin
Jabal ketika bertugas ke Yaman-agar berhati-hati terhadap doa orang yang
dizalimi (teraniaya), dengan sabdanya:
فَأِيَّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ وَاتَّقِ دَعْوَةَ
الْمَظْلُوْمِ فَأِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللهِ حِجَابٌ.
“Waspadalah
pada harta-harta mereka yang bernilai dan jagalah dirimu dari doa orang yang
teraniaya. Sesungguhya antara dia dan Allah tanpa pembatas.” (HR. Bukhari).
Umar bin Khaththab juga berpesan kepada pemungut zakat, yang
bernama Hunayya yang ditugaskan ke wilayah Al-Hima:
يَاهُنَيُّ اضْمُمْ جَنَاحَكَ عَنِ الْمُسْلِمِيْنَ وَاتَّقِ دَعْوَةَ
الْمَظْلُوْمِ فَأِنَّ دَعْوَةَ الْمَظْلُوْمِ مُسْتَجَابَةٌ.
“Wahai
Hunayya, genggamlah tanganmu dari kaum muslimin dan jagalah dirimu dari doa
orang yang teraniaya. Sesungguhnya doa orang yang teraniaya mustajab
(terkabul).” (HR. Bukhari).
d. Orang
yang memahami hukum-hukum zakat.
Para ulama mensyaratkan petugas zakat itu harus paham terhadap
hukum zakat. Jika orang yang diserahi zakat tidak mengetahui hukum, ia tidak
mungkin mampu melaksanakan pekerjaannya dan akan lebih banyak berbuat
kesalahan. Masalah zakat memberikan pengetahuan tentang harta yang wajib
dizakati dan yang tidak wajib dizakati. Urusan zakat juga memerlukan ijtihad
terhadap masalah yang timbul untuk mengetahui hukumnya. Apabila pekerjaan itu
menyangkut bagian tertentu mengetahui urusan pelaksanaan, tidak disyaratkan
memiliki pengetahuan tentang zakat, kecuali sekedar yang menyangkut tugasnya.
e. Memiliki
kemampuan untuk melaksanakan tugas.
Pengurus zakat hendaklah mampu melaksanakan tugasnya dan sanggup
memikul tugas itu. Kejujuran saja belum mencukupi jika tidak disertai kekuatan
dan kemampuan untuk bekerja.
قَالَتۡ إِحۡدَىٰهُمَا
يَٰٓأَبَتِ ٱسۡتَٔۡجِرۡهُۖ إِنَّ خَيۡرَ مَنِ ٱسۡتَٔۡجَرۡتَ ٱلۡقَوِيُّ ٱلۡأَمِينُ
(26).
“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata:
"Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena
sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita)
ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya" (QS. Al-Qashash: 26)
قَالَ ٱجۡعَلۡنِي عَلَىٰ
خَزَآئِنِ ٱلۡأَرۡضِۖ إِنِّي حَفِيظٌ عَلِيمٞ ٥٥
“Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku
bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga,
lagi berpengetahuan" (QS.
Yusuf: 55).
Kata “hafizh” yang berasal dari “hafizh” (penjaga), artinya orang
yang dapat dipercaya. Sedangkan, kata “’alim” yang berasal dari kata “’ilm”,
artinya mampu dan ahli dibidangnya atau bahasa populernya professional. Kedua
syarat ini adalah asas segala pekerjaan bisa berhasil.
Baca Juga:::
> Siapa yang menugaskan para amil zakat (pemungut zakat)?
> Apa saja syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi amil zakat?
> Apa saja syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi amil zakat?
> Apakah orang-orang yang mengurus kepentingan kaum muslimin disamakan dengan para amil zakat?
> Berapakah kadar bagian zakat yang diterima oleh petugas zakat (Amil Zakat)?
> Berapakah kadar bagian zakat yang diterima oleh petugas zakat (Amil Zakat)?
Source:
Al-FurqonHasbi,
125 Masalah Zakat, (Solo: TigaSerangkai, 2008)
Dan Berbagai
Sumber …
