Palembang,
22 Mei 2015
Perihal: Permohonan
Pengujian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945
Kepada Yang Terhormat,
Ketua Mahkamah Konstitusi RI
Di-
Jakarta
Perkenankan
kami :
1.
Nama : Puspasari, S.Sy SH
Umur : 21 Tahun
Alamat : Jln. Angkatan 66, Rt. 006, Rw. 003, Kel.
Kancil Kec. Ilir Barat Palembang.
Agama : Islam
Pekerjaan : Direktur PT. Telekomonikasi Indonesia
Palembang.
2. Nama : Rezasasmi
Hidayat, SE,` MBA
Umur :
22 Tahun
Alamat : Jln. Talang Keranggo, Rt. 021, Rw. 002, Kel. Seduduk Kec. Ilir Barat Palembang.
Agama :
Islam
Pekerjaan : Dosen (Sistem Informasi UIN Raden Fatah
Palembang)
3.
Nama : Ide
Bagus Adil, S.Sy SH MM
Umur : 30 Tahun
Alamat : Jln, Mandi Api Rt.
029, Rw. 005, Kel. Talang Ratu Palembang.
Agama : Islam
Pekerjaan :
Wiraswasta
4. Nama : Mustofa Kamal, S.Ud M.Si
Umur : 30 Tahun
Alamat :
Jln. Lebak Mulyo, Rt. 067, Rw. 011, Kel. Sekip Jaya Kec. Ilir Timur
Palembang
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Yang dalam hal
ini dikuasakan kepada Dr. H. Iswahyudi, S.Sy, SH, M.Sy, Bambang, S.Sy, SH,
David, S.Sy, SH, Bayu, S. Sy, SH dan Dwi, S.Sy SH. Merupakan advokat
dari APSI (Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia) PALEMBANG, yang beralamat
kantor di Jln. Prof KH Zainal Abidin Fikri, Kel. Pahlawan Kec. Kemuning Km3,5
Palembang Sumatera Selatan. Berdasarkan surat kuasa khusus dengan nomor
225./Sk. Khs/MK/2015, tanggal 2 bulan mei tahun 2015. Selanjutnya disebut
sebagai PEMOHON
Dengan ini
mengajukan permohonan Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Bukti P-1).
Adapun alasan-alasan
diajukannya permohonan ini adalah sebagai berikut :
I.
Pendahuluan
Menurut
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
dalam Pasal 1 Angka 1 yang menyatakan :
“Informasi
Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk
tetapi tidak terbatas pada tulisan,suara,gambar,
peta,rancangan, foto, electronic data interchange
(EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks,telecopy atau
sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah
diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu
memahaminya.”
Menurut Luciano
Floridi (Bukti P-2), Informasi adalah pesan (ucapan atau ekspresi) atau
kumpulan pesan yang terdiri dari order sekuens dari simbol, atau
makna yang dapat ditafsirkan dari pesan atau kumpulan pesan. Informasi dapat
direkam atau ditransmisikan.
Bahwa dari
pengertian yang telah disebutkan diatas, dapat disimpulkan bahwa, Informasi
(khususnya informasi elektronik) pada dasarnya adalah untuk mensejahtarekan
masyarakat yang ada dalam negara. Karena Informasi dan teknologi adalah
bersifat universal, dan bisa dimiliki oleh siapapun.
Akan tetapi,
muncul permasalahan, salah satunya adalah tindakan penyadapan, yaitu suatu
tindakan mendapatkan akses informasi yang mengalir sepanjang kawat atau jenis
lain dari konduktor yang digunakan dalam komunikasi. Tujuan dari penyadapan
adalah untuk mendapatkan akses tidak sah ke informasi tanpa terdeteksi.
Mengenai penyadapan atau tindakan intersepsi lainnya diatur dalam Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 31 ayat
(1), Pasal 31 ayat (2), Pasal 31 ayat (3), dan Pasal 31 ayat (4). Dalam Pasal
31 ayat (1) dan Pasal 31 ayat (2) menyatakan :
Pasal 31 ayat
(1) dan ayat 2 :
1.
Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatuKomputer dan/atauSistem
Elektronik tertentumilik Oranglain.
2.
Setiap
Orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan
hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat
publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik
tertentu milik Orang lain, baik
yang tidak menyebabkan
perubahan apa pun maupun yang
menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau
penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang
ditransmisikan.
Namun dalam
Pasal 31 ayat (3) dan Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang menyatakan :
Pasal 31 ayat
(3) :
“Kecuali
intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2), intersepsi
yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian,
kejaksaan, dan/atauinstitusi penegak hukum lainnyayang ditetapkan berdasarkan
undang-undang.”
Pasal 31 ayat
(4) :
“Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud
pada ayat(3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.”
Sehingga, bisa
disimpulkan bahwa Pasal 31 ayat (3) dan Pasal 31 ayat (4) bertentangan dengan
Pasal 31 ayat (1) dan Pasal 31 ayat (2), karena perbuatan penyadapan jelas
dilarang dalam pasal tersebut (bukti P-3). Bahwa hal tersebut bertentangan
dengan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Negara Republik Indonesia
1945 yang terdapat pada :
Pasal 28 F
Undang – Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (bukti P-4) yang menyatakan
:
“Setiap orang
berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi
dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis
saluran yang tersedia.”
Dan menurut
Pasal 28 C ayat (1) Undang – Undang Dasar Republik Indonesia 1945 yang
menyatakan :
“Setiap orang
berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat
pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan
budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat
manusia.”
Bahwa dengan
adanya pasal dalam kedua undang-undang tersebut merugikan bagi Wiraswasta dalam
bidang informasi (khususnya informasi dalam bentuk elektronik). Artinya dalam
pasal ini berpotensi untuk disalahgunakan oleh penegak hukum dalam pencarian
informasi yang dimaksud. Sehingga pasal tersebut bertentangan Undang- Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 28 C ayat
(1), yaitu untuk mengembangkan potensi teknologi untuk kesejahteran, karena
harus takut akan penyadapan yang dapat dilakukan oleh penegak hukum. Terlebih
lagi dalam proses penyadapan tidak perlu adanya formalitas dalam
pelaksanaannya. Sehingga dapat dimungkinkan terjadinya serangan terhadap hak
atas privasi yang dilakukan secara sewenang - wenang (illegal invasion of
privacy).
Padahal, di
dalam Pasal 17 Konvenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik 1976,
sebagaimana telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU No. 12 Tahun 2005 yang
menyatakan :
“Tidak boleh
seorang pun yang dengan sewenang-wenang atau secara tidak sah dicampurtangani
perihal kepribadiannya, keluaraganya, rumah tangganya atau surat
menyuratnya,demikian pula tidak boleh dicemati kehormatannya dan nama baiknya
secara tidak sah"
Bahwa
berdasarkan Pasal 31 ayat (1) dan Pasal 31 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, penyadapan merupakan
tindakan yang ilegal dan terlarang, namun diingkari dalam Pasal 31 ayat (3) dan
Pasal 31 ayat (4), pertentangan dalam Undang-Undang ini jelas menimbulkan
ke-ambigu-an atau kerancuan. Dan hal ini bertentangan dengan :
Pasal 1 ayat
(3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 :
“Negara
Indonesia adalah negara hukum.”
Pasal 28 D ayat
(1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 :
“Setiap orang
berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil
serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”
Pasal 28 J ayat
(1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 :
“Setiap orang
wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.”
Pasal 28 H (4)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 :
Setiap orang
berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil
alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.
II.
Kewenangan Mahkamah Konstitusi
Bahwa Pasal 24
ayat (2) Perubahan Ketiga UUD 1945 menyatakan :
“Kekuasaan
kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang di
bawahnya dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”.
Bahwa
selanjutnya Pasal 24 C ayat (1) Perubahan Ketiga UUD 1945 menyatakan:
“Mahkamah
Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD, memutus
sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD,
memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil
pemilu”.
Bahwa
berdasarkan ketentuan di atas, maka Mahkamah Konstitusi mempunyai hak atau
kewenangannya untuk melakukan pengujian undang-undang (UU) terhadap UUD yang
juga didasarkan pada Pasal 10 (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 2011 Tentang
Perubahan Atas UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang menyatakan:
“Mahkamah
Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk :
(a)
menguji
undang-undang (UU) terhadap UUD RI tahun 1945”.
Bahwa
kewenangan menguji UU terhadap UUD 1945 mencakup pengujian proses pembentukan
undang-undang (Uji Formil) dan pengujian materi undang-undang (Uji Materiil),
yang didasarkan pada Pasal 51 Undang-Undang No. 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan
Atas UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyatakan:
Dalam
permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemohon wajib menguraikan dengan
jelas bahwa:
a) pembentukan
undang-undang tidak memenuhi ketentuan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945; dan/atau
b) materi
muatan dalam ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang dianggap bertentangan
dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Bahwa yang
menjadi objek pengajuan permohonan uji materiil ini adalah Pasal 31 ayat (3)
dan Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik.
Bahwa
berdasarkan ketentuan hukum di atas, Mahkamah Konstitusi berwenang untuk
memeriksa, mengadili dan memutus Permohonan uji materiil ini.
III.
Kedudukan Hukum dan Kepentingan Konstitusional Pemohon
Bahwa pengakuan
hak setiap warga negara Indonesia untuk mengajukan permohonan pengujian
Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
merupakan salah satu indikator perkembangan ketatanegaraan yang positif yang
merefleksikan adanya kemajuan bagi penguatan prinsip-prinsip Negara Hukum.
Melihat
pernyataan tersebut maka Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, berfungsi
antara lain sebagai “guardian” dari “constitutional rights” setiap warga Negara
Republik Indonesia. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia merupakan badan
yudisial yang menjaga hak asasi manusia sebagai hak konstitusional dan hak
hukum setiap warga Negara. Dengan kesadaran inilah PEMOHON kemudian, memutuskan
untuk mengajukan permohonan pengujian Pasal 31 ayat (3) dan Pasal 31 ayat (4)
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
yang bertentangan dengan semangat dan jiwa serta pasal-pasal yang dimuat dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Bahwa Pasal 51
Undang-Undang No. 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas UU No. 24 Tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi menyatakan:
“Pemohon adalah
pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh
berlakunya undang-undang, yaitu:
(a) perorangan
WNI,
(b) kesatuan
masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsip negara kesatuan RI yang diatur dalam undangundang,
(c) badan hukum
publik dan privat, atau
(d) lembaga
negara.”
Bahwa
PEMOHON adalah pengusaha rokok yang sangat berkaitan erat dengan
penggunaan informasi sebagai mata pencaharian.
Bahwa PEMOHON
merupakan individu Warga Negara Republik Indonesia merupakan warga masyarakat
pengguna teknologi. Sehingga dapat dipandang memiliki kepentingan sesuai Pasal
51 Undang-Undang No. 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas UU No. 24 Tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi.
Bahwa
pembentukan dan pengesahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik tersebut telah mengakibatkan kerugian konstitusional
para pemohon dan berpotensi dilanggarnya hak konstitusionalnya.
Bahwa
berdasarkan uraian di atas, jelas PEMOHON sudah memenuhi kualitas maupun
kapasitas baik sebagai PEMOHON “Perorangan Warga Negara Indonesia” dalam rangka
pengujian materiil undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 51 huruf c Undang-Undang No. 8 Tahun 2011 Tentang
Perubahan Atas UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Karenanya,
jelas pula PEMOHON memiliki hak dan kepentingan hukum mewakili kepentingan
publik untuk mengajukan permohonan menguji secara materiil Pasal 31 ayat (3)
dan Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik. terhadap Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun
1945.
IV.
Alasan-alasan Hukum
Bahwa Pasal 1
(3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia menyatakan Negara Indonesia adalah
negara hukum.
Dan menurut
Pasal 28 C ayat (1) Undang – Undang Dasar Republik Indonesia 1945 yang
menyatakan Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya
dan demi kesejahteraan umat manusia.
Pasal 28 D ayat
(1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menyatakan Setiap orang
berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil
serta perlakuan yang sama dihadapan hukum
Pasal 28 F
Undang – Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (bukti P-4) yang menyatakan
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan
menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Pasal 28 J ayat
(1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menyatakan Setiap orang
wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Pasal 28 H (4)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 meyatakan Setiap orang
berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil
alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.
UU No. 12 Tahun
2005 yang menyatakan Tidak boleh seorang pun yang dengan sewenang-wenang atau
secara tidak sah dicampurtangani perihal kepribadiannya, keluaraganya, rumah
tangganya atau surat menyuratnya,demikian pula tidak boleh dicemati
kehormatannya dan nama baiknya secara tidak sah.
Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dalam Pasal 1
Angka 1 yang menyatakan Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data
elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada
tulisan,suara,gambar, peta,rancangan, foto, electronic
data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail),
telegram, teleks,telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka,
Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau
dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 31 ayat
(1), Pasal 31 ayat (2), Pasal 31 ayat (3), dan Pasal 31 ayat (4), menyatakan :
i.
Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatuKomputer dan/atauSistem
Elektronik tertentumilik Oranglain.
ii.
Setiap Orang
dengan sengaja dan tanpa
hak atau melawan hukum
melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke,
dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu
milik Orang lain, baik
yang tidak menyebabkan
perubahan apa pun maupun yang
menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau
penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang
ditransmisikan.
iii. Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2), intersepsi
yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian,
kejaksaan, dan/atauinstitusi penegak hukum lainnyayang ditetapkan berdasarkan
undang-undang.
iv. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat(3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
V.
PETITUM
Berdasarkan
uraian-uraian di atas, Pemohon memohon kepada Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi
Republik Indonesia untuk memeriksa dan memutus Permohonan Pengujian secara
materiil Pasal 31 ayat (3) dan Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sebagai berikut :
1.
Menerima
dan mengabulkan seluruh permohonan pengujian undang-undang pemohon;
2.
Menyatakan
Pasal 31 ayat (3) dan Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik bertentangan dengan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Negara Republik Indonesia 1945, khususnya Pasal
28 F, dan Pasal 28 C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Negara Republik Indonesia 1945;
3.
Menyatakan
Pasal 31 ayat (3) dan Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tidak mempunyai kekuatan hukum yang
mengikat.
4.
Memerintahkan
amar Putusan Majelis Hakim dari Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang
mengabulkan permohonan pengujian Pasal 31 ayat (3) dan Pasal 31 ayat (4)
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Negara Republik
Indonesia untuk dimuat dalam Berita Negara dalam jangka waktu paling lambat
tiga puluh (30) hari kerja sejak putusan diucapkan
Hormat Kami
Kuasa Hukum Pemohon
H. Iswahyudi, S.Sy, SH, M.Sy