Definisi Mazhab Serta Unsur-Unsurnya
Oleh: Jamiatul Husnaini & Yesi Febriani
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali dihadapkan pada
perbedaan pendapat dan paham. Tidak saja pada masalah-masalah yang sifatnya
sekular dan profan, tetapi juga dalam berkeyakinan dan beragama. Lain agama,
jelas perbedaannya. Bahkan dalam satu agama saja, itu ada ada perbedaan. Itulah
yang dinamakan dengan mazhab atau aliran pemikiran. Ini terjadi hampir disemua
bidang keilmuan dan ini alamiah. Bahkan aneh kalau tidak ada perbedaan
pendapat, karena sifat manusia dalam memahami sesuatu tidak akan sama dengan
manusia yang lain. Kenapa? karena faktor kedalaman pemikiran, pengetahuan,
pengalaman, sudut pandang dan lain-lain yang mempengaruhi perbedaaan itu.
Dalam syariat (islam) kita pun mengenal perbedaan itu. Lumrah.
Yang salah adalah kalau kita, serta merta menyalahkan orang lain yang tidak
sepaham atau semazhab dengan kita dan menganggapnya sesat. Dalam beberapa seri
ke depan pemakalah akan coba uraikan
beberapa hal mengenai mazhab dalam hukum islam (fiqh).
Berkenaan dengan hal ini maka pemakalah membatasi pokok-pokok
yang akan di bahas, di antaranya; tentang pengertian mazhab, macam dan
unsurnya, manfaat mempelajari mazhab, memahami adanya perbedaan pendapat serta
hikmah yang terkandung di dalamnya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian Mazhab fiqh serta macam dan unsurnya ?
2.
Bagaimana
tinjauan mengenai pengertian, tujuan, manfaat ruang lingkup dan metode studi
perbandingan mazhab serta perbedaan dengan ilmu al-ikhtilaf ?
3.
Bagaimana
asal mula timbulnya studi perbandingan mazhab serta perkembangan dan
kitab-kitabnya ?
4.
Apa
penyebab terjadinya perbedaan pendapat dalam fiqh serta hikmah yang terkandung
di dalamnya ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Mazhab Fiqh, Macam-macam dan Unsur-unsurnya
1.
Pengertian
Mazhab
Mazhab secara bahasa, dalam kamus Al-Munjid fii Al-Lughah Wa
al-’Alam[1],
dijelaskan bahwa makna “Mazhab” memiliki dua pengertian: Pertama, kata
“Mazhab” berasal dari kata:
ذهب – يذهب – ذهبا
وذهوبا ومذهبا (سار, مضى, مات)
Yang memiliki arti: telah berjalan, telah berlalu, telah mati.
Pengertian kedua, yakni:
( ذهب ) ذهبا وذهوبا ومذهبا فى المسألة إلى
كذا: رأى فـيهاذالك الرأى
Yang mempunyai arti: sesuatu yang diikuti dalam berbagai masalah
disebabkan adanya pemikiran. Oleh karena itu, (تمذهب ) bisa berarti ia
mengikuti mazhab. Kata (مذهب) jamaknya (plural) (مذاهب) berarti : yang diikuti/dijadikan pedoman atau metode.
Sementara asal dari mazhab dalam islam hanya ada empat, yaitu Mazhab Hanafi,
Mazhab Maliki, Mazhab Syafi’I, Mazhab Hanbali.
Dalam wacana modern “Mazhab” secara bahasa dapat diartikan sebagai
“pendapat” (view opinion), “kepercayaan”,
“idiologi” (belief, ideology), “doktrin”, “ajaran”, “paham” dan
aliran-aliran dalam hukum (doctrine, teaching, schools of law).[2]
Adapun arti mazhab menurut istilah fuqaha, sebagai berikut:
a)
Wahbah
Az-Zuhaili memberi batasan, mazhab sebagai segala hukum yang mengandung
berbagai masalah, baik dilihat dari aspek metode yang mengantarkan pada
kehidupan secara keseluruhan maupun aspek hukumnya sebagai pedoman hidup[3].
b)
Qodri
Az-Zizi, mendefinisikan mazhab adalah mengikuti mazhab tertentu dalam system
pengambilan hukum Islam/fiqih—fii aqwal (pendapat) menuju pengembangan
mazhab fi al-manhaj (.metodologi).[4]
c)
Moenawir
Cholil, mendefinifisikan “mazhab” ialah “mengikuti sesuatu yang yang dipercayai”,
misalnya: فلان تمذهب بفلان. Batasan
lain “mazhab” adalah “dasar pendirian
yang diturut” Karena telah dipercayai, misalnya ungkapan Imam As-Syafi’i: إذا
صحّ الحديث فهو مذهبي
(apabila telah sah hadits, itulah mazhabku).
Berdasarkan
uraian di atas, “mazhab” dapat dipahami sebagai aliran pemikiran atau
perspektif dibidang fiqh yang dalam proses pejalanannya lebih berorientasi pada
gagasan atau intlektual yang menjadi sebuah komunitas dalam masyarakat islam
diberbagai aspek agama.
2.
Macam-macam
Mazhab dan Unsurnya
Berbicara
berkenaan macam dan unsur mazhab tentu
tidak terlepasa dari nama-nama tokoh ahli hukum pada waktu itu, yang mana
kegiatan ilmiah serta pengajarannya telah mendorong tumbuhnya banyak sepesialis
hukum angkatan berikutnya, seperti Al-Auza’i, Sufyan Ats-Tsauri, Al-Laits ibn
Sa’d, dan lainnya. Mereka ini, pada gilirannya, telah melapangkan jalan bagi
tampilnya para imam mazhab yang sampai saat ini pengaruhnya masih amat kokoh
seperti Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi’I, dan Ahmad ibn Hanbali.
Dari
mata rantai sejarah ini jelas terlihat korelasi pemikiran fiqh dari zaman
sahabat, tabiin hingga munculnya mazhab-mazhab fiqh pada periode selanjutnya,
meskipun jumlah mazhab tidak terbatas kepada empat mazhab besar: Hanafi,
Maliki, Syafi’I, dan Hanbali.
Berdasarkan
penjelasan, bahwa mazhab fiqh islam yang muncul pasca sahabat dan khibar
al-tabi’in berjumlah 13 aliran. Tiga belas aliran ini beraliran ahl as-
sunnah. Akan tetapi, tidak semua aliran tersebut tidak diketahui
dasar-dasar dan metode isttinbath hukum yang digunakan, kecuali Sembilan
atau sepuluh dari ketiga belas imam tersebut adalah. Di antaranya :
1)
Abu
Sa’id Al-Hasan ibn Yasar Al-Bashri (w. 160 H)
2)
Abu
Hanifah Al-Nu’man Ibn Tsabit Ibn Zuthi (w. 150 H)
3)
Al-Auza’I
Abu ‘Amr ‘Abdur Rahman Ibn ‘Amr Ibn Muhammad (w. 157 H)
4)
Sufyan
Ibn Sa’id Ibn Masruq Ats-Tsauri (w. 160 H)
5)
Al-Laits
Ibn Sa’d (w. 175)
6)
Malik
Ibn Anas Al-Bahi (w. 179 H)
7)
Sufyan
Ibn ‘Uyainah (w. 198 H)
8)
Muhammad
Ibn Idris Asy-Syafi’i (w. 204 H)
9)
Ahmad
ibn Muhammad Ibn Hanbal (w. 241 H)
10)
DAud
ibn ‘Ali Al-Ashbahani Al-Baghdadi (w. 270 H)
11)
Ishaqq
ibn Rahawaih (w. 238 H)
12)
Abu
Tsaur Ibrahim ibn Khalid Al-Kalabi.
Mazhab-mazhab
berkembang sesuai dengan domisili tokoh dan murid yang menyebarkannya, Kemudian
mereka itulah yang dikenal para imam mazhab. Inilah mazhab-mazhab fiqh yang
dikenal dikalangan sunni. Selain itu, terdapat pula mazhab-mazhab yang dikenal
dalam kelompok syi’ah, seperti mazhab Zaidiyah, Imamiyah, Isma’iliyah, dan
Ibadhiyah. Menurut Ibrahim Ad-Dasuqy, pada masa ini terdapat sampai 18 mazhab.
Sebagian diantaranya masih ada dan terus berkembang sampai sekarang, seperti
mazhab hanafi, maliki, Asy-Syafi’I, Hanbali, Syi’ah Zaidiyah, syi’ah Imamiyah,
Ibadhi dan Zhahiry,. Adapun yang lainnya seperti mazhab Hasan Al-Bashri, Amir
Asy-Sya’by, Auza’I Laitsi, Sufyan Ats-Tsauri dan Thabari, tidak ada lagi.[5]
B.
Pengertian Perbandingan Mazhab, Tujuan, Manfaat Ruang Lingkup,
Metode Studi Perbandingan Mazhab serta Perbedaan dengan Ilmu Al-Ikhtilaf
a.
Pengertian
Perbandingan Mazhab
Secara akademik, kata “perbandingan” memiliki makna yang berbeda
bergantung pada sudut ilmu yang digunakan. Dalam pembahasan ini, istilah perbandingan
diambil daru bahasa arab ( مقا رنة ). Mengutip
dari beberapa pendapat pakar hukum Islam yang memberikan batasan atau definisi
“perbandingan mazhab”.
1.
Abdurrahman
memberikan definisi perbandingan mazhab sebagai “ilmu yang memperbandingkan
satu mazhab dengan yang lainnya. Karena di antara mazhab-mazhab tersebut
terdapat perbedaan.
2.
Wahab
Afif menjelaskan perbandingan mazhab/fiqih muqaran adalah “ilmu pengetahuan
yang membahas pendapat-pendapat fuqaha beserta dalil-dalilnya mengenai
masalah-masalah, baik yang disepakati maupun yang diperselisihkan dengan
membandingkan dalil masing-masing untuk menemukan pendapat yang paling kuat.[6]
Dengan demikian,
dapat dipahami bahwa “perbandingan mazhab”, adalah ilmu pengetahuan yang
membahas, terutama masalah fiqh dilihat dari dalil yang digunakan oleh para
fuqaha, dengan cara mengumpulkan, meneliti, mengkaji serta mendiskusikannya
untuk menemukan pendapat yang paling kuat.
b.
Tujuan
Mempelajari Perbandingan Mazhab
Setiap
sesuatu ada hikmahnya atau tujuan yang hendak akan dicapai atau diraih. Begitu
pula, lahirnya ilmu perbandingan mazhab, ia tidak bisa lepas dari tujuan atau
maksud yang hendak disampaikan ataupun diraih. Paling tidak, ada dua tujuan
yang hendak dicapai dalam mempelajari ilmu perbandingan Mazhab, pertama tujuan
secara praktis, kedua tujuan secara akademik.
Tujuan secara praktis, adalah
tujuan yang bisa dirasakan, baik oleh muqarin atau masyarakat secara
umum.
Adapun
tujuan secara akademik, sebagai tujuan yang sarat dengan unsur-unsur
ilmiah.
c.
Ruang
Lingkup Perbandingan mazhab
Pada
dasarnya, ruang lingkup atau ruang perbandingan mazhab adalah seluruh masalah
fiqih yang di dalamnya terdapat dua pendapat atau lebih maka masalah fiqih yang
telah terjadi “ijma” atau hanya satu pendapat, tidak termasuk kajian
pernbandingan mazhab. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa ruang lingkup
perbandingan mazhab begitu luas—mulai materi fiqih, pendapat ulama, dalil,
metode dan sumber yang digunakan—semuanya diperbandingkan.
Adapun
di antara sebagian kajiannya adalah, sebagai berikut:
Bidang
kajian muqaraanatu al-mazhaahib fi al-Ushul ialah semua masalah ushul
fiqh yang di dalamnya terdapat perbedaan, seperti definisi, pembagian hukum,
rukhshas dan lain sebagainya.
Bidang
kajian muqaranatu asy-syara’i, adalah bidang kajian system hukum, hukum
barat, adat dan islam.
Bidang
kajian muqaranatu al-mazhahib fi al-qawanin al-wadh’iyyah adalah kajian
tentang perbandingan hukum dan perundang-undangan yang muncul dan ada didunia islam
atau juga perbandingan hukum islam dengan hukum umum/hukum positif yang
digunakan di suatu Negara.[7]
d.
Metode
Studi Perbandingan Mazhab dan Perbedaan dengan Ilmu Al-Ikhtilaf
Setatus
perbandingan mazhab sebagai ilmu dan metode, di kalangan pakar hukum islam
terjadi polemik. Perbandingan mazhab sebagai metode, dapat dilihat dari
cara-cara yang ada dalam ilmu tersebut. Sebagaimana dejelaskan dari salah asatu
pakar hukum bahwa metode perbandingan mazhab adalah suatu metode yang para
fuqaha berusaha untuk mencari masalah yang diperselisihkan.
Secara
rinci, metode perbandingan mazhab sebagai berikut:
1)
Memindahkan
pendapat-pendapat fuqaha dari pelbagai mazhab yang diambil dari kitab-kitab
mazhab, terutama pendapat yang terkuat.
2)
Memindahkan
dalil-dalil yang digunakan oleh para fuqaha, baik dari al-Qur’an As-Sunnah,
Ijma’ atau Qiyas dengan syarat dalil-dalil tersebut yang terkuat.
3)
Setelah
tahap pertama dan kedua dilakukan, barulah mencari faktor yang menimbulkan
pendapat itu.
4)
Kritik
terhadap kuat lemahnya pendapat dan dalil yang dikemukakan oleh fuqaha.
5)
Mengambil
kesimpulan atau tarjih memilih pendapat yang terkuat dalilnya dan yang lebih
cocok ditetapkan.[8]
Berdasarkan
paparan di atas, tampaknya sejalan dengan dinamika pemikiran, dan ditopang
dengan faktor sejarah perbandingan mazhab dapat dikatakan bahwa perbandingan
mazhab adalah ilmu sekaligus metode hukum islam yang dikenal sampai sekarang.
Sedangkan
perbedaannya dengan ilmu al-Ikhtilaf secara terminologi menurut Thaha
Jabir ialah:
الأختلاف
والمخالفة أن ينهج كلّ شخص طريقا مغايرا لللأخر فى حاله أو فى قوله .
Artinya:
Ikhtilaf mukhalifah, proses yang dilalui dengan metode yang
berbedaantara seorang dan yang lainnya dalam bentuk perbuatan atau perkataan.
Selanjutnya, setelah kata ( اختلاف ), muncul pula ( الخلاف ) dan (علم الخلاف ). Ini semuanya satu sama lainnya saling berkaitan dan tidak bisa
dipisahkan.
Adapun makna al-Khilaf, sebagaimana dejelaskan oleh
salah satu pakar hukum ialah ;
“Perbedaan pendapat yang terjadi di antara beberapa pertentangan
untuk menggali kebenarannya dan sekaligus untuk menghilangkan kesalahannya.[9]
Oleh karena itu, diperlukan suatu yang benar untuk mencapai
kebenaran dan kesalahan dari ikhtilaf itu sendiri. Sebagai antisipasinya
munculah ilmu khilaf.
Uraian di atas memperlihatkan bahwa ikhtilaf yang asalnya hanya
sebatas diskusi atau bantahan tiap-tiap mazhab atau pengikutnya, telah
melahirkan ilmu yang mandiri, yakni Ilmu Khilaf atau disebut juga dengan
Ilmu Ikhtilaf.
C.
Timbulnya Studi Perbandingan Mazhab serta Perkembangan dan Kitab-kitabnya
Pengaruh nyata akibat pembentukan mazhab, baik mazhab Ahlu
Sunnah, Syiah, Khawarij dalam aspek fiqh, secara pokok menjadi dua dampak
(1) dampak terhadap pembentukan dan penulisan kitab fiqh, dan (2) dampak
terhadap format fiqh atau karakteristik fiqh.
Dampak nyata dalam pembentukan dan penulisan kitab fiqh dapat
dilihat dari karya-karya para imam atau
murid imam mazhab fiqh. Misalnya, kitab-kitab fiqh disusun berdasarkan
permintaan penguasa dan pemerintah pun mulai menganut salah satu mazhab fiqh
resmi Negara, seperti dalam pemirintah daulah abbasiyah yang menjadikan fiqh
mazhab Hanafi sebagai pegangan para hakim di pengadilan dengan kitab Al-Kharraj
(Abu Yusuf). Begitu juga terhadap Hanbali, Syi’ah, Khawarij.
Pola penulisan fiqh ini dapat dilihat dari beberapa bentuk kitab
yang ditulis.
1)
Matan,
kitab yang mengumpulkan masalah-maslah pokok yang disusun mudah
untuk di uraikan, ada juga yang di uraikan sukar sehingga membutuhkan syarh (keterangan)
2)
Mukhtashar,
kitab ringkasan atas syarah
3)
Hasyiyah,
yang merupakan komentar atau penjelasan atas syarah
4)
Namisyah,
kitab yang memuat penjelasan atas Hasyiyah dalam bentuk uraian
singkat semacam catatan kaki
5)
Ta’liqat,
komentar atas matan, syarah, hasyiyah, dan hamisyah.
Ada pula
kitab-kitab prodak dari syiah imamiyah (ja’fari),diantarnya; Al-kafi fi ‘ilm
ad-Din, man la yahdur Al-Faqih, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Pola perbandingan ini sebenarnya sudah ada semenjak dahulu. para
fuqaha yang berjasa merintis ilmu sehingganya menghasilkan karya-karya besar
seperti Ibnu Rusyd dalam kitabnya Bidayatu al-Mujtahid, Ibn Qudamah
dalam kitabnya al-Mughni, Imam Nawawi dalam kitabnya al-Majmu, dan
Ibnu Hajm dalam kitabnya al-Muhalla. Begitu pula, para ulama hadits yang
menggunakan pola perbandingan ini; Ibn Hajar dalam kitabnya Syarah Bukhari,
Imam Nawawi dalam kitabnya Syarah Muslim, Asy-Syaukani dalam kitabnya Nailul
Authar dan San’ani dalam kitabnya Subulus Salam,[10]
Dan masih banya lagi yang lainnya.
Meskipun di atas telah menggunakan metode perbandingan, kitab-kitab
tersebut belum membentuk suatu ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri. Karena
secara akademik, syarat menjadi ilmu adalah terpenuhi unsur-unsur; ontologi,
epistimologi, dan aksiologi.
D.
Sebab-sebab Perbedaan Pendapat ( Ikhtilaf ) dan Hikmahnya
a.
Faktor-faktor
Ikhtilaf
Dalam
hukum kausalitas, “ada sebab ada akibat”. Begitu pula dalam ikhtilaf. Tidak
mungkin ada ikhtilaf, kalau tidak ada penyebabnya. Dalam hal ini penyebab itu
adalah faktor-faktor yang mempengaruhi para ulama dalam menggali hukum islam
sehingga berbeda dengan ulama lainnya.
Para
pakar hukum islam berbeda-beda dalam mengkelompokkan jumlah faktor penyebab
ikhtilaf bergantung pada sudut mana yang dipandang.
Secara
spesifik mengambil kesimpulan dari beberapa pendapat yang dijelaskan oleh para
pakar hukum bahwa faktor-faktor ikhtilah dapat dirangkum menjadi empat faktor:
(1) faktor bahasa al-Qur’an, (2) faktor validitas hadits, (3) faktor
kaidah-kaidah ushulliyah, (4) faktor aidah fiqhiyah.
b.
Hikmah
Adanya Perbedaan Pendapat
“Segala
sesuatu ada hikmahnya,” begitulah pepatah lama mengatakan. Maka dapat dipahami
bahwa hikmah perbedaan pendapat merupakan sebuah sunnatullah [hukum alam], yang
tidak bisa dihindari karena berbagai faktor. Namun demikian, tujuan esensi
mengatahui perbedaan itu ialah “untuk keluar dari taqlid buta”, Karena akan
diketahui dalil-dalil atau sistematika para imam mazhab. Hal ini akan membuka
peluang untuk mencari dan mencari kelemahan dan kekuatan dari metodologi
tiap-tiap mazhab sehingga menghasilkan metodologi yang lebih baik.
Hadits Nabi :
عن
ابن عمر اختلاف أمتي رحمة
Artinya:
“Dari Ibn Umar, Perbedaan pendapt
dikalangan umatku adalah rahmat”
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
uraian dari beberapa pembahasan di atas dapatlah di ambil sebuah konklusi bahwa
dalam ilmu tentang perbandingan mazhab sangatlah kompeherensif dalam hal
jangkauannya. Oleh karena itu, sedikit akan disampaikan berkenaan dengan poin-poin penting dari
masing-masing subjudul di atas.
Ø Mazhab
adalah jalan pikiran atau metode yang ditempuh seorang Imam Mujtahid dalam
menetapkan hukum suatu peristiwa berdasarkan kepada al-Qur’an dan hadis.
Ø Tujuan belajar memahami mazhab ada dua, (1) praktis (2) akademik
Ø Ilmu ikhtilaf adalah Ikhtilaf mukhalifah, proses yang dilalui
dengan metode yang berbedaantara seorang dan yang lainnya dalam bentuk
perbuatan atau perkataan.
Ø Faktor timbulnya perbedaan pendapat diantaranya; (1) faktor bahasa
al-Qur’an, (2) faktor validitas hadits, (3) faktor kaidah-kaidah ushulliyah,
(4) faktor aidah fiqhiyah.
Ø Hikmah dari perbedaan tersebut ialah hikmah perbedaan pendapat
merupakan sebuah sunnatullah dan menghindari taqlid buta.
DAFTAR PUSTAKA
Ma’luf Luwis Al-Ab, Al-Munjid fii Al-Lughah Al-‘Alam, Beirut:
Dar Al-Masyriq, 1986
Azizy Qodri, Reformasi Bermazhab, Teraju, Mizan, 2004, lihat
pula Said Ramadhan, Islamic Law: Its Scope and Equity, (Terj. Badri
Saleh), CV. Firdaus, Jakarta, 1986
Supriyadi Dedi, dkk, perbandingan mazhab dengan pendekatan baru.
CV Pustaka Setia, Bandung, 2008
Afif Wahaf, Pengantar Studi Perbandingan Mazhab, Darul Ulum
Press, Jakarta, 1991
[1]
Al-Ab Luwis Ma’luf, Al-Munjid fii Al-Lughah Al-‘Alam, 1986, Beirut: Dar
Al-Masyriq, hlm. 239-240
[2]
Qodri Azizy, Reformasi Bermazhab, 2004, Teraju, Mizan, hlm. 16-17, lihat
pula Said Ramadhan, Islamic Law: Its Scope and Equity, 1986, (Terj. Badri
Saleh), CV. Firdaus, Jakarta, hlm. 95.
[3]
Dedi Supriyadi, dkk, 2008, perbandingan mazhab dengan pendekatan baru. CV
Pustaka Setia, Bandung, hlm. 14
[4] Ibid. hlm. 15
[5] Ibid.
hlm. 40
[6] Wahaf Afif, Pengantar Studi Perbandingan
Mazhab, 1991, Darul Ulum Press, Jakarta, hlm. 9
[7] Dedi
Supriyadi, dkk, 2008, perbandingan mazhab dengan pendekatan baru. CV
Pustaka Setia, Bandung, hlm. 28
[8] Aswadie
Syukur, Perbandingan Mzhab, PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1990, hlm. 50
[9] Dedi Supriyadi, dkk, 2008, perbandingan
mazhab dengan pendekatan baru. CV Pustaka Setia, Bandung, hlm. 70
[10] Aswadie Syukur, Perbandingan Mzhab, PT.
Bina Ilmu, Surabaya, 1990, hlm. 51