Sunday 17 January 2016

DEFINISI MAZHAB SERTA UNSUR-UNSURNYA

Definisi Mazhab Serta Unsur-Unsurnya
Oleh: Jamiatul Husnaini & Yesi Febriani

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali dihadapkan pada perbedaan pendapat dan paham. Tidak saja pada masalah-masalah yang sifatnya sekular dan profan, tetapi juga dalam berkeyakinan dan beragama. Lain agama, jelas perbedaannya. Bahkan dalam satu agama saja, itu ada ada perbedaan. Itulah yang dinamakan dengan mazhab atau aliran pemikiran. Ini terjadi hampir disemua bidang keilmuan dan ini alamiah. Bahkan aneh kalau tidak ada perbedaan pendapat, karena sifat manusia dalam memahami sesuatu tidak akan sama dengan manusia yang lain. Kenapa? karena faktor kedalaman pemikiran, pengetahuan, pengalaman, sudut pandang dan lain-lain yang mempengaruhi perbedaaan itu.
Dalam syariat (islam) kita pun mengenal perbedaan itu. Lumrah. Yang salah adalah kalau kita, serta merta menyalahkan orang lain yang tidak sepaham atau semazhab dengan kita dan menganggapnya sesat. Dalam beberapa seri ke depan  pemakalah akan coba uraikan beberapa hal mengenai mazhab dalam hukum islam (fiqh).
Berkenaan dengan hal ini maka pemakalah membatasi pokok-pokok yang akan di bahas, di antaranya; tentang pengertian mazhab, macam dan unsurnya, manfaat mempelajari mazhab, memahami adanya perbedaan pendapat serta hikmah yang terkandung di dalamnya.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Mazhab fiqh serta macam dan unsurnya ?
2.      Bagaimana tinjauan mengenai pengertian, tujuan, manfaat ruang lingkup dan metode studi perbandingan mazhab serta perbedaan dengan ilmu al-ikhtilaf ?
3.      Bagaimana asal mula timbulnya studi perbandingan mazhab serta perkembangan dan kitab-kitabnya ?
4.      Apa penyebab terjadinya perbedaan pendapat dalam fiqh serta hikmah yang terkandung di dalamnya ?

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Mazhab Fiqh, Macam-macam dan Unsur-unsurnya
1.      Pengertian Mazhab
Mazhab secara bahasa, dalam kamus Al-Munjid fii Al-Lughah Wa al-’Alam[1], dijelaskan bahwa makna “Mazhab” memiliki dua pengertian: Pertama, kata “Mazhab” berasal dari kata:
ذهب – يذهب – ذهبا وذهوبا ومذهبا (سار, مضى, مات)
Yang memiliki arti: telah berjalan, telah berlalu, telah mati.
 Pengertian kedua, yakni:
( ذهب ) ذهبا وذهوبا ومذهبا فى المسألة إلى كذا: رأى فـيهاذالك الرأى
Yang mempunyai arti: sesuatu yang diikuti dalam berbagai masalah disebabkan adanya pemikiran. Oleh karena itu, (تمذهب ) bisa berarti ia mengikuti mazhab. Kata (مذهب) jamaknya (plural) (مذاهب) berarti : yang diikuti/dijadikan pedoman atau metode. Sementara asal dari mazhab dalam islam hanya ada empat, yaitu Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, Mazhab Syafi’I, Mazhab Hanbali.
Dalam wacana modern “Mazhab” secara bahasa dapat diartikan sebagai “pendapat”  (view opinion), “kepercayaan”, “idiologi” (belief, ideology), “doktrin”, “ajaran”, “paham” dan aliran-aliran dalam hukum (doctrine, teaching, schools of law).[2]
Adapun arti mazhab menurut istilah fuqaha, sebagai berikut:
a)      Wahbah Az-Zuhaili memberi batasan, mazhab sebagai segala hukum yang mengandung berbagai masalah, baik dilihat dari aspek metode yang mengantarkan pada kehidupan secara keseluruhan maupun aspek hukumnya sebagai pedoman hidup[3].
b)      Qodri Az-Zizi, mendefinisikan mazhab adalah mengikuti mazhab tertentu dalam system pengambilan hukum Islam/fiqih—fii aqwal (pendapat) menuju pengembangan mazhab fi al-manhaj (.metodologi).[4]
c)      Moenawir Cholil, mendefinifisikan “mazhab” ialah “mengikuti sesuatu yang yang dipercayai”, misalnya: فلان تمذهب بفلان. Batasan lain “mazhab” adalah  “dasar pendirian yang diturut” Karena telah dipercayai, misalnya ungkapan Imam As-Syafi’i: إذا صحّ الحديث فهو مذهبي
(apabila telah sah hadits, itulah mazhabku).
            Berdasarkan uraian di atas, “mazhab” dapat dipahami sebagai aliran pemikiran atau perspektif dibidang fiqh yang dalam proses pejalanannya lebih berorientasi pada gagasan atau intlektual yang menjadi sebuah komunitas dalam masyarakat islam diberbagai aspek agama.
2.      Macam-macam Mazhab dan Unsurnya
Berbicara berkenaan macam dan unsur  mazhab tentu tidak terlepasa dari nama-nama tokoh ahli hukum pada waktu itu, yang mana kegiatan ilmiah serta pengajarannya telah mendorong tumbuhnya banyak sepesialis hukum angkatan berikutnya, seperti Al-Auza’i, Sufyan Ats-Tsauri, Al-Laits ibn Sa’d, dan lainnya. Mereka ini, pada gilirannya, telah melapangkan jalan bagi tampilnya para imam mazhab yang sampai saat ini pengaruhnya masih amat kokoh seperti Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi’I, dan Ahmad ibn Hanbali.
Dari mata rantai sejarah ini jelas terlihat korelasi pemikiran fiqh dari zaman sahabat, tabiin hingga munculnya mazhab-mazhab fiqh pada periode selanjutnya, meskipun jumlah mazhab tidak terbatas kepada empat mazhab besar: Hanafi, Maliki, Syafi’I, dan Hanbali.
Berdasarkan penjelasan, bahwa mazhab fiqh islam yang muncul pasca sahabat dan khibar al-tabi’in berjumlah 13 aliran. Tiga belas aliran ini beraliran ahl as- sunnah. Akan tetapi, tidak semua aliran tersebut tidak diketahui dasar-dasar dan metode isttinbath hukum yang digunakan, kecuali Sembilan atau sepuluh dari ketiga belas imam tersebut adalah. Di antaranya :
1)      Abu Sa’id Al-Hasan ibn Yasar Al-Bashri (w. 160 H)
2)      Abu Hanifah Al-Nu’man Ibn Tsabit Ibn Zuthi (w. 150 H)
3)      Al-Auza’I Abu ‘Amr ‘Abdur Rahman Ibn ‘Amr Ibn Muhammad (w. 157 H)
4)      Sufyan Ibn Sa’id Ibn Masruq Ats-Tsauri (w. 160 H)
5)      Al-Laits Ibn Sa’d (w. 175)
6)      Malik Ibn Anas Al-Bahi (w. 179 H)
7)      Sufyan Ibn ‘Uyainah (w. 198 H)
8)      Muhammad Ibn Idris Asy-Syafi’i (w. 204 H)
9)      Ahmad ibn Muhammad Ibn Hanbal (w. 241 H)
10)  DAud ibn ‘Ali Al-Ashbahani Al-Baghdadi (w. 270 H)
11)  Ishaqq ibn Rahawaih (w. 238 H)
12)  Abu Tsaur Ibrahim ibn Khalid Al-Kalabi.
Mazhab-mazhab berkembang sesuai dengan domisili tokoh dan murid yang menyebarkannya, Kemudian mereka itulah yang dikenal para imam mazhab. Inilah mazhab-mazhab fiqh yang dikenal dikalangan sunni. Selain itu, terdapat pula mazhab-mazhab yang dikenal dalam kelompok syi’ah, seperti mazhab Zaidiyah, Imamiyah, Isma’iliyah, dan Ibadhiyah. Menurut Ibrahim Ad-Dasuqy, pada masa ini terdapat sampai 18 mazhab. Sebagian diantaranya masih ada dan terus berkembang sampai sekarang, seperti mazhab hanafi, maliki, Asy-Syafi’I, Hanbali, Syi’ah Zaidiyah, syi’ah Imamiyah, Ibadhi dan Zhahiry,. Adapun yang lainnya seperti mazhab Hasan Al-Bashri, Amir Asy-Sya’by, Auza’I Laitsi, Sufyan Ats-Tsauri dan Thabari, tidak ada lagi.[5]
B.     Pengertian Perbandingan Mazhab, Tujuan, Manfaat Ruang Lingkup, Metode Studi Perbandingan Mazhab serta Perbedaan dengan Ilmu Al-Ikhtilaf
a.       Pengertian Perbandingan Mazhab
Secara akademik, kata “perbandingan” memiliki makna yang berbeda bergantung pada sudut ilmu yang digunakan. Dalam pembahasan ini, istilah perbandingan diambil daru bahasa arab ( مقا رنة ). Mengutip dari beberapa pendapat pakar hukum Islam yang memberikan batasan atau definisi “perbandingan mazhab”.
1.            Abdurrahman memberikan definisi perbandingan mazhab sebagai “ilmu yang memperbandingkan satu mazhab dengan yang lainnya. Karena di antara mazhab-mazhab tersebut terdapat perbedaan.
2.            Wahab Afif menjelaskan perbandingan mazhab/fiqih muqaran adalah “ilmu pengetahuan yang membahas pendapat-pendapat fuqaha beserta dalil-dalilnya mengenai masalah-masalah, baik yang disepakati maupun yang diperselisihkan dengan membandingkan dalil masing-masing untuk menemukan pendapat yang paling kuat.[6]
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa “perbandingan mazhab”, adalah ilmu pengetahuan yang membahas, terutama masalah fiqh dilihat dari dalil yang digunakan oleh para fuqaha, dengan cara mengumpulkan, meneliti, mengkaji serta mendiskusikannya untuk menemukan pendapat yang paling kuat.

b.      Tujuan Mempelajari Perbandingan Mazhab
Setiap sesuatu ada hikmahnya atau tujuan yang hendak akan dicapai atau diraih. Begitu pula, lahirnya ilmu perbandingan mazhab, ia tidak bisa lepas dari tujuan atau maksud yang hendak disampaikan ataupun diraih. Paling tidak, ada dua tujuan yang hendak dicapai dalam mempelajari ilmu perbandingan Mazhab, pertama tujuan secara praktis, kedua tujuan secara akademik.
Tujuan secara praktis, adalah tujuan yang bisa dirasakan, baik oleh muqarin atau masyarakat secara umum.
Adapun tujuan secara akademik, sebagai tujuan yang sarat dengan unsur-unsur ilmiah.
c.       Ruang Lingkup Perbandingan mazhab
Pada dasarnya, ruang lingkup atau ruang perbandingan mazhab adalah seluruh masalah fiqih yang di dalamnya terdapat dua pendapat atau lebih maka masalah fiqih yang telah terjadi “ijma” atau hanya satu pendapat, tidak termasuk kajian pernbandingan mazhab. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa ruang lingkup perbandingan mazhab begitu luas—mulai materi fiqih, pendapat ulama, dalil, metode dan sumber yang digunakan—semuanya diperbandingkan.
Adapun di antara sebagian kajiannya adalah, sebagai berikut:
Bidang kajian muqaraanatu al-mazhaahib fi al-Ushul ialah semua masalah ushul fiqh yang di dalamnya terdapat perbedaan, seperti definisi, pembagian hukum, rukhshas dan lain sebagainya.
Bidang kajian muqaranatu asy-syara’i, adalah bidang kajian system hukum, hukum barat, adat dan islam.
Bidang kajian muqaranatu al-mazhahib fi al-qawanin al-wadh’iyyah adalah kajian tentang perbandingan hukum dan perundang-undangan yang muncul dan ada didunia islam atau juga perbandingan hukum islam dengan hukum umum/hukum positif yang digunakan di suatu Negara.[7]

d.      Metode Studi Perbandingan Mazhab dan Perbedaan dengan Ilmu Al-Ikhtilaf
Setatus perbandingan mazhab sebagai ilmu dan metode, di kalangan pakar hukum islam terjadi polemik. Perbandingan mazhab sebagai metode, dapat dilihat dari cara-cara yang ada dalam ilmu tersebut. Sebagaimana dejelaskan dari salah asatu pakar hukum bahwa metode perbandingan mazhab adalah suatu metode yang para fuqaha berusaha untuk mencari masalah yang diperselisihkan.
Secara rinci, metode perbandingan mazhab sebagai berikut:
1)      Memindahkan pendapat-pendapat fuqaha dari pelbagai mazhab yang diambil dari kitab-kitab mazhab, terutama pendapat yang terkuat.
2)      Memindahkan dalil-dalil yang digunakan oleh para fuqaha, baik dari al-Qur’an As-Sunnah, Ijma’ atau Qiyas dengan syarat dalil-dalil tersebut yang terkuat.
3)      Setelah tahap pertama dan kedua dilakukan, barulah mencari faktor yang menimbulkan pendapat itu.
4)      Kritik terhadap kuat lemahnya pendapat dan dalil yang dikemukakan oleh fuqaha.
5)      Mengambil kesimpulan atau tarjih memilih pendapat yang terkuat dalilnya dan yang lebih cocok ditetapkan.[8]
Berdasarkan paparan di atas, tampaknya sejalan dengan dinamika pemikiran, dan ditopang dengan faktor sejarah perbandingan mazhab dapat dikatakan bahwa perbandingan mazhab adalah ilmu sekaligus metode hukum islam yang dikenal sampai sekarang.
Sedangkan perbedaannya dengan ilmu al-Ikhtilaf secara terminologi menurut Thaha Jabir ialah:
الأختلاف والمخالفة أن ينهج كلّ شخص طريقا مغايرا لللأخر فى حاله أو فى قوله .
Artinya:
Ikhtilaf mukhalifah, proses yang dilalui dengan metode yang berbedaantara seorang dan yang lainnya dalam bentuk perbuatan atau perkataan.
Selanjutnya, setelah kata ( اختلاف ), muncul pula ( الخلاف ) dan (علم الخلاف  ). Ini semuanya satu sama lainnya saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan.
Adapun makna al-Khilaf, sebagaimana dejelaskan oleh salah satu pakar hukum ialah ;
“Perbedaan pendapat yang terjadi di antara beberapa pertentangan untuk menggali kebenarannya dan sekaligus untuk menghilangkan kesalahannya.[9]
Oleh karena itu, diperlukan suatu yang benar untuk mencapai kebenaran dan kesalahan dari ikhtilaf itu sendiri. Sebagai antisipasinya munculah ilmu khilaf.
Uraian di atas memperlihatkan bahwa ikhtilaf yang asalnya hanya sebatas diskusi atau bantahan tiap-tiap mazhab atau pengikutnya, telah melahirkan ilmu yang mandiri, yakni Ilmu Khilaf atau disebut juga dengan Ilmu Ikhtilaf.
C.    Timbulnya Studi Perbandingan Mazhab serta Perkembangan dan Kitab-kitabnya
Pengaruh nyata akibat pembentukan mazhab, baik mazhab Ahlu Sunnah, Syiah, Khawarij dalam aspek fiqh, secara pokok menjadi dua dampak (1) dampak terhadap pembentukan dan penulisan kitab fiqh, dan (2) dampak terhadap format fiqh atau karakteristik fiqh.
Dampak nyata dalam pembentukan dan penulisan kitab fiqh dapat dilihat dari karya-karya para imam  atau murid imam mazhab fiqh. Misalnya, kitab-kitab fiqh disusun berdasarkan permintaan penguasa dan pemerintah pun mulai menganut salah satu mazhab fiqh resmi Negara, seperti dalam pemirintah daulah abbasiyah yang menjadikan fiqh mazhab Hanafi sebagai pegangan para hakim di pengadilan dengan kitab Al-Kharraj (Abu Yusuf). Begitu juga terhadap Hanbali, Syi’ah, Khawarij.
Pola penulisan fiqh ini dapat dilihat dari beberapa bentuk kitab yang ditulis.
1)      Matan, kitab yang mengumpulkan masalah-maslah pokok yang disusun mudah untuk di uraikan, ada juga yang di uraikan sukar sehingga membutuhkan syarh (keterangan)
2)      Mukhtashar, kitab ringkasan atas syarah
3)      Hasyiyah, yang merupakan komentar atau penjelasan atas syarah
4)      Namisyah, kitab yang memuat penjelasan atas Hasyiyah dalam bentuk uraian singkat semacam catatan kaki
5)      Ta’liqat, komentar atas matan, syarah, hasyiyah, dan hamisyah.
Ada pula kitab-kitab prodak dari syiah imamiyah (ja’fari),diantarnya; Al-kafi fi ‘ilm ad-Din, man la yahdur Al-Faqih, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Pola perbandingan ini sebenarnya sudah ada semenjak dahulu. para fuqaha yang berjasa merintis ilmu sehingganya menghasilkan karya-karya besar seperti Ibnu Rusyd dalam kitabnya Bidayatu al-Mujtahid, Ibn Qudamah dalam kitabnya al-Mughni, Imam Nawawi dalam kitabnya al-Majmu, dan Ibnu Hajm dalam kitabnya al-Muhalla. Begitu pula, para ulama hadits yang menggunakan pola perbandingan ini; Ibn Hajar dalam kitabnya Syarah Bukhari, Imam Nawawi dalam kitabnya Syarah Muslim, Asy-Syaukani dalam kitabnya Nailul Authar dan San’ani dalam kitabnya Subulus Salam,[10] Dan masih banya lagi yang lainnya.
Meskipun di atas telah menggunakan metode perbandingan, kitab-kitab tersebut belum membentuk suatu ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri. Karena secara akademik, syarat menjadi ilmu adalah terpenuhi unsur-unsur; ontologi, epistimologi, dan aksiologi.
D.    Sebab-sebab Perbedaan Pendapat ( Ikhtilaf ) dan Hikmahnya
a.       Faktor-faktor Ikhtilaf
Dalam hukum kausalitas, “ada sebab ada akibat”. Begitu pula dalam ikhtilaf. Tidak mungkin ada ikhtilaf, kalau tidak ada penyebabnya. Dalam hal ini penyebab itu adalah faktor-faktor yang mempengaruhi para ulama dalam menggali hukum islam sehingga berbeda dengan ulama lainnya.
Para pakar hukum islam berbeda-beda dalam mengkelompokkan jumlah faktor penyebab ikhtilaf bergantung pada sudut mana yang dipandang.
Secara spesifik mengambil kesimpulan dari beberapa pendapat yang dijelaskan oleh para pakar hukum bahwa faktor-faktor ikhtilah dapat dirangkum menjadi empat faktor: (1) faktor bahasa al-Qur’an, (2) faktor validitas hadits, (3) faktor kaidah-kaidah ushulliyah, (4) faktor aidah fiqhiyah.
b.      Hikmah Adanya Perbedaan Pendapat
“Segala sesuatu ada hikmahnya,” begitulah pepatah lama mengatakan. Maka dapat dipahami bahwa hikmah perbedaan pendapat merupakan sebuah sunnatullah [hukum alam], yang tidak bisa dihindari karena berbagai faktor. Namun demikian, tujuan esensi mengatahui perbedaan itu ialah “untuk keluar dari taqlid buta”, Karena akan diketahui dalil-dalil atau sistematika para imam mazhab. Hal ini akan membuka peluang untuk mencari dan mencari kelemahan dan kekuatan dari metodologi tiap-tiap mazhab sehingga menghasilkan metodologi yang lebih baik.
Hadits Nabi :
عن ابن عمر اختلاف أمتي رحمة
Artinya:
            “Dari Ibn Umar, Perbedaan pendapt dikalangan umatku adalah rahmat”

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan uraian dari beberapa pembahasan di atas dapatlah di ambil sebuah konklusi bahwa dalam ilmu tentang perbandingan mazhab sangatlah kompeherensif dalam hal jangkauannya. Oleh karena itu, sedikit akan disampaikan  berkenaan dengan poin-poin penting dari masing-masing subjudul di atas.
Ø  Mazhab adalah jalan pikiran atau metode yang ditempuh seorang Imam Mujtahid dalam menetapkan hukum suatu peristiwa berdasarkan kepada al-Qur’an dan hadis.
Ø  Tujuan belajar memahami mazhab ada dua, (1) praktis (2) akademik
Ø  Ilmu ikhtilaf adalah Ikhtilaf mukhalifah, proses yang dilalui dengan metode yang berbedaantara seorang dan yang lainnya dalam bentuk perbuatan atau perkataan.
Ø  Faktor timbulnya perbedaan pendapat diantaranya; (1) faktor bahasa al-Qur’an, (2) faktor validitas hadits, (3) faktor kaidah-kaidah ushulliyah, (4) faktor aidah fiqhiyah.
Ø  Hikmah dari perbedaan tersebut ialah hikmah perbedaan pendapat merupakan sebuah sunnatullah dan menghindari taqlid buta.


DAFTAR PUSTAKA

Ma’luf Luwis Al-Ab, Al-Munjid fii Al-Lughah Al-‘Alam, Beirut: Dar Al-Masyriq, 1986
Azizy Qodri, Reformasi Bermazhab, Teraju, Mizan, 2004, lihat pula Said Ramadhan, Islamic Law: Its Scope and Equity, (Terj. Badri Saleh), CV. Firdaus, Jakarta, 1986
Supriyadi Dedi, dkk, perbandingan mazhab dengan pendekatan baru. CV Pustaka Setia, Bandung, 2008
Afif Wahaf, Pengantar Studi Perbandingan Mazhab, Darul Ulum Press, Jakarta, 1991





[1] Al-Ab Luwis Ma’luf, Al-Munjid fii Al-Lughah Al-‘Alam, 1986, Beirut: Dar Al-Masyriq, hlm. 239-240
[2] Qodri Azizy, Reformasi Bermazhab, 2004, Teraju, Mizan, hlm. 16-17, lihat pula Said Ramadhan, Islamic Law: Its Scope and Equity, 1986, (Terj. Badri Saleh), CV. Firdaus, Jakarta, hlm. 95.
[3] Dedi Supriyadi, dkk, 2008, perbandingan mazhab dengan pendekatan baru. CV Pustaka Setia, Bandung, hlm. 14
[4]  Ibid. hlm. 15
[5] Ibid. hlm. 40
[6]  Wahaf Afif, Pengantar Studi Perbandingan Mazhab, 1991, Darul Ulum Press, Jakarta, hlm. 9
[7] Dedi Supriyadi, dkk, 2008, perbandingan mazhab dengan pendekatan baru. CV Pustaka Setia, Bandung, hlm. 28
[8] Aswadie Syukur, Perbandingan Mzhab, PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1990, hlm. 50
[9]  Dedi Supriyadi, dkk, 2008, perbandingan mazhab dengan pendekatan baru. CV Pustaka Setia, Bandung, hlm. 70
[10]  Aswadie Syukur, Perbandingan Mzhab, PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1990, hlm. 51
loading...