Tuesday, 24 November 2015

Istimbaht Mazhab Hanafi dan Mazhab Maliki

Istimbaht Mazhab Hanafi dan Maliki
Oleh: Iswahyudi


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Istilah mazhab merupakan sighat isim makan dari fi’il madli yaitu dzahaba artinya pergi oleh karena itu mazhab artinya tempat pergi atau jalan. Kata-kata yang semakna ialah maslak, thariiqah dan sabiil, yang kesemuanya berarti jalan atau cara. Pengertian mazhab menurut istilah dalam kalangan umat Islam ialah, Sejumlah dari fatwa-fatwa dan pendapat-pendapat seorang alim (ulama) besar di dalam urusan agama, baik ibadah maupun lainnya.
 Istinbath adalah usaha dan cara mengeluarkan hukum dari  sumbernya atau nash dasar hukumnya. Setiap para ulama mazhab tentunya dalam berijtihad mempunyai metode dan cara (Istinbath) untuk menetapkan fatwa dan pendapat mengenai fiqh.
Oleh karena itu pada makalah ini akan dibahas dan dijelaskan tentang metode istinbath hukum mazhab Hanafi dan Maliki.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas ditemukan beberapa permasalahan, diantarannya Sebagai berikut:
1.      Apa pengertian Istinbath dan Mazhab?
2.      Bagaimanakah biografi Abu Hanifah (Mazhab Hanafi) dan Imam Malik bin Anas (Mazhab Maliki)?
3.      Bagaimanakah metode istinbath Mazhab Hanafi dan Mazhab Maliki?


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Istinbath dan Mazhab

1.    Pengertian Istinbath

Secara bahasa kata istinbath berasal dari bahasa Arab yaituاستنبط- يستنبط- استنباط yang berarti mengeluarkan, melahirkan, menggali dan lainnya. Kata dasarnya adalah نبط- ينبط- نبطا- نبوطا (الماء) ” berarti air terbit dan keluar dari dalam tanah. Adapun yang dimaksud dengan istinbath disini adalah suatu upaya menggali dan mengeluarkan hukum dari sumber-sumbernya yang terperinci untuk mencari hukum syara’ yang bersifat zhanni. (M. Zein, 2005: 20)

2.    Pengertian Mazhab

Menurut bahasa, mazhab (مذهب) berasal dari shighah mashdar mimy (kata sifat) dan isim makan (kata yang menunjukkan tempat) yang diambil dari fi’il madhy “dzahaba” (ذهب) yang berarti “pergi”. Bisa juga berarti al-ra’yu (الرأى) yang artinya “pendapat”.
Sedangkan yang dimaksud dengan mazhab menurut istilah, meliputi dua pengertian, yaitu:
a.       Mazhab adalah jalan pikiran atau metode yang ditempuh oleh seorang Imam Mujtahid dalam menetapkan hukum suatu peristiwa berdasarkan kepada Al-Qur’an dan hadits.
b.      Mazhab adalah fatwa atau pendapat seorang Imam Mujtahid tentang hukum suatu peristiwa yang diambil dari Al-Qur’an dan hadits.

Jadi mazhab adalah pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh Imam Mujtahid dalam memecahkan masalah, atau mengistinbathkan hukum Islam. Selanjutnya Imam mazhab dan mazhab itu berkembang pengertiannya menjadi kelompok umat Islam yang mengikuti cara istinbath Imam Mujtahid tertentu atau mengikuti pendapat Imam Mujtahid tentang masalah hukum Islam. (Yanggo, 1997: 17)

B.     Biografi Abu Hanifah (Mazhab Hanafi) dan Imam Malik (Mazhab Maliki)

1.    Biografi Abu Hanifah

Pendiri mazhab Hanafi ialah Nu’man bin Tsabit bin Zautha. seorang keturunan bangsa Ajam dari Persia. Dilahirkan pada masa sahabat, yaitu pada tahun 80 H atau 699 M. Beliau wafat pada tahun 150 H bertepatan dengan lahirnya Imam Syafi’i R.A. Beliau lebih dikenal dengan sebutan Abu Hanifah An Nu’man.Abu Hanifah adalah seorang mujtahid yang ahli ibadah. Perkataan "Hanif" dalam bahasa Arab berarti "cenderung" pada agama yang benar. Menurut riwayat lain dijelaskan bahwa gelar "Abu Hanifah" itu beliau peroleh karena sedemikian eratnya dengan tinta. Kata "Hanifah" itu menurut lughat Irak artinya "dawat" atau "tinta".
Abu Hanifah memiliki ilmu yang luas dalam semua kajian Islam hingga ia merupakan seorang mujtahid besar (imamul a"zdam) sepanjang masa. Meskipun demikian ia hidup sebagaimana layaknya dengan melakukan usaha berdagang dalam rangka menghidupi keluarga. Dengan prinsip berdiri di atas kemampuan sendiri, ia prihatin juga terhadap kepentingan kaum muslimin terutama bagi mereka yang berhajat akhlak yang mulia yang dimilikinya mampu mengendalikan hawa nafsu, tidak goyah oleh imbauan jabatan dan kebesaran duniawi dan selalu sabar dalam mengahadapi berbagai cobaan. Meskipun ia berdagang ia hidup sebagai kehidupan sufi dengan zuhud, wara, dan taat ibadah. Kalau kita hayati kehidupannya maka akan tampak kepada kita bahwa Abu Hanifah hidup dengan ilmu dan bimbingan umat dengan penuh kreatif, hidup dengan kemampuan sendiri tidak memberatkan orang lain. Disamping menjalankan usaha dagangnya. ia juga hidup dengan ibadah yang intensif siang dan malam.
Imam Abu Hanifah wafat pada tahun 150 H/767 M, pada usia 70 tahun. Beliau dimakamkan di perkuburan Khizra. Pada tahun 450 H/1066 M, didirikanlah sebuah sekolah yang diberi nama Jami’ Abu Hanifah.
Sepeninggal beliau, ajaran dan ilmunya tetap tersebar melalui murid-muridnya yang cukup banyak. Diantara murid-murid Abu Hanifah yang terkenal adalah Abu Yusuf, Abdullah bin Mubarak, Waki’ bin Jarah Ibn Hasan Al-Syaibani, dan lain-lain. (Jawad Mughniyah, 2013: xxv)

2.    Biografi Imam Malik bin Anas

Mazhab Maliki adalah merupakan kumpulan pendapat-pendapat yang berasal dari Imam Malik dan para penerusnya di masa sesudah beliau meninggal dunia, yang merupakan penjabaran dan perluasan pendapat-pendapat beliau dalam bidang fiqh sesuai dengan kaidah-kaidah yang ditempuh oleh beliau.
Nama lengkap dari pendiri mazhab ini ialah Malik bin Anas bin Abu Amir. Lahir pada tahun 93 H = 712 M di Madinah. Pada perkembangan selanjutnya dalam kalangan umat Islam beliau lebih dikenal dengan sebutan Imam Malik. Imam Malik terkenal dengan imam dalam bidang hadis Rasulullah SAW. Imam Malik belajar pada ulama-ulama Madinah. Yang menjadi guru pertamanya ialah Abdur Rahman bin Hurmuz. Beliau juga belajar kepada Nafi’ Maula Ibnu Umar dan Ibnu Syihab Az Zuhri. Adapun yang menjadi gurunya dalam bidang fiqh ialah Rabi’ah bin Abdur Rahman. Sebagaimana Imam Abu Hanifah sebagai Mujtahid ahli ibadah, maka demikian pula Imam Malik. Hal ini dapat dilihat dari riwayat yang mengatakan bahwa “ beliau bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad SAW pada setiap malam”.  Kata-kata tersebut menunjukkan bahwa beliau adalah seorang ahli ibadah, sebab orang yang dapat bermimpi bertemu dengan Nabi tak lain kecuali ahli ibadah.
Imam Malik adalah imam (tokoh) negeri Hijaz, bahkan tokohnya semua bidang fiqh dan hadits. Dan merupakan suatu kebanggaan baginya bahwa Imam syafi’i sendiri adalah termasuk salah seorang murid beliau dan kemudian menjadi imam mazhab pula. 
Sebagai ulama hadits, ia menempati kedudukan yang khas di antara bintang-bintang ilmuwan berbakat seperti penghimpun hadits terkenal Imam Bukhari dan Muslim. Diriwayatkan bahwa ia selalu menjauhi pergaulan dengan bukan cendekiawan. Menurut Imam Hanbal, dialah penghimpun satu-satunya yang mendapat gelar kehormatan tidak pernah menyiarkan hadits sebelum ia sendiri yakin dan puas. Ia begitu dihargai oleh para ilmuwan lainnya, sehingga ketika pada suatu kali orang bertanya pada Imam Hanbal mengenai seorang perawi, Imam Hanbal menjawab, perawi itu pastilah dapat dipercaya, karena Imam Malik telah menyiarkan rawinya.
Para ahli hadits, ilmuwan sezaman dan sesudahnya amat memuji hasil intelektual yang dicapainya. Abdur Rahman ibn Mahdi, umpamanya, mengatakan tak ada ahli hadits yang lebih besar dari pada Imam Malik di dunia ini. Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam Syafi'I menyanjungnya sebagai ahli hadits. Ia juga seorang ahli hukum. Lebih dari 60 tahun ia memberi fatwa di Madinah.
 Imam Malik masyhur oleh ketulusan dan kesalehannya. Ia selalu bertindak sesuai dengan keyakinannya. Ancaman atau kemurahan hati tidak akan dapat membelokkan dia dari jalan yang lurus. Sebagai anggota kelompok yang gemilang pada awal masa Islam, ia tidak dapat dibeli, dan dengan semangat keberaniannya selalu membuktikan bahwa ia adalah bintang pembimbing bagi para pejuang kemerdekaan.
Pengendalian diri dan kesabaran Imam Malik membuat ia ternama di seantero dunia Islam. Pernah semua orang panik lari ketika segerombolan Kharijis bersenjatakan pedang memasuki Masjid Kufa. Tetapi, Imam Malik yang sedang shalat tanpa cemas tidak beranjak dari tempatnya. Mencium tangan khalifah apabila menghadap di baliurang sudah menjadi adat kebiasaan, namun Imam Malik tidak pernah tunduk pada penghinaan seperti itu. Sebaliknya, ia sangat hormat pada para cendekiawan, sehingga pernah ia menawarkan tempat duduknya sendiri kepada Imam Abu Hanifah yang mengunjunginya. Kaum Muslimin di Arab barat hanya menganut Madzhab Maliki.
 Madzhab Imam Maliki tumbuh kembang pertama di Madinah kemudian tersiar ke negeri Hijaz, perkembangan Madzhab Imam Maliki pernah surut di Mesir karena pada masa itu berkembang pula madzhab syafi’I dan sebagian pendukungnya mengikuti Madzhab syafi’i tetepi pada zaman Ayyubuyah Madzhab Maliki kembali hidup. Sebagaimana di Mesir,demikian juga di Andalus dimasa pemerintahan Hisyam ibn abd. Rahmanya para ulama yang mendapat kedudukan tinggi menjabat sebagai Hakim Negara adalah mereka yang menganut Madzhab Maliki sehingga madzhab ini tumbuh subur dan berkembang pesat. (Jawad Mughniyah, 2013: xxvii)

C.    Metode Istinbath Mazhab Hanafi dan Mazhab Maliki

1.    Metode Istinbath Mazhab Hanafi

Dalam bidang fiqh beliau belajar kepada Hammad bin Abu Sulaiman pada awal abad kedua hijriah dan banyak belajar pada ulama-ulama Ttabi’in, seperti Atha bin Abi Rabah dan Nafi’ Maula Ibnu Umar.Mazhab Hanafi adalah sebagai nisbah dari nama imamnya, Abu Hanifah. Jadi mazhab Hanafi adalah nama dari kumpulan-kumpulan pendapat-pendapat yang berasal dari Imam Abu Hanifah dan murid-muridnya serta pendapat-pendapat yang berasal dari para pengganti mereka sebagai perincian dan perluasan pemikiran yang telah digariskan oleh mereka yang kesemuanya adalah hasil dari pada cara dan metode ijtihad ulama-ulama Irak . Maka disebut juga mazhab Ahlur Ra’yi masa Tsabi’it Tabi’in.
Dasar-dasar Mazhab Hanafi Abu Hanifah dalam menetapkan hukum fiqh terdiri dari tujuh pokok, yaitu : Al Kitab, As Sunnah, Perkataan para Sahabat, Al Qiyas, Al Istihsan, Ijma’ dan Uruf. Murid-murid Abu Hanifah adalah sebagai berikut :a.Abu Yusuf bin Ibrahim Al Anshari b.Zufar bin Hujail bin Qais al Kufi c.Muhammad bin Hasn bin Farqad as Syaibani d.Hasan bin Ziyad Al Lu’lu Al Kufi Maulana Al Anshari .
Adapun metodenya dalam Fiqh sebagaimana perkataan beliau sendiri: “Saya mengambil dari Kitabullah jika ada, jika tidak saya temukan saya mengambil dari Sunnah dan Metode yang dipakainya itu jika kita rincikan maka ada sekitar 7 Ushul Istinbath yang digunakan oleh Imam Abu Hanifah: al-Qur’an; Sunnah, Ijma’, Perkataan Shahabat, Qiyas, Istihsan dan ‘Urf (Adat).
1.      Al-Qur’an, Abu Hanifah memandang al-Qur’an sebagai sumber pertama pengambilan hukum sebagaimana imam-imam lainnya. Hanya saja beliau berbeda dengan sebagian mereka dalam menjelaskan maksud (dilalah) al-Qur’an tersebut, seperti dalam masalah mafhum mukhalafah.
2.      Sunnah/Hadits, Imam Abu Hanifah juga memandang Sunnah sebagai sumber hukum kedua setelah al-Qur’an sebagaimana imam-mam yang lain. Yang berbeda adalah beliau menetapkan syarat-syarat khusus dalam penrimaan sebuah hadits (mungkin bisa dilihat di Ushul Fiqh), yang memperlihatkan bahwa Abu Hanifah bukan saja menilai sebuah hadits dari sisi Sanad (perawi), tapi juga meneliti dari sisi Matan (isi) hadits dengan membandingkannya dengan hadits-hadits lain dan kaidah-kaidah umum yang telah baku dan disepakati.
3.      Ijma’, Imam Abu Hanifah mengambil Ijma’ secara mutlak tanpa memilah-milih, namun setelah meneliti kebenaran terjadinya Ijma’ tersebut.
4.      Perkataan Shahabah, metode beliau adalah jika terdapat banyak perkataan Shahabah, maka beliau mengambil yang sesuai dengan ijtihadnya tanpa harus keluar dari perkataan Shahabah yang ada itu, dan jika ada beberapa pendapat dari kalangan Tabi’in beliau lebih cenderung berijtihad sendiri.
5.      Qiyas, belaiu menggunakannya jika mendapatkan permasalahan yang tidak ada nash yang menunjukkan solusi permasalahan tersebut secara langsung atau tidak langsung (dilalah isyarah atau thadhammuniyah). Disinilah nampak kelebihan Imam Abu Hanifah dalam mencari sebab (ilat) hukum.
6.      Istihsan, dibandingkan imam-imam yang lain, Imam Abu Hanifah adalah orang yang paling seirng menggunakan istihsan dalam menetapkan hukum.
7.      Urf, dalam masalh ini Imam Abu Hanifah juga termasuk orang yang banyak memakai ‘urf dalam masalah-masalah furu’ Fiqh, terutama dalam masalah sumpah (yamin), lafaz talak, pembebasan budak, akad dan syarat.

Mazhab Hanafi adalah yang paling dominan di dunia Islam (sekitar 45%), penganutnya banyak terdapat di Asia Selatan (Pakistan, India, Bangladesh, Sri Lanka, dan Maladewa), Mesir bagian Utara, Separuh Irak, Syria, Libanon dan Palestina (campuran Syafi’i dan Hanafi, dan Kaukasia (Chechnya, Dagestan).
Mazhab Hanafi mulai tumbuh di Kufah ,kemudian tersebar ke negara-negara Islam bagian Timur Dan sekarang ini mazhab Hanafi merupakan mazhab resmi di Mesir, Turki, Syiria dan Libanon. Dan mazhab ini dianut sebagian besar penduduk Afganistan,Pakistan,Turkistan,Muslimin India dan Tiongkok. (Imam Mazhab, http://Id.Wikipedia.Org/Wiki: diakses pada tanggal 29 April 2014, Pukul. 00:20)

2.    Metode Istinbath Mazhab Maliki

Imam Maliki mempunyai kesamaan dengan Imam Abu Hanafi, ia adalah seorang yang taat ibadah, rajin, sungguh-sungguh dan senang mempelajari ilmu. Ia adalah seorang ulama besar dalam Ilmu Hadist dan terkadang kalau meriwayatkan sebuah fatwa ia sangat memperhatikan dan sangat hati-hati sekali, seperti yang terungkap dalam perkataannya “Saya tidak pernah meriwayatkan sebuah Hadist, adapun metode istidlal yang digunakan olehnya: “Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ Ahl Al- Madinah, Fatwa Sahabat, Khabar Ahad Dan Qiyas, Al-Istihsan, Al-Mashlalah Al- Mursalah, Saad Al-Zara’i, Istishab, Syar’u Man Qoblana Syar’un Lana”.
Istidlal dan faktor-faktor yang mempengaruhi Imam Malik dalam menetapkan Hukum Islam, Imam Malik adalah seorang Mujtahid dan ahli Ibadah sebagaimana halnya Imam Abu Hanifah, karena ketekunan dan kecerdasannya Imam Malik tumbuh sebagai seorang ulama’ terkemuka terutama dibidang ilmu hadits dan fiqh.
Metode Istidlal dalam menetapkan hukum Islam Mazhab (Maliki) ini berpegang pada:
1.      Al-Qur'an
2.      Hadits Rasulullah yang dipandang sah
3.      Ijma'ahlul Madinah. Terkadang menolak hadits yang berlawanan atau yang tak diamalkan ulama Madinah
4.      Fatwa sahabat (sahabat besar fatwa yang berwujud Hadits yang wajib diamalkan didasarkan pada a- naql)
5.      Khabar Ahad dan Qiyas(sesuatu yang datang dari Rosulallah)
6.      Al Ihtisan (beralih dari satu qiyas ke qiyas lain yang dianggap lebih kuat dilihat dari tujuan syariat ditururnkan).
Imam Maliki adalah salah satu madzhab atau tokoh ulama’ yang sangat terkenal sebagai pemikir Islam dibidang Fiqih dan Hadits yang kemudian dewasa ini masih menjadi kiblat sebagian orang atau komunitas muslim berpijak untuk pengambilan keputusan hukum Islam yang dianut oleh sekitar 15 % ummat muslim Afrika Utara dan Afrika Barat, hal ini kaitannya dengan sosok seorang tokoh Islam, karakter pemikirannya serta karya karyanya yang dapat bertahan hidup sampai dewasa ini.
Di dalam mengistimbatkan hukum syari’ Imam Malik membuat patokan antara lain :
1.         Nash (kitabulloh dan sunnah rosul yang mutawatir)
2.         Dhohir nash
3.         Dalil nash (mafhum mukhalafah)
4.         Amal perbuatan penduduk madinah
5.         Khobar ahad (yang dirowikan seseorang)
6.         Ijma’
7.         Fatwa salah seorang sahabat
8.         Qiyas
9.         Ihtisan
10.     Syadzdari’ah (menutup jalan yang membawa kerusakan)
11.     Mura’atul khilaf (menghormati perselisihan pendapat)
12.     Istihshab (berpegang pada hokum semula)
13.     Mashlahah mursalah
14.     Syari’at sebelum islam

Dari patokan-patokan ini dapatlah diketahui system istimbath Imam Malik. Diantaranya yang tidak ditempuh mujtahid lain adalah :

1.      Sunnah
Syarat-syarat dalam menerima sunnah/al-hadits imam malik tidak membuat syarat yang berat sebagaimana Imam Abu Hanifah. Imam Malik dapat menerima khobar ahad asalkan sanadnya shohih atau khasan walaupun berlawanan dengan qiyas ataupun amal perbuatan rowinya. Syarat yang penting dalam menerima khobar ahad itu tidak bertentangan dengan amalan penduduk Madinah. Juga orang yang merowikannya dari kalangan ‘ulama hijaz.

2.      Amal perbuatan orang Madinah
Imam Malik memandang bahwa amalan penduduk Madinah dapat dijadikan hujjah, yakni dapat dijadikan dalil: malahan beliau mendahulukan atas qiyas dan khobar ahad karena Imam Malik amal perbuatan ahli Madinah menempati riwayat orang banyak (jama’ah) dari Rasulullah saw. Sedang riwayat jama’ah dari jama’ah (mutawatir) lebih utama didahulukan daripada riwayat seorang dari seorang (khobar ahad). Di atas pandangan inilah Imam Malik bahwa amal perbuatan penduduk Madinah lebih kuat dari qiyas dan khobar ahad. Pandangan ini mendapat tantangan yang keras dari para Mujtahidin terutama Imam Syafi’i dan Laits bin Saad dan abu Yusuf.

3.      Qoul Shahaby (fatwa salah seorang sahabat)
Fatwa shahabyyakin fatwa salah seorang shahabat kalau ternyata syah sanadnya, sedang sahabat tersebut terkenal dari kalangan ‘ulama sahabat dan fatwa nya tidak bertentangan dengan sunnah Rosul yang shoheh, maka Imam Malik memandang bukan saja dapat dijadikan dalil malahan didahulukan atas qiyas.

4. Mashlahah mursalah
Yaitu sifat yang diduga akan membawa kemaslahatan. Sifat mana tidak ada ketegasan dari nash untuk dianggap atau ditolak, yang oleh karenanya disamakan masholihul mursalah. (Khudlari Bek, 1976: 243-245)


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Dari pembahasan makalah tentang metode istimbath mazhab hanafi dan maliki dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut:
1.      Pengertian Istinbath adalah suatu upaya menggali dan mengeluarkan hukum dari sumber-sumbernya yang terperinci untuk mencari hukum syara’ yang bersifat zhanni. Sedangkan Pengertian Mazhab adalah  pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh Imam Mujtahid dalam memecahkan masalah, atau mengistinbathkan hukum Islam.
2.      Mazhab Hanafi yang didirikan oleh Abu Hanifah An-Nukhman bin Tsabit bin Zufi At-Tamimi dan sedangkan, Mazhab Maliki yang didirikan oleh Imam Malik bin Anas.
3.      Mazhab Hanafi dalam memfatwakan dan berpendapat tentang hukum yaitu dengan berdasarkan dan istimbath hukum fiqh terdiri dari tujuh pokok, yaitu : Al Kitab, As Sunnah, Perkataan para Sahabat, Al Qiyas, Al Istihsan, Ijma’ dan Uruf.  Beliau melihat terlebih dahulu kepada kitabullah, bila tidak ditemukan dilanjutkan kepada sunnah jika tidak ditemukan pula dalam sunnah beliau melihat kepada perkataan para sahabat, lalu beliau menggunakan jalan pikiran untuk mengambil pendapat mana yang sesuai dengan jala pikiran dan ditiggal mana yang tidak sesuai. Sedangkan, Mazhab Maliki, adapun metode istidlal atau istimbath hukum yang digunakan olehnya: Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ Ahl Al- Madinah, Fatwa Sahabat, Khabar Ahad Dan Qiyas, Al-Istihsan, Al-Mashlalah Al- Mursalah, Saad Al-Zara’i, Istishab, Syar’u Man Qoblana Syar’un Lana. Jika beliau menjatuhkan hukumnan dalam masalah keagamaan, dan pada waktu menetapkan buah pikirannya itu bukan dari nash al-qur’an dan sunnah, maka masing-masing kita disuruh untuk melihat dan memperhatikannya kembali dengan baik tentang buah fikirannya, terlebih dahulu harus dicocokknya dengan nash yaitu al-qur’an dan sunnah.



DAFTAR PUSTAKA


Bek, Khudlari. 1976. Tarikh Tasri’al Islami, Attijuariyatul Kubro. Mesir.

M. Zein, Satria Effendi. 2005. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana.

Jawad Mughniyah, Muhammad. 2013. Fiqh Iima Mazhab. Jakarta: Lentera Anggota IKAPI.

Yonggo, Huzaemah Tahido. 1997. Pengantar Perbandingan Mazhab. Jakarta: Logos.

http://Id.Wikipedia.Org/Wiki. diakses pada tanggal 29 April 2014, Pukul.00:20.


 #makalah s1 syariah dan hukum UIN Rafah


loading...