Istimbaht Mazhab Hanafi dan Maliki
Oleh: Iswahyudi
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Istilah mazhab merupakan sighat isim makan dari fi’il
madli yaitu dzahaba artinya pergi oleh karena itu mazhab artinya
tempat pergi atau jalan. Kata-kata yang semakna ialah maslak,
thariiqah dan sabiil, yang kesemuanya berarti jalan
atau cara. Pengertian mazhab menurut istilah dalam kalangan umat Islam ialah, Sejumlah
dari fatwa-fatwa dan pendapat-pendapat seorang alim (ulama) besar di dalam
urusan agama, baik ibadah maupun lainnya.
Istinbath
adalah usaha dan cara mengeluarkan hukum dari sumbernya atau nash dasar hukumnya. Setiap para ulama
mazhab tentunya dalam berijtihad mempunyai metode dan cara (Istinbath) untuk
menetapkan fatwa dan pendapat mengenai fiqh.
Oleh karena itu pada makalah ini akan dibahas dan dijelaskan tentang metode
istinbath hukum mazhab Hanafi dan Maliki.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas ditemukan beberapa permasalahan, diantarannya Sebagai
berikut:
1. Apa pengertian Istinbath dan Mazhab?
2.
Bagaimanakah biografi Abu Hanifah (Mazhab
Hanafi) dan Imam Malik bin Anas (Mazhab Maliki)?
3.
Bagaimanakah metode istinbath Mazhab Hanafi
dan Mazhab Maliki?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Istinbath dan Mazhab
1.
Pengertian Istinbath
Secara bahasa kata istinbath berasal dari
bahasa Arab yaitu “استنبط- يستنبط-
استنباط” yang berarti mengeluarkan, melahirkan,
menggali dan lainnya. Kata dasarnya adalah “نبط- ينبط- نبطا- نبوطا (الماء) ” berarti air terbit dan keluar dari dalam
tanah. Adapun yang dimaksud dengan istinbath disini adalah suatu upaya
menggali dan mengeluarkan hukum dari sumber-sumbernya yang terperinci untuk
mencari hukum syara’ yang bersifat zhanni. (M. Zein, 2005: 20)
2.
Pengertian Mazhab
Menurut bahasa, mazhab (مذهب) berasal dari shighah mashdar mimy (kata
sifat) dan isim makan (kata yang menunjukkan tempat) yang diambil dari fi’il
madhy “dzahaba” (ذهب) yang berarti “pergi”. Bisa juga berarti
al-ra’yu (الرأى) yang artinya “pendapat”.
Sedangkan yang dimaksud dengan mazhab menurut
istilah, meliputi dua pengertian, yaitu:
a.
Mazhab adalah jalan pikiran atau metode yang
ditempuh oleh seorang Imam Mujtahid dalam menetapkan hukum suatu peristiwa
berdasarkan kepada Al-Qur’an dan hadits.
b.
Mazhab adalah fatwa atau pendapat seorang Imam
Mujtahid tentang hukum suatu peristiwa yang diambil dari Al-Qur’an dan hadits.
Jadi mazhab adalah pokok pikiran atau dasar
yang digunakan oleh Imam Mujtahid dalam memecahkan masalah, atau
mengistinbathkan hukum Islam. Selanjutnya Imam mazhab dan mazhab itu berkembang
pengertiannya menjadi kelompok umat Islam yang mengikuti cara istinbath Imam
Mujtahid tertentu atau mengikuti pendapat Imam Mujtahid tentang masalah hukum
Islam. (Yanggo, 1997: 17)
B.
Biografi Abu Hanifah (Mazhab Hanafi) dan Imam
Malik (Mazhab Maliki)
1.
Biografi Abu Hanifah
Pendiri mazhab Hanafi ialah Nu’man bin Tsabit bin Zautha. seorang keturunan bangsa
Ajam dari Persia. Dilahirkan pada masa sahabat, yaitu pada tahun 80 H atau 699 M. Beliau wafat pada tahun 150 H
bertepatan dengan lahirnya Imam Syafi’i R.A. Beliau lebih dikenal dengan
sebutan Abu Hanifah An Nu’man.Abu Hanifah adalah seorang mujtahid yang ahli
ibadah. Perkataan "Hanif" dalam bahasa Arab berarti "cenderung" pada
agama yang benar. Menurut riwayat lain dijelaskan bahwa gelar "Abu
Hanifah" itu beliau peroleh karena sedemikian eratnya dengan tinta. Kata
"Hanifah" itu menurut lughat Irak artinya "dawat" atau
"tinta".
Abu Hanifah memiliki ilmu yang luas dalam semua kajian Islam hingga ia
merupakan seorang mujtahid besar (imamul a"zdam) sepanjang masa. Meskipun
demikian ia hidup sebagaimana layaknya dengan melakukan usaha berdagang dalam
rangka menghidupi keluarga. Dengan prinsip berdiri di atas kemampuan sendiri,
ia prihatin juga terhadap kepentingan kaum muslimin terutama bagi mereka yang
berhajat akhlak yang mulia yang dimilikinya mampu mengendalikan hawa nafsu,
tidak goyah oleh imbauan jabatan dan kebesaran duniawi dan selalu sabar dalam
mengahadapi berbagai cobaan. Meskipun ia berdagang ia hidup sebagai kehidupan
sufi dengan zuhud, wara, dan taat ibadah. Kalau kita hayati kehidupannya maka
akan tampak kepada kita bahwa Abu Hanifah hidup dengan ilmu dan bimbingan umat
dengan penuh kreatif, hidup dengan kemampuan sendiri tidak memberatkan orang
lain. Disamping menjalankan usaha dagangnya. ia juga hidup dengan ibadah yang
intensif siang dan malam.
Imam Abu Hanifah wafat pada tahun 150 H/767 M, pada
usia 70 tahun. Beliau dimakamkan di perkuburan Khizra. Pada tahun 450 H/1066 M,
didirikanlah sebuah sekolah yang diberi nama Jami’ Abu Hanifah.
Sepeninggal beliau, ajaran dan ilmunya tetap
tersebar melalui murid-muridnya yang cukup banyak. Diantara murid-murid Abu
Hanifah yang terkenal adalah Abu Yusuf, Abdullah bin Mubarak, Waki’ bin Jarah
Ibn Hasan Al-Syaibani, dan lain-lain. (Jawad Mughniyah, 2013: xxv)
2.
Biografi Imam Malik bin Anas
Mazhab Maliki adalah merupakan kumpulan
pendapat-pendapat yang berasal dari Imam Malik dan para penerusnya di masa
sesudah beliau meninggal dunia, yang merupakan penjabaran dan perluasan
pendapat-pendapat beliau dalam bidang fiqh sesuai dengan kaidah-kaidah yang
ditempuh oleh beliau.
Nama lengkap
dari pendiri mazhab ini ialah Malik bin Anas bin Abu Amir. Lahir pada tahun 93
H = 712 M di Madinah. Pada perkembangan selanjutnya dalam kalangan umat Islam
beliau lebih dikenal dengan sebutan Imam Malik. Imam Malik terkenal dengan imam
dalam bidang hadis Rasulullah SAW. Imam Malik belajar pada ulama-ulama Madinah.
Yang menjadi guru pertamanya ialah Abdur Rahman bin Hurmuz. Beliau juga belajar
kepada Nafi’ Maula Ibnu Umar dan Ibnu Syihab Az Zuhri. Adapun yang menjadi
gurunya dalam bidang fiqh ialah Rabi’ah bin Abdur Rahman. Sebagaimana Imam Abu
Hanifah sebagai Mujtahid ahli ibadah, maka demikian pula Imam Malik. Hal ini
dapat dilihat dari riwayat yang mengatakan bahwa “ beliau bermimpi bertemu
dengan Nabi Muhammad SAW pada setiap malam”. Kata-kata
tersebut menunjukkan bahwa beliau adalah seorang ahli ibadah, sebab orang yang dapat
bermimpi bertemu dengan Nabi tak lain kecuali ahli ibadah.
Imam Malik
adalah imam (tokoh) negeri Hijaz, bahkan tokohnya semua bidang fiqh dan hadits.
Dan merupakan suatu kebanggaan baginya bahwa Imam syafi’i sendiri adalah termasuk salah seorang
murid beliau dan kemudian menjadi imam mazhab pula.
Sebagai
ulama hadits, ia menempati kedudukan yang khas di antara bintang-bintang ilmuwan berbakat seperti penghimpun
hadits terkenal Imam Bukhari dan Muslim. Diriwayatkan bahwa ia selalu menjauhi
pergaulan dengan bukan cendekiawan. Menurut Imam Hanbal, dialah penghimpun
satu-satunya yang mendapat gelar kehormatan tidak pernah menyiarkan hadits
sebelum ia sendiri yakin dan puas. Ia begitu dihargai oleh para ilmuwan
lainnya, sehingga ketika pada suatu kali orang bertanya pada Imam Hanbal
mengenai seorang perawi, Imam Hanbal menjawab, perawi itu pastilah dapat
dipercaya, karena Imam Malik telah menyiarkan rawinya.
Para ahli
hadits, ilmuwan sezaman dan sesudahnya amat memuji hasil intelektual yang
dicapainya. Abdur Rahman ibn Mahdi, umpamanya, mengatakan tak ada ahli hadits
yang lebih besar dari pada Imam Malik di dunia ini. Imam Ahmad bin Hanbal dan
Imam Syafi'I menyanjungnya sebagai ahli hadits. Ia juga seorang ahli hukum.
Lebih dari 60 tahun ia memberi fatwa di Madinah.
Imam
Malik masyhur oleh ketulusan dan kesalehannya. Ia selalu bertindak sesuai
dengan keyakinannya. Ancaman atau kemurahan hati tidak akan dapat membelokkan
dia dari jalan yang lurus. Sebagai anggota kelompok yang gemilang pada awal
masa Islam, ia tidak dapat dibeli, dan dengan semangat keberaniannya selalu
membuktikan bahwa ia adalah bintang pembimbing bagi para pejuang kemerdekaan.
Pengendalian
diri dan kesabaran Imam Malik membuat ia ternama di seantero dunia Islam.
Pernah semua orang panik lari ketika segerombolan Kharijis bersenjatakan pedang
memasuki Masjid Kufa. Tetapi, Imam Malik yang sedang shalat tanpa cemas tidak
beranjak dari tempatnya. Mencium tangan khalifah apabila menghadap di baliurang
sudah menjadi adat kebiasaan, namun Imam Malik tidak pernah tunduk pada
penghinaan seperti itu. Sebaliknya, ia sangat hormat pada para cendekiawan,
sehingga pernah ia menawarkan tempat duduknya sendiri kepada Imam Abu Hanifah
yang mengunjunginya. Kaum Muslimin di Arab barat hanya menganut Madzhab Maliki.
Madzhab Imam Maliki tumbuh kembang pertama di
Madinah kemudian tersiar ke negeri Hijaz, perkembangan Madzhab Imam Maliki
pernah surut di Mesir karena pada masa itu berkembang pula madzhab syafi’I dan
sebagian pendukungnya mengikuti Madzhab syafi’i tetepi pada zaman Ayyubuyah
Madzhab Maliki kembali hidup. Sebagaimana di Mesir,demikian juga di Andalus
dimasa pemerintahan Hisyam ibn abd. Rahmanya para ulama yang mendapat kedudukan
tinggi menjabat sebagai Hakim Negara adalah mereka yang menganut Madzhab
Maliki sehingga madzhab ini tumbuh subur dan berkembang pesat. (Jawad Mughniyah,
2013: xxvii)
C.
Metode Istinbath Mazhab Hanafi
dan Mazhab Maliki
1.
Metode Istinbath Mazhab Hanafi
Dalam bidang fiqh beliau belajar kepada Hammad bin
Abu Sulaiman pada awal abad kedua hijriah dan banyak belajar pada ulama-ulama
Ttabi’in, seperti Atha bin Abi Rabah dan Nafi’ Maula Ibnu Umar.Mazhab Hanafi
adalah sebagai nisbah dari nama imamnya, Abu Hanifah. Jadi mazhab Hanafi adalah
nama dari kumpulan-kumpulan pendapat-pendapat yang berasal dari Imam Abu
Hanifah dan murid-muridnya serta pendapat-pendapat yang berasal dari para
pengganti mereka sebagai perincian dan perluasan pemikiran yang telah
digariskan oleh mereka yang kesemuanya adalah hasil dari pada cara
dan metode ijtihad ulama-ulama Irak . Maka disebut juga
mazhab Ahlur Ra’yi masa Tsabi’it Tabi’in.
Dasar-dasar Mazhab Hanafi Abu Hanifah dalam
menetapkan hukum fiqh terdiri dari tujuh pokok, yaitu : Al Kitab, As Sunnah,
Perkataan para Sahabat, Al Qiyas, Al Istihsan, Ijma’ dan Uruf. Murid-murid Abu
Hanifah adalah sebagai berikut :a.Abu Yusuf bin Ibrahim Al Anshari b.Zufar bin
Hujail bin Qais al Kufi c.Muhammad bin Hasn bin Farqad as Syaibani d.Hasan bin
Ziyad Al Lu’lu Al Kufi Maulana Al Anshari .
Adapun metodenya dalam Fiqh sebagaimana perkataan
beliau sendiri: “Saya mengambil dari Kitabullah jika ada, jika tidak saya
temukan saya mengambil dari Sunnah dan Metode yang dipakainya itu jika kita
rincikan maka ada sekitar 7 Ushul Istinbath yang digunakan oleh Imam Abu
Hanifah: al-Qur’an; Sunnah, Ijma’, Perkataan Shahabat, Qiyas, Istihsan dan ‘Urf
(Adat).
1. Al-Qur’an, Abu Hanifah memandang al-Qur’an
sebagai sumber pertama pengambilan hukum sebagaimana imam-imam lainnya. Hanya
saja beliau berbeda dengan sebagian mereka dalam menjelaskan maksud (dilalah)
al-Qur’an tersebut, seperti dalam masalah mafhum mukhalafah.
2. Sunnah/Hadits, Imam Abu Hanifah juga memandang
Sunnah sebagai sumber hukum kedua setelah al-Qur’an sebagaimana imam-mam yang
lain. Yang berbeda adalah beliau menetapkan syarat-syarat khusus dalam
penrimaan sebuah hadits (mungkin bisa dilihat di Ushul Fiqh), yang
memperlihatkan bahwa Abu Hanifah bukan saja menilai sebuah hadits dari sisi
Sanad (perawi), tapi juga meneliti dari sisi Matan (isi) hadits dengan
membandingkannya dengan hadits-hadits lain dan kaidah-kaidah umum yang telah
baku dan disepakati.
3. Ijma’, Imam Abu Hanifah mengambil Ijma’
secara mutlak tanpa memilah-milih, namun setelah meneliti kebenaran terjadinya
Ijma’ tersebut.
4. Perkataan Shahabah, metode beliau adalah
jika terdapat banyak perkataan Shahabah, maka beliau mengambil yang sesuai
dengan ijtihadnya tanpa harus keluar dari perkataan Shahabah yang ada itu, dan
jika ada beberapa pendapat dari kalangan Tabi’in beliau lebih cenderung
berijtihad sendiri.
5. Qiyas, belaiu menggunakannya jika mendapatkan
permasalahan yang tidak ada nash yang menunjukkan solusi permasalahan tersebut
secara langsung atau tidak langsung (dilalah isyarah atau thadhammuniyah). Disinilah nampak kelebihan Imam Abu Hanifah
dalam mencari sebab (ilat) hukum.
6. Istihsan, dibandingkan imam-imam yang lain,
Imam Abu Hanifah adalah orang yang paling seirng menggunakan istihsan dalam
menetapkan hukum.
7. Urf, dalam masalh ini Imam Abu Hanifah juga
termasuk orang yang banyak memakai ‘urf dalam masalah-masalah furu’ Fiqh,
terutama dalam masalah sumpah (yamin), lafaz talak, pembebasan budak, akad
dan syarat.
Mazhab Hanafi adalah yang paling dominan di dunia
Islam (sekitar 45%), penganutnya banyak terdapat di Asia Selatan (Pakistan,
India, Bangladesh, Sri Lanka, dan Maladewa), Mesir bagian Utara, Separuh Irak,
Syria, Libanon dan Palestina (campuran Syafi’i dan Hanafi, dan Kaukasia
(Chechnya, Dagestan).
Mazhab Hanafi mulai tumbuh di Kufah ,kemudian
tersebar ke negara-negara Islam bagian Timur Dan sekarang ini mazhab Hanafi
merupakan mazhab resmi di Mesir, Turki, Syiria dan Libanon. Dan mazhab ini dianut sebagian besar
penduduk Afganistan,Pakistan,Turkistan,Muslimin India dan Tiongkok. (Imam Mazhab, http://Id.Wikipedia.Org/Wiki: diakses pada tanggal 29 April 2014, Pukul.
00:20)
2.
Metode Istinbath Mazhab Maliki
Imam Maliki mempunyai kesamaan dengan Imam Abu
Hanafi, ia adalah seorang yang taat ibadah, rajin, sungguh-sungguh dan senang
mempelajari ilmu. Ia adalah seorang ulama besar dalam Ilmu Hadist dan terkadang
kalau meriwayatkan sebuah fatwa ia sangat memperhatikan dan sangat hati-hati
sekali, seperti yang terungkap dalam perkataannya “Saya tidak pernah
meriwayatkan sebuah Hadist, adapun metode istidlal yang digunakan olehnya: “Al-Qur’an,
Sunnah, Ijma’ Ahl Al- Madinah, Fatwa Sahabat, Khabar Ahad Dan Qiyas,
Al-Istihsan, Al-Mashlalah Al- Mursalah, Saad Al-Zara’i, Istishab, Syar’u Man
Qoblana Syar’un Lana”.
Istidlal dan faktor-faktor yang mempengaruhi Imam
Malik dalam menetapkan Hukum Islam, Imam Malik adalah seorang Mujtahid dan ahli
Ibadah sebagaimana halnya Imam Abu Hanifah, karena ketekunan dan kecerdasannya
Imam Malik tumbuh sebagai seorang ulama’ terkemuka terutama dibidang ilmu
hadits dan fiqh.
Metode
Istidlal dalam menetapkan hukum Islam Mazhab (Maliki) ini berpegang pada:
1. Al-Qur'an
2. Hadits Rasulullah yang dipandang sah
3. Ijma'ahlul Madinah. Terkadang menolak
hadits yang berlawanan atau yang tak diamalkan ulama Madinah
4. Fatwa sahabat (sahabat besar fatwa yang
berwujud Hadits yang wajib diamalkan didasarkan pada a- naql)
5. Khabar Ahad dan Qiyas(sesuatu yang datang
dari Rosulallah)
6. Al Ihtisan (beralih dari satu qiyas ke
qiyas lain yang dianggap lebih kuat dilihat dari tujuan syariat ditururnkan).
Imam Maliki
adalah salah satu madzhab atau tokoh ulama’ yang sangat terkenal sebagai
pemikir Islam dibidang Fiqih dan Hadits yang kemudian dewasa ini masih menjadi
kiblat sebagian orang atau komunitas muslim berpijak untuk pengambilan
keputusan hukum Islam yang dianut oleh sekitar 15 % ummat muslim Afrika Utara
dan Afrika Barat, hal ini kaitannya dengan sosok seorang tokoh Islam, karakter
pemikirannya serta karya karyanya yang dapat bertahan hidup sampai dewasa ini.
Di dalam
mengistimbatkan hukum syari’ Imam Malik membuat patokan antara lain :
1.
Nash (kitabulloh dan sunnah rosul yang mutawatir)
2.
Dhohir nash
3.
Dalil nash (mafhum mukhalafah)
4.
Amal perbuatan penduduk madinah
5.
Khobar ahad (yang dirowikan seseorang)
6.
Ijma’
7.
Fatwa salah seorang sahabat
8.
Qiyas
9.
Ihtisan
10. Syadzdari’ah (menutup jalan yang membawa
kerusakan)
11. Mura’atul khilaf (menghormati perselisihan
pendapat)
12. Istihshab (berpegang pada hokum semula)
13. Mashlahah mursalah
14. Syari’at sebelum islam
Dari
patokan-patokan ini dapatlah diketahui system istimbath Imam Malik. Diantaranya yang tidak ditempuh mujtahid
lain adalah :
1. Sunnah
Syarat-syarat
dalam menerima sunnah/al-hadits imam malik tidak membuat syarat yang berat
sebagaimana Imam Abu Hanifah. Imam Malik dapat menerima khobar ahad asalkan
sanadnya shohih atau khasan walaupun berlawanan dengan qiyas ataupun amal
perbuatan rowinya. Syarat yang penting dalam menerima khobar ahad itu tidak
bertentangan dengan amalan penduduk Madinah. Juga orang yang merowikannya dari
kalangan ‘ulama hijaz.
2. Amal perbuatan orang Madinah
Imam Malik
memandang bahwa amalan penduduk Madinah dapat dijadikan hujjah, yakni dapat
dijadikan dalil: malahan beliau mendahulukan atas qiyas dan khobar ahad karena
Imam Malik amal perbuatan ahli Madinah menempati riwayat orang banyak (jama’ah)
dari Rasulullah saw. Sedang riwayat jama’ah dari jama’ah (mutawatir) lebih
utama didahulukan daripada riwayat seorang dari seorang (khobar ahad). Di atas
pandangan inilah Imam Malik bahwa amal perbuatan penduduk Madinah lebih kuat
dari qiyas dan khobar ahad. Pandangan ini mendapat tantangan yang keras dari
para Mujtahidin terutama Imam Syafi’i dan Laits bin Saad dan abu Yusuf.
3. Qoul Shahaby (fatwa salah seorang sahabat)
Fatwa
shahabyyakin fatwa salah seorang shahabat kalau ternyata syah sanadnya, sedang
sahabat tersebut terkenal dari kalangan ‘ulama sahabat dan fatwa nya tidak
bertentangan dengan sunnah Rosul yang shoheh, maka Imam Malik memandang bukan
saja dapat dijadikan dalil malahan didahulukan atas qiyas.
4. Mashlahah mursalah
Yaitu sifat
yang diduga akan membawa kemaslahatan. Sifat mana tidak ada ketegasan dari nash
untuk dianggap atau ditolak, yang oleh karenanya disamakan masholihul mursalah. (Khudlari Bek, 1976: 243-245)
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan makalah tentang metode istimbath mazhab hanafi dan maliki dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengertian Istinbath adalah suatu upaya menggali dan mengeluarkan hukum dari sumber-sumbernya
yang terperinci untuk mencari hukum syara’ yang bersifat zhanni. Sedangkan Pengertian Mazhab adalah pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh
Imam Mujtahid dalam memecahkan masalah, atau mengistinbathkan hukum Islam.
2. Mazhab Hanafi yang didirikan oleh Abu
Hanifah An-Nukhman bin Tsabit bin Zufi At-Tamimi dan sedangkan, Mazhab
Maliki yang didirikan oleh Imam Malik bin Anas.
3. Mazhab Hanafi dalam memfatwakan dan
berpendapat tentang hukum yaitu dengan berdasarkan dan istimbath hukum fiqh
terdiri dari tujuh pokok, yaitu : Al Kitab, As Sunnah, Perkataan para Sahabat,
Al Qiyas, Al Istihsan, Ijma’ dan Uruf. Beliau melihat terlebih dahulu kepada
kitabullah, bila tidak ditemukan dilanjutkan kepada sunnah jika tidak ditemukan
pula dalam sunnah beliau melihat kepada perkataan para sahabat, lalu beliau
menggunakan jalan pikiran untuk mengambil pendapat mana yang sesuai dengan jala
pikiran dan ditiggal mana yang tidak sesuai. Sedangkan, Mazhab Maliki, adapun metode
istidlal atau istimbath hukum yang digunakan olehnya: Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’
Ahl Al- Madinah, Fatwa Sahabat, Khabar Ahad Dan Qiyas, Al-Istihsan,
Al-Mashlalah Al- Mursalah, Saad Al-Zara’i, Istishab, Syar’u Man Qoblana Syar’un
Lana. Jika beliau menjatuhkan hukumnan dalam masalah keagamaan,
dan pada waktu menetapkan buah pikirannya itu bukan dari nash al-qur’an dan
sunnah, maka masing-masing kita disuruh untuk melihat dan memperhatikannya
kembali dengan baik tentang buah fikirannya, terlebih dahulu harus dicocokknya
dengan nash yaitu al-qur’an dan sunnah.
DAFTAR PUSTAKA
Bek, Khudlari.
1976. Tarikh Tasri’al Islami, Attijuariyatul Kubro. Mesir.
M. Zein,
Satria Effendi. 2005. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana.
Jawad
Mughniyah, Muhammad. 2013. Fiqh Iima Mazhab. Jakarta: Lentera Anggota
IKAPI.
Yonggo,
Huzaemah Tahido. 1997. Pengantar Perbandingan Mazhab. Jakarta: Logos.