Tuesday 17 November 2015

Murabahah (Pengertian, Dasar Hukum Rukun, dan Perkembangan Operasional Murabahah)

MURABAHAH

Oleh: Iswahyudi

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Murabahah merupakan salah satu produk bank Islam yang memberikan fasilitas berupa pembiayaan suatu usaha atau proyek dengan sistem pembayaran mark-up (keuntungan/margin).
Murabahah adalah hubungan akad menjual suatu barang dengan harga modal ditambah keuntungan dengan persetujuan bersama. Dengan kata lain, murabahah adalah penjualan dengan tambahan keuntungan.
Telah kita ketahui bahwa bahwa uang yang dikelola pihak bank Islam biasanya bersal dari uang umat Islam, yang diperuntukkan bagi masyarakat yang benar-benar membutuhkan. Masyarakat memercayakan bank Islam untuk mengelola dananya dengan harapan dapat memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Keuntungan tersebut sebagian diberikan kepada pemilik modal, sebagian dikelola kembali, dan sebagian yang lain untuk membiayai usaha masyarakat  yang membutuhkan.
Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis akan menerangkan dan membahas mengenai beberapa aspek yang menyangkut tentang murabahah.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas ditemukan beberapa permasalahan, diantarannya Sebagai berikut:
1.      Apa pengertian dari murabahah?
2.      Apa sajakah dasar hukum dari murabahah?
3.      Apa sajakah rukun dan syarat murabahah?
4.      Bagaimanakah perkembangan operasional murabahah?


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Murabahah
Secara bahasa, murabahah bersal dari kata ribh yang bermakna tumbuh dan berkembang dalam perniagaan.[1] Sedangkan menurut istilah murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Pembayaran atas akad jual beli dapat dilakukan secara tunai maupun kredit. Hal yang membedakan murabahah dengan jual beli lainnya adalah penjual harus memberitahukan kepada pembeli harga barang pokok yang dijualnya serta jumlah keuntungan yang diperoleh.
Penjualan dapat dilakukan secara tunai atau kredit , jika secara kredit harus dipisahkan antara keuntungan dan harga perolehan .Keuntungan tidak boleh berubah sepanjang akad , kalau terjadi kesulitan bayar dapat dilakukan restrukturisasi dan kalau kesulitan bayar karma lalai dapat dikenakan denda. Denda tersebut akan dianggap sebagai dana kebajikan . Uang muka juga dapat diterima , tetapi harus dianggap sebagai pengurang piutang.[2]
Murabahah didefinisikan oleh para Fugaha sebagai penjualan seharga biaya/harga pokok (cost) barang tersebut ditambah mark-up atau margin keuntungan yang disepakati. Karakteristik murabahah adalah bahwa penjual harus memberitahu pembeli mengenai harga pembelian produk dan menyatakan jumlah keuntungan yang ditambah pada biaya (cost) tersebut.
Dalam daftar istilah buku himpunan fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan murabahah (DSN, 2003:311) adalah menjual suatu barang dengan menegaskan belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan lebih sebagai laba. Sedangkann dalam PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah paragraph 52 dijelaskan bahwa murabahah adalah jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
Murabahah adalah perjanjian jual-beli antara bank dengan nasabah. Bank syariah membeli barang yang diperlukan nasabah kemudian menjualnya kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati antara bank syariah dan nasabah.
Murabahah, dalam konotasi Islam pada dasarnya berarti penjualan. Satu hal yang membedakannya dengan cara penjualan yang lain adalah bahwa penjual dalam murabahah secara jelas memberi tahu kepada pembeli berapa nilai pokok barang tersebut dan berapa besar keuntungan yang dibebankannya pada nilai tersebut. Keuntungan tersebut bisa berupa lump sum atau berdasarkan persentase.[3]

B.     Dasar Hukum Murabahah
[4]Dasar hukum diperkenankannya melakukan murabahah adalah sebagai berikut:
·         Al-Qur’an Surat Al-Hadid/ 57: 11
مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ وَلَهُ أَجْرٌ كَرِيمٌ
11.  Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, Maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak.

·         Sunnah Nabi Muhammad Saw.      
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْ مِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَا مَةِ .   مسلم
Barang siapa menghilangkan salah satu kesulitan dunia dari saudarannya maka Allah akan menghilangkan darinya salah satu kesulitan pada hari kiamat. (H.R. Muslim dari Abu Hurairah: 4867)

·         Qur’an Surah An-Nisa’/4 : 29
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
29.  Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu[287]; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.

[287]  larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain, sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, Karena umat merupakan suatu kesatuan.

·         Qur’an Surah Al-Baqarah/2 : 275
وَاَحَلَّ اللهً الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَواج
Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba’.
Dalam ayat ini, Allah mempertegas legalitas dan keabsahan jual beli secara umum, serta menolak dan melarang ribawi. Berdasarkan ketentuan ini, jual beli murabahah mendapat pengakuan dan legalitas dari syariah, dan sah untuk dioprasionalkan  dalam praktik pembiayaan bank syariah karena ia merupakan salah satu bentuk jual beli dan tidak mengandung unsur ribawi.
Dalam hadits disebutkan riwayat dari Abu Said al-Khudri bahwa Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka”. (H.R. Al-Baihaki dan Ibnu Majah). Sabda yang lain: “ Ada tiga hal yang mengandung berkah, jual beli tidak secara tunai, muqaradhah (mudharabah) dan mencampur gandum dengan jewawat untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual”. (HR. Ibnu Majah).
Hadits diatas memberikan prasyarat bahwa akad jual beli murabahah harus dilakukan dengan adanya kerelaan masing-masing pihak ketika melakukan transaksi. Segala ketentuan yang terdapat jual beli beli murabahah, seperti penetuan harga jual, margin yang diinginkan, mekanisme pembayaran, dan lainnya, harus terdapat persetujuan dan kerelaan antara pihak nasabah dan bank, tidak bisa ditentukan secara sepihak.[5]

C.     Rukun dan Syarat Murabahah
1.      Rukun Murabahah
Adapun menurut Jumhur Ulama ada 4 rukun dalam murabahah, yaitu:
1)      Orang yang menjual (Ba’i)
Yaitu pihak yang memiliki barang untuk dijual atau pihak yang ingin menjual barangnya. Dalam transaksi pembiayaan murabahah di perbankan syariah merupakan pihak penjual.
2)      Orang yang membeli (Musytari)
Yaitu pihak yang membutuhkan dan ingin membeli barang dari penjual, dalam pembiayaan murabahah nasabah merupakan pihak pembeli.
3)      Sighat atau ijab qabul atau serah terima, dan
Yaitu sebagai indicator saling ridha antara kedua pihak (penjual dan pembeli) untuk melakukan transaksi.
4)      Barang atau sesuatu yang diakadkan
Yaitu barang yang diperjual belikan. Barang tersebut harus sudah dimiliki oleh penjual sebelum dijual kepada pembeli, atau penjual menyanggupi untuk mengadakan barang yang diinginkan pembeli.[6]

2.      Syarat Murabahah
Adapun syarat murabahah sebagai berikut:
1.        Pihak yang berakad, yaitu Ba'i' dan Musytari harus cakap hukum atau balik (dewasa), dan mereka saling meridhai (rela).
2.        Khusus untuk Mabi' persyaratanya adalah harus jelas dari segi sifat jumlah, jenis yang akan ditransaksikan dan juga tidak termasuk dalam kategori barang haram.
3.      Harga dan keuntungan harus disebutkan begitu pula sistem pembayarannya, semuanya ini dinyatakan didepan sebelum akad resmi (ijab qabul) dinyatakan tertulis.[7]

Sedangkan syarat untuk jual beli al-murabahah menurut Syafi’I Antonio adalah sebagai berikut.
1.      Penjual memberitahu biaya modal kepada nasabah.
2.      Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan.
3.      Kontrak harus bebas dari riba.
4.      Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian.
5.      Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembeli, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang

Secara prinsip, jika syarat dalam 1, 4, atau 5, tidak terpenuhi pembeli memiliki pilihan.
a)      Melanjutkan pembelian seperti apa adanya.
b)      Kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan atas barang yang dijual.
c)      Membatalkan kontrak.[8]

D.    Perkembangan Operasional Murabahah
  Awalnya transaksi murabahah adalah transaksi jual beli sederhana yaitu dalam murabahah dengan kerelaan penjual memberi tahu kepada pembeli berapa nilai pokok barang tersebut dan berapa besar keuntungan yang dibebankannya pada nilai tersebut. Akan tetapi seiring dengan perkembangan zaman, murabahah mengalami perkembangan.

·         Beberapa hal yang menunjukkan perkembangan tersebut antara lain :
 Awalnya transaksi murabahah dilakukan tanpa melalui pihak ketiga atau pesanan.
1.        Murabahah yang dibayar secara kredit/hutang.
2.        Murabahah dengan jaminan.
3.         Murabahah yang dilakukan dengan barang yang belum ada. 
Hal tersebut menunjukkan bahwa suatu akad, dalam hal ini murabahah berkembang sesuai dengan dinamika zaman. Akan tetapi meskipun mengalami perkembangan karakteristik dari jual beli ini harus tetap ada sebagai ciri yang membedakannya dengan jenis jual beli lainnya.
·         Fatwa-fatwa MUI mengenai Murabahah :

›  FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL NO: 13/DSN-MUI/IX/2000 Tentang UANG MUKA DALAM MURABAHAH  menyatakan bahwa :
›  Dalam akad pembiayaan murabahah, Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) dibolehkan untuk meminta uang muka dengan jumlah sesuai kesepkatan. Jika nasabah membatalkan akad maka kerugian yang ditanggung LKS diambil dari uang muka tersebut, apabila uang muka berlebih maka kelebihannya harus dikembalikan kepada nasabah namun apabila kurang, LKS boleh meminta kekurangan kepada nasabah.

›  FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL NO: 16/DSN-MUI/IX/2000 Tentang DISKON DALAM MURABAHAH menyatakan bahwa:
›  Jika dalam jual beli murabahah LKS mendapat diskon dari supplier maka harga sebenarnya adalah harga setelah diskon sehingga diskon adalah hak nasabah dan jika pemberian diskon terjadi setelah akad maka pembagian diskon dilakukan berdasarkan perjanjian yang dimuat dalam akad.


›  FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL NO: 23/DSN-MUI/IX/2000 Tentang POTONGAN PELUNASAN DALAM MURABAHAH menyatakan bahwa :
›  LKS boleh memberi potongan sebesar kebijakan LKS atas pembelian nasabah apabila nasabah melunasi pembayaran tepat waktu/ lebih cepat dengan syarat tidak diperjanjikan dalam akad

›  FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL NO: 46/DSN-MUI/IX/2000 Tentang POTONGAN TAGIHAN MURABAHAH  menyatakan bahwa :
›  LKS boleh memberi potongan sebesar kebijakan LKS atas pembelian nasabah apabila nasabah mencicil pembayaran tepat waktu dan nasabah mengalami penurunan kemampuan pembayaran dengan syarat tidak diperjanjikan dalam akad.

›  FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL NO: 47/DSN-MUI/IX/2000 Tentang RESCHEDULING HUTANG MURABAHAH  menyatakan bahwa :
›  LKS boleh mengatur kembali jadwal pembayaran hutang murabahah bagi nasabah yang tidak bisa menyelesaikan/melunasi hutangnya sesuai jumlah dan waktu yang telah disepakati, dengan ketentuan:
›  Tidak menambah jumlah hutang yang tersisa;
Pembebanan biaya dalam proses rescheduling adalah biaya riil;
  Perpanjangan masa pembayaran harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.

›  FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL NO: 48/DSN-MUI/IX/2000 Tentang PENYELESAIAN MURABAHAH menyatakan bahwa :
›  LKS boleh melakukan penyelesaian murabahah bagi nasabah yang tidak bisa melunasi pembiayaannya sesuai jumlah dan waktu yang telah disepakati, dengan nasabah melunasi sisa hutangnya kepada LKS dari hasil penjualan dan apabila masih belum cukup maka LKS dapat menjual jaminan nasabah yang ada pada LKS untuk pelunasan hutang tersebut.
›  FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL NO: 48/DSN-MUI/IX/2000 Tentang RECONDITIONING MURABAHAH menyatakan bahwa :
›  LKS boleh melakukan reconditioning (membuat akad baru) bagi nasabah yang tidak bisa menyelesaikan/melunasi pembiayaan murabahahnya sesuai jumlah dan waktu yang telah disepakati, tetapi masih memiliki prospektif setelah akad sebelumnya dihentikan dengan menjual obyek murabahah kepada LKS dengan harga pasar untuk melunasi hutang atau dengan LKS menyewakan obyek ex-murabahah yang telah dibeli kepada nasabah ex-murabahah dengan merujuk kepada fatwa DSN No. 27/DSNMUI/ III/2002 Tentang Al Ijarah Al-Muntahiyah Bi Al-Tamlik.[9]


BAB III
PENUTUP

B.     Kesimpulan
Dari pembahasan makalah tentang murabahah, dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut:
1.      murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Pembayaran atas akad jual beli dapat dilakukan secara tunai maupun kredit.
2.      Adapun dasar hukum diperkanankannya murabahah yaitu Qur’an Surah Al-Hadid ayat 11, QS. An-Nisa’ ayat 29, QS. Al-Baqarah ayat 275 dan hadits H.R. Muslim dari Abu Hurairah: 4867 serta HR. Ibnu Majah.
3.       Menurut Jumhur Ulama ada 4 rukun dalam murabahah, yaitu Orang yang menjual(ba'I'),orang yang membeli(musytari),Sighat dan barang atau sesuatu yang diakadkan. Dan syarat murabahah yaitu pihak yang berakad, yaitu ba'i' dan musytari harus cakap hukum, khusus untuk mabi' persyaratanya adalah harus jelas dari segi sifat jumlah, dan harga dan keuntungan harus disebutkan begitu pula sistem pembayarannya.
4.      Perkembangan operasional murabahah awalnya operasionalnya sangat sederhana yaitu dalam murabahah dengan kerelaan penjual memberi tahu kepada pembeli, tetapi dengan perubahan zaman murabahah pun berkembang seperti murabahah yang dibayar secara kredit/hutang, murabahah dengan jaminan, murabahah yang dilakukan dengan barang yang belum ada.

 DAFTAR PUSTAKA

Ajaj Al-Khatib, Muhammad. 2003. Ushul Al-Hadits Terj. H.M. qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Qosim, M Rizal. 2009. Pengamalan Fiqh.  Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Sohran, Sohari & Abdulllah, Ru’fah. 2011. Fiqh Muamalah. Bogor: Ghali Indonesia Anggota Ikapi.
Yayasan Pendidikan Pengembangan Perbankan dan LKS. 1999. Jakarta: Muamalat Institute.
Wiroso. 2005. Jual Beli Murabahah. Yogyakarta: UII Press.
Wasilah, Sri Nurhayati. 2008. Akutansi Syari;ah di Indonesia. Jakarta: Salemba 4.
Alina, Alin Alien. 2012. Perkembangan Operasional Murabahah, diakses dari http://verdiverdian.blogspot.com/2012/07/perkembangan-operasional-murabahah.html, pada tanggal 29 September 2013 pukul 22.47.
Anisykurlillah, Kajian Muamalah Berbagi Informasi Berkenaan Ekonomi Islam, diakses dari http://caknenang.blogspot.com/2010/12/rukun-dan-syarat-aqad-murabahah-dan.html, pada tanggal 29 September 2013 pukul 22.30.



[1] Sohari Sohran & Ru’fah Abdullah, Fiqh Muamalah, (Bogor: Ghali Indonesia Anggota Ikapi, 2011), hlm.81.
[2] Sri Nurhayati Wasilah, Akutansi syari’ah di Indonesia, (Jakarta: Salemba 4, 2008), hlm. 176.
[3] Wiroso, Jual Beli Murabahah, (Yogyakarta: UII Press, 2005), hlm 1-2
[4] M Rizal Qosim, Pengalaman Fiqh, (Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri,2009), hlm. 115.
[5] Sohari Sohran & Ru’fah Abdullah, Op. cit., hlm. 92.
[6] Wiroso, Op. cit., hlm. 16.
[7] Yayasan Pendidikan Pengembangan Perbankan dan LKS, (Jakarta: Muamalat Institute, 1999), hlm.                             42.
[8] Anisykurlillah, Kajian Muamalah Berbagi Informasi Berkenaan Ekonomi Islam, diakses dari http://caknenang.blogspot.com/2010/12/rukun-dan-syarat-aqad-murabahah-dan.html, pada tanggal 29 September 2013 pukul 22.30.
[9] Alin Alien Alina, Perkembangan Operasional Murabahah, diakses dari http://verdiverdian.blogspot.com/2012/07/perkembangan-operasional-murabahah.html, pada tanggal 29 September 2013 pukul 22.47.
loading...