SHALAT JUMAT & PENYELENGGARAAN JENAZAH
Oleh: Iswahyudi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan umat Islam, dalam satu minggu terdapat satu hari dimana orang
Islam laki-laki diwajibkan untuk menjalankan shalat berjama’ah di mesjid yaitu
pada hari Jum’at. Oleh sebab itu, penyusun mencoba memaparkan masalah tentang
shalat Jum’at dan tata caranya.
Tak bisa dipungkiri, setiap yang bernyawa pasti mati. Kita sebagai muslim yang
taat mempunyai kewajiban untuk mengurus jenazah saudara kita seperti yang
diajarkan oleh Nabi SAW. Di makalah ini penyusun mencoba menjelaskan tentang
kewajiban kita mengurus jenazah dan tata caranya.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dipakai oleh penyusun adalah:
1. Shalat Jum’at :
a. pengertian shalat Jum’at,
b. hukum shalat Jum’at dan
dasar hukumnya,
c. syarat-syarat mendirikan
shalat Jum’at,
d. sunnat Jum’at,
e.
khutbah Jum’at.
2. Penyelenggaran jenazah :
a.
memandikan mayit,
b.
mengkafani mayat,
c.
shalat jenazah,
d.
menguburkan mayit.
BAB II
PERMBAHASAN
A. Shalat Jum’at
1. Pengertian Shalat Jum’at
Shalat Jum’at adalah shalat fardhu dua rakaat yang dikerjakan pada waktu Zhuhur
sesudah dua khutbah. Orang yang telah mengerjakan shalat jum’at, tidak
diwajibkan mengerjakah shalat Zhuhur lagi.
2.
Hukum Shalat Jum’at dan Dasar Hukumnya
Shalat Jum’at hukumnya fardhu ‘ain bagi setiap muslim yang
mukallaf, laki-laki, merdeka, sehat, dan bukan musafir serta dikerjakan secara
berjama’ah. Sebagaimana firman Allah SWT:
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ
رَسُولاً مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ
الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا مِن قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ ﴿٢﴾
Artinya : Hai orang-orang
beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu
kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih
baik bagimu jika kamu mengetahui. (Al-Jumu’ah: 9)
رُوَاحُ الْجُمُعَةِ وَاجِبٌُ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ (متفق اليه)
Arinya :
Pergi (ke tempat shalat) jum’at itu wajib atas tiap-tiap orang yang telah
dewasa.
Ada empat golongan yang tidak dikenakan kewajiban melakukan shalat Jum’at yaitu
: hamba sahaya, perempuan, anak-anak dan orang sakit. Hal ini ditegaskan oleh
Rasulullah SAW dalam haditsnya :
الْجُمُعَةِ وَاجِبَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ اِلاَّ عَلَى اَرْبَعَةٍ
عَبْدٍ مَمْلُوْكٍ وَامْرَاَةٍ وَصَبِيٍّ وَمَرِيْضٍ (رواه ابوا داود)
Artinya : Shalat Jum’at
itu wajib atas setiap muslim, kecuali 4 golongan yaitu hamba sahaya, perempuan,
anak-anak dan orang sakit. (H.R Abu Daud)[1]
Selain itu hal-hal yang merupakan uzur jama’ah, juga dipandang sebagai uzur
dalam melaksanakan shalat Jum’at.
Orang tua bangka dan orang lumpuh, tetap wajib melakukan shalat Jum’at jika
mereka mendapatkan pengangkutan, walaupun dengan menyewa ataupun meminjam.
Begitu juga dengan orang buta juga tetap wajib melakukan shalat Jum’at bila ia
dapat berjalan sendiri tanpa kesulitan atau ada orang yang menuntunnya,
sekalipun dengan upah.
Dan bagi orang yang mampu mengerjakannya kemudian ia tinggalkan maka akan dicap
sebagai orang yang munafik, Nabi bersabda :
مَنْ تَرَكَ ثَلاَثَ جُمَعٍ تَهَاوُنًا طَبَعَ اللهُ عَلَى
قُلُوْبِهِمْ (رواه ابوا داود والترمليذى)
Artinya : Barang siapa
meninggalkan shalat Jum’at tiga kali karena menganggapnya enteng, niscaya Allah
akan menutup mata hatinya. (H.R. Abu Daud dan Tirmidzy)[2]
3. Syarat-Syarat Mendirikan Shalat Jum’at
Untuk sahnya melakukan shalat Jum’at harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut :
a.
diadakan dilingkungan bangunan tempat tinggal tetap (wathan);
b.
dilakukan dengan berjama’ah tidak boleh kurang dari 40 orang;
c.
dilakukan pada waktu Zhuhur, dalilnya adalah :
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يٌصَلِّى الْجُمُعَةَ
حِيْنَ تَزُوْلُ الشَّمْسِ (رواه بخارى)
Artinya : Rasulullah SAW
melaksanakan shalat Jum’at ketika matahari tergelincir. (H.R. Bukhari).
كُنَّا نُصَلِِّى مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ الْجُمُعِةَ اِذَا زَالَتِ الشَّمْسِ ثُمَّ نَرْجِعُ فَنَتْبَعُ
الْفَيْءَ اَيْ ظِلَّ الحيطان
Artinya : Kami shalat
dengan Rasulullah SAW ketika matahari tergelincir, kemudian kami pulang dengan
mengikuti bayang-bayang tembok. (H.R. Muslim).
d. dua khutbah sebelum shalat;
Keharusan khutbah pada shalat Jum’at itu dapat diketahui dari
hadits Jabir Ibn Samurah ra:
اَنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَخْطُبُ يَوْمَ
الْجُمُعَةِ خُطْبَتَيْنِ يَجْلِسُ بَيْنَهُمَا وَكَانَ يَخْطُبُ قَائِمًا
Artinya : Bahwasanya Rasulullah
SAW selalu berkhutbah dua kali pada hari Jum’at, duduk di antara keduanya, dan
ketika berkhutbah dengan berdiri.
4.
Sunnat Jum’at
Sunnat-sunnat Jum’at antara lain:
a. mandi;
Orang yang akan melakukan shalat Jum’at disunnahkan mandi sesuai dengan anjuran
Nabi SAW dalam haditsnya :
اِذَا اَتَى اَحَدُكُمُ الْجُمُعَةَ فَلْيَغْتَسِلْ
Artinya : Apabila
seseorang kamu akan mendatangi shalat Jum’at maka hendaklah ia mandi. (H.R.
Syaikhani).
مَنْ تَوَضَّأَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَبِهَا وَنعمت وَمَنِ اغْتَسَلَ
فَالْغُسْلُ اَفْضَلُ
Arinya :
Barang siapa berwudhu’ pada hari Jum;at maka itu sudah baik, namun siapa yang
mandi maka itu lebih baik.
b.
membersihkan tubuh dari segala bau yang tidak enak:
c.
memotong kuku dan kumis;
d.
memakai pakaian yang terbaik (terutama yang putih);
e.
memakai wangi-wangian;
f.
berdiam diri sambil mendengarkan khutbah.
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum berkata-kata pada waktu imam
menyampaikan khutbah, Imam Malik dan Abu Hanifah mengatakan hukumnya haram
berdasarkan :
1)
ayat
Al-Qur’an :
Artinya : Dan apabila
dibacakan Al-Qur’an maka dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan
tenang. (Al-A’raf: 204)
2)
Hadits
:
اِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَاْلاِمَامُ يَخْطُبُ
اَنْصِتْ فَقَدْ لَغَوْتَ
Artinya : Bila engkau
mengatakan ‘diamlah’ kepada temanmu di hari Jum’at, ketika imam sedang
berkhutbah, maka sesungguhnya engkau telah berbuat sia-sia. (H.R. Bukhari).
Sedangkan Imam Syafi’I dalam Qawl Jadid-nya berpendapat bahwa berdiam diri itu
adalah sunnah dan tidak haram berkata-kata pada saat khutbah berlangsung.
5. Khutbah Jum’at
Shalat Jum’at ialah perkataan yang mengandung mau’izhah dan tuntunan ibadah
yang diucapkan oleh khatib dengan syarat yang telah ditentukan syara’ dan
menjadi rukun untuk memberikan pengertian para hadirin, menurut rukun dari
shalat Jum’at.
Khutbah Jum’at terbagi menjadi dua yang antara keduanya diadakan waktu istirahat
yang pendek dan khutbah ini dilakukan sebelum shalat.[3]
Adapun syarat-syarat dua khutbah Jum’at ada tiga belas.
a.
Yang berkhutbah harus laki-laki.
b.
Yang berkhutbah bukan orang yang tuli, yang tidak dapat mendengar sama sekali.
c.
Khutbah harus dilakukan dalam bangunan yang digunakan shalat Jum’at.
d.
Suci dari hadas besar dan hadas kecil.
e.
Badan, pakaian dan tempat khatib harus suci dari najis.
f.
Menutup aurat.
g.
Berdiri di waktu melakukan khutbah itu bagi yang berkuasa.
h.
Duduk antara dua khutbah dengan istirahat yang pendek.
i.
Berturut-turut antara kedua khutbah itu dengan shalat.
j.
Berturut-turut antara kedua khutbah itu dengan shalat.
k.
Suaranya keras sehingga dapat didengar oleh paling sedikit 40 orang pengunjung
mesjid.
l.
Khutbah dilakukan di waktu Zhuhur.
m.
Rukun-rukun khutbah itu harus dengan bahasa Arab.
Adapun rukun-rukun khutbah Jum’at ada 6.
a. Memuji Allah pada tiap-tiap permulaan dua khutbah,
sekurang-kurangnya membaca hamdalah.
b. Mengucapkan shalawat atas Rasulullah SAW dalam kedua
khutbah itu, sekurang-kurangnya, وَالصَّلاَةُ عَلَى الرَّسُوْلِ , artinya “Dan
shalawat atas Rasulullah SAW”.
c. Membaca syahadatain (dua kalimat syahadat).
d. Berwasiat dengan taqwallah, yakni menganjurkan agar
taqwa kepada Allah pada tiap-tiap khutbah, sekurang-kurangnya اِتََّّقََُوااللهَartinya
takutlah kamu kepada Allah.
e. Membaca ayat Al-Qur’an barang seayat di salah satu
kedua khutbah itu dan lebih utama di dalam khutbah yang pertama.
f. Memohonkan ampunan bagi kaum muslimin dan muslimat,
mukminin dan mukminat.
Adapun sunat-sunat khutbah Jum’at antara lain.
a. Khatib berdiri di atas mimbar atau tempat yang
tinggi.
b. Memberi salam kepada hadirin dan menghadap
kepada yang hadir.
c. Khatib berpegang sebuah tongkat atau panah dan
atau yang serupa dengan itu.
d. Duduk istirahat sejenak sesudah mengucapkan
salam.
e. Hendaklah fasih dan keras suaranya, agar yang
mendengarkannya paham akan kata-kata yang diucapkan.
f. Hendaklah khutbah itu lebih pendek dari
shalat.
g. Khutbah hendaknya disudahi dengan permohonan
ampunan kepada Allah, dan yang lebih pada khutbah kedua.
h. Supaya jangan ada seorangpun yang berkata-kata ketika khutbah sedang dibaca.
i. Supaya khatib masuk ke mesjid ketika
khutbah akan dimulai dan gugurlah dari padanya sunat tahyat mesjid.
B.
Penyelenggaraan Jenazah
Kewajiban muslimin terhadap saudara-saudaranya yang meninggal dunia ada 4
perkara, yaitu :
a. memandikannya,
b. mengkafaninya,
c. menshalatkannya,
d. menguburkannya.
Adapun penjelasan mengenai penyelenggaraan jenazah ialah sebagai
berikut:
1. Memandikan Mayit
a. Syarat-syarat mayit yang dimandikan
1.
Mayit itu seorang Islam.
2.
Ada tubuhnya walau sedikit.
3.
Meninggal bukan karena mati syahid.
b. Cara-cara memandikan mayit
Cara memandikan mayit yang perlu diperhatikan sebagai berikut. Pertama-tama
dibersihkan terlebih dahulu segala najis yang ada pada badannya. Kemudian
meratakan air ke seluruh tubuhnya dan sebaik-baiknya 3 kali atau lebih jika
dianggap perlu. Siraman yang pertama dibersihkan dengan sabun, yang kedua
dengan air bersih dan yang ketiga dengan air yang bercampur dengan kapur barus.
Beberapa riwayat yang shahih, Nabi SAW bersabda sebagai berikut : “Mulailah
oleh kamu dengan bagian badan sebelah kan dan anggota wudhu’nya”.
Sabda Nabi SAW selanjutnya :
عَنِ ابْنِ عَبَّاسِ اَنَّ النِّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ فِى الَّذِى سَقَطَ عَنْ رَاحِلَتِهِ فَمَاتَ اِغْسِلُوْهَ
بِمَاءٍ وَسِدْرٍ (رواه بخارى ومسلم(
“Dari Ibnu Annas ra berkata, bersabda Rasulullah SAW perihal orang
yang meninggal dunia jatuh dari atas ontanya : “Mandikanlah dia dengan air dan
dengan sidir (bidara)”. (H.R. Bukhari dan Muslim)
c. Mayat yang haram dimandikan
1. Orang mati syahid yaitu orang yang mati di medan
perang untuk menegakkan / membela agama Allah dan mayat ini haram pula untuk
dishalatkan.
2. Orang kafir dan munafik.
Kafir ialah orang yang terang-terangan mengingkari ajaran Islam,
sedang munafik adalah orang yang lahirnya beragama Islam tetapi batinnya
memusuhi Islam. Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an :
Artinya : “Dan janganlah
sekali-kali engkau melakukan shalat atas seorang di antara mereka (kafir dan
munafiq) yang mati”. (Q.S. At-Taubah: 84)[9]
d. Mati bunuh diri
Pendapat para ulama, orang yang meninggal karena bunuh diri, tidak melakukan
shalat atasnya, melainkan cukuplah dikuburkan saja mayatnya. Hal ini sesuai
dengan sabda Nabi SAW :
عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةِ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : اُتِيَ
النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِرَجُلٍ قَتَلَ نَفْسَهُ فَلَمْ
يُصَلِّ عَلَيْهِ (رواه مسلم وابو داود)
Artinya : “Dari Jabir bin
Samurah ra, berkata ia : pernah didatangkan kepada Nabi SAW seorang
laki-laki yang mati karena membunuh diri dengan anak panahnya. Maka tidak
dilakukan shalat atasnya oleh Rasulullah. (H.R. Muslim dan Abu Daud)
e. Aturan memandikan mayat.
1.
Mayat laki-laki dimandikan oleh laki-laki dan sebaliknya mayat wanita
dimandikan pula oleh wanita, kecuali muhrimnya laki-laki diperbolehkan.
2.
Sebaiknya orang yang memandikan keluarga yang terdekat.
3.
Suami boleh memandikan istrinya dan sebaliknya.
4.
Yang memandikan tidak boleh menceritakan tentang cacat tubuh mayat itu andai
kata ia bercacat.
2. Mengkafani Mayat
Setelah mayat dimandikan dengan cukup sempurna, maka fardhu kifayah bagi
tiap-tiap orang yang hidup mengkafaninya. Mengkafani mayat sedikitnya dengan
selapis kain yang dapat menutup seluruh tubuhnya.
Disunatkan bagi mayat laki-laki dikafani sampai 3 lapis kain, tiap-tiap lapis
dari kafan itu hendaknya dapat menutupi seluruh tubuhnya. Mayat laki-laki
menggunakan lima lapis kain, maka sesudah 3 lapis ditambah dengan baju kurung
dan sorban.
Mayat wanita disunatkan lima lapis masing-masing berupa sarung, baju, kerudung,
dan dua lapis yang menutup seluruh tubuhnya.
Kain yang disunatkan untuk kain kafan ialah kain yang halal dipakainya sewaktu
hidupnya dan disunatkan dengan kain yang berwarna putih dan baru pula, serta
diberi wangi-wangian.
Nabi bersabda :
عَنِ ابْنِ عَبَّاسِ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ اَنَّ النِّبِىِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : اَلْبِسُوْا مِنْ ثِيَابِكُمُ البَيْضَا
فَاِنَّهَا مِنْ خَيْرٍ ثِيَاِبكُمْ وَكَفِّنُوْا فِيْهَا مَوْتِكُمْ
Artinya : Dari Ibnu
‘Abbas ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : “Pakaian diantara kainmu yang
putih adalah sebaik-baik kain, dan kafanilah mayitmu dengan kain yang putih”.
Kalau kain putih tidak ada, maka boleh mengkafani mayit dengan kain apa saja yang
dapat digunakan untuk mengkafaninya, kemudian dishalatkannya.
3. Shalat Jenazah
a. Syarat-syarat shalat jenazah
1. Shalat mayit/jenazah seperti halnya dengan shalat
yang lain, yaitu harus menutup aurat, suci dari hadats besar dan kecil, bersih
badan, pakaian dan tempatnya serta menghadap kiblat.[5]
2. Mayit sudah dimandikan dan dikafani.
3. Letak mayit disebelah kiblat orang yang
menyembahyangkan kecuali kalau shalat yang dilakukan di atas kubur atau shalat
gaib.
b. Rukun shalat mayit
1.
Niat.
2.
Berdiri bagi yang kuasa (kuat).
3.
Takbir empat kali.
4.
Membaca fatihah.
5.
Membaca shalawat atas Nabi.
6.
Mendoakan mayit
7.
Memberi salam
c. Cara
mengerjakan shalat mayit
Shalat jenazah dapat dilakukan di atas seorang mayit atau beberapa orang mayit
sekalipun.
Seorang mayit boleh pula dilakukan berulang kali shalat. Misalnya mayit sudah
dishalatkan oleh sebagian orang, kemudian datanglah beberapa orang lagi untuk
menyalatkannya dan seterusnya.
Jika shalat dilakukan berjamaah, maka imam berdiri menghadap kiblat, sedang
ma’mum berbaris di belakangnya. Mayit diletakkan dengan melintang dihadapan
imam dan kepalanya di sebelah kanan imam. Jika mayit laki-laki hendaknya imam
berdiri menghadap dekat kepalanya, dan jika mayit wanita, imam menghadap dekat
perutnya.
Shalat jenazah tidak dengan ruku dan sujud serta tidak dengan adzan dan iqamat.
Rukun-rukun
sembahyang yaitu :
1. niat;
2. berdiri;
3. takbir empat kali;
4. membaca surah al-Fatihah;
5. membaca shalawat atas nabi, sekurang-kurangnya اَللَّهُمَّ صَلِّى عَلَى مُحَمَّدٍ;
6. membaca do’a;
7. salam.[6]
4. Menguburkan mayit
Dalam mengubur mayit perlu
diperhatikan :
1. pembuatan liang kubur sekurang-kurangnya jangan
sampai bau busuk mayit keluar, dan jangan sampai dibongkar oleh binatang;
2. wajib membaringkan mayit di atas lambung kanan;
3. menghadapkan muka ke kiblat, muka dan ujung kaki
jenazah itu harus mengenai tanah dan perlu dilepaskan kain kafan yang membalut
muka dan telapak kakinya serta melepaskan semua ikatan tali-tali pada tubuh
jenazah itu;
4. mengubur mayat itu tidak diperbolehkan pada waktu
malam, kecuali dalam keadaan darurat.
Penjelasan tentang liang lahat.
1. Liang lahat ialah liang yang digali serong ke
kiblat, yang mana liang tersebut kira-kira dapat memuat mayat kemudian ditutup
dengan papan atau bambu.
2. Jika tanah yang digunakan untuk mengubur mayat itu
mudah runtuh karena bercampur pasir, maka lebih baik dibuat lubang tengah :
yaitu lubang kecil di tengah-tengah kubur, kira-kira dapat membuat mayat itu
saja kemudian ditutup dengan papan atau sebagainya.
3. Kubur itu perlu ditinggikan sedikit tanahnya dengan
bentuk mendatar. Tidak usah didirikan di atasnya sesuatu bangunan dan tak usah
dikapur, karena kedua hal itu makruh.
4. Tidak boleh dua jenazah atau lebih dikubur dalam
satu lubang kubur, kecuali karena dalam keadaan darurat.
5. Diwaktu mayat diturunkan keliang kubur disunatkan
membaca :
بِسْمِ اللهِ وَعَلَى مِلَّةِ رَسُوْلِ اللهِ
Artinya : “Dengan nama
Allah dan atas tuntutan agama Rasulullah”.
6. Jika mayat
telah selesai dikuburkan, maka disunatkan menyirami kubur itu dengan air. [7]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam shalat Jum’at yang diwajibkan atas orang muslim laki-laki, ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan, syarat-syarat shalat Jum’at, terutama
syarat-syarat Jum’at. Syarat-syarat shalat Jum’at yaitu : diadakan dilingkungan
bangunan tempat tinggal tetap (wathan), dilakukan dengan berjama’ah tidak boleh kurang dari 40 orang, dilakukan pada waktu
Zhuhur, dan dua khutbah sebelum shalat. Sedang sunat shalat Jum’at adalah :
mandi, membersihkan tubuh dari segala bau yang tidak enak, memotong kuku dan
kumis, memakai pakaian yang terbaik (terutama yang putih), memakai
wangi-wangian, dan berdiam diri sambil mendengarkan khutbah.
Penyelenggaran jenazah ada 4 kewajiban yang harus kita penuhi, yaitu :
memandikannya, mengkafaninya, menshalatkannya, menguburkannya. Dalam memandikan
jenazah ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu: syarat-syarat jenazah
yang wajib dimandikan, tata cara memandikan jenazah dan jenazah yang haram
dimandikan. Termasuk juga dalam hal mengkafaninya yang harus diperhatikan
adalah tata cara mengkafaninya. Menshalatkan jenazah ada beberapa hal yang juga
perlu diperhatikan yaitu: syarat-syarat shalat jenazah, rukun shalat jenazah
dan tata caranya. Hal-hal yang perlu diperhatikan juga ada dalam menguburkan
jenazah yaitu: pembuatan liang lahat, tata cara menurunkan dan membaringkang
jenazah dalam liang lahat, dan waktu menguburkan jenazah.
DAFTAR PUSTAKA
Rifa’I,
Muhammad. Fiqih Islam Lengkap, Semarang, PT. Karya Toha Putra,
1978.
Nasution,
Lahmuddin, Fiqh 1, Jakarta, , 1995.
Rusyid, Ibnu, Bidjatul
Mudjatahid Jilid III, Jakarta, Bulan Bintang, 1969.
Arsyad,
Muhammad, Sabilal Muhtadin, Darul Fikr.