Wanprestasi Dalam
Kontrak Bisnis
Oleh: Iswahyudi
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Manusia adalah makhluk sosial (Zoon Politicon)
tidak ada yang bisa hidup sendiri di dunia ini. Maka diperlukan adanya hubungan
antara manusia yang satu dengan yang lain berupa perikatan, termasuk dalam
pencapaian kebutuhan hidupnya. Kebutuhan manusia satu dan manusia lainnya
berbeda sesuai usia dan status sosialnya.
Dahulu kala, orang melakukan perikatan dengan yang
lain guna memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara barter (penukaran barang
dengan barang), lalu berubah menjadi penukaran barang dengan uang barang dan
kemudian berganti menjadi barang dengan uang dan tentunya sistem tentang bisnis telah diatur
dan mempunyo koridor didalam hukum bisnis.
Ternyata perkembangan zaman sudah merubah peradaban
cara hidup manusia memenuhi kebutuhannya. Tidak hanya melakukan transaksi
(akad) secara langsung, tapi juga bisa dengan kredit, dan lain-lain bahkan ada perjanjian
secara tertulis sebelum diadakan perikatan pemenuhan kebutuhan tersebut.
Akibatnya kian hari
kian banyak pula kebutuhan yang harus dipenuhi yang tidak diiringi dengan
jumlah pendapatan, maka lahirlah ingkar janji dari suatu kesepakatan yang telah
dibuat yang dinamakan Wanprestasi yang tentunya tidak lain merugikan pihak
kreditur, baik perjanjian itu berupa sepihak (cuma-cuma) maupun timbal-balik
(atas beban).
Wanprestasi timbul
apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan,
misalnya ia alpa (lalai) atau ingkar janji. (Kartika Sari dan Simanunsong,
2008: 33)
Oleh karena itu, pada
makalah ini akan dibahas tentang wanprestasi dalam kontrak bisnis.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas ditemukan beberapa permasalahan, diantarannya Sebagai
berikut:
1. Apa pengertian dari wanprestasi?
2.
Bagaimana dengan wujud wanprestasi?
3. Apa saja somasi dari wanprestasi?
4. Apa saja yang menjadi sebab dan akibat dari wanprestasi?
5. Bagaimana penyelesaian perkara wanprestasi di pengadilan?
6. Seperti apa sanksi dan ganti rugi terhadap wanprestasi?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Wanprestasi
Perkataan wanprestasi berasal dari bahasa Belanda,
yang artinya prestasi buruk.Menurut kamus Hukum, wanprestasi berarti
kelalaian, kealpaan, cidera janji, tidak menepati kewajibannya dalam
perjanjian. (Sudarsono, 2007: 578)
Adapun yang dimaksud wanprestasi adalah suatu
keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak dapat
memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian dan bukan
dalam keadaan memaksa adapun yang menyatakan bahwa wanprestasi adalah
tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan
dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur. (Pramono, 2003: 2)
Marhainis Abdulhay menyatakan bahwa wanprestasi adalah apabila
pihak-pihak yang seharusnya berprestasi tidak memenuhi prestasinya.
Wanprestasi berarti tidak melakukan apa yang menjadi unsur prestasi, yakni:
a.
Berbuat sesuatu;
b.
Tidak berbuat
sesuatu; dan
c.
Menyerahkan
sesuatu.
Dalam restatement of the law of contacts (Amerika
Serikat), Wanprestasi ataubreach of contracts dibedakan menjadi dua
macam, yaitu:
a.
Total
breachts artinya pelaksanaan kontrak tidak mungkin dilaksanakan;
b.
Partial
breachts artinya pelaksanaan perjanjian masih mungkin untuk dilaksanakan.
Seorang debitur baru dikatakan wanprestasi apabila ia telah diberikan
somasi oleh kreditur atau Juru Sita. Somasi itu minimal telah dilakukan
sebanyak tiga kali oleh kreditur atau Juru sita. Apabila somasi itu tidak
diindahkannya, maka kreditur berhak membawa persoalan itu ke pengadilan. Dan
pengadilanlah yang akan memutuskan, apakah debitur wanprestasi atau tidak. (Abdulhay, 2004: 53)
B. Wujud Wanprestasi
Jika debitur tidak melaksanakan prestasi-prestasi
tersebut yang merupakan kewajibannya, maka perjanjian itu dapat dikatakan cacat
atau katakanlah prestasi yang buruk. Wanprestasi merupakan suatu prestasi yang
buruk, yaitu para pihak tidak melaksanakan kewajibannya sesuai isi perjanjian.
Wanpestasi dapat terjadi baik karena kelalaian maupun kesengajaan. Wanprestasi
seorang debitur yang lalai terhadap janjinya dapat berupa:
1.
Tidak melaksanakan
apa yang disanggupi akan dilakukannya;
Contoh: A dan B telah sepakat untuk
jual-beli motor dengan merek Snoopydengan harga Rp 13.000.000,00
yang penyerahannya akan dilaksanakan pada Hari Minggu, Tanggal 25 Oktober 2011
pukul 10.00. Setelah A menunggu lama, ternyata si B tidak datang sama sekali
tanpa alasan yang jelas.
2.
Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak
sesuai dengan janjinya.
Contoh: (Konteks contoh nomor 1). Si B
datang tepat waktu, tapi membawa motor Miu bukan merk Snoopy yang
telah diperjanjikan sebelumnya.
3.
Melaksanakan apa
yang dijanjikannya tapi kedaluwarsa.
Contoh: (Konteks contoh nomor 1). Si B
datang pada hari itu membawa motorSnoopy, namun datang pada jam 14.00.
4.
Melakukan suatu perbuatan yang menurut
perjanjian tidak boleh dilakukan.
Contoh:(Konteks contoh nomor 1). Si B
datang tepat pukul 10.00 pada hari itu dan membawa motor Snoopy,
namun menyertakan si C sebagai pihak ketiga yang sudah jelas-jelas dilarang
dalam kesepakatan kedua belah pihak sebelumnya.
Untuk mengatakan bahwa seseorang melakukan
wanprestasi dalam suatu perjanjian, kadang-kadang tidak mudah karena sering
sekali juga tidak dijanjikan dengan tepat kapan suatu pihak diwajibkan
melakukan prestasi yang diperjanjikan.
Dalam hal bentuk prestasi debitur dalam
perjanjian yang berupa tidak berbuat sesuatu, akan mudah ditentukan sejak kapan
debitur melakukan wanprestasi yaitu sejak pada saat debitur berbuat sesuatu
yang tidak diperbolehkan dalam perjanjian. Sedangkan bentuk prestasi debitur
yang berupa berbuat sesuatu yang memberikan sesuatu apabila batas waktunya
ditentukan dalam perjanjian maka menurut pasal 1238 KUH Perdata debitur
dianggap melakukan wanprestasi dengan lewatnya batas waktu tersebut. Dan
apabila tidak ditentukan mengenai batas waktunya maka untuk menyatakan
seseorang debitur melakukan wanprestasi, diperlukan surat peringatan tertulis dari
kreditur yang diberikan kepada debitur. Surat peringatan tersebut disebut dengan somasi.:
(http://yogiikhwan.wordpress.com/2008/03/20/wanprestasi-sanksi-ganti-kerugian-dan-keadaan-memaksa/. Jumat, 03-10-2014 : 21,26)
C.
Somasi
Somasi adalah pemberitahuan atau
pernyataan dari kreditur kepada debitur yang berisi ketentuan bahwa kreditur
menghendaki pemenuhan prestasi seketika atau dalam jangka waktu seperti yang
ditentukan dalam pemberitahuan itu dengan kata lain somasi adalah peringatan
agar debitur melaksanakan kewajibannya sesuai dengan tegoran kelalaian yang
telah disampaikan kreditur kepadanya.
(http://www.badilag.net/data/ARTIKEL/VARIA%20MEMBEDAH%20PMH%20DAN%20WANPRESTASI.pdf. Jumat, 03-10-2014 : 21,33)
Menurut
pasal 1238 KUH Perdata yang menyatakan bahwa:
“Si
berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai,
atau demi perikatan sendiri, ialah jika ini menetapkan bahwa si
berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”. (Subekti, 2005: 323)
Dari
ketentuan pasal tersebut dapat dikatakan bahwa debitur dinyatakan wanprestasi
apabila sudah ada somasi (in gebreke stelling).
1) Surat perintah
Surat perintah tersebut berasal dari
hakim yang biasanya berbentuk penetapan. Dengan surat penetapan ini juru sita
memberitahukan secara lisan kepada debitur kapan selambat-lambatnya dia harus
berprestasi. Hal ini biasa disebut “exploit juru Sita”
2) Akta sejenis
Akta
ini dapat berupa akta dibawah tangan maupun akta notaris.
3) Tersimpul dalam perikatan itu sendiri
Maksudnya
sejak pembuatan perjanjian, kreditur sudah menentukan saat adanya wanprestasi.
Dalam
perkembangannya, suatu somasi atau teguran terhadap debitur yang melalaikan
kewajibannya dapat dilakukan secara lisan akan tetapi untuk mempermudah
pembuktian dihadapan hakim apabila masalah tersebut berlanjut ke pengadilan
maka sebaiknya diberikan peringatan secara tertulis.
Dalam
keadaan tertentu somasi tidak diperlukan untuk dinyatakan bahwa seorang debitur
melakukan wanprestasi yaitu dalam hal adanya batas waktu dalam perjanjian (fatal
termijn), prestasi dalam perjanjian berupa tidak berbuat sesuatu, debitur
mengakui dirinya wanprestasi.
D.
Sebab Akibat Wanprestasi
Wanprestasi terjadi disebabkan oleh sebab-sebab sebagai berikut:
a. Kesengajaan atau kelalaian debitur itu sendiri.
Unsur kesengajaan ini, timbul dari pihak itu sendiri. Jika ditinjau dari
wujud-wujud wanprestasi, maka faktornya adalah:
1.
Tidak memiliki itikad
baik, sehingga prestasi itu tidak dilakukan sama sekali;
2.
Faktor keadaan
yang bersifat general;
3.
Tidak disiplin
sehingga melakukan prestasi tersebut ketika sudah kedaluwarsa;
4.
Menyepelekan
perjanjian.
b. Adanya keadaan memaksa (overmacht).
Biasanya, overmacht terjadi karena unsur
ketidaksengajaan yang sifatnya tidak diduga. Contohnya seperti kecelakaan dan
bencana alam.
Ada empat akibat adanya wanprestasi, yaitu
sebagai berikut.
1. Perikatan tetap ada;
2. Debitur harus membayar ganti rugi kepada kreditur (Pasal 1243 KUH Perdata);
3. Beban resiko beralih untuk kerugian debitur, jika halangan itu timbul
setelah debitur wanprestasi, kecuali bila ada kesenjangan atau kesalahan besar
dari pihak kreditur. Oleh karena itu, debitur tidak dibenarkan untuk berpegang
pada keadaan memaksa;
4. Jika perikatan lahir dari perjanjian timbal balik, kreditur dapat
membebaskan diri dari kewajibannya memberikan kontra prestasi dengan
menggunakan pasal 1266 KUH Perdata.
Akibat wanprestasi yang dilakukan debitur,
dapat menimbulkan kerugian bagi kreditur, sanksi atau akibat-akibat hukum bagi
debitur yang wanprestasi ada 4 macam, yaitu:
1.
Debitur
diharuskan membayar ganti-kerugian yang diderita oleh kreditur (pasal 1243 KUH
Perdata);
2.
Pembatalan
perjanjian disertai dengan pembayaran ganti-kerugian (pasal 1267 KUH Perdata);
3.
Peralihan risiko
kepada debitur sejak saat terjadinya wanprestasi (pasal 1237 ayat 2 KUH
Perdata);
4.
Pembayaran biaya
perkara apabila diperkarakan di muka hakim (pasal 181 ayat 1 HIR).
Dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya
atau tidak memenuhi kewajibannya swbagaimana mestinya dan tidak dipenuhinya
kewajiban itiu karena ada unsure salah padanya, maka seperti telah dikatakan
bahwa ada akibat-akibat hokum yang atas tuntutan dari kreditur bisa menimpa
dirinya.
Sebagaimana yang disebutkan dalam pasal
1236 dan 1243 dalam hal debitur lalai untuk memenuhi kewajiban perikatannya
kreditur berhak untuk menuntut penggantian kerugian, yang berupa ongkos-ongkos,
kerugian dan bunga. Selanjutnya pasal 1237 mengatakan, bahwa sejak debitur
lalai, maka resiko atas objek perikatan menjadi tanggungan debitur. Yang ketiga
adalah bahwa kalau perjanjian itu berupa perjanjian timbale balik, maka
berdasarkan pasal 1266 sekarang kreditur berhak untuk menuntut pembatalan
perjanjian, dengan atau tanpa disertai dengan tuntutan ganti rugi.
(http://rohmadijawi.wordpress.com. Jumat, 03-10-2014 : 21,51)
E. Penyelesaian Sengketa Wanprestasi di Pengadilan
Karena wanprestasi mempunyai akibat-akibat yang begitu penting, maka harus
ditetapkan lebih dahulu apakah si berutang melakukan wanprestasi atau lalai,
dan kalau hal itu disangkal olehnya, maka harus dibuktikan di muka hakim.
Pengajuan ke pengadilan tentang wanprestasi dimulai dengan adanya somasi yang
dilakukan oleh seorang jurusita dari pengadilan, yang membuat proses verbal
tentang pekerjaannya itu, atau juga cukup dengan surat tercatat atau surat
kawat, asal saja jangan sampai dengan mudah dimungkiri oleh si berutang. (Subekti, 2002: 147)
Kadang-kadang juga tidak mudah untuk mengatakan
bahwa seseorang lalai atau alpa, karena seringkali juga tidak dijanjikan dengan
tepat kapan sesuatu pihak diwajibkan melakukan wanprestasi yang dijanjikan.
(Subekti, 1991: 45)
Di pengadilan, kreditur harus sebisa mungkin membuktikan bahwa
lawannya (debitur) tersebut telah melakukan wanprestasi, bukan overmacht.
Begitu pula dengan debitur, debitur harus meyakinkan hakim jika kesalahan bukan
terletak padanya dengan pembelaan seperti berikut:
1. Overmacht;
2. Menyatakan bahwa kreditur telah melepaskan
haknya; dan
3. Kelalaian kreditur.
Jika debitur tidak terbukti melakukan wanprestasi, maka kreditur tidak bisa
menuntut apa-apa dari debitur tersebut.
Tetapi jika yang diucapkan kreditur di muka pengadilan terbukti, maka kreditur
dapat menuntut:
1. Menuntut hak pemenuhan perjanjian;
2.
Menuntut hak pemenuhan perjanjian berikut dengan ganti
rugi;
Sesuai Pasal 1246
KUHPerdata yang menyatakan, “biaya, ganti rugi dan bunga,
yang boleh dituntut kreditur, terdiri atas kerugian yang telah dideritanya dan
keuntungan yang sedianya dapat diperolehnya”. Berdasarkan pasal 1246
KUHPerdata tersebut, dalam wanprestasi, penghitungan ganti rugi harus dapat
diatur berdasarkan jenis dan jumlahnya secara rinci seperti kerugian kreditur,
keuntungan yang akan diperoleh sekiranya perjanjian tesebut dipenuhi dan ganti
rugi bunga (interst). Ganti biaya yaitu mengganti pengeluranan yang dikeluarkan kreditur;
a. Ganti rugi yaitu mengganti barang-barang
rusak; dan
b. Ganti bunga yaitu mengganti keuntungan yang
seharusnya didapat.
3. Pembatalan perjanjian
Dalam hal pembatalan perjanjian, banyak pendapat yang mengemukakan bahwa
pembatalan ini dilakukan oleh hakim dengan mengeluarkan putusan yang
bersifat declaratoir. Hakim juga mempunyai suatu kekuasaan yang
bernama “discretionair”, artinya ia berwenang untuk menilai wanprestasi
debitur. Apabila kelalaian itu dianggapnya terlalu kecil, hakim berwenang untuk
menolak pembatalan perjanjian meski ganti rugi yang diminta harus dituluskan. (Subekti, 1991: 148)
4. Pembatalan
perjanjian disertai ganti rugi;
5. Meminta/ menuntut ganti rugi saja.
Dan hak-hak yang dituntut oleh kreditur dicantumkan pada bagian petitum
dalam surat gugatan.
Jika debitur tidak bisa membuktikan bahwa ia tidak melakukan wanprestasi
tersebut, maka biaya perkara seluruhnya dibayar oleh debitur.
( http://advokatku.blogspot.com/2009/01/wanprestasi-dan-perbuatan-melawan-hukum.html. Jumat, 03-10-2014 : 22,05)
F. Sanksi dan Ganti Rugi terhadap Wanprestasi
Debitur yang wanprestasi kepadanya dapat
dijatuhkan sanksi, yaitu berupa membayar kerugian yang dialami kreditur,
pembatalan perjanjian, peralihan resiko, dan membayar biaya perkara bila sampai
diperkarakan secara hukum di pengadilan.
Kewajiban membayar ganti
rugi (schade vergoeding) tersebut tidak timbul seketika terjadi
kelalaian, melainkan baru efektif setelah debitur dinyatakan lalai (ingebrekestelling)
dan tetap tidak melaksanakan prestasinya. Hal ini diatur dalam Pasal
1243 KUH Perdata.
Yang dimaksud kerugian yang bisa dimintakan
penggantikan itu, tidak hanya biaya-biaya yang sungguh-sungguh telah
dikeluarkan (kosten), atau kerugian yang sungguh-sungguh menimpa benda
si berpiutang (schaden), tetapi juga berupa kehilangan keuntungan (interessen),
yaitu keuntungan yang didapat seandainya siberhutang tidak lalai (winstderving).
Bahwa kerugian yang harus diganti meliputi
kerugian yang dapat diduga dan merupakan akibat langsung dari wanprestasi,
artinya ada hubungan sebab-akibat antara wanprestasi dengan kerugian yang
diderita. Berkaitan dengan hal ini ada dua sarjana yang mengemukakan teori
tentang sebab-akibat yaitu:
a) Conditio Sine qua
Non (Von Buri)
Menyatakan bahwa suatu peristiwa A adalah
sebab dari peristiwa B (peristiwa lain) dan peristiwa B tidak akan terjadi jika
tidak ada pristiwa A;
b) Adequated
Veroorzaking (Von Kries)
Menyatakan bahwa suatu peristiwa A adalah
sebab dari peristiwa B (peristiwa lain). Bila peristiwa A menurut pengalaman
manusia yang normal diduga mampu menimbulkan akibat (peristiwa B).
Dari kedua teori diatas maka yang lazim
dianut adalah teori Adequated Veroorzaking karena pelaku hanya
bertanggung jawab atas kerugian yang selayaknya dapat dianggap sebagai akibat
dari perbuatan itu disamping itu teori inilah yang paling mendekati keadilan.
Selanjutnya pasal-pasal 1243-1252 mengatur
lebih lanjut mengenai ganti rugi. Prinsip dasarnya adalah bahwa wanprestasi
mewajibkan penggantian kerugian; yang diganti meliputi ongkos, kerugian dan
bunga. Dalam peristiwa-peristiwa tertentu disamping tuntutan ganti rugi ada
kemungkinan tuntutan pembatalan perjanjian, pelaksanaan hak retensi dan hak
reklame.
Karena tuntutan ganti rugi dalam
peristiwa-peristiwa seperti tersebut di atas diakui, bahkan diatur oleh
undang-undang, maka untuk pelaksanaan tuntutan itu, kreditur dapat minta
bantuan untuk pelaksanaan menurut cara-cara yang ditentukan dalam Hukum acara
perdata, yaitu melalui sarana eksekusi yang tersedia dan diatur disana, atas
harta benda milik debitur. Prinsip bahwa debitur bertanggung jawab atas
kewajiban perikatannya dengan seluruh harta bendanmya telah diletakkan dalam
pasal 1131 KUH Perdata.
http://hukum.kompasiana.com/2011/05/27/wanprestasi. Jumat, 03-10-2014 : 22,21)
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan makalah tentang wanprestasi dalam kontrak bisnis diatas, dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Adapun pengertian wanprestasi
adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, debitur
tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian dan
bukan dalam keadaan memaksa adapun yang menyatakan bahwa wanprestasi
adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang
ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur.
2. Jika debitur tidak
melaksanakan prestasi-prestasi tersebut yang merupakan kewajibannya, maka
perjanjian itu dapat dikatakan cacat atau katakanlah prestasi yang buruk. Wanpestasi
dapat terjadi baik karena kelalaian maupun kesengajaan.
3. Somasi adalah pemberitahuan atau
pernyataan dari kreditur kepada debitur yang berisi ketentuan bahwa kreditur
menghendaki pemenuhan prestasi seketika atau dalam jangka waktu. Dan juga
berisikan dengan surat perintah, akta sejenis serta tersimpul dalam perikatan
itu sendiri.
4. Adapun sebab dari wanprestasi adalah kesengajaan atau kelalaian debutur itu
sendiri dan adanya keadaan memaksa (overmacht). Sedangkan akibat dari wanprestasi adalah perikatan
tetap ada, debitur harus membayar ganti rugi kepada kreditur, beban resiko
beralih untuk kerugian debitur dan jika perikatan lahir dari perjanjian timbal
balik.
5. Adapun cara penyelesaian sengketa wanprestasi dipengadilan bahwa kreditur
harus sebisa mungkin membuktikan bahwa lawannya (debitur) tersebut telah
melakukan wanprestasi), bukan overmacht begitu pula dengan debitur harus
meyakinkan hakim.
6. Adapun sanksi terhadap wanprestasi adalah debitur yang wanprestasi
kepadanya dapat dijatuhkan sanksi; yaitu berupa membayar kerugian yang dialami
kreditur, pembatalan perjanjian, peralihan resiko dan membayar biaya perkara
bila sampai diperkarakan secara hukum di pengadilan. Kemudian ganti rugi
wanprestasi adalah tentunya membayar ganti rugi (schade vergoeding)tersebut
tidak timbul seketika terjadi kelalaian, melainkan baru efektif setelah debitur
dinyatakan lalai (ingebrekestelling) dan tetap tidak melaksanakan
prestasinya, hal ini diatur dalam pasal 1243 KUH Perdata.
B. Saran
Diharapkan kepada
semua pihak yang sedang ada keterikan
bisnis atau ada perjanjian – perikatan bisnis, atau dan juga yang telah melakukan perjanjian
untuk tidak melakukan wanprestasi yang telah nyata menimbulkan kerugian pada
kreditur umumnya dan hakim diharapkan mampu untuk bersikap bijak dalam mencari
keadilan pada perkara wanprestasi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulhay, Marhainis, Hukum
Perdata Materil. 2004. Jakarta: Pradnya Paramita.
Pramono, Nindyo, Hukum Komersil. 2003.
Cetakan Pertama. Jakarta: Pusat Penerbitan UT.
Kartika Sari, Elsi dan
Simanunsong, Advendi. Hukum Dalam Ekonomi. 2008. Jakarta: PT. Gramedia
Widiaksara Inonesia.
Subekti, Hukum Perjanjian. 1991. Cetakan
Ketigabelas. Jakarta: PT. Intermasa.
Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
2005. Cetakan Ketigapuluh enam. Jakarta: Pradnya Paramita.
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata. 2002. Cetakan Kelima belas.
Jakarta: PT. Intermasa.
Sudarsono, Kamus Hukum. 2007. Cetakan Kelima. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
(http://yogiikhwan.wordpress.com/2008/03/20/wanprestasi-sanksi-ganti-kerugian-dan-keadaan-memaksa/. Jumat, 03-10-2014 : 21,26).
(http://www.badilag.net/data/ARTIKEL/VARIA%20MEMBEDAH%20PMH%20DAN%20WANPRESTASI.pdf. Jumat, 03-10-2014 : 21,33).
(http://rohmadijawi.wordpress.com. Jumat, 03-10-2014 : 21,51).
( http://advokatku.blogspot.com/2009/01/wanprestasi-dan-perbuatan-melawan-hukum.html. Jumat, 03-10-2014 : 22,05)
http://hukum.kompasiana.com/2011/05/27/wanprestasi. Jumat, 03-10-2014 : 22,21)
#makalah s1 syariah dan hukum UIN RAFAH