Tuesday, 8 December 2015

Sejarah Peradaban Islam di Indonesia


BAB I
PENDAHULUAN
       I.            Latar belakang Masalah
Hadirnya Islam di muka bumi merupakan sebuah anugrah yang di berikan pencipta kepadan umat manusia, sehingga dapat membenahi kesemerawutan, dan kebobrokan umat manusia pada saat itu.
Kejahiliahan masyarakat pada saat itu sedikit demi sedikit dapat ditangani oleh Islam melalui penyebaran ajarannya, walaupun hal tersebut mulanya di tentang oleh masyarakat. Berkat ketekunan, ketangguhan, dan kesabaran Nabi Muhammad dan sahabat, Islam dapat tersebar luas hingga ke plosok dunia, Indonesia merupakan salah satu didalamnya.
Sejak zaman pra sejarah, penduduk kepulauan Indonesia dikenal sebagai pelayar yang sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak awal abad Masehi sudah ada rute-rute pelayaran dan perdagangan antar kepulauan Indonesia dengan  berbagai daerah didataran Asia Tenggara.
Wilayah barat Nusantara dan sekitar malaka sejak masa kuno merupakan wilayah yang menjadi titik perhatian, terutama karena hasil bumi yang dijual disana menarik para pedagang, serta menjadi daerah lintasan penting antara cina dan india. Pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatra dan Jawa antara abad ke 1 dan ke 7 M sering disinggahi pedagang asing.
Pedagang muslim asal Arab, Persia, dan India juga ada yang sampai ke kepulauan Indonesia untuk berdagang. Berawal dari situlah islam mulai dikenal dan tersebar secara luas di Indonesia. Untuk memperjelas hal tersebut, makalah ini berusaha menguak sejarah awal masuk dan berkembangnya islam di Indonesai, mulai dari teorinya, cara mengislamkan penduduk Indonesia, hingga perkembangannya di Nusantara.

    II.            RUMUSAN MASALAH
1.      Apasaja yang menjadi dasar teori masuknya Islam di Indonesia?
2.      Bagaimana Cara-cara dan Saluran Islamisasi di Indonesia?
3.      Seperti apa perkembangan Islam di Nusantara?


BAB II
PEMBAHASAN

1.      Teori Masuknya Islam di Indonesia
Lahirnya agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW, pada abad ke-7 M, menimbulkan suatu tenaga penggerak yang luar biasa, yang pernah dialami oleh umat manusia. Islam merupakan gerakan raksasa yang telah berjalan sepanjang zaman dalam pertumbuhan dan perkembangannya. 
Masuk dan berkembangnya Islam ke Indonesia dipandang dari segi historis dan sosiologis sangat kompleks dan terdapat banyak masalah, terutama tentang sejarah perkembangan awal Islam.
Suatu kenyataan bahwa kedatangan Islam ke Indonesia dilakukan secara damai. Islam dalam batas-batas tertentu disebarkan oleh pedagang, kemudian dilanjutkan oleh para guru agama dan pengembara sufi. Orang yang terlibat dalam penyebaran islam tidak bertendensi, mereka hanya melakukan kewajiban tanpa pamrih, sehingga nama-nama mereka berlalu begitu saja. Dampaknya ialah terjadi perbedaan pendapat mengenai kedatangan islam pertama kali di Indonesia. (Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm.,7.)
Secara garis besar perbedaan pendapat itu dapat dibagi sebagai berikut:
·         Dipelopori oleh sarjana-sarjana orientalis Belanda, diantaranya Snouck Hurgronje yang berpendapt bahwa Islam datang ke Indonesia pada abad ke-13 M dari Gujarat dengan bukti ditemukannya makam sultan yang beragama Islam pertama Malik as-Sholeh, raja pertama kerajaan samudra pasai yang dikatakan berasal dari gujarat.
·         Dikemukakan oleh sarjana-sarjana Muslim, diantaranya Prof. Hamka, yang mengadakan “Seminar Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia” di Medan tahun 1963. Hamka dan teman-temannya berpendapat bahwa islam sudah datang ke Indonesia pada abad pertama Hijriyah (± abad ke-7 sampai 8 M) langsung dari Arab dengan bukti jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional sudah dimulai jauh sebelum abad ke-13 melalui selat malaka tang menghubungkan Dinasti Tang di Cina (Asia Timur), Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Umayyah di Asia Barat.
Sarjana Muslim kontemporer seperti Taufik Abdullah mengkompromikan kedua pendapat tersebut. Menurutnya memang benar Islam sudah datang ke indonesia sejak abad pertama Hijriyah atau abad ke-7 M, tetapi baru dianut oleh pedagang Timur Tengah di pelabuhan-pelabuhan. Barulah Islam masuk secara besar-besaran dan mempunyai kekuatan politik pada abad ke-13 dengan berdirinya Kerajaan Samudra Pasai. (Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, hlm.,8-9).

2.      Sejarah Masuknya Islam di Indonesia
Sejak zaman prasejarah, penduduk kepulauan indonesia dikenal sebagai pelayar-pelayar  yang sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak awal abad masehi sudah ada rute-rute pelayaran dan perdagangan antara kepulauan indonesia dengan berbagai daerah daratan asia tenggara. Wilayah barat nusantara dan sekitar malaka sejak masa kuno merupakan wilayah yang menjadi titik perhatian, terutama karena hasil bumi yang dijual disana menarik bagi para pedagang dan menjadi daerah lintasan penting antara cina dan india. Sementara itu, pala dan cenkeh yang berasal dari maluku, dipasarkan dijawa dan sumatra, untuk kemudian dijual pada pedagang asing. Pelabuhan-pelabuhan penting disumatra dan jawa antara abad ke-1 dan ke-7 M sering disinggahi pedagang asing, seperti lamuri (Aceh) Barus dan Palembang di Sumatera, (Sunda Kelapa dan Gresik di Jawa). (Badriyatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), hlm., 200).
Pedagang-pedagang Muslim asal Arab, Persia, dan India juga ada yang sampai ke kepulauan Indonesia untuk berdagang sejak abad ke-7M (abad I H), islam pertama kali berkmbang di Timur Tengah. Malaka, jauh sebelum ditaklukkan portugis (1511), merupakan pusat utama lalu lintas perdagangan dan pelayaran. Melalui Malaka, hasil hutan dan rempah-rempah dari seluruh plosok Nusantara dibawa ke Cina dan India., terutama Gujarat, yang melakukan hubungan dagang langsung dengan Malaka pada waktu itu. Dengan demikian , Malaka menjadi mata rantai pelayaran yang penting. Lebih ke Barat lagi dari Gujarat, perjalanan laut melintasi Laut Arab. Dari sana perjalanan bercabang dua. Jalan pertama di sebelah Utara menuju teluk Oman, melalui selat Ormuz ke Teluk Persia. Jalan kedua melalui Teluk Aden dan Laut Merah, dan dari kota Suez jalan perdagangan harus melalui daratan ke kairo dan Iskandariah. Melalui jalan pelayaran tersebut, kapal-kapal Arab, Persia dan India mondar mandir dari Barat ke Timur dan terus ke negri Cina dengan menggunakan angin musim untuk pelayaran pulang perginya.
Ada indikasi bahwa kapal-kapal Cina pun mengikuti jalan tersebut sesudah abad ke-9M tetapi tidak lama kemudian kapal-kapal tersebut hanya sampai di pantai barat India, karena barang-barang yang di perlukan sudah dapat di beli di sini. Kapal-kapal indonesia juga mengambil bagian dalam perjalanan niaga tersebut. Pada Zaman Sriwijaya, pedagang-pedagang Nusantara mengunjug pelabuhan-pelabuhan Cina dan Pantai Timur Afrika.
Menurut J.C. van Leur, berdasarkan berbagai cerita perjalanan dapat diperkirakan sejak 674M ada koloni-koloni Arab di Barat Laut Sumatra, yaitu di Barus, daerah penghasil kapur barus terkenal. Dari berita Cina bisa diketahui bahwa dimasa dinssti Tang( abad 9-10M) orang-orang Ta-shih sudah ada di kanton (Kan-fu) dan Sumatra. Ta-shih adalah sebutan untuk orang-orang Arab dan Persia, yang ketika itu jelas sudah menjadi muslim. Perkembangan pelayaran dan perdagangan yang bersifat internasional antara negri-negri di Asia bagian Barat dan Timur mungkin disebabkan oleh kegiatan kerajaan islam dibawah bani Umayyah dibagian barat dan kerajaan Cina zaman dinasti Tang  akan tetapi, menurut Taufik Abdullah , belum ada bukti bahwa pribumi indonesia di tempat-tempat yang disinggahi oleh para pedagang Muslim itu beragama Islam. Adanya koloni itu , diduga sejauh yang paling bisa dipertanggung jawabkan ialah para pedagang arab tersebut , hanya berdiam untuk menunggu muslim yang baik bagi pelayaran.
Baru pada zaman-zaman berikutnya, penduduk kepulauan ini masuk islam, bermula dari penduduk pribumi koloni-koloni pedagang muslim itu. Menjelang abad ke- 13M, masyarakat muslim sudah ada di Samudra Pasai, Perlak dan Palembang di Sumatra. Di Jawa, makam Fatimah Binti Maimun di leran (Gresik) yang berangka tahun 475H (1082M), dan makam-makam islam di Tralaya yang berasal dari abad ke-13M merupakan bukti berkembangnya komunitas islam, termasuk di pusat kekuasaan Hindu-Jawa ketika itu, Majapahit. Namun, sumber sejarah yang sahih yang meberikan kesaksian sejarah yang dapat dipertanggung jawabkan tentang perkembangan masyarakat islam di Indonesia, baik berupa prasasti dan historiografi tradisional maupun berita asing, baru terdapat ketika “komunitas islam” berubah menjadi pusat kekuasaan.
Sampai berdirinya kerajaan-kerajaan islam itu, perkembangan agama islam di indonesia dapat dibagi menjadi tiga fase. (1) Singgahnya pedagang-pedagang islam di pelabuhan-pelabuhan Nusantara. Sumbernya adalah berita luar negri,terutama Cina, (2) Adanya   komunitas-komunitas islam dibeberapa daerah di kepulauan Indonesia. Sumbernya, di samping berita-berita asing juga makanan-makanan Islam, dan (3) berdirinya kerajaan-kerajaan islam.

3.      Kondisi dan Situasi Politik Kerajaan-kerajaan di Indonesia
Cikal bakal kekuasaan islam telah dirintis pada periode abad 1-5H/7-8M, tetapi semua tenggelam dalam hegemoni maritm Sriwijaya yang erpusat di Palembang dan Majapahit di jawatimur . pada periode ini para pedagang dan mubaligh muslim membentuk komunitas-komunitas islam. Mereka memperkenalkan islam yang mengajarkan toleransi dan kesamaan derajat di antara sesama, sementara ajaran Hindu-Jawamenekankan prbedaan derajat manusia. Ajaran islam ini sangat menarik perhatian penduduk setempat. Karena itu, islam tersebar di kepulauan Indonesia terhitung cepat, meski dengan damai. (Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), hal 309).
Masuknya islam ke daerah-daerah di indonesia tidak dalam waktu yang bersamaan. Di samping itu, keadaan politik dan sosial budaya daerah-daerah ketika datang islam juga berlainan. Pada abad ke-7 sampai ke-10M, kerajaan Sriwijaya meluaskan kekuasaanya ke daerah Semenanjung Malaka sampai Kedah. Hal itu erat hubunganyaa dengan usaha penguasaan selat Malakayang merupakan kunci bagi pelayaran dan perdagangan internasional. Datangnya orang-orang muslim kedaerah itusama sekali belum memperhatikan dampak-dampak politik., karena mereka datang hanya memang untuk usaha pelayaran dan perdagangan. Keterlibatan orang-orang islam dalam bidang poitik terlihat pada abad ke-9M, ketika mereka terlibat dalam pemberotakanpetani Cina terhadap kekuasaan T’ang pada masa pemerintahan kaisar Hi-Tsung (878-889M). Akibat pemberontakan itu, kaum muslimin banyak yang dibunuh. Sebagian lainya ke Kedah, wilayah yang masuk ke kekuasaan Sriwijaya, bahkan ada yang ke Palembang dan membuat perkampungan Muslim disini. Kerajaan-kerajaan Sriwijaya pada waktu itu memang melindungi orang-orang muslimdi wilayah kekuasaanya.
Kemajuan politik dan ekonomi Sriwijaya berlangsung sampai abad ke-12M, kerajaan ini mulai masuki masa kemunduranya. Untuk mempertahankan posisi ekonominya, kerajaan sriwijaya membuat peraturan cukai yang lebh berat dari kapal-kapal dagang yang singgah ke pelabuhan-pelabuhanya. Akan tetapi, usaha itu tidak mendatangkan keuntungan bagi kerajaan, bahkan justru karesabaliknya kapal-kapal dagang asing sering kali menyingkir. Kemunduran ekonomi ini membawa dampak terhadap perkembangan politik.
Kemudian politik dan ekonomi Sriwijaya dipecat oleh usaha-usaha kerajaan Singasari yang sedang bangkit di Jawa. Kerajaan di jawa ini melakukan ekspedisi Pamalayu tahun 1275 dan berhasil mengalahkan kerajaan melayu di Sumatra. Keadaan it mendorong daerah-daerah di Selat Malaka yang dikuasai oleh kerajaan Sriwijaya melepaskan diri dari kekuasaan kerajaan tersebut.
Kelemahan Sriwijaya dimanfaatka pula oleh pedagang-pedagang muslim untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan politik dan perdagangan. Mereka mendukung daerah-daerah yang muncul dan daerah yang menyatakan diri sebagai kerajaan yang bercorak islam, yaitu kerajaan Pasai di pesisir Timur Laut Aceh. Daerah ini sudah di singgahi pedagang-pedagang  muslim sejak abad ke-7 dan ke-8 M. Proses islamisasi tentu berjalan disana sejak abad tersebut. Kerajaan Samudra Pasai dengan segera berkembang baik dalam bidang politik maupun perdagangan. (Badriyatim, Sejarah Peradaban Islam)
Karena kekacauan-kekacauan dalam negri sendiri akibat perebutan kekuasaan di istana, kerajaan Singasari, juga pelanjutnya, Majapahit, tidak mampu mengontrol daerah melayu dan selat malaka dengan baik, sehingga kerajaan Samudra Pasai dan Malaka dapat berkembang dan mencapai puncak kekuasaanya hingga abad ke-16M.
Di kerajaan Majapahit, ketika Hayam Wuruk dengan Patih Gajah Mada masih berkuasa, situasi politik pusat kerajaan memang tenang, sehingga banyak daerah dikepulauan Nusantara mengakui berada dibawah perlindunganya. Tetapi sejak Gajah Mada meninggal dunia (1364M) dan di susul Hayam Wuruk (1389M), situasi Majapahit kembali mengalami kegoncangan. Perebutan kekuasaan anara Wikramawhardana da Bhre Wirabumi berlangsung lebih dari sepuluh aun. Setelah Bhre Wirabumi meninggal, perebutan kekuasaan dikalangan istana kembali muncul dan berlarut-larut. Pada tahun 1468M Maja Pahit di serang Girindrawardhana dari Kediri. Sejak itu, kebesaran Majapahit dapat di katakan sudah habis. Tome Pires (1512-1515M), dalm tulisanyasuma oriental, tidak lagi menyebut-nyebut nama Majapahit. Kelemahan-kelemahan yang semakin lama semakin memuncak akhirnya menyebabkan keruntuhannya.

4.      Munculnya pemukiman-pemukiman muslim di kota-kota pesisir
Seperti disebutkan di atas, menjelang abad ke-13M, pesisir aceh sudah ada pemukiman muslim. Persentuhan antara penduduk pribumi dengan pedagang muslim dari Arab, Persia, dan India memang pertama kali terjadi didaerah ini. Karena itu, diprkirakan, proses islamisasi sudah berlangsung sejak persentuhan itu terjadi. Dengan demikian, dapat dipahami mengapa kerajaan islam pertama di Kepulauan Nusantara ini berdiri di Aceh, yaitu kerajaan Pasai yang didirikan pada pertengahan abad ke-13M, setelah kerajaan islam ini berdiri, perkembangan masyarakat muslim di Malaka makn lama makin meluas dan pada awal abad ke-15M, di daerah ini lahir kerajaan islam kedua di asia tenggara. Kerajaan ini cepat berkembang, bahkan dapat mengambi alih dominasi pelayaran dan perdagangan dari kerajaan Samudra Pasai yang kalah bersaing. Lajunya perkembangan masyarakat Muslim ini berkaitan erat dengan keruntuhan Sriwijaya.
Setelah malaka jatuh ke tangan portugis (1511 M), mata rantai penting pelayaran beralih ke Aceh, kerajaan islam yang melanjutkan kejayaan Samudra pasai. Dari sini, proses islamisasi di kepulauan Nusantara berlangsung lebih cepat dari sebelumnya. Untuk menghindari gangguan portugis yang menguasai Malaka, untuk sementara waktu kapal-kapal pemilih berlayar menelusuri pantai Barat Sumatra. Aceh kemudian berusaha melebarkan kekuasaanya ke Selatan sampai ke Pariaman dan Tiku. Dari pantai Sumatra, kapal-kapal memasuki selat Sunda menuju pelabuhan-pelabuhan di pantai Utara Jawa. (Badriyatim, Sejarah Peradaban Islam)
Berdasarkan berita Tome Pires (1512-1511), dalam suma oriental-nya, dapat diketahui bahwa daerah-daerah dibagian pesisir Sumatra Utara dan Timur selat Malakayaitu dari Aceh sampai Palembang sudah banyak terdapat masyarakat dan kerajaan-kerajaan islam. Akan tetapi,  menurut berita itu, daerah-darah yang belum islam juga masih banyak, yaitu palembang dan daerah-daerah pedalaman. Proses islamisasi ke daerah-daerah pedalaman aceh, Sumatra Barat, terutama terjadi sejak aceh mlakukan ekspansi politiknya pada abad ke-16 dan ke-17M.
Sementara itu, di Jawa, proses islamisasi sudah berlangsung, sejak abad ke-11M, meskipun belum meluas; terbukti dengan di temukanya makam Fatimah binti Maimun di Leran Gresik yang berangka tahun 475H (1082M). Berita tentang islam di Jawa pada abad ke-11 dan 12M memang masih sangat langka. Akan tetapi, sejak akhir abad ke-13M dan abad-abad berikutnya, terutama ketika Majapahit mencapai puncak kebesaranya, bukti-bukti adanya proses islamisasi sudah banyak, dengan ditemukanya beberapa puluh nisan kubur di Troloyo, Trowulan dan Gresik. Bahkan, menurut berita Ma-huan tahun 1416M, di pusat Majapahit maupun dipesisir, terutama dikota-kota pelabuhan, telah terjadi proses islamisasi dan sudah pula terbentuk masyarakat muslim.
Pertumbuhan masyarakat islam disekitar Majapahit dan terutama di beberapa kota pelabuhan di Jawa  erat hubunganya dengan perkembangan pelayaran dan perdagangan yang dilakukan orang-orang islam yang telah mempunyai kekuasaan ekonomi dan politik di Samudra Pasai,Malaka dan Aceh.
Tome Pires juga menyebutkan bahwa di Jawa sudah ada kerajaan yang bercorak Islam, yaitu Demak, dan kerajaan-kerajaan di daerah pesisir Utara Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat, di samping masih ada kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu. (Badriyatim, Sejarah Peradaban Islam)
Melihat makam-makam muslim yang terdaoat di situs-situs Majapahit, diketahui bahwa islam sudah hadir di ibu kota Majapahit sejak kerajaan itu sudah mencapai puncaknya. Meskipun demikian, lazim dianggap bahwa islam di Jawa pada mulanya menyebar selama periode merosotnya kerajaan Hindu-Budhis. Islam menyebar ke posisi pulau jawa melalui hubungan perdagangan, kemudian dari pesisir ini, agak belakang menyebar ke pedalaman pulau itu. Tome pires memberi gambaran tentang bagaimana wilayah-wilayah di pesisir Jawa berada di bawah pengaruh muslim:
Pada waktu terdapat orang-orang kafir di sepanjan pesisir Jawa, banyak pedagang yang biasa datang : orang persia, Arab, Gujarat, Bengali, Melayu dan bangsa-bangsa lain. Mereka mulai berdagang di negri itu dan berkembang menjadi kaya. Mereka berhasil mendirikan masjid-masjid dan mullah-mullah datang dari luar. Oleh karena iti, mereka datang dengan jumlah yang terus meningkat. Anak-anak orang kaya muslim sudah menjadi orang Jawa dan kaya, Karena mereka telah menetap di daerah ini sekitar 70 tahun. Di beberapa tempat, raja-raja jawa yang kafir menjadi muslim, sementara para mullah dan para pedagang muslim mendapat posisi di sana. Yang lain mengambil jalan membangun benteng di sekitar tempat-tempat mereka tinggal dan mengambil masyarakat-masyarakat pribuminya, yang berlayar di kapal-kapal mereka. Mereka membunuh raja-raja jawa serta menjadikan diri mereka sebagai raja. Dengan cara ini . mereka menjadikan diri mereka sebagai tuan-tuan di pesisir itu serta mengambil alih perdagangan dan kekuasaan di Jawa.
Perkembangan islam di pulau jawa bersamaan waktunya dengan melemahnya posisi raja Majapahit. Hal itu memberi peluan kepada raja-raja islam pesisir untuk membangun pusat-pusat kekuasaan yang independen. Di bawah bimbingan spiritual Sunan Kudus, meskipun bukan tang tertua dari wali songo, Demak akhirnya berhasil menggantikan Majapahit sebagai kraton pusat.
Pengaruh islam masuk ke Indonesia bagian timur, khususnya daerah Maluku, tidak dapat dipisahkan dari jalur perdagangan yang terbentang pada pusat lalulintas pelayaran internasional di Malaka, Jawa dan Maluku. Menurut tradisi setempat, sejak abad ke-14M, islam datang ke daerah Maluku. Raja ternate yang ke duabelas, Molomatea (1350-1357M) bersahabat karib dengan orang Arab yang memberinya petunjuk dalam pembuatan kapal-kapal, tetapi agaknya bukan dalam kepercayaan. Hal ini menunjukkan bahwa di Ternate sudah ada masyarakat islam sebelum rajanya masuk islam. Demikian juga di Banda, Hitu, Makyan, dan Bacan. Menurut TomePires, orang masuk islam di Maluku kira-kira tahun 1460-1465M. Hal itu sejalan dengan berita Antonio Galvao. Orang-orang islam datang ke maluku tidak menghadapi kerajaan-kerajaan yang sedang mengalami perpecahan sebagaimana halnya di Jawa. Mereka datang dan menyebarkan agama Islam melalui perdagangan, dakwah dan perkawinan.
Kalimantan timur pertama kali di selamatkan oleh Datuk Ri Bandung dan Tunggang Parangan. Kedua mubaligh itu datang ke Kutai seelah orang-orang Makasar masuk islam. Proses islamisasi di Kutai dan daerah sekitarnya di perkirakan terjadi sekitar tahun 1575.
Sulawesi, terutama bagian Selatan, sejak abad ke-15M sudah didatangi oleh pedagang-pedagang muslim, mungkin dari Malaka, Sumatra dan Jawa. Pada awal abad ke-16M, di Sulawesi masih banyak kerajaan yang masih beragama berhala. Akan tetapi, pada abad ke-16 di bagian Gowa, sebuah kerajaan terkenal di daerah itu, telah terdapat masyarakat muslim. Di Gowa dan tallo raja-rajanya masuk islam secara rresmi pada tanggal 22 September 1605 M. (Badriyatim, Sejarah Peradaban Islam)
Proses islamisasi pada taraf pertama di kerajaan Gowa di lakukan dengan cara damai, oleh Dato’ Ri Bandung dan Dato’ Sulaeman keduanya memberikan ajaran-ajaran islam kepada masyarakat dan raja. Setelah secara resmi memeluk agama islam, Gowa melancarkan perang terhadap Soppeng. Wajo, dan terakhir Bone. Kerajaan-kerajaan itupun masuk islam, Wajo, 10 Mei 1610M dan Bone, 23 November 1611 M.
Proses islamisasi tidak berhenti sampai berdirinya kerajaan-kerajaan islam tetapi terus berlangsung intensif dengan berbagai cara dan saluran.

5.      Cara-cara dan Saluran Islamisasi di Indonesia
Kedatangan Islam dan penyebarannya kepada golongan bangsawan dan rakyat umum dilakukan secara damai, apabila situasi politik kerajaan mengalami kekacauan dan kelemahan, disebabkan perebutan kekuasaan dikalangan keluarga istana, maka Islam dijadikan alat politik bagi pihak-pihak yang menghendaki kekuasaan itu. Mereka berhubungan dengan pedagang–pedagang muslim yang posisi ekonominya kuat karena menguasai pelayaran dan perdagangan. (Badriyatim, Sejarah Peradaban Islam)
Menurut Uka Tjandrasasmita, saluran-saluran islamisasi yang berkembang ada enam yaitu:
1.      Saluran perdagangan
Pada taraf permulaan, saluran islamisasi adalah perdagangan. Kesibukan lalulintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 M. Membuat pedagang-pedagang muslim (Atab,Persia dan India) turut ambil bagian dalam perdagangan dari negri-negri bagian barat, tenggara dan Timur Benua Asia. Saluran islamisasi melalui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham. Mengutip pendapat Tome Pires berkenaan dengan saluran islamisasi melalui perdagangan ini di pesisir pulau jawa yang penduduknya ketika itu masih kafir. Mereka berhasil mendirikan masjid-masjid dan mendatangkan mullah-mullah sehingga jumlah mereka menjadi banyak, dan karenanya itu anak-anak muslim itu menjadi orang jawa dan kaya-kaya. Di beberapa tempat, penguasa-penguasa jawa, yang menjabat sebagai bupati-bupati majapahit yang di tempatkan di pesisir utara jawa banyak yang masuk islam, bukan hanya karena faktor politik dalam negara yang sedang goyah, tetapi terutama karena faktor hubungan ekonomi dengan pedagang-pedagang Muslim. Dalam perkembangan selanjutnya, mereka kemudian mengambil alih perdagangan dan kekuasaan di tempat-tempat tinggalnya.
2.      Saluran perkawinan
Dari sudut ekonomis, para pedagang muslim memiIiki setatus sosaial yang lebih baik dari pada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi, terutama putri-putri bangsawan, tertarik untuk menjadi istri saudagar-saudagar itu. Sebelum kawin, merekaa diislamkan lebih dahulu, setelah mereka mempunyai keturunan, lingkungan mereka makin luas. Akhirnya, timbul kampung-kampung, daerah-daerah dan kerajaan-kerajaan Muslim. Dalam perkembangan berikutnya, adapula wanita muslim yang dikawini oleh keturunan bangsawan, tentu saja setelah yang terakhir ini masuk islam terlebih dahulu. Jalur perkawinan ini lebih menguntungkan apabila terjadi antara saudagar muslim dengan anak bangsawan atau anak raja dan anak adipati, karena raja, adipati atau bangsawan itu turut mempercepat proses islamisasi. Demikianlah yang terjadi antara Raden Rahmat atau Sunan Ngampel dengan Nyai Manila, Sunan Gunung Jati dengan PutrinKawunganten, Brawijaya dengan putri Campa yang menurunkan Raden Patah (Raja pertama Demak ) dan lain-lain.
3.      Saluran Tasawuf
Pengajar-pengajar tasawuf atau para Sufi, mengajarkan teosofi yang bercampur dengan ajaran yang sudah luas di kenal oleh masyarakat indonesia. Mereka mahir dalam soal-soal magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Di antara mereka ada yang mengawini putri-putri bangsawan setempat. Dengan tasawuf “bentuk” islam yang di ajarkan kepada penduduk pribumi mempunyai kesamaan dengan alam pemikiran mereka yang sebelumnya menganut agama Hindu, sehingga agama baru itu mudah di mengerti dan mudah diterima. Di antara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra-islam itu adalah Hamzah Fansuri di Aceh,  Syaikh Lemah Abang, Dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik seperti ini masih berkembang di abad ke-19 M bahkan di abad ke-20 M.
4.      Saluran Pendidikan
Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang di selenggarakn oleh guru-guru agama, kiai-kiai, dan ulama-ulama. Di pesantren atau pondok itu, calon ulama, guru agama, dan kiai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar dari pesantren, mereka pulang ke kampung masing-masing kemudian berdakwah ketempat tertentu mengajarkan islam. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh Raden Rahmatdi Ampel Denta Surabaya dan Sunan Giri di Giri. Keluaran pesantren Giri ini banyak yang di undang ke Maluku untuk mengajarkan agama islam.
5.      Saluran Kesenian
Saluran islamisasi melalui kesenian yang paling tekenal adalah pertunjukan wayang. Dikatakn, Sunana Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian cerita wayang masih di petik dari cerita Mahabarata dan Ramayana, tetapi di cerita itu disisipkan ajaran dan nama-nama pahlawan islam. Kesenian-kesenian lain juga dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra ( hikayat, babad dan sebagainya) seni bangunan dan seni ukir.
6.      Saluran Politik
Di Maluku dan Sulawesi selatan, kebanyakan semua rakyatnya masuk islam setelah rajanya masuk islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya islam didaerah ini. Di samping itu, baik di Sumatra dan Jawa maupun di Indonesia bagian timur, demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan islam memerangi kerajaan-kerajaan non-muslim. Kemenangan kerajaan islam secara politis banyak menarik penduduk kerajaan bukan islam itu masuk islam.
Para sufi menyebarkan Islam melalui dua cara:
1.      Dengan membentuk kader mubaligh, agar mampu menyebarkan agama Islam di daerah asalnya.
2.      Melalui karya-karya tulis yang tersebar dan dibaca diberbagai tempat. Di abad ke 17, Aceh adalah pusat perkembangan karya-karya keagamaan yang ditulis para ulama dan para sufi.

6.      Perkembangan Islam di Nusantara
Islam di Indonesia (Asia Tenggara) merupakan salah satu dari tujuh cabang peradaban Islam (sesudah hancurnya persatuan peradaban islam yang berpusat di Baghdad tahun 1258). Ketujuh cabang perdaban Islam itu secara lengkap adalah peradaban Islam Arab, Islam Persi, Islam Turki, Islam Afrika Hitam, Islam anak benua India, Islam Arab Melayu, dan Islam Cina. Kebudayaan yang disebut Arab Melayu tersebar di wilayah Asia Tenggara memiliki ciri-ciri yang universal.
Kemunculan dan perkembangan Islam di kawasan itu menimbulkan transformasi kebudayaan (peradaban) lokal, dari sistem keagamaan lokal kepada sistem keagamaan Islam yang bisa disebut revolusi agama. Transformasi masyarakat melayu kepada Islam terjadi bebarengan dengan “masa perdagangan,” masa ketika Asia Tenggara mengalami peningkatan posisi dalam perdagangan Timur-Barat. Masa ini mengantarkan wilayah nusantara kedalam internasionalisasi perdagangan dan kosmopolitanisme kebudayaan yang tidak pernah dialami masyarakat di kawasan ini pada masa-masa sebelumnya. (Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia)


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.      Mengenai dasar teori masuknya Islam di Indonesia terdapat beberapa pendapat:
·         Dipelopori oleh sarjana-sarjana orientalis Belanda, diantaranya Snouck Hurgronje yang berpendapt bahwa Islam datang ke Indonesia pada abad ke-13 M dari Gujarat dengan bukti ditemukannya makam sultan yang beragama Islam pertama Malik as-Sholeh, raja pertama kerajaan samudra pasai yang dikatakan berasal dari gujarat.
·         Dikemukakan oleh sarjana-sarjana Muslim, diantaranya Prof. Hamka, yang mengadakan “Seminar Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia” di Medan tahun 1963. Hamka dan teman-temannya berpendapat bahwa islam sudah datang ke Indonesia pada abad pertama Hijriyah (± abad ke-7 sampai 8 M) langsung dari Arab dengan bukti jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional sudah dimulai jauh sebelum abad ke-13 melalui selat malaka tang menghubungkan Dinasti Tang di Cina (Asia Timur), Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Umayyah di Asia Barat.
·         Sarjana Muslim kontemporer seperti Taufik Abdullah mengkompromikan kedua pendapat tersebut. Menurutnya memang benar Islam sudah datang ke indonesia sejak abad pertama Hijriyah atau abad ke-7 M, tetapi baru dianut oleh pedagang Timur Tengah di pelabuhan-pelabuhan. Barulah Islam masuk secara besar-besaran dan mempunyai kekuatan politik pada abad ke-13 dengan berdirinya Kerajaan Samudra Pasai.
2.      Cara-cara dan Saluran Islamisasi di Indonesia:
A.    Cara-cara Islamisasi di Indonesia:
·         Dengan membentuk kader mubaligh, agar mampu menyebarkan agama Islam di daerah asalnya.
·         Melalui karya-karya tulis yang tersebar dan dibaca diberbagai tempat. Di abad ke 17, Aceh adalah pusat perkembangan karya-karya keagamaan yang ditulis para ulama dan para sufi
B.     Saluran Islamisasi di Indonesia:
·         Saluran perdagangan
·         Saluran perkawinan
·         Saluran tasawuf
·         Saluran pendidikan
·         Saluran kesenian
·         Saluran politik
3.      Perkembangan Islam di Nusantara
Islam di Indonesia (Asia Tenggara) merupakan salah satu dari tujuh cabang peradaban Islam (sesudah hancurnya persatuan peradaban islam yang berpusat di Baghdad tahun 1258). Ketujuh cabang perdaban Islam itu secara lengkap adalah peradaban Islam Arab, Islam Persi, Islam Turki, Islam Afrika Hitam, Islam anak benua India, Islam Arab Melayu, dan Islam Cina. Kebudayaan yang disebut Arab Melayu tersebar di wilayah Asia Tenggara memiliki ciri-ciri yang universal.

Kemunculan dan perkembangan Islam di kawasan itu menimbulkan transformasi kebudayaan (peradaban) lokal, dari sistem keagamaan lokal kepada sistem keagamaan Islam yang bisa disebut revolusi agama. Transformasi masyarakat melayu kepada Islam terjadi bebarengan dengan “masa perdagangan,” masa ketika Asia Tenggara mengalami peningkatan posisi dalam perdagangan Timur-Barat. Masa ini mengantarkan wilayah nusantara kedalam internasionalisasi perdagangan dan kosmopolitanisme kebudayaan yang tidak pernah dialami masyarakat di kawasan ini pada masa-masa sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA
Sunanto Musyrifah, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010)
Badriyatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003)
Amin Samsul Munir, sejarah peradaban islam, (Jakarta: Amzah, 2009)
loading...