PENDAHULUAN
I.
Latar belakang Masalah
Hadirnya Islam
di muka bumi merupakan sebuah anugrah yang di berikan pencipta kepadan umat
manusia, sehingga dapat membenahi kesemerawutan, dan kebobrokan umat manusia
pada saat itu.
Kejahiliahan
masyarakat pada saat itu sedikit demi sedikit dapat ditangani oleh Islam
melalui penyebaran ajarannya, walaupun hal tersebut mulanya di tentang oleh
masyarakat. Berkat ketekunan, ketangguhan, dan kesabaran Nabi Muhammad dan
sahabat, Islam dapat tersebar luas hingga ke plosok dunia, Indonesia merupakan
salah satu didalamnya.
Sejak zaman pra
sejarah, penduduk kepulauan Indonesia dikenal sebagai pelayar yang sanggup
mengarungi lautan lepas. Sejak awal abad Masehi sudah ada rute-rute pelayaran
dan perdagangan antar kepulauan Indonesia dengan berbagai daerah
didataran Asia Tenggara.
Wilayah barat
Nusantara dan sekitar malaka sejak masa kuno merupakan wilayah yang menjadi
titik perhatian, terutama karena hasil bumi yang dijual disana menarik para
pedagang, serta menjadi daerah lintasan penting antara cina dan india.
Pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatra dan Jawa antara abad ke 1 dan ke 7 M
sering disinggahi pedagang asing.
Pedagang muslim
asal Arab, Persia, dan India juga ada yang sampai ke kepulauan Indonesia untuk
berdagang. Berawal dari situlah islam mulai dikenal dan tersebar secara luas di
Indonesia. Untuk memperjelas hal tersebut, makalah ini berusaha menguak sejarah
awal masuk dan berkembangnya islam di Indonesai, mulai dari teorinya, cara
mengislamkan penduduk Indonesia, hingga perkembangannya di Nusantara.
II.
RUMUSAN MASALAH
1. Apasaja yang menjadi
dasar teori masuknya Islam di Indonesia?
2. Bagaimana Cara-cara
dan Saluran Islamisasi di Indonesia?
3. Seperti apa perkembangan
Islam di Nusantara?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Teori Masuknya Islam di Indonesia
Lahirnya agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW, pada abad ke-7 M,
menimbulkan suatu tenaga penggerak yang luar biasa, yang pernah dialami oleh
umat manusia. Islam merupakan gerakan raksasa yang telah berjalan sepanjang
zaman dalam pertumbuhan dan perkembangannya.
Masuk dan
berkembangnya Islam ke Indonesia dipandang dari segi historis dan sosiologis
sangat kompleks dan terdapat banyak masalah, terutama tentang sejarah
perkembangan awal Islam.
Suatu kenyataan
bahwa kedatangan Islam ke Indonesia dilakukan secara damai. Islam dalam
batas-batas tertentu disebarkan oleh pedagang, kemudian dilanjutkan oleh para
guru agama dan pengembara sufi. Orang yang terlibat dalam penyebaran islam
tidak bertendensi, mereka hanya melakukan kewajiban tanpa pamrih, sehingga
nama-nama mereka berlalu begitu saja. Dampaknya ialah terjadi perbedaan
pendapat mengenai kedatangan islam pertama kali di Indonesia. (Musyrifah Sunanto, Sejarah
Peradaban Islam Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm.,7.)
Secara garis besar
perbedaan pendapat itu dapat dibagi sebagai berikut:
·
Dipelopori oleh sarjana-sarjana orientalis
Belanda, diantaranya Snouck Hurgronje yang berpendapt bahwa Islam datang ke
Indonesia pada abad ke-13 M dari Gujarat dengan bukti ditemukannya makam sultan
yang beragama Islam pertama Malik as-Sholeh, raja pertama kerajaan samudra
pasai yang dikatakan berasal dari gujarat.
·
Dikemukakan oleh sarjana-sarjana Muslim,
diantaranya Prof. Hamka, yang mengadakan “Seminar Sejarah Masuknya Islam ke
Indonesia” di Medan tahun 1963. Hamka dan teman-temannya berpendapat bahwa
islam sudah datang ke Indonesia pada abad pertama Hijriyah (± abad ke-7 sampai
8 M) langsung dari Arab dengan bukti jalur pelayaran yang ramai dan bersifat
internasional sudah dimulai jauh sebelum abad ke-13 melalui selat malaka tang
menghubungkan Dinasti Tang di Cina (Asia Timur), Sriwijaya di Asia Tenggara dan
Bani Umayyah di Asia Barat.
Sarjana Muslim
kontemporer seperti Taufik Abdullah mengkompromikan kedua pendapat tersebut.
Menurutnya memang benar Islam sudah datang ke indonesia sejak abad pertama
Hijriyah atau abad ke-7 M, tetapi baru dianut oleh pedagang Timur Tengah di
pelabuhan-pelabuhan. Barulah Islam masuk secara besar-besaran dan mempunyai
kekuatan politik pada abad ke-13 dengan berdirinya Kerajaan Samudra Pasai. (Musyrifah
Sunanto, Sejarah Peradaban Islam
Indonesia, hlm.,8-9).
2. Sejarah Masuknya
Islam di Indonesia
Sejak
zaman prasejarah, penduduk kepulauan indonesia dikenal sebagai
pelayar-pelayar yang sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak awal abad
masehi sudah ada rute-rute pelayaran dan perdagangan antara kepulauan indonesia
dengan berbagai daerah daratan asia tenggara. Wilayah barat nusantara dan
sekitar malaka sejak masa kuno merupakan wilayah yang menjadi titik perhatian,
terutama karena hasil bumi yang dijual disana menarik bagi para pedagang dan
menjadi daerah lintasan penting antara cina dan india. Sementara itu, pala dan
cenkeh yang berasal dari maluku, dipasarkan dijawa dan sumatra, untuk kemudian
dijual pada pedagang asing. Pelabuhan-pelabuhan penting disumatra dan jawa
antara abad ke-1 dan ke-7 M sering disinggahi pedagang asing, seperti lamuri
(Aceh) Barus dan Palembang di Sumatera, (Sunda Kelapa dan Gresik di Jawa). (Badriyatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2003), hlm., 200).
Pedagang-pedagang
Muslim asal Arab, Persia, dan India juga ada yang sampai ke kepulauan Indonesia
untuk berdagang sejak abad ke-7M (abad I H), islam pertama kali berkmbang di
Timur Tengah. Malaka, jauh sebelum ditaklukkan portugis (1511), merupakan pusat
utama lalu lintas perdagangan dan pelayaran. Melalui Malaka, hasil hutan dan
rempah-rempah dari seluruh plosok Nusantara dibawa ke Cina dan India., terutama
Gujarat, yang melakukan hubungan dagang langsung dengan Malaka pada waktu itu.
Dengan demikian , Malaka menjadi mata rantai pelayaran yang penting. Lebih ke
Barat lagi dari Gujarat, perjalanan laut melintasi Laut Arab. Dari sana
perjalanan bercabang dua. Jalan pertama di sebelah Utara menuju teluk Oman,
melalui selat Ormuz ke Teluk Persia. Jalan kedua melalui Teluk Aden dan Laut
Merah, dan dari kota Suez jalan perdagangan harus melalui daratan ke kairo dan
Iskandariah. Melalui jalan pelayaran tersebut, kapal-kapal Arab, Persia dan India
mondar mandir dari Barat ke Timur dan terus ke negri Cina dengan menggunakan
angin musim untuk pelayaran pulang perginya.
Ada
indikasi bahwa kapal-kapal Cina pun mengikuti jalan tersebut sesudah abad ke-9M
tetapi tidak lama kemudian kapal-kapal tersebut hanya sampai di pantai barat
India, karena barang-barang yang di perlukan sudah dapat di beli di sini.
Kapal-kapal indonesia juga mengambil bagian dalam perjalanan niaga tersebut.
Pada Zaman Sriwijaya, pedagang-pedagang Nusantara mengunjug pelabuhan-pelabuhan
Cina dan Pantai Timur Afrika.
Menurut
J.C. van Leur, berdasarkan berbagai cerita perjalanan dapat diperkirakan sejak
674M ada koloni-koloni Arab di Barat Laut Sumatra, yaitu di Barus, daerah
penghasil kapur barus terkenal. Dari berita Cina bisa diketahui bahwa dimasa
dinssti Tang( abad 9-10M) orang-orang Ta-shih sudah ada di kanton (Kan-fu) dan
Sumatra. Ta-shih adalah sebutan untuk orang-orang Arab dan Persia, yang ketika
itu jelas sudah menjadi muslim. Perkembangan pelayaran dan perdagangan yang
bersifat internasional antara negri-negri di Asia bagian Barat dan Timur
mungkin disebabkan oleh kegiatan kerajaan islam dibawah bani Umayyah dibagian
barat dan kerajaan Cina zaman dinasti Tang akan tetapi, menurut Taufik
Abdullah , belum ada bukti bahwa pribumi indonesia di tempat-tempat yang
disinggahi oleh para pedagang Muslim itu beragama Islam. Adanya koloni itu ,
diduga sejauh yang paling bisa dipertanggung jawabkan ialah para pedagang arab
tersebut , hanya berdiam untuk menunggu muslim yang baik bagi pelayaran.
Baru
pada zaman-zaman berikutnya, penduduk kepulauan ini masuk islam, bermula dari
penduduk pribumi koloni-koloni pedagang muslim itu. Menjelang abad ke- 13M,
masyarakat muslim sudah ada di Samudra Pasai, Perlak dan Palembang di Sumatra.
Di Jawa, makam Fatimah Binti Maimun di leran (Gresik) yang berangka tahun 475H
(1082M), dan makam-makam islam di Tralaya yang berasal dari abad ke-13M
merupakan bukti berkembangnya komunitas islam, termasuk di pusat kekuasaan
Hindu-Jawa ketika itu, Majapahit. Namun, sumber sejarah yang sahih yang
meberikan kesaksian sejarah yang dapat dipertanggung jawabkan tentang
perkembangan masyarakat islam di Indonesia, baik berupa prasasti dan
historiografi tradisional maupun berita asing, baru terdapat ketika “komunitas
islam” berubah menjadi pusat kekuasaan.
Sampai
berdirinya kerajaan-kerajaan islam itu, perkembangan agama islam di indonesia
dapat dibagi menjadi tiga fase. (1) Singgahnya pedagang-pedagang islam di
pelabuhan-pelabuhan Nusantara. Sumbernya adalah berita luar negri,terutama
Cina, (2) Adanya komunitas-komunitas islam dibeberapa daerah di
kepulauan Indonesia. Sumbernya, di samping berita-berita asing juga
makanan-makanan Islam, dan (3) berdirinya kerajaan-kerajaan islam.
3.
Kondisi
dan Situasi Politik Kerajaan-kerajaan di Indonesia
Cikal bakal kekuasaan
islam telah dirintis pada periode abad 1-5H/7-8M, tetapi semua tenggelam dalam
hegemoni maritm Sriwijaya yang erpusat di Palembang dan Majapahit di jawatimur
. pada periode ini para pedagang dan mubaligh muslim membentuk
komunitas-komunitas islam. Mereka memperkenalkan islam yang mengajarkan
toleransi dan kesamaan derajat di antara sesama, sementara ajaran
Hindu-Jawamenekankan prbedaan derajat manusia. Ajaran islam ini sangat menarik
perhatian penduduk setempat. Karena itu, islam tersebar di kepulauan Indonesia
terhitung cepat, meski dengan damai. (Samsul
Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), hal 309).
Masuknya
islam ke daerah-daerah di indonesia tidak dalam waktu yang bersamaan. Di
samping itu, keadaan politik dan sosial budaya daerah-daerah ketika datang
islam juga berlainan. Pada abad ke-7 sampai ke-10M, kerajaan Sriwijaya
meluaskan kekuasaanya ke daerah Semenanjung Malaka sampai Kedah. Hal itu erat
hubunganyaa dengan usaha penguasaan selat Malakayang merupakan kunci bagi
pelayaran dan perdagangan internasional. Datangnya orang-orang muslim kedaerah
itusama sekali belum memperhatikan dampak-dampak politik., karena mereka datang
hanya memang untuk usaha pelayaran dan perdagangan. Keterlibatan orang-orang
islam dalam bidang poitik terlihat pada abad ke-9M, ketika mereka terlibat
dalam pemberotakanpetani Cina terhadap kekuasaan T’ang pada masa pemerintahan
kaisar Hi-Tsung (878-889M). Akibat pemberontakan itu, kaum muslimin banyak yang
dibunuh. Sebagian lainya ke Kedah, wilayah yang masuk ke kekuasaan Sriwijaya,
bahkan ada yang ke Palembang dan membuat perkampungan Muslim disini.
Kerajaan-kerajaan Sriwijaya pada waktu itu memang melindungi orang-orang
muslimdi wilayah kekuasaanya.
Kemajuan
politik dan ekonomi Sriwijaya berlangsung sampai abad ke-12M, kerajaan ini
mulai masuki masa kemunduranya. Untuk mempertahankan posisi ekonominya,
kerajaan sriwijaya membuat peraturan cukai yang lebh berat dari kapal-kapal
dagang yang singgah ke pelabuhan-pelabuhanya. Akan tetapi, usaha itu tidak
mendatangkan keuntungan bagi kerajaan, bahkan justru karesabaliknya kapal-kapal
dagang asing sering kali menyingkir. Kemunduran ekonomi ini membawa dampak
terhadap perkembangan politik.
Kemudian
politik dan ekonomi Sriwijaya dipecat oleh usaha-usaha kerajaan Singasari yang
sedang bangkit di Jawa. Kerajaan di jawa ini melakukan ekspedisi Pamalayu tahun
1275 dan berhasil mengalahkan kerajaan melayu di Sumatra. Keadaan it mendorong
daerah-daerah di Selat Malaka yang dikuasai oleh kerajaan Sriwijaya melepaskan
diri dari kekuasaan kerajaan tersebut.
Kelemahan
Sriwijaya dimanfaatka pula oleh pedagang-pedagang muslim untuk mendapatkan
keuntungan-keuntungan politik dan perdagangan. Mereka mendukung daerah-daerah
yang muncul dan daerah yang menyatakan diri sebagai kerajaan yang bercorak
islam, yaitu kerajaan Pasai di pesisir Timur Laut Aceh. Daerah ini sudah di
singgahi pedagang-pedagang muslim sejak abad ke-7 dan ke-8 M. Proses
islamisasi tentu berjalan disana sejak abad tersebut. Kerajaan Samudra Pasai
dengan segera berkembang baik dalam bidang politik maupun perdagangan. (Badriyatim, Sejarah Peradaban Islam)
Karena
kekacauan-kekacauan dalam negri sendiri akibat perebutan kekuasaan di istana,
kerajaan Singasari, juga pelanjutnya, Majapahit, tidak mampu mengontrol daerah
melayu dan selat malaka dengan baik, sehingga kerajaan Samudra Pasai dan Malaka
dapat berkembang dan mencapai puncak kekuasaanya hingga abad ke-16M.
Di
kerajaan Majapahit, ketika Hayam Wuruk dengan Patih Gajah Mada masih berkuasa,
situasi politik pusat kerajaan memang tenang, sehingga banyak daerah
dikepulauan Nusantara mengakui berada dibawah perlindunganya. Tetapi sejak
Gajah Mada meninggal dunia (1364M) dan di susul Hayam Wuruk (1389M), situasi
Majapahit kembali mengalami kegoncangan. Perebutan kekuasaan anara
Wikramawhardana da Bhre Wirabumi berlangsung lebih dari sepuluh aun. Setelah
Bhre Wirabumi meninggal, perebutan kekuasaan dikalangan istana kembali muncul
dan berlarut-larut. Pada tahun 1468M Maja Pahit di serang Girindrawardhana dari
Kediri. Sejak itu, kebesaran Majapahit dapat di katakan sudah habis. Tome Pires
(1512-1515M), dalm tulisanyasuma oriental, tidak lagi menyebut-nyebut
nama Majapahit. Kelemahan-kelemahan yang semakin lama semakin memuncak akhirnya
menyebabkan keruntuhannya.
4.
Munculnya
pemukiman-pemukiman muslim di kota-kota pesisir
Seperti
disebutkan di atas, menjelang abad ke-13M, pesisir aceh sudah ada pemukiman
muslim. Persentuhan antara penduduk pribumi dengan pedagang muslim dari Arab,
Persia, dan India memang pertama kali terjadi didaerah ini. Karena itu,
diprkirakan, proses islamisasi sudah berlangsung sejak persentuhan itu terjadi.
Dengan demikian, dapat dipahami mengapa kerajaan islam pertama di Kepulauan
Nusantara ini berdiri di Aceh, yaitu kerajaan Pasai yang didirikan pada
pertengahan abad ke-13M, setelah kerajaan islam ini berdiri, perkembangan
masyarakat muslim di Malaka makn lama makin meluas dan pada awal abad ke-15M,
di daerah ini lahir kerajaan islam kedua di asia tenggara. Kerajaan ini cepat
berkembang, bahkan dapat mengambi alih dominasi pelayaran dan perdagangan dari
kerajaan Samudra Pasai yang kalah bersaing. Lajunya perkembangan masyarakat
Muslim ini berkaitan erat dengan keruntuhan Sriwijaya.
Setelah
malaka jatuh ke tangan portugis (1511 M), mata rantai penting pelayaran beralih
ke Aceh, kerajaan islam yang melanjutkan kejayaan Samudra pasai. Dari sini,
proses islamisasi di kepulauan Nusantara berlangsung lebih cepat dari
sebelumnya. Untuk menghindari gangguan portugis yang menguasai Malaka, untuk
sementara waktu kapal-kapal pemilih berlayar menelusuri pantai Barat Sumatra.
Aceh kemudian berusaha melebarkan kekuasaanya ke Selatan sampai ke Pariaman dan
Tiku. Dari pantai Sumatra, kapal-kapal memasuki selat Sunda menuju
pelabuhan-pelabuhan di pantai Utara Jawa. (Badriyatim, Sejarah Peradaban Islam)
Berdasarkan
berita Tome Pires (1512-1511), dalam suma oriental-nya, dapat
diketahui bahwa daerah-daerah dibagian pesisir Sumatra Utara dan Timur selat
Malakayaitu dari Aceh sampai Palembang sudah banyak terdapat masyarakat dan
kerajaan-kerajaan islam. Akan tetapi, menurut berita itu, daerah-darah
yang belum islam juga masih banyak, yaitu palembang dan daerah-daerah
pedalaman. Proses islamisasi ke daerah-daerah pedalaman aceh, Sumatra Barat,
terutama terjadi sejak aceh mlakukan ekspansi politiknya pada abad ke-16 dan
ke-17M.
Sementara
itu, di Jawa, proses islamisasi sudah berlangsung, sejak abad ke-11M, meskipun
belum meluas; terbukti dengan di temukanya makam Fatimah binti Maimun di Leran
Gresik yang berangka tahun 475H (1082M). Berita tentang islam di Jawa pada abad
ke-11 dan 12M memang masih sangat langka. Akan tetapi, sejak akhir abad ke-13M
dan abad-abad berikutnya, terutama ketika Majapahit mencapai puncak
kebesaranya, bukti-bukti adanya proses islamisasi sudah banyak, dengan
ditemukanya beberapa puluh nisan kubur di Troloyo, Trowulan dan Gresik. Bahkan,
menurut berita Ma-huan tahun 1416M, di pusat Majapahit maupun dipesisir,
terutama dikota-kota pelabuhan, telah terjadi proses islamisasi dan sudah pula
terbentuk masyarakat muslim.
Pertumbuhan
masyarakat islam disekitar Majapahit dan terutama di beberapa kota pelabuhan di
Jawa erat hubunganya dengan perkembangan pelayaran dan perdagangan yang
dilakukan orang-orang islam yang telah mempunyai kekuasaan ekonomi dan politik
di Samudra Pasai,Malaka dan Aceh.
Tome
Pires juga menyebutkan bahwa di Jawa sudah ada kerajaan yang bercorak Islam,
yaitu Demak, dan kerajaan-kerajaan di daerah pesisir Utara Jawa Timur, Jawa
Tengah, dan Jawa Barat, di samping masih ada kerajaan-kerajaan yang bercorak
Hindu. (Badriyatim, Sejarah Peradaban Islam)
Melihat
makam-makam muslim yang terdaoat di situs-situs Majapahit, diketahui bahwa
islam sudah hadir di ibu kota Majapahit sejak kerajaan itu sudah mencapai
puncaknya. Meskipun demikian, lazim dianggap bahwa islam di Jawa pada mulanya
menyebar selama periode merosotnya kerajaan Hindu-Budhis. Islam menyebar ke
posisi pulau jawa melalui hubungan perdagangan, kemudian dari pesisir ini, agak
belakang menyebar ke pedalaman pulau itu. Tome pires memberi gambaran tentang
bagaimana wilayah-wilayah di pesisir Jawa berada di bawah pengaruh muslim:
Pada
waktu terdapat orang-orang kafir di sepanjan pesisir Jawa, banyak pedagang yang
biasa datang : orang persia, Arab, Gujarat, Bengali, Melayu dan bangsa-bangsa
lain. Mereka mulai berdagang di negri itu dan berkembang menjadi kaya. Mereka
berhasil mendirikan masjid-masjid dan mullah-mullah datang dari luar. Oleh
karena iti, mereka datang dengan jumlah yang terus meningkat. Anak-anak orang
kaya muslim sudah menjadi orang Jawa dan kaya, Karena mereka telah menetap di daerah
ini sekitar 70 tahun. Di beberapa tempat, raja-raja jawa yang kafir menjadi
muslim, sementara para mullah dan para pedagang muslim mendapat posisi di sana.
Yang lain mengambil jalan membangun benteng di sekitar tempat-tempat mereka
tinggal dan mengambil masyarakat-masyarakat pribuminya, yang berlayar di
kapal-kapal mereka. Mereka membunuh raja-raja jawa serta menjadikan diri mereka
sebagai raja. Dengan cara ini . mereka menjadikan diri mereka sebagai tuan-tuan
di pesisir itu serta mengambil alih perdagangan dan kekuasaan di Jawa.
Perkembangan
islam di pulau jawa bersamaan waktunya dengan melemahnya posisi raja Majapahit.
Hal itu memberi peluan kepada raja-raja islam pesisir untuk membangun
pusat-pusat kekuasaan yang independen. Di bawah bimbingan spiritual Sunan
Kudus, meskipun bukan tang tertua dari wali songo, Demak akhirnya berhasil
menggantikan Majapahit sebagai kraton pusat.
Pengaruh
islam masuk ke Indonesia bagian timur, khususnya daerah Maluku, tidak dapat
dipisahkan dari jalur perdagangan yang terbentang pada pusat lalulintas
pelayaran internasional di Malaka, Jawa dan Maluku. Menurut tradisi setempat,
sejak abad ke-14M, islam datang ke daerah Maluku. Raja ternate yang ke
duabelas, Molomatea (1350-1357M) bersahabat karib dengan orang Arab yang memberinya
petunjuk dalam pembuatan kapal-kapal, tetapi agaknya bukan dalam kepercayaan.
Hal ini menunjukkan bahwa di Ternate sudah ada masyarakat islam sebelum rajanya
masuk islam. Demikian juga di Banda, Hitu, Makyan, dan Bacan. Menurut
TomePires, orang masuk islam di Maluku kira-kira tahun 1460-1465M. Hal itu
sejalan dengan berita Antonio Galvao. Orang-orang islam datang ke maluku tidak
menghadapi kerajaan-kerajaan yang sedang mengalami perpecahan sebagaimana
halnya di Jawa. Mereka datang dan menyebarkan agama Islam melalui perdagangan,
dakwah dan perkawinan.
Kalimantan
timur pertama kali di selamatkan oleh Datuk Ri Bandung dan Tunggang Parangan.
Kedua mubaligh itu datang ke Kutai seelah orang-orang Makasar masuk islam.
Proses islamisasi di Kutai dan daerah sekitarnya di perkirakan terjadi sekitar
tahun 1575.
Sulawesi,
terutama bagian Selatan, sejak abad ke-15M sudah didatangi oleh
pedagang-pedagang muslim, mungkin dari Malaka, Sumatra dan Jawa. Pada awal abad
ke-16M, di Sulawesi masih banyak kerajaan yang masih beragama berhala. Akan
tetapi, pada abad ke-16 di bagian Gowa, sebuah kerajaan terkenal di daerah itu,
telah terdapat masyarakat muslim. Di Gowa dan tallo raja-rajanya masuk islam
secara rresmi pada tanggal 22 September 1605 M. (Badriyatim, Sejarah Peradaban Islam)
Proses
islamisasi pada taraf pertama di kerajaan Gowa di lakukan dengan cara damai,
oleh Dato’ Ri Bandung dan Dato’ Sulaeman keduanya memberikan ajaran-ajaran
islam kepada masyarakat dan raja. Setelah secara resmi memeluk agama islam,
Gowa melancarkan perang terhadap Soppeng. Wajo, dan terakhir Bone.
Kerajaan-kerajaan itupun masuk islam, Wajo, 10 Mei 1610M dan Bone, 23 November
1611 M.
Proses
islamisasi tidak berhenti sampai berdirinya kerajaan-kerajaan islam tetapi
terus berlangsung intensif dengan berbagai cara dan saluran.
5.
Cara-cara dan Saluran Islamisasi di
Indonesia
Kedatangan
Islam dan penyebarannya kepada golongan bangsawan dan rakyat umum dilakukan
secara damai, apabila situasi politik kerajaan mengalami kekacauan dan
kelemahan, disebabkan perebutan kekuasaan dikalangan keluarga istana, maka
Islam dijadikan alat politik bagi pihak-pihak yang menghendaki kekuasaan
itu. Mereka
berhubungan dengan pedagang–pedagang muslim yang posisi ekonominya kuat karena
menguasai pelayaran dan perdagangan. (Badriyatim, Sejarah Peradaban Islam)
Menurut
Uka Tjandrasasmita, saluran-saluran islamisasi yang berkembang ada enam yaitu:
1. Saluran
perdagangan
Pada
taraf permulaan, saluran islamisasi adalah perdagangan. Kesibukan lalulintas
perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 M. Membuat pedagang-pedagang muslim
(Atab,Persia dan India) turut ambil bagian dalam perdagangan dari negri-negri
bagian barat, tenggara dan Timur Benua Asia. Saluran islamisasi melalui perdagangan
ini sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta dalam
kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham. Mengutip
pendapat Tome Pires berkenaan dengan saluran islamisasi melalui perdagangan ini
di pesisir pulau jawa yang penduduknya ketika itu masih kafir. Mereka berhasil
mendirikan masjid-masjid dan mendatangkan mullah-mullah sehingga jumlah mereka
menjadi banyak, dan karenanya itu anak-anak muslim itu menjadi orang jawa dan
kaya-kaya. Di beberapa tempat, penguasa-penguasa jawa, yang menjabat sebagai
bupati-bupati majapahit yang di tempatkan di pesisir utara jawa banyak yang
masuk islam, bukan hanya karena faktor politik dalam negara yang sedang goyah,
tetapi terutama karena faktor hubungan ekonomi dengan pedagang-pedagang Muslim.
Dalam perkembangan selanjutnya, mereka kemudian mengambil alih perdagangan dan
kekuasaan di tempat-tempat tinggalnya.
2. Saluran
perkawinan
Dari
sudut ekonomis, para pedagang muslim memiIiki setatus sosaial yang lebih baik
dari pada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi, terutama putri-putri
bangsawan, tertarik untuk menjadi istri saudagar-saudagar itu. Sebelum kawin,
merekaa diislamkan lebih dahulu, setelah mereka mempunyai keturunan, lingkungan
mereka makin luas. Akhirnya, timbul kampung-kampung, daerah-daerah dan
kerajaan-kerajaan Muslim. Dalam perkembangan berikutnya, adapula wanita muslim
yang dikawini oleh keturunan bangsawan, tentu saja setelah yang terakhir ini
masuk islam terlebih dahulu. Jalur perkawinan ini lebih menguntungkan apabila
terjadi antara saudagar muslim dengan anak bangsawan atau anak raja dan anak
adipati, karena raja, adipati atau bangsawan itu turut mempercepat proses
islamisasi. Demikianlah yang terjadi antara Raden Rahmat atau Sunan Ngampel
dengan Nyai Manila, Sunan Gunung Jati dengan PutrinKawunganten, Brawijaya
dengan putri Campa yang menurunkan Raden Patah (Raja pertama Demak ) dan
lain-lain.
3. Saluran
Tasawuf
Pengajar-pengajar
tasawuf atau para Sufi, mengajarkan teosofi yang bercampur dengan ajaran yang
sudah luas di kenal oleh masyarakat indonesia. Mereka mahir dalam soal-soal
magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Di antara mereka ada yang
mengawini putri-putri bangsawan setempat. Dengan tasawuf “bentuk” islam yang di
ajarkan kepada penduduk pribumi mempunyai kesamaan dengan alam pemikiran mereka
yang sebelumnya menganut agama Hindu, sehingga agama baru itu mudah di mengerti
dan mudah diterima. Di antara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang
mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra-islam itu adalah Hamzah
Fansuri di Aceh, Syaikh Lemah Abang, Dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran
mistik seperti ini masih berkembang di abad ke-19 M bahkan di abad ke-20 M.
4. Saluran
Pendidikan
Islamisasi
juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang di
selenggarakn oleh guru-guru agama, kiai-kiai, dan ulama-ulama. Di pesantren
atau pondok itu, calon ulama, guru agama, dan kiai mendapat pendidikan agama.
Setelah keluar dari pesantren, mereka pulang ke kampung masing-masing kemudian
berdakwah ketempat tertentu mengajarkan islam. Misalnya, pesantren yang
didirikan oleh Raden Rahmatdi Ampel Denta Surabaya dan Sunan Giri di Giri.
Keluaran pesantren Giri ini banyak yang di undang ke Maluku untuk mengajarkan
agama islam.
5. Saluran
Kesenian
Saluran
islamisasi melalui kesenian yang paling tekenal adalah pertunjukan wayang.
Dikatakn, Sunana Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan
wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para
penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian cerita
wayang masih di petik dari cerita Mahabarata dan Ramayana, tetapi di cerita itu
disisipkan ajaran dan nama-nama pahlawan islam. Kesenian-kesenian lain juga
dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra ( hikayat, babad dan sebagainya) seni
bangunan dan seni ukir.
6. Saluran
Politik
Di
Maluku dan Sulawesi selatan, kebanyakan semua rakyatnya masuk islam setelah
rajanya masuk islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu
tersebarnya islam didaerah ini. Di samping itu, baik di Sumatra dan Jawa maupun
di Indonesia bagian timur, demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan islam
memerangi kerajaan-kerajaan non-muslim. Kemenangan kerajaan islam secara
politis banyak menarik penduduk kerajaan bukan islam itu masuk islam.
Para sufi
menyebarkan Islam melalui dua cara:
1. Dengan membentuk kader mubaligh, agar mampu menyebarkan
agama Islam di daerah asalnya.
2. Melalui karya-karya tulis yang tersebar dan dibaca
diberbagai tempat. Di abad ke 17, Aceh adalah pusat perkembangan karya-karya
keagamaan yang ditulis para ulama dan para sufi.
6.
Perkembangan Islam di Nusantara
Islam di Indonesia (Asia Tenggara) merupakan salah satu dari tujuh cabang
peradaban Islam (sesudah hancurnya persatuan peradaban islam yang berpusat di
Baghdad tahun 1258). Ketujuh cabang perdaban Islam itu secara lengkap adalah
peradaban Islam Arab, Islam Persi, Islam Turki, Islam Afrika Hitam, Islam anak
benua India, Islam Arab Melayu, dan Islam Cina. Kebudayaan yang disebut Arab
Melayu tersebar di wilayah Asia Tenggara memiliki ciri-ciri yang universal.
Kemunculan dan perkembangan Islam di kawasan itu menimbulkan transformasi
kebudayaan (peradaban) lokal, dari sistem keagamaan lokal kepada sistem
keagamaan Islam yang bisa disebut revolusi agama. Transformasi masyarakat
melayu kepada Islam terjadi bebarengan dengan “masa perdagangan,” masa ketika
Asia Tenggara mengalami peningkatan posisi dalam perdagangan Timur-Barat. Masa
ini mengantarkan wilayah nusantara kedalam internasionalisasi perdagangan dan
kosmopolitanisme kebudayaan yang tidak pernah dialami masyarakat di kawasan ini
pada masa-masa sebelumnya. (Musyrifah
Sunanto, Sejarah Peradaban Islam
Indonesia)
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
Kesimpulan
1.
Mengenai dasar teori
masuknya Islam di Indonesia terdapat beberapa pendapat:
·
Dipelopori oleh sarjana-sarjana orientalis
Belanda, diantaranya Snouck Hurgronje yang berpendapt bahwa Islam datang ke
Indonesia pada abad ke-13 M dari Gujarat dengan bukti ditemukannya makam sultan
yang beragama Islam pertama Malik as-Sholeh, raja pertama kerajaan samudra
pasai yang dikatakan berasal dari gujarat.
·
Dikemukakan oleh sarjana-sarjana Muslim,
diantaranya Prof. Hamka, yang mengadakan “Seminar Sejarah Masuknya Islam ke
Indonesia” di Medan tahun 1963. Hamka dan teman-temannya berpendapat bahwa
islam sudah datang ke Indonesia pada abad pertama Hijriyah (± abad ke-7 sampai
8 M) langsung dari Arab dengan bukti jalur pelayaran yang ramai dan bersifat
internasional sudah dimulai jauh sebelum abad ke-13 melalui selat malaka tang
menghubungkan Dinasti Tang di Cina (Asia Timur), Sriwijaya di Asia Tenggara dan
Bani Umayyah di Asia Barat.
·
Sarjana Muslim kontemporer seperti Taufik
Abdullah mengkompromikan kedua pendapat tersebut. Menurutnya memang benar Islam
sudah datang ke indonesia sejak abad pertama Hijriyah atau abad ke-7 M, tetapi
baru dianut oleh pedagang Timur Tengah di pelabuhan-pelabuhan. Barulah Islam
masuk secara besar-besaran dan mempunyai kekuatan politik pada abad ke-13
dengan berdirinya Kerajaan Samudra Pasai.
2. Cara-cara
dan Saluran Islamisasi di Indonesia:
A. Cara-cara Islamisasi di Indonesia:
·
Dengan
membentuk kader mubaligh, agar mampu menyebarkan agama Islam di daerah asalnya.
·
Melalui
karya-karya tulis yang tersebar dan dibaca diberbagai tempat. Di abad ke 17,
Aceh adalah pusat perkembangan karya-karya keagamaan yang ditulis para ulama
dan para sufi
B. Saluran Islamisasi di Indonesia:
·
Saluran perdagangan
·
Saluran perkawinan
·
Saluran tasawuf
·
Saluran pendidikan
·
Saluran kesenian
·
Saluran politik
3. Perkembangan
Islam di Nusantara
Islam di Indonesia (Asia Tenggara) merupakan salah satu dari tujuh cabang
peradaban Islam (sesudah hancurnya persatuan peradaban islam yang berpusat di
Baghdad tahun 1258). Ketujuh cabang perdaban Islam itu secara lengkap adalah
peradaban Islam Arab, Islam Persi, Islam Turki, Islam Afrika Hitam, Islam anak
benua India, Islam Arab Melayu, dan Islam Cina. Kebudayaan yang disebut Arab
Melayu tersebar di wilayah Asia Tenggara memiliki ciri-ciri yang universal.
Kemunculan dan perkembangan Islam di kawasan itu menimbulkan transformasi
kebudayaan (peradaban) lokal, dari sistem keagamaan lokal kepada sistem
keagamaan Islam yang bisa disebut revolusi agama. Transformasi masyarakat
melayu kepada Islam terjadi bebarengan dengan “masa perdagangan,” masa ketika
Asia Tenggara mengalami peningkatan posisi dalam perdagangan Timur-Barat. Masa
ini mengantarkan wilayah nusantara kedalam internasionalisasi perdagangan dan
kosmopolitanisme kebudayaan yang tidak pernah dialami masyarakat di kawasan ini
pada masa-masa sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Sunanto Musyrifah, Sejarah
Peradaban Islam Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010)
Badriyatim, Sejarah
Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003)
Amin
Samsul Munir, sejarah peradaban islam,
(Jakarta: Amzah, 2009)