Saturday 4 February 2017

Contoh Format Pendapat Hukum (Legal Opinion) - Perusahaan

Image result for hukum perdata
#source: hukumacaraperdata.com

PENDAPAT HUKUM
(Legal Opinion)








Disusun Oleh:
JOYO SUHENDRO KARMA,SH.,M.HUM.






BANDUNG
JUNI 2008



Pengantar

Berdasarkan surat AA Law Firm No.080/AA-LF/Pdt/V/08, tanggal 19 Mei 2008 tentang permohonan Pendapat Hukum/Legal Opinion atas Sengketa Penguasaan Lahan seluas 1.976 ha yang terletak di Kabupaten Musi Banyuasin dan Kabupaten Banyuasin antara PT.Hindoli dan Pihak Departemen Kehutanan bersama ini disampaikan pendapat hukum yang dimaksud.


Bandung , 4 Juni 2008




JOYO SUHENDRO KARMA,SH.,M.HUM.



Daftar Isi

Hal Pendahuluan.........................................................................................................................      i
Kata Pengantar…………………………………………………………………………………    ii
Daftar Isi....................................................................................................................................     iii
Pendapat Hukum (Legal Opinion)............................................................................................       1
A. Para Pihak............................................................................................................................       1
B. Kasus Posisi........................................................................................................................        1
C. Kajian Teoritis....................................................................................................................        2
D. Pendapat  Hukum................................................................................................................        4
E. Penutup.................................................................................................................................       6


                           Pendapat Hukum (Legal Opinion)
                   
A.  Para Pihak
1. PT.  Hindoli,   adalah  Badan Hukum Swasta merupakan perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan yang didirikan berdasarkan ..................................  Berdasarkan hal tersebut, maka  PT Hindoli berhak dan berwenang menjadi pihak yang bersengketa dalam kasus ini.
2. Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, adalah Badan Hukum Publik yang didirikan berdasarkan ........... dengan fungsi melaksanakan pemerintahan di Provinsi Sumatera Selatan merupakan badan hukum yang  berwenang turut serta dalam penyelesaian sengketa, karena lahan yang disengketakan terletak di dua Kabupaten.
3. Departemen Kehutanan.
Adalah Badan Hukum Publik yang lingkup tugasnya di bidang kehutanan yang dipimpin oleh seorang Menteri yang bertanggung jawab di bidang kehutanan. Oeh karena itu jika benar sengketa dapat dibuktikan mengenai kawasan hutan, maka Departemen Kehutanan dapat dikualifikasi sebagai pihak dalam sengketa ini.

B. Kasus Posisi    
1.   Berdasarkan  Surat  Keputusan  Mehutbun  No.567/Kpts-1999, tanggal 21 Juli 1999, PT Hindoli mendapat izin Pelepasan Kawasan Hutan seluas 5.000.ha dalam bentuk Dispensasi Pembukaan Hutan, yang merupakan bagian dari 10.000.ha lahan yang diizinkan oleh pemerintah
2.   Dalam kenyataannya, lahan seluas 5.000. ha yang telah dilepaskan oleh Departemen Kehutanan untuk dijadikan lahan inti PT Hindoli telah dikuasai oleh berbagai pihak, berupa UPT, Perkampungan dan Kebun Masyarakat.
3.   Untuk memenuhi 10.000.ha kebun inti, Hindoli melakukan upaya memperoleh tanah dari masyarakat yang ada disekitar kebun inti (di luar 5.000. ha yang diizinkan oleh Menhutbun)  yang telah ada, dan hingga saat ini PT.Hindoli telah berhasil memperoleh lahan dari masyarakat seluas 1.976 ha, dalam upaya memenuhi kebutuhan lahan intinya seluas 10.000. ha.
4.   Walaupun lahan seluas 1.976 ha yang diperoleh PT.Hindoli terletak di luar lahan 5.000. ha yang diberikan oleh Menhutbun untuk kebun inti, dan tidak jelas statusnya, namun dengan itikad baik PT.Hindoli tetap mengajukan surat kepada Menhutbun agar lahan yang diperoleh tersebut mendapatkan izin untuk dilepaskan dari kawasan hutan, dengan assumsi bahwa lahan tersebut masuk dalam status HPKv. Kenyataan, hingga saat ini belum ditemukan bukti bahwa lahan yang diperoleh PT.Hindoli adalah termasuk kawasan hutan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dengan status tertentu.
     
C. Kajian Teoritis
     1.   Umum
Sistem hukum yang mengatur pengadaan tanah di Indonesia hingga saat ini, termasuk untuk pengadaan tanah bagi investasi di bidang perkebunan belum mampu mengakomodir kebutuhan kebutuhan investor di bidang perkebunan. Secara umum berbagai sengketa yang terjadi disebabkan oleh karena pembangunan sistem hukum agraria/sistem perundang-undangan agraria, yang didalamnya termasuk hukum kehutanan, hukum pengairan, hukum tata ruang, hukum lingkungan, hukum pertambangan, hukum perikanan, dan hukum udara, belum dilakukan secara konsisten sebagaimana yang diamanatkan oleh UUPA dengan pengertian agrarianya. Bahkan jelas terdapat arogansi sektoral dari departemen dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, sehingga konsep agraria yang diangkat dari hukum adat yang membedakan benda hanya menjadi 2 (dua) yaitu, tanah (sebagai unsur pokok) dan bukan tanah (unsur yang melekat pada tanah/benda selain tanah) tidak secara konsisten diikuti dalam pembentukan peraturan perundang-undangan lainnya di bidang agraria. Akibatnya, masing-masing instansi mengeluarkan peraturan perundang-undangan dengan kacamata sektoral. Hal ini mengakibatkan terjadinya tumpang tindih pemanfaatan lahan/tanah. Idealnya, jika konsisten dengan konsep hukum adat, maka untuk mengatur benda-benda selain tanah,maka status penguasaan tanahnya harus jelas dahulu, baru kemudian di atas tanah tersebut diletakkan hak lainnya.
  
  1. Khusus
Walaupun Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan tetap mengingat UU No.5 Tahun 1960 sebagai dasar pembentukannya, namun dari rumusan pasal-pasalnya, terutama Pasal 1 angka 4,5 dan 6 tentang hutan negara, hutan hak dan hutan negara, jelas melepaskan konsep tanah sebagai unsur pokok yang harus diatur terlebih dahulu, sebelum unsur lain yang melekat pada tanah diatur. Jadi tidak aneh jika hutan negara hanya dirumuskan dengan kalimat “Hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah”.
Walaupun secara umum UU Kehutanan tidak mengadopsi konsep hukum adat yang mengatur agraria sebagaimana yang dianut UUPA, namun unsur Animus dan Menendi yang dianut UUPA secara konsisten dikuti UU Kehutanan, terutama dalam menentukan status dan fungsi kawasan, apakah termasuk kawasan hutan atau tidak.Dengan kata lain, suatu kawasan hanya dapat disebut sebagai kawasan hutan jika ada pengukuhan dan penetapan (tertulis) dari pemerintah. Unsur Animus tercermin dari konsep hutan negara yang dirumuskan dalam UU Kehutanan dan konsep ini menunjukkan penguasaan secara politis yang berisi pernyataan (Declaratoir), sedangkan unsur Menendi tercermin dari adanya kewajiban dari pemerintah untuk melakukan pengukuhan dan penetapan (tertulis) satus suatu kawasan apabila hendak dijadikan kawasan hutan. Unsur Menendi ini merupakan tindakan hukum yang bersifat Constitutief, maknanya adalah dengan dilakukan pengukuhan dan penetapan status suatu kawasan sebagai kawasan hutan, maka sejsk saat itulah hak atas suatu kawasan hutan menjadi effektif.
Jika konsep penguasaan secara sektoral tersebut tetap digunakan dalam membangun sistem hukum agraria, maka tentunya tumpang tindih penguasaan lahan/tanah tidak akan pernah berakhir. Idealnya konsep yang harus dikembangkan adalah: tentukan dulu hak atas tanahnya, baru kemudian lekatkan hak lainnya di atas tanah tersebut, dengan menambah klausula tertentu sesuai dengan peruntukannya.

D. Pendapat  Hukum Terhadap Sengketa
1. Dasar Pendapat Hukum
Berdasarkan konsep yang dianut oleh UUPA, dan UU Kehutanan, maka terlebih dahulu dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut:
1.   Menurut UUPA, tanah merupakan hak pokok yang harus diatur. Hak-hak lain dilekatkan pada hak atas tanah;
2.   Menurut UU Kehutanan, Hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak. Dengan kata lain hutan negara adalah hutan yang berada di atas tanah negara, dan hutan yang tidak termasuk dalam pengertian kawasan.
3.   Berdasarkan butir 1 dan 2 di atas, maka dapat ditarik pengertian, sebagai berikut:
a.  Konsep   Hutan   Negara  dan  Konsep   Tanah Negara merupakan konsep penguasaan politis/Kehendak politis oleh negara yang bersifat abstrak dan umum sebagai fungsi pernyataan (Declaratoir) yang dipakai secara beriringan/paralel dalam sistem hukum agraria Indonesia. Hal ini merupakan realisasi dari unsur Animus.
b.         Konsep Hutan Hak dan Tanah Hak adalah konsep pemilikan/penguasaan baik yang bersifat publik maupun privat. Konsep demikian merupakan pencerminan dan realisasi dari unsur Menendi, yaitu adanya tindakan nyata untuk memiliki atau menguasai suatu benda. Dalam hukum konsep ini dikenal dengan unsur Constitutief, yang menentukan effektif berlakunya suatu hak atau kewenangan.

2.      Pendapat Hukum
a.   Aspek Teoritis Yang Relevan Dengan Sengketa
Berdasarkan teori hukum, dan konsep penguasaan tanah dan hutan yang diatur dalam UUPA dan UU Kehutanan, maka dapat ditarik beberapa pokok yang menjadi dasar pendapat hukum ini :
1.      Unsur Animus dan Unsur Menendi menjadi landasan pengaturan hak dan kewenangan di bidang pertanahan maupun kehutanan di Indonesia.
2.      Penguasaan secara politis yang bersifat abstrak umum oleh negara di bidang pertanahan maupun kehutanan, tidak otomatis memberikan penguasaan hukum terhadap hutan negara atau tanah negara, karena konsep dasar yang melandasinya adalah dikuasai (konsep politis),bukan dimiliki oleh negara.
3.      Suatu kawasan, baik berupa hutan maupun tanah/lahan yang belum memperoleh kekuatan hukum yang pasti, baik melalui suatu penetapan dari menteri kehutanan, maupun suatu keputusan pemberian hak dari kepala BPN, maka kawasan atau tanah/lahan tersebut berkedudukan sebagai tanah negara (bebas) atau Hutan Negara (bebas). Pada status demikian, maka negara hanya memiliki kekuasaan yang bersifat politis dan hanya memenuhi unsur  Animus saja.
4.      Terhadap hutan negara (bebas) dan Tanah/Lahan negara (bebas) maka Individu dan Badan Hukum mempunyai hak untuk mengajukan permohonan hak untuk memanfaatkannya, dengan melakukan koordinasi kepada instansi terkait. Apabila lahan/tanah yang dimohonkan haknya termasuk kawasan hutan negara (bebas),  yang jelas-jelas ada hutannya sebagaimana dirumuskan dalam UU Kehutanan namun tidak diperuntukkan untuk suatu kawasan dengan status dan fungsi tertentu, maka Individu atau badan hukum yang memerlukan dapat mengajukan permohonan alih fungsi hutan negara. Namun, apabila pada tanah/lahan yang dimaksud tidak terdapat hutan sebagaimana yang dirumuskan dalam UU Kehutanan, dan tidak termasuk dalam bagian hutan negara, maka individu ybs dapat mengajukan permohanan hak atas tanah di atas tanah negara (bebas) ke BPN.

b.   Pendapat Hukum Terhadap Sengketa
Berdasarkan pokok-pokok sebagaimana yang diuraikan di atas, maka dapat dikemukakan pendapat hukum sebagai berikut:
  1. Sepanjang tidak dapat dibuktikan oleh Departemen Kehutanan bahwa tanah/lahan yang telah dikuasai oleh PT.Hindoli untuk memenuhi kebutuhan tanah/lahan bagi kebun intinya seluas 1.976 ha yang diperoleh dari masyarakat, adalah kawasan hutan dengan status dan fungsi tertentu yang dikukuhkan dengan penetapan, maka walaupun di atas tanah/lahan pada kenyataannya masih terdapat hutan sebagaimana yang dikonsepkan dalam UU Kehutanan, maka tanah/lahan tersebut dapat dimohonkan pada Departemen Kehutanan untuk melalui permohonan pemanfaatan hutan negara untuk penggunaan lain;
  2. Sepanjang tidak dapat dibuktikan bahwa tanah/lahan yang telah dikuasai oleh PT.Hindoli untuk memenuhi kebutuhan tanah/lahan bagi kebun intinya seluas 1.976 ha yang diperoleh dari masyarakat, adalah kawasan hutan dengan status dan fungsi tertentu dan pada kenyataannya diatas tanah/lahan tersebut tidak lagi terdapat hutan sebagaimana yang dikonsepkan dalam UU Kehutanan, maka tanah/lahan tersebut dapat dimohonkan pada Badan Pertanahan Nasional  melalui permohonan pemanfaatan tanah untuk usaha
  3. Sepanjang tidak terbukti bahwa tanah/lahan sengketa adalah kawasan hutandengan status atau fungsi tertentu, maka transaksi tanah yang dilakukan oleh PT.Hindoli dengan masyarakat seluas 1.976 ha adalah sah.
E. Penutup
            Demikianlah pendapat hukum ini disusun dan untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Artikel Lain:
loading...