#source: hukumacaraperdata.com |
PENDAPAT HUKUM
(Legal Opinion)
Disusun Oleh:
JOYO SUHENDRO KARMA,SH.,M.HUM.
BANDUNG
JUNI 2008
Pengantar
Berdasarkan surat AA Law Firm No.080/AA-LF/Pdt/V/08,
tanggal 19 Mei 2008 tentang permohonan Pendapat Hukum/Legal Opinion atas
Sengketa Penguasaan Lahan seluas 1.976 ha yang terletak di Kabupaten Musi
Banyuasin dan Kabupaten Banyuasin antara PT.Hindoli dan Pihak Departemen
Kehutanan bersama ini disampaikan pendapat hukum yang dimaksud.
Bandung , 4 Juni 2008
JOYO SUHENDRO KARMA,SH.,M.HUM.
Daftar Isi
Hal Pendahuluan......................................................................................................................... i
Kata Pengantar…………………………………………………………………………………
ii
Daftar Isi.................................................................................................................................... iii
Pendapat Hukum (Legal
Opinion)............................................................................................ 1
A. Para
Pihak............................................................................................................................ 1
B. Kasus
Posisi........................................................................................................................ 1
C. Kajian
Teoritis.................................................................................................................... 2
D. Pendapat
Hukum................................................................................................................ 4
E.
Penutup................................................................................................................................. 6
Pendapat
Hukum (Legal Opinion)
A. Para Pihak
1.
PT. Hindoli, adalah
Badan Hukum Swasta merupakan perusahaan yang bergerak di bidang
perkebunan yang didirikan berdasarkan .................................. Berdasarkan hal tersebut, maka PT Hindoli berhak dan berwenang menjadi pihak
yang bersengketa dalam kasus ini.
2. Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, adalah Badan Hukum Publik yang didirikan berdasarkan ........... dengan
fungsi melaksanakan pemerintahan di Provinsi Sumatera Selatan merupakan badan
hukum yang berwenang turut serta dalam
penyelesaian sengketa, karena lahan yang disengketakan terletak di dua
Kabupaten.
3.
Departemen Kehutanan.
Adalah Badan Hukum Publik yang lingkup tugasnya di bidang kehutanan
yang dipimpin oleh seorang Menteri yang bertanggung jawab di bidang kehutanan.
Oeh karena itu jika benar sengketa dapat dibuktikan mengenai kawasan hutan,
maka Departemen Kehutanan dapat dikualifikasi sebagai pihak dalam sengketa ini.
B. Kasus Posisi
1.
Berdasarkan Surat Keputusan
Mehutbun No.567/Kpts-1999, tanggal
21 Juli 1999, PT Hindoli mendapat izin Pelepasan Kawasan Hutan seluas 5.000.ha dalam
bentuk Dispensasi Pembukaan Hutan, yang merupakan bagian dari 10.000.ha lahan
yang diizinkan oleh pemerintah
2. Dalam
kenyataannya, lahan seluas 5.000. ha yang telah dilepaskan oleh Departemen
Kehutanan untuk dijadikan lahan inti PT Hindoli telah dikuasai oleh berbagai pihak,
berupa UPT, Perkampungan dan Kebun Masyarakat.
3. Untuk
memenuhi 10.000.ha kebun inti, Hindoli melakukan upaya memperoleh tanah dari
masyarakat yang ada disekitar kebun inti (di luar 5.000. ha yang diizinkan oleh
Menhutbun) yang telah ada, dan hingga saat
ini PT.Hindoli telah berhasil memperoleh
lahan dari masyarakat seluas 1.976 ha, dalam upaya memenuhi kebutuhan lahan
intinya seluas 10.000. ha.
4. Walaupun
lahan seluas 1.976 ha yang diperoleh PT.Hindoli terletak di luar lahan 5.000.
ha yang diberikan oleh Menhutbun untuk kebun inti, dan tidak jelas statusnya,
namun dengan itikad baik PT.Hindoli tetap mengajukan surat kepada Menhutbun agar lahan
yang diperoleh tersebut mendapatkan izin untuk dilepaskan dari kawasan hutan,
dengan assumsi bahwa lahan tersebut masuk dalam status HPKv. Kenyataan, hingga
saat ini belum ditemukan bukti bahwa lahan yang diperoleh PT.Hindoli adalah
termasuk kawasan hutan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dengan status
tertentu.
C. Kajian Teoritis
1. Umum
Sistem hukum yang mengatur pengadaan tanah di
Indonesia hingga saat ini, termasuk untuk pengadaan tanah bagi investasi di
bidang perkebunan belum mampu mengakomodir kebutuhan kebutuhan investor di
bidang perkebunan. Secara umum berbagai sengketa yang terjadi disebabkan oleh
karena pembangunan sistem hukum agraria/sistem perundang-undangan agraria, yang
didalamnya termasuk hukum kehutanan, hukum pengairan, hukum tata ruang, hukum
lingkungan, hukum pertambangan, hukum perikanan, dan hukum udara, belum
dilakukan secara konsisten sebagaimana yang diamanatkan oleh UUPA dengan
pengertian agrarianya. Bahkan jelas terdapat arogansi sektoral dari departemen
dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, sehingga konsep agraria yang diangkat dari
hukum adat yang membedakan benda hanya menjadi 2 (dua) yaitu, tanah (sebagai
unsur pokok) dan bukan tanah (unsur yang melekat pada tanah/benda selain tanah)
tidak secara konsisten diikuti dalam pembentukan peraturan perundang-undangan
lainnya di bidang agraria. Akibatnya,
masing-masing instansi mengeluarkan peraturan perundang-undangan dengan
kacamata sektoral. Hal ini mengakibatkan terjadinya tumpang tindih pemanfaatan
lahan/tanah. Idealnya, jika konsisten dengan konsep hukum adat, maka untuk
mengatur benda-benda selain tanah,maka status penguasaan tanahnya harus jelas
dahulu, baru kemudian di atas tanah tersebut diletakkan hak lainnya.
- Khusus
Walaupun Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
tetap mengingat UU No.5 Tahun 1960 sebagai dasar pembentukannya, namun dari
rumusan pasal-pasalnya, terutama Pasal 1 angka 4,5 dan 6 tentang hutan negara, hutan hak dan
hutan negara, jelas melepaskan konsep tanah sebagai unsur pokok yang harus
diatur terlebih dahulu, sebelum unsur lain yang melekat pada tanah diatur. Jadi
tidak aneh jika hutan negara hanya dirumuskan dengan kalimat “Hutan negara adalah hutan yang berada pada
tanah yang tidak dibebani hak atas tanah”.
Walaupun secara umum UU Kehutanan tidak mengadopsi konsep hukum adat
yang mengatur agraria sebagaimana yang dianut UUPA, namun unsur Animus dan
Menendi yang dianut UUPA secara konsisten dikuti UU Kehutanan, terutama dalam
menentukan status dan fungsi kawasan, apakah termasuk kawasan hutan atau
tidak.Dengan kata lain, suatu kawasan hanya dapat disebut sebagai kawasan hutan
jika ada pengukuhan dan penetapan (tertulis) dari pemerintah. Unsur Animus tercermin dari konsep hutan
negara yang dirumuskan dalam UU Kehutanan dan konsep ini menunjukkan penguasaan
secara politis yang berisi pernyataan (Declaratoir),
sedangkan unsur Menendi tercermin
dari adanya kewajiban dari pemerintah untuk melakukan pengukuhan dan penetapan
(tertulis) satus suatu kawasan apabila hendak dijadikan kawasan hutan. Unsur Menendi ini merupakan tindakan hukum
yang bersifat Constitutief,
maknanya adalah dengan dilakukan pengukuhan dan penetapan status suatu
kawasan sebagai kawasan hutan, maka sejsk saat itulah hak atas suatu kawasan hutan
menjadi effektif.
Jika konsep penguasaan secara sektoral tersebut
tetap digunakan dalam membangun sistem hukum agraria, maka tentunya tumpang
tindih penguasaan lahan/tanah tidak akan pernah berakhir. Idealnya konsep yang
harus dikembangkan adalah: tentukan dulu hak atas tanahnya, baru kemudian
lekatkan hak lainnya di atas tanah tersebut, dengan menambah klausula tertentu
sesuai dengan peruntukannya.
D. Pendapat Hukum
Terhadap Sengketa
1. Dasar Pendapat Hukum
Berdasarkan konsep yang dianut oleh UUPA, dan UU Kehutanan, maka
terlebih dahulu dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut:
1. Menurut UUPA, tanah merupakan hak pokok yang
harus diatur. Hak-hak lain dilekatkan pada hak atas tanah;
2. Menurut
UU Kehutanan, Hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak
dibebani hak. Dengan kata lain hutan negara adalah hutan yang berada di atas
tanah negara, dan hutan yang tidak termasuk dalam pengertian kawasan.
3. Berdasarkan
butir 1 dan 2 di atas, maka dapat ditarik pengertian, sebagai berikut:
a.
Konsep Hutan Negara
dan Konsep Tanah Negara merupakan konsep penguasaan
politis/Kehendak politis oleh negara yang bersifat abstrak dan umum sebagai
fungsi pernyataan (Declaratoir) yang
dipakai secara beriringan/paralel dalam sistem hukum agraria Indonesia. Hal ini
merupakan realisasi dari unsur Animus.
b. Konsep
Hutan Hak dan Tanah Hak adalah konsep pemilikan/penguasaan baik yang bersifat
publik maupun privat. Konsep demikian merupakan pencerminan dan realisasi dari
unsur Menendi, yaitu adanya tindakan
nyata untuk memiliki atau menguasai suatu benda. Dalam hukum konsep ini dikenal
dengan unsur Constitutief, yang
menentukan effektif berlakunya suatu hak atau kewenangan.
2. Pendapat
Hukum
a. Aspek Teoritis Yang Relevan Dengan Sengketa
Berdasarkan teori hukum, dan konsep
penguasaan tanah dan hutan yang diatur dalam UUPA dan UU Kehutanan, maka dapat
ditarik beberapa pokok yang menjadi dasar pendapat hukum ini :
1.
Unsur Animus
dan Unsur Menendi menjadi landasan pengaturan hak dan kewenangan di
bidang pertanahan maupun kehutanan di Indonesia.
2.
Penguasaan
secara politis yang bersifat abstrak umum oleh negara di bidang pertanahan
maupun kehutanan, tidak otomatis memberikan penguasaan hukum terhadap hutan
negara atau tanah negara, karena konsep dasar yang melandasinya adalah dikuasai
(konsep politis),bukan dimiliki oleh negara.
3.
Suatu
kawasan, baik berupa hutan maupun tanah/lahan yang belum memperoleh kekuatan
hukum yang pasti, baik melalui suatu penetapan dari menteri kehutanan, maupun
suatu keputusan pemberian hak dari kepala BPN, maka kawasan atau tanah/lahan
tersebut berkedudukan sebagai tanah negara (bebas) atau Hutan Negara (bebas).
Pada status demikian, maka negara hanya memiliki kekuasaan yang bersifat
politis dan hanya memenuhi unsur Animus
saja.
4.
Terhadap
hutan negara (bebas) dan Tanah/Lahan negara (bebas) maka Individu dan Badan
Hukum mempunyai hak untuk mengajukan permohonan hak untuk memanfaatkannya,
dengan melakukan koordinasi kepada instansi terkait. Apabila lahan/tanah yang
dimohonkan haknya termasuk kawasan hutan negara (bebas), yang jelas-jelas ada hutannya sebagaimana
dirumuskan dalam UU Kehutanan namun tidak diperuntukkan untuk suatu kawasan
dengan status dan fungsi tertentu, maka Individu atau badan hukum yang
memerlukan dapat mengajukan permohonan alih fungsi hutan negara. Namun, apabila
pada tanah/lahan yang dimaksud tidak terdapat hutan sebagaimana yang dirumuskan
dalam UU Kehutanan, dan tidak termasuk dalam bagian hutan negara, maka individu
ybs dapat mengajukan permohanan hak atas tanah di atas tanah negara (bebas) ke
BPN.
b. Pendapat Hukum Terhadap Sengketa
Berdasarkan pokok-pokok sebagaimana yang
diuraikan di atas, maka dapat dikemukakan pendapat hukum sebagai berikut:
- Sepanjang tidak dapat dibuktikan oleh Departemen Kehutanan bahwa tanah/lahan yang telah dikuasai oleh PT.Hindoli untuk memenuhi kebutuhan tanah/lahan bagi kebun intinya seluas 1.976 ha yang diperoleh dari masyarakat, adalah kawasan hutan dengan status dan fungsi tertentu yang dikukuhkan dengan penetapan, maka walaupun di atas tanah/lahan pada kenyataannya masih terdapat hutan sebagaimana yang dikonsepkan dalam UU Kehutanan, maka tanah/lahan tersebut dapat dimohonkan pada Departemen Kehutanan untuk melalui permohonan pemanfaatan hutan negara untuk penggunaan lain;
- Sepanjang tidak dapat dibuktikan bahwa tanah/lahan yang telah dikuasai oleh PT.Hindoli untuk memenuhi kebutuhan tanah/lahan bagi kebun intinya seluas 1.976 ha yang diperoleh dari masyarakat, adalah kawasan hutan dengan status dan fungsi tertentu dan pada kenyataannya diatas tanah/lahan tersebut tidak lagi terdapat hutan sebagaimana yang dikonsepkan dalam UU Kehutanan, maka tanah/lahan tersebut dapat dimohonkan pada Badan Pertanahan Nasional melalui permohonan pemanfaatan tanah untuk usaha
- Sepanjang tidak terbukti bahwa tanah/lahan sengketa adalah kawasan hutandengan status atau fungsi tertentu, maka transaksi tanah yang dilakukan oleh PT.Hindoli dengan masyarakat seluas 1.976 ha adalah sah.
E. Penutup
Demikianlah pendapat hukum ini
disusun dan untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
Artikel Lain: