Filsafat Pancasila
Oleh: Iswahyudi
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pancasila merupakan hasil perenungan jiwa yang
dalam, yang kemudian dituangkan dalam suatu “sistem” yang tepat.
Untuk mengetahui secara mendalam tentang
pancasila, perlu pendekatan filosofis. Pancasila dalam pendekatan filsafat
adalah ilmu pengetahuan yang mendalam mengenai pancasila.
Filsafat pancasila dapat di definisikan secara
ringkas sebagai refleksi kritis dan rasional tentang pancasila dalam bangunan
bangsa dan negara Indonesia. Pancasila sebagai suatu sistem filsafat, memiliki
dasar ontologis, dasar epistemologis dan dasar aksiologis tersendiri, yang
membedakannya dengan sistem filsafat lain
Oleh karena itu pada makalah ini akan di bahasa
tentang filsafat dan pancasila sebagai filsafat.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas
ditemukan beberapa permasalahan, diantarannya Sebagai berikut:
1.
Bagaimana
memahami konsep filsafat?
2.
Bagaimana
memahami pancasila sebagai filsafat?
C.
Tujuan Penulisan
Tujuan dalam penulisan
makalah ini adalah sebagai tugas keolompok 2 pada semester kedua dan bahan
diskusi mata kuliah pancasila dan untuk menambah pengetahuan atau wawasan
tentang filsafat pancasila dan diharapkan bisa bermanfaat bagi kita semua.
BAB 2
PEMBAHASAN
A.
Konsep Filsafat
1.
Pengertian
Beberapa
pengertian filsafat dapat dilihat di bawah ini :
a.
Secara etimologis, kata filsafat dalam Bahasa
Indonesia berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari kata Philein artinya
cinta dan Sophia artinya kebijaksanaan. Filsafat berarti cinta
kebijaksanaan, cinta artinya hasrat yang besar atau yang berkobar-kobar atau
yang sungguh-sungguh. Kebijaksanaan artinya kebenaran sejati atau kebenaran
yang sesungguhnya. Filsafat berarti hasrat atau keinginan yang sungguh-sungguh
akan kebenaran sejati.
b.
Secara terminologis, pengertian filsafat telah dikemukakan oleh para ahli
sebagai:
o
Pengetahuan segala yang ada (Plato);
o
Penjelasan rasional dari segala yang ada;
penjaga terhadap realitas yang terakhir (James K. Feibleman);
o
Usaha untuk mendapatkan gambaran secara
keseluruhan (Harold H. Titus);
o
Teori tentang perbincangan kritis (John
Passmore);
o
Sistem kebenaran, tentang segala sesuatu yang
dipersoalkan secara radikal, sistematik dan universal (Sidi Gazalba);
o
Refleksi menyeluruh tentang segala sesuatu yang
disusun secara sistematis, diuji secara kritis demi hakikat kebenarannya yang
terdalam serta demi makna kehidupan manusia di tengah-tengah alam semesta
(Damardjati Supadjar).
Berdasarkan uraian mengenai pengertian filsafat
di atas, dapat dibuat kesimpulan bahwa filsafat adalah alat untuk mencapai atau
mencari kebenaran sejati. Namun perlu diingat bahwa tidak selamanya filsafat
digunakan untuk mencapai kebenaran.
2.
Fungsi Filsafat
Pesatnya pertumbuhan ilmu pengetahuan
menyebabkan munculnya disiplin ilmu yang semakin spesifik (lebih khusus).
Berbagai ilmu spesifik tersebut bermunculan di muka bumi yang perannya sangat
dibutuhkan oleh masyarakat sekitar. Spesialisasi yang terjadi sedemikian rupa
sehingga hubungan antara cabang dan ranting ilmu pengetahuan semakin kompleks.
Hubungan-hubungan tersebut ada yang masih dekat, tetapi ada pula yang telah
jauh. Bahkan ada yang seolah-olah tidak mempunyai hubungan. Ketika ilmu-ilmu
pengetahuan tersebut terus berusaha memperdalam dirinya, maka pada kedalaman
tertentu akhirnya sampai juga pada filsafat. Sehubungan dengan keadaan tersebut
di atas, filsafat dapat berfungsi sebagai sistem interdisipliner. Filsafat
dapat berfungsi menghubungkan ilmu-ilmu pengetahuan yang telah kompleks
tersebut. Filsafat dapat berfungsi sebagai tempat bertemunya berbagai disiplin
ilmu pengetahuan.
3.
Guna Filsafat
Dengan memperhatikan uraian penjelasan dari
fungsi filsafat di atas, filsafat mempunyai kegunaan sebagai berikut:
a.
Melatih diri untuk berfikir kritis dan runtuk
dan menyusun hasil pikiran tersebut secara sistematik.
b.
Menambah pandangan dan cakrawala yang lebih
luas agar tidak berfikir dan bersifat sempit dan tertutup.
c.
Melatih diri melakukan penelitian, pengkajian
dan memutuskan atau mengambil kesimpulan mengenai suatu hal secara mendalam dan
komprehensif.
d.
Menjadikan diri bersifat dinamis dan terbuka
dalam menghadapi berbagai problem.
e.
Membuat diri menjadi manusia yang penuh toleran
dan tenggang rasa.
f.
Menjadi alat yang berguna bagi manusia baik
untuk kepentingan pribadinya maupun dalam hubungan dengan orang lain.
g.
Menyadari akan kedudukan manusia baik sebagai
pribadi maupun hubungan dengan orang lain alam sekitar dan Tuhan Yang Maha Esa
Filsafat juga memiliki beberapa sifat dasar,
yaitu mempunyai tingkat keumuman yang tinggi, tidak faktawi (mendasarkan pada
fakta-fakta yang ada), berkaitan dengan makna, berkaitan dengan nilai, dan
implikatif (memunculkan pertanyaan-pertanyaan baru, jawaban yang diperoleh
tidak pernah memuaskan sehingga muncullah pertanyaan baru). Metode dalam
filsafat ada empat macam, yaitu:
1. Metode
Analisis, yaitu melakukan perincian terhadap istilah-istilah atau
pertanyaan-pertanyaan ke dalam bagian-bagiannya, agar dapat menangkap makna
yang dikandungnya.
2. Metode
Sintesis, yaitu melakukan penggabungan semua pengetahuan yang diperoleh untuk
menyusun suatu pandangan dunia.
3. Metode
Analitiko Sintesis, yaitu penggabungan antara metode sintesis dan analisis
dengan melakukan perincian terhadap istilah atau pernyataan, kemudian
mengumpulkan kembali suatu istilah atau pengetahuan itu untuk menyusun suatu
rumusan umum.
4.
Metode Dialog Sokrates, yang merupakan dialog antara dua pendirian yang
berbeda.[1]
B.
Pancasila
Sebagai Filsafat
Menurut Abdulgani, Pancasila merupakan filsafat negara yang
lahir sebagaicollective ideologie (cita-cita
bersama) dari seluruh bangsa Indonesia.
Secara ontologis,
kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya
untuk mengetahui hakekat dasar dari sila-sila Pancasila. Notonagoro
(Ganeswara, 2007:7) menyatakan bahwa hakekat dasar ontologis Pancasila
adalah manusia, sebab manusia merupakan subjek hukum pokok dari Pancasila.
Selanjutnya hakekat manusia itu adalah semua kompleksitas makhluk hidup baik
sebagai makhluk individu sekaligus sebagai makhluk sosial.
Secara
lebih lanjut hal ini bisa dijelaskan, bahwa yang berkeTuhanan Yang Maha Esa,
yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia, yang
berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan serta yang berkeadilan sosial adalah manusia.
Kajian epistemologis
filsafat Pancasila, dimaksudkan sebagai upaya untuk mencari hakekat
Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan. Menurut Titus (Kaelan,
2007:15) terdapat tiga persoalan mendasar dalam epistemologi yaitu
:
(1)
tentang sumber pengetahuan manusia;
(2)
tentang teori kebenaran pengetahuan manusia ;dan
(3)
tentang watak pengetahuan manusia.
Tentang
sumber pengetahuan Pancasila, sebagaimana diketahui bahwa Pancasila digali dari
nilai-nilai luhur bangsa Indonesia sendiri serta dirumuskan secara bersama-sama
oleh “The Founding Fathers” kita. Jadi bangsa Indonesia merupakan Kausa
Materialis-nya Pancasila.
Selanjutnya,
Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan memiliki susunan yang bersifat
formal logis, baik dalam arti susunan sila-silanya maupun isi arti dari
sila-silanya. Susunan sila-sila Pancasila bersifat hierarkhis piramidal.
Selanjutnya, sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat juga memiliki satu kesatuan dasar aksiologinya yaitu nilai- nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakekatnya juga merupakan suatu kesatuan.[2]
Filsafat
pancasila adalah adalah filsafat yang berhubungan dengan pengetahuan, kemudian berhubungan dengan
untuk mencari suatu kebenaran, kemudian berhubungan dengan kehidupan sehingga
filsafat pancasila yaitu filsafat untuk diamalkan dalam hidup sehari-hari,
dalam segala bidang kehidupan dan penghidupannya.
Filsafat
pancasila yang berasal atau digali dari kepribadian bangsa Indonesia merupakan ciri-ciri
khas dari bangsa Indonesia. Filsafat pancasila adalah hakikat pencerminan
kebudayaan bangsa Indonesia, yaitu hakikat pencerminan dari peradaban
kebudayaan, cermin keluhuran budi dan kepribadian yang berurat berasakar dalam
sejarah pertumbuhan dan perkembangan sendiri. [3]
1.
Intisari
Pancasila sebagai Sistem Filsafat
Makna dasar
pancasila sebagai system filsafat adalah dasar mutlak dalam berfikir dan
berkarya sesuai pedoman, tentunya dengan saling mengaitkan antara sila yang
satu dengan yang lainnya. Misalnya : Ketika kita mengkaji sila kelima yang
intinya tentang keadilan. Maka harus dikaitkan dengan nilai sila-sila yang lain
artinya :
·
Keadilan yang ber ke Tuhanan (sila1)
·
Keadilan yang ber prikemanusiaan (sila ke2)
·
Keadilan yang berKesatuan/Nasionalisme,
Kekeluargaan (sila 3)
·
Keadilan yang Demokratis
Dan
kesemua sila-sila tersebut saling mencakup, bukan hanya di nilai satu persatu.
Semua unsur 5 sila tersebut memiliki fungsi/makna dan tugas masing-masing
memiliki tujuan tertentu.
Pembahasan mengenai Pancasila sebagai sistem
filsafat dapat dilakukan dengan cara deduktif dan induktif.
Cara deduktif yaitu dengan mencari hakikat Pancasila serta
menganalisis dan menyusunnya secara sistematis menjadi keutuhan pandangan yang
komprehensif.
Cara induktif yaitu dengan mengamati gejala-gejala sosial
budaya masyarakat, merefleksikannya, dan menarik arti dan makna yang hakiki
dari gejala-gejala itu.
Pancasila yang terdiri atas lima sila pada
hakikatnya merupakan sistem filsafat. Yang dimaksud sistem adalah suatu
kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama untuk tujuan
tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh.
Sila-sila Pancasila yang merupakan sistem
filsafat pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan organis. Artinya, antara
sila-sila Pancasila itu saling berkaitan, saling berhubungan bahkan saling
mengkualifikasi. Pemikiran dasar yang terkandung dalam Pancasila, yaitu
pemikiran tentang manusia yang berhubungan dengan Tuhan, dengan diri sendiri,
dengan sesama, dengan masyarakat bangsa yang nilai-nilai itu dimiliki
Dengan demikian Pancasila sebagai sistem
filsafat memiliki ciri khas yang berbeda dengan sistem-sistem filsafat lainnya,
seperti materialisme, idealisme, rasionalisme, liberalisme, komunisme dan
sebagainya.
2.
Ciri sistem Filsafat Pancasila itu antara lain:
a.
Sila-sila Pancasila merupakan satu-kesatuan sistem yang bulat dan utuh. Dengan
kata lain, apabila tidak bulat dan utuh atau satu sila dengan sila lainnya
terpisah-pisah maka itu bukan Pancasila.
b.
Susunan Pancasila dengan suatu sistem yang bulat dan utuh itu dapat digambarkan
sebagai berikut:
Sila 1, meliputi, mendasari dan
menjiwai sila 2,3,4 dan 5;
Sila 2, diliputi, didasari, dijiwai
sila 1, dan mendasari dan menjiwai sila 3, 4 dan 5;
Sila 3, diliputi, didasari, dijiwai
sila 1, 2, dan mendasari dan menjiwai sila 4, 5;
Sila 4, diliputi, didasari, dijiwai
sila 1,2,3, dan mendasari dan menjiwai sila 5;
Sila 5, diliputi, didasari, dijiwai sila
1,2,3,4.
3.
Inti sila-sila Pancasila meliputi:
Tuhan, yaitu sebagai
kausa prima
Manusia, yaitu makhluk
individu dan makhluk sosial
Satu, yaitu
kesatuan memiliki kepribadian sendiri
Rakyat, yaitu unsur
mutlak negara, harus bekerja sama dan gotong royong
Adil, yaitu memberi
keadilan kepada diri sendiri dan orang lain yang menjadi haknya.
Membahas Pancasila sebagai filsafat berarti
mengungkapkan konsep-konsep kebenaran Pancasila yang bukan saja ditujukan pada
bangsa Indonesia, melainkan juga bagi manusia pada umumnya.
Wawasan filsafat meliputi bidang atau aspek
penyelidikan ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Ketiga bidang tersebut
dapat dianggap mencakup kesemestaan.
Oleh karena itu, berikut ini akan dibahas
landasan Ontologis Pancasila, Epistemologis Pancasila dan Aksiologis Pancasila.[4]
4.
Filsafat Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
Merupakan kenyataan objektif yang hidup dan berkembang dalam
masyarakat. Pancasila member petunjuk mencapai kesejahteraan bagi seluruh
rakyat Indonesia tanpa membedakan suku dan ras.
5.
Filsafat Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa dan Negara
Indonesia
Yang dimaksud adalah bahwa semua aturan kehidupan hukum kefiatan
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berpedoman pada pancasila. Karena
pancasila merupakam simber dari segala sumber hukum bangsa dan negara republik Indonesia.
Orang yang berfikir kefilsafatan ialah prang yang tidak meremehkan
terhadap orang yang lebih rendah derajatnya dan tidak menyepelekan masalah yang
kecil dan selalu berfikiran positif, kritis, dan bersifat arif bijaksana,
universal dan selalu optimis.
Contoh
Seorang ilmuan ridak puas mengenal ilmu hanya dari segi/sudut
pandanga ilmu itu sendiri. Dia ingin melihat hakikat ilmu dari konstelasi
lainnaya.
·
Sumber
pengetahuan pancasila pada dasarnya adalah bangsa Indonesia itu sendiri yang
memiliki nilai adat istiadat serta kebudayaan dan nilai religious.
·
Tentang
kebenaran pengetahuan pancasila berdasarkan tingkatnya, maka pancasila mengakui
kebenaran yang bersumber pada akal manusia. Potensi yang terdapat dalam diri
manusia untuk mendapatkan kebenaran dalam kaitannya dengan pengetahuan positif.
Pancasila juga mengakui kebenaran pengetahuan manusia yang bersumber pada
intuisi/perasaan.
Manusia pada
hakikatnya kedudukan kodratnya adalah sebagai makhluk tuhan yang maha esa, maka
sesuai dengan sila pertama pancasila juga mengakui kebenaran wahyu yang
bersifat mutlak sebagai tingkatan kebenaran yang tertinggi. Selain itu dalam
sila ke 3, ke 2, ke 4, dan ke 5, maka epitomologis (hakikat dan system
pengetahuan) pancasila juga mengakui kebenaran consensus terutama dalam
kaitanya dengan hakikat kodrat manusia makhluk individu dan sosial.
6.
Dasar Axiologis (Hakikat, Nilai, Kriteria) Sila-Sila Pancasila
Bidang axiologis adalah cabang filsafat yang menyelidiki makna
nilai, sumber nilai, jenis dan tingkatan nilai serta hakikat nilai seperti
nilai alamiah dan jasmaniah, tanah subur, udara bersih, cahaya dan panas cahaya
matahari.
7.
Pembagian Tinggi atau Rendahnya Nilai
Menurut tinggi
rendahnya, nilai dapat digolongkan menjadi 4 tingkatan yaitu sebagai berikut :
1.
Nilai
kebenaran, yaitu nilai bersumber pada akal, rasio, budi atau cipta manusia.
2.
Nilai
keindahan/nilai estetis yaitu yang bersumber pada perasaan manusia.
3.
Nilai
kebaikan/nilai moral, yaitu nilai yang bersumber pada unsure kehendak manusia.
4.
Nilai
religious yang merupakan nilai keharmonian tertinggi dan bersifat mutlak.
Nilai ini
berhubungan dengan kepercayaan dan keyakinan manusia dan bersumber pada wahyu
yang bersal dari tuhan yang maha esa. Sistem filsafat pancasila mengandung
citra tertinggi dengan berbedanya sistem filsafat pancasila dengan system
filsafat lainnya.
Berikut adalah
ciri khas berbedanya sistem filsafat pancasila dengan sistem filsafat lainnya:
1.
Sila-sila
merupakan satu kesatuan sistem yang bulat dan utuh (sebagai satu totalitas).
Dengan pengertian lain, apabila tidak bulat dan tidak utuh atau satu sila
dengan sila lainnya terpisah-pisah, maka ia bukan pancasila.
2.
Prinsip-prinsip
filsafat pancasila.
3.
Susunan
pancasila dengan suatu sistem yang bulat dan utuh :
·
Sila
1, meliputi, mendasari, menjiwa: sila 2,3,4 dan 5.
·
Sila
2, diliputi, didasari dan dijiwai 1, serta mendasari dan menjiwai sila 3,4 dan
5.
·
Sila
3, meliputi, mendasari dan menjiwai 1,2 serta mendasari jiwa ; sila 4 dan 5.
·
Sila
4, meliputi, didasari, dan di jiwai sila 1,2 dan 3, serta mendasari dan
menjiwai sila 5.
·
Sila
5, meliputi didasari, dan dijiwai sila 1,2,3 dan 4.
·
Pancasila
sebagai suatu substansi. Artinya unsur asli/permanen/primer pancasila sebagai
suatu yang ada mandiri, yaitu unsur-unsurnya berasal dari dirinya sendiri.
8.
Pancasila Sebagai Sistem Filsafat Memiliki Beberapa Nilai Yaitu
Nilai Obyektif dan Subyektif.
Nilai-nilai
sistem Filsafat Pancasila secara obyektif adalah sebagai berikut :
1.
Rumusan
dari sila-sila pancasila menunjukan adanya sifat-sifat yang umum, universal dan abstrak. Karena pada hakikatnya
pancasila adalah nilai.
2.
Inti
nilai-nilai pancasila berlaku tidak terikat oleh ruang. Artinya keberlakuannya
sejak zaman dahulu, masa kini dan juga untuk masa yang akan datang, untuk
bangsa Indonesia boleh jadi untuk Negara lain yang secara eksplisit tampak
dalam adat istiadat, kebudayaan, tata hidup kenegaraan dan tata hidup beragama.
3.
Pancasila
yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 memenuhi syarat sebagai poko kaidah
negara yang fundamental, sehingga merupakan suatu sumber hukum positif di
Indonesia. Oleh karena itu, hirarki suatu tertib hukum di Indonesia berkedudukan
sebagai tertib hukum tertinggi. Maka secara objektif tidak dapat diubah secara
hukum, sehingga melekat pada kelangsungan hidup Negara. Sebagai konsekuensi
jikalau nilai-nilai yang terkandung dalam pembukaan UUD 45 itu diubah maka sama
halnya dengan membubarkan Negara proklamasi 17 Agustus 1945.
Sedangkan
nilai-nilai sistem Filsafat Pancasila secara subyektif adalah sebagai berikut :
1.
Nilai
pancasila timbul dari bangsa Indonesia itu sendiri. Nilai-nilai yang terdapat dalam pancasila merupakan hasil dari
pemikiran, penilaian, dan refleksi filosofis dari bangsa Indonesia sendiri.
Ideologi pancasila berbeda dengan ideology-ideologi lain karena isi pancasila
diambul dari nilai budaya bangsa dan religi yang telah melekat erat, sehingga
jiwa pancasila adalah jiwa bangsa Indonesia sendiri, sedangkan ideology lain
seperti liberalis, sosialis, komunis, dan lain sebagainya merupakan hasil dari
pemikiran filsafat orang.
2.
Nilai
pancasila merupakan filsafat bangsa Indonesia.
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia menjadi pedoman bangsa untuk
mengatur aspek kehidupan berbangsa dan bernegara sekaligus menjadi cermin jaiti
diri bangsa yang diyakini sebagai sumber nilai atas kebenaran, keadilan,
kebaikan, dan kebijaksanaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
3.
Pancasila
merupakan nilai-nilai yang sesuai dengan hati nurani bansa Indonesia, karena bersumber dari kepribadian bangsa. Sehingga dalam
perjalanannya akan selaras dengan nilai-nilai pancasila.
Dalam kehidupan
bernegara, nilai dasar pancasila haru tampak dalam produk peraturan perundangan
yang berlaku, dengan kata lain, peraturan perundangan harus di jiwai oleh
nilai-nilai pancasila, sehingga tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai
pancasila.[5]
9.
Mewujudkan Nilai Pancasila Sebagai Norma Bernegara.
Ada hubungan antara nilai dengan norma. Norma atau kaidah adalah
aturan pedoman bagi manusia dalam berprilaku sebagai perwujudan dari nilai.
Nilai yang abstrak dan normatif dijabarkan dalam wujud norma. Dengan demikian,
pada dasarnya norma adalah perwujudan
dari nilai.
Setiap norma pasti
mengandung nilai. Nilai sekaligus menjadi sumber bagi norma. Tanpa ada nilai
tidak mungkin terwujud norma. Sebaliknya, tanpa dibuatkan norma, nilai yang
hendak di jalankan itu mustahil terwujudkan.
Akhirnya yang tampak dalam kehidupan dan melingkupi kehidupan kita
adalah norma. Norma yang kita kenal dalam kehidupan seharu-sehari ada 4 macam
yaitu sebagai berikut.
a.
Norma
Agama
Norma ini disebut juga dengan norma religi atau kepercayaan. Norma
kepercayaan atau keagamaan ditujukan kepada kehidupan beriman. Norma ini
ditujukan terhadap kewajiban manusia kepada tuhan dari dirinya sendiri.
b.
Norma
Moral (etik)
Norma ini disebut juga dengan norma kesusilaaan atau etika atau
budi pekerti. Norma moral atau etik adalah norma yang paling dasar. Norma moral
menentukan bagaimana kita menilai seseorang.
c.
Norma
kesopanan
Norma Kesopanan disebut juga norma adat, sopan santun, tata karma
atau norma fatsoen. Norma sopan santun didasarkan atas kebiasaaan,
kepatuhan atau kepantasan yang berlaku dalam masyarakat. Daerah berlakunya
norma kesopanan itu sempit, terbatas secara lokal atau pribadi.
d.
Norma
Hukum
Norma hukum berasal dari luar diri manusia. Norma hukum berasal
dari kekuasaan luar diri manusia yang memaksakan kepada kita. Masyarakat secara
resmi (negara ) diberi kuasa untuk member sanksi atau menjatuhkan hukuman.
Dalam hal ini pengadilan sebagai lembaga yang mewakili masyarakat resmi untuk
menjatuhkan hukuman.[6]
BAB 3
PENUTUP
A.
Kesimpualan
Dari pembahasan
makalah tentang filsafat pancasila dan , dapat di tarik kesimpulan sebagai
berikut:
1.
Salah
satu kebutuhan manusia yang tidak dimiliki oleh makhluk-makhluk tuhan lainnya
adalah keingintahuannya yang sangat dalam terhadap segala sesuatu di dalam alam
semesta ini. Sesuatu yang diketahui oleh manusia itu disebut pengetahuan atau
filsafat.
2.
Filsafat
bersdal dari kata yunani : “philos” dan “Sophia”. Philos
artinya mencari atau mencintai ; sedang Sophia artinya kebijakan atau
kebenaran. Jadi kata majemuk: “phlosophia” kira-kira berarti : “daya
upaya pemikiran manusia untuk mencari kebenaran atau kebijakan”.
3.
Filsafat
Pancasila sebagai filsafat hidup, ialah filsafat yang dipergunakan sebagai
pegangan, pedoman atau petunjuk oleh bangsa Indonesia dalam kehidupan
sehari-hari. Filsafat Pancasila adalah filsafat untuk diamalkan dalam hidup
sehari-hari, dalam segala bidang kehidupan dan penghidupannya.
DAFTAR PUSTAKA
Budiyono, Kabul. 2010. Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan
Tinggi. Bandung: Alfabeta.
Winarno. 2011. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganedaraan.
Jakarta : PT Bumi Aksara.
http://bacindul.blogspot.com/2012/09/makalah-filsafat-pancasila-pendidikan.html.diakses-Sabtu-30/3/13-22.10-Online.
http://pendidikankewarganegaraans.blogspot.com/2012/12/pengertian-filsafat-pancasila.html.diakses-Sabtu-30/3/13-22.30-Online.
#makalah_s1_syariah_dan_hukum_UIN_Rafah
[2] http://pendidikankewarganegaraans.blogspot.com/2012/12/pengertian-filsafat-pancasila.html
[3]
Kabul Budiyanto, Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi (Bandung:
Alfabeta, 2009, hlm. 126
[4]
Ibid Web site 1
[5]
http://edukatif.blogspot.com2012/10/pancasila-sebagai-sistem-filsafat.html
[6]
Winarno, Paradikma Baru Pendidikan Kewarganegaraan, (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2011, hlm. 7-8