Struktur Hadits, Hadits Qudsi dan Istilah-Istilah Ilmu Hadits
Oleh: Iswahyudi
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Hadits adalah sesuatu yang disandarkan atau yang datang dari Nabi
Muhammad Saw. Baik berupa perkataan (Qouli), perbuatan (Fi’li), persetujuan (Taqriri)
maupun segala sifat dan keadaan Nabi Muhammad Saw. Hadits berfungsi sebagai
sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-Qur’an sebagaimana telah disepakati
oleh mayoritas ulama. Hadits juga berfungsi sebagai penjelas dan penguat makna
kandungan ayat-ayat Al-Qur’an.
Untuk dapat memahami Hadits dengan baik dan benar, diperlukan suatu
alat yang dapat mengantarkan seseorang untuk memudahkan dalam mempelajarinya,
yaitu Ulumul Hadits, sebuah ilmu yang menuntun seseorang untuk mempelajari dan
memperdalam hadits serta kajian keislaman.
Ulumul Hadits merupakan salah satu disiplin ilmu agama yang sangat
penting, terutama sekali untuk mempelajari dan menguasai hadits secara baik dan
tepat. Ulumul Hadits mempunyai peran penting terhadap Hadits, seperti halnya
kedudukan Ulumul Qur’an terhadap Al-Qur’an. Dengan demikian, antara Hadits dan
Ulumul Hadits sangat berkaitan erat.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai struktur hadits, yang
terdiri dari tiga komponen, yaitu sanad, matan dan rawi. Hadits ditinjau dari
sumber berita, terdiri dari empat jenis, yaitu hadits qudsi, hadits marfu’,
hadits mauquf, dan hadits maqthu’. Dan yang pembahasan yang terakhir tentang
istilah-istilah ilmu hadits, yaitu isnad, musnad, al-hafidz, al-hakim, dan
al-muhadits.
B.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat disimpulkan dari pembahasan makalah ini
yaitu, sebagai berikut:
1.
Apa
pengertian Sanad, Matan dan Rawi yang terdapat dalam struktur Hadits?
2.
Apa
yang dimaksud Hadits Qudsi, Hadits Marfu’, Mauquf dan Maqthu’?
3.
Apa
pengertian Isnad, Musnad, Al-Muhadits, Al-Hafiz dan Al-Hakim?
PEMBAHASAN
STRUKTUR HADITS, HADITS QUDSI, DAN ISTILAH-ISTILAH ILMU HADITS
A.
Struktur Hadits
Hadits mempunyai tiga komponen penting, yaitu Sanad (rantai
penutur), Matan (redaksi atau isi hadits), dan Rawi (mukharij atau periwayat
hadits). Berikut akan dibahas secara
rinci ketiga komponen tersebut.[1]
1.
Sanad
Sanad menurut bahasa adalah الْمُعْتَمَدُ yaitu
sesuatu yang dijadikan sandaran, pegangan, dan pedoman. Menurut istilah ahli
hadits, sanad adalah:
طَرِيقَ اْلمَتْنِ اَوْ سِلْسِلَةُ الرُّوَاةِ اّلَذِيْنَ نَقَلُواالْمَتْنِ
عَنْ مَصْدَرِهِ الْاَوَّلِ
“jalan matan hadits atau silsilah para rawi yang menukilkan matan
hadits dari sumbernya yang pertama (Rasulullah SAW)."[2]
Sanad terdiri dari seluruh penutur, mulai orang yang mencatat
hadits tersebut dalam bukunya (kitab hadits) hingga Rasulullah.
2.
Matan
Kata Matan atau al-matan الْمَتَنُ menurut bahasa berarti
keras, kuat, sesuatu yang nampak dan yang asli. Menurut istilah matan adalah:
مَا يَنْتَهِى
اِلَيْهِ السَّنَدُ مِنَ الْكَلَامِ
“sesuatu kalimat setelah
berakhirnya sanad”
Definisi lain menyebutkan:
الْفَاظُ
الْحَدِيْثِ الَّتِى تَقُوْمُ بِهَا مَعَا نِيْهِ
“beberapa lafal hadits yang membentuk beberapa makna”
Berbagai redaksi definisi matan yang diberikan para ulama, tetapi
intinya sama yaitu materi atau isi berita hadits itu sendiri yang datang dari
Rasulullah SAW. Matan hadits ini sangat penting karena yang menjadi topik
kajian dan kandungan syariat Islam untuk dijadikan petunjuk dalam beragama.
3.
Rawi (Mukharrij)
Rawi dalam bahasa Arab, berasal dari kata رِوَايَةُ berarti memindahkan dan
menukilkan. Yakni memindahkan atau menukil suatu berita dari seseorang kepada
orang lain. Dalam istilah, Rawi adalah orang yang meriwayatkan atau orang yang
meriwayatkan periwayatan Hadits dari seorang guru pada orang lain yang
terhimpun ke dalam buku hadits.
Contoh Hadits yang memuat tiga komponen tersebut:
حَدَّ ثَناَ مُسَدَّدٌ حَدَّ ثَناَ عَبْدُ الْوَا رِثِ عَنْ الْجَعْدِ
عَنْ اَبِي رَجَاءٍ عَنْ ابْنِ عَبَّا سٍ عّنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ كَرِهَ مِنْ اَمِيْرِهِ شَيْئًأ فَلْيَصْبِرْ فَاِنَّهُ مَنْ
خَرَجَ مِنْ السُّلْطَانِ شِبْرًا مَا تَ مِيْتَةً جَا هِلِيَّةً
“Memberitakan kepada kami Musaddad, memberitakan kepada kami Abdul
Warits dari Al-Ja’di dari Abi Raja’ dari Ibnu Abbas dari Nabi Saw. Bersabda:
“Barang siapa yang membenci sesuatu dari pimpinannya (amir) maka hendaklah
sabar, sesungguhnya barang siapa yang keluar dari penguasa (sultan) satu
jengkal maka ia mati Jahiliyah”. (HR. Al-Bukhari)
Jika ditelaah kerangka hadits di atas terdiri tiga komponen, yaitu
bahwa penyandaran berita oleh Al-Bukhari kepada musaddad dari Abdul Warits
dari Al-Ja’di dari Abi Raja’ dari Ibnu Abbas dari Nabi Saw. Disebut Sanad.
Isi berita yang disampaikan Nabi yaitu tentang Barang siapa yang benci
sesuatu dari pimpinannya…. Disebut Matan. Sedang pembawa periwayatan
berita terakhir yang termuat dalam buku karyanya dan disampaikan kepada kita
yakni Al-Bukhari disebut Perawi atau Mukharrij.
B.
Hadits Ditinjau dari Sumber Berita
Hadits dilihat dari sumber berita, dari siapa berita itu
dimunculkan pertama kali terdapat empat macam, yaitu, Hadits Qudsi, Hadits
Marfu’, Hadits Mauquf dan Hadits Maqthu’. Secara umum, jika sumber berita
datangnya dari Allah disebut Hadits Qudsi, jika sumber berita datangnya
dari Nabi disebut Hadits Marfu’, jika datangnya sumber berita dari Sahabat
disebut Hadits Mauquf, jika datangnya dari Tabi’in disebut Hadits
Maqthu’.
1.
Hadits Qudsi
Menurut bahasa kata Al-Qudsi nisbah dari kata Al-Quds (الْقُدْسُ) yang diartikan suci.
Hadits ini dinamakan suci karena disandarkan kepada zat Tuhan yang Maha suci.
Atau dinisbahkan pada Illah (Tuhan) maka disebut Hadits Illahi dan dinisbahkan
kepada Robb (Tuhan) maka disebut pula Hadits Robbani. Tidak semua Hadits Qudsi Shahih
tetapi ada yang Shahih, Hasan, dan Dha’if
tergantung persyaratan periwayatan yang dipenuhinya, baik dari segi Sanad
atau Matan. Menurut istilah Hadits Qudsi adalah:
مَا نُقِلَ اِلَيْنَ عَنِ النَّبِيَّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَعَ اِسْنَادِهِ اِيَّاهُ اِلىَ رَبِّهِ
عَزَّ وَجَلَّ
“sesuatu yang dipindahkan dari Nabi Saw. Serta penyandarannya
kepada Allah SWT.”
Contoh hadits Qudsi:
قَوْلُهُ
صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْمَا يَرْوِيْهِ عَنْ رَبِّهِ تَعَالَى اَنّهُ
قَالَ: اَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِيْ بِي وَاَنَا مَعَهُ حِيْنَ يَذْ كُرُنِي فَاِ
نْ ذَكَرَ نِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي وَاِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَأٍ ذَكَرْتُهُ
فِي مَلَأٍ خَيْرٌ مِنْهُ “Sabda Rasulullah pada apa yang diriwayatkan dari Tuhannya,
bahwasanya Dia berfirman: “Saya menurut dugaan hamba-Ku pada-Ku dan Aku
bersamanya ketika ia ingat kepada-Ku. Jika ia ingat kepada-Ku sendirian Aku pun
ingat kepadanya sendirian dan jika ia ingat kepada-Ku pada kelompok (jama’ah)
Aku pun ingat kepadanya pada kelompok.”
2.
Hadits marfu’
Marfu’ menurut bahasa “ yang diangkat” atau “yang ditinggikan”.
Menurut istilah Marfu’ adalah:
مَا اُضِيْفُ اِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ خَا
صَّةً مِنْ قَوْلٍ اَوْ فِعْلٍ اَوْ تَقْرِيْرٍ سَوَاءٌ كَانَ مُتَّصِلٍا اَوْ مَنْقَطِعًا
اَوْ مُعْضَلًا
“Sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi Saw. Secara khusus, baik perkataan, perbuatan, atau taqrir, baik
sanadnya itu muttashil (bersambung-sambung tidak terputus), maupun munqathi’ ataupun
mu’dhal.”[3]
Dari definisi di atas, mengakumulasikan ragam dan macam-macam Hadits
Marfu’, yaitu Marfu’ Qouli, Fi’li dan Taqriri.
3.
Hadits Mauquf
Mauquf menurut bahasa berasal dari kata Waqaf artinya berhenti atau
stop. Menurut pengertian ulama Hadits, Mauquf adalah:
مَا
اُضِيْفُ اِلَى الصَّحَابِّي مِنْ قَوْلٍ اَوْ فِعْلٍ اَوْ نَحْوِ ذَلِكَ مُتَّصِلًا
كَا نَ اَوْ مُنْقَطِعًا
“Sesuatu yang disandarkan kepada sahabat, baik dari perkataan,
perbuatan dan persetujuan, baik bersambung sanadnya maupun terputus”
Sandaran hadits mauquf ini hanya sampai kepada sahabat tidak sampai
kepada Nabi Saw. Jelasnya, hadits ini perkataan seorang sahabat atau perbuatan
dan persetujuannya.
4.
Hadits Maqthu’
Menurut bahasa Maqthu’ berasal dari akar kata قَطَعَ – يَقْطِعُ – قَطْعًا – قَاطِعٌ - مَقْطُوْعٌ berarti terpotong atau terputus, lawan dari maushul yang berarti
bersambung. Maksud terputus di sini dimaksudkan tidak sampai kepada Nabi Saw.
Ia hanya sampai kepada Tabi’in saja. Menurut istilah Hadits Maqthu’ adalah:
مَا
اُضِيْفُ اِلَى التَّبِعِيِّ اَوْ مَنْ دُوْنَهُ مِنْ قَوْلٍ اَوْ فِعْلٍ
“Sesuatu yang disandarkan
kepada seorang Tabi’in atau orang setelahnya, baik dari perkataan atau
perbuatan.”
Hadits Maqthu’ tidak dapat dijadikan hujjah dalam hukum syara’
sekalipun shahih, karena ia bukan yang datang dari Nabi Saw.
C.
Istilah-istilah Ilmu Hadits
1.
Isnad
Istilah Al-Isnad berarti menyandarkan, menegaskan (mengembalikan ke
asal), dan mengangkat. Secara istilah yaitu:
رَفْعُ
الْحَدِيْثِ اِلَى قَا ئِلِهِ
“Menyandarkan hadits
kepada yang mengatakannya.”[4]
Atau,
عَزْوُالْحَدِيْثِ
اِلَى قَا ئِلِهِ
“Mengasalkan Hadits kepada orang yang mengatakannya.”[5]
Menurut Ath-Thibi, seperti yang dikutip oleh Al-Qasimi, kata Isnad dengan
Sanad mempunyai arti yang hampir sama atau berdekatan. Ibn Jama’ah, dalam hal
ini lebih tegas lagi. Menurutnya, ulama Muhaditsin memandang kedua istilah
tersebut mempunyai pengertian yang sama, yang keduanya dapat dipakai secara
bergantian.
2.
Musnad
Musnad mempunyai beberapa arti yang berbeda dengan istilah Isnad,
yaitu pertama, berarti Hadits yang diriwayatkan dan disandarkan atau di-Isnad-kan
kepada seseorang yang membawakannya; kedua, berarti nama suatu Kitab yang
menghimpun Hadits-hadits dengan sistem penyusunan berdasarkan nama-nama para Sahabat
Rawi Hadits; ketiga, berarti nama bagi Hadits yang memenuhi kriteria Marfu’
(disandarkan kepada Nabi Saw.) dan Muttashil (sanadnya bersambung sampai kepada
akhirnya).[6]
3.
Al-Hafidz
Al-Hafidz adalah gelar ahli Hadits yang dapat menshahihkan Sanad serta
Matan Hadits dan dapat men-Ta’dhil-kan dan men-Jarh-kan para Perawi Hadits.
Sebagian Ulama berpendapat, Al-Hafidz itu harus mempunyai kapasitas menghapal
100.000 hadits. Al-Mizzi berpendapat bahwa gelar Al-Hafidz adalah orang yang
sedikit saja apa yang tidak ia ketahui dari permasalahan Hadits. Para Muhadditsin
yang mendapat gelar ini antara lain Al-Iraqi, Syarafuddin Ad-Dimyathi, Ibnu
Hajar Al- Asqalani.
4.
Al-Hakim
Al-Hakim adalah suatu gelar keahlian bagi paara pakar Hadits yang
menguasai seluruh permasalahan Hadits baik Matan yang diriwayatkan maupun Sanadnya
dan mengetahui hal ihwal para Perawi Hadits yang adil (Ta’dil) dan yang Tercela
(Tajrih) mengetahui biografi para perawi, baik tentang perjalanan kepada
guru-gurunya dan sifat-sifatnya yang dapat diterima maupun ditolak. Para Muhadditsin
yang mendapat gelar ini adalah Ibnu Dinar, Al-Laits, imam malik dan imam
asy-syafi’i.
5.
Al-Muhaddits
Menurut At-Taj As-Subki dalam bukunya Mau’id An-Ni’am, Al-Muhaddits
adalah orang yang banyk mengetahui Sanad, Illat, nama para periwayat Hadits baik
yang tinggi (A’li) dan yang rendah (Nazil), dan memahami buku induk hadits
enam, Musnad Ahmad, Sunan Al-Baihaqi, Mu’jam Ath-Thabrani dan seribu Juz Hadits.
Pada masa salaf orang yang dipandang sebagai Muhaddits adalah mereka yang
mendekte sekurang-kurangnya 20.000 Hadits.
As-Suyuthi dalam kitabnya At-Tadribnya menjelaskan, menurut Abu
Syamah ilmu hadits yang harus dikuasai seorang ahli hadits sekarang ini,
terbagi menjadi tiga hal, yaitu:
a.
Menghapal
Matan-matan Hadits dan mengetahui Gharib serta Faqih.[7]
b.
Menghapal
sanad, mengetahui ihwal para Perawi, dan dapaat membedakan antara yang Shahih dan
yang Dha’if.
c.
Menghimpun,
menulis, mendengar, mencari Sanad-sanad Hadits dan mengetahui Sanad yang
terpendek dari padanya.[8]
KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah ulumul hadits kelompok satu di tarik
kesimpulan sebagai berikut:
1.
`Struktur
hadits terbagi menjadi tiga yatu sanad, matan dan rawi. Sanad adalah jalan
pengantar ke matan hadits. Sedangkan matan adalah setelah sanad atau isi dari
hadits. Sedangkan rawi adalah orang yang meriwayatkan hadits.
2.
Hadits qudsi adalah sesuatu yang
dipindahkan dari Nabi Saw. Serta penyandarannya kepada Allah SWT. Sedangkan hadits
marfu’adalah “Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Saw. Secara khusus, baik
perkataan, perbuatan, atau taqrir, baik sanadnya itu muttashil
(bersambung-sambung tidak terputus), maupun munqathi’ ataupun mu’dhal.
Sedangkan hadits mauquf adalah Sesuatu yang disandarkan kepada sahabat,
baik dari perkataan, perbuatan dan persetujuan, baik bersambung sanadnya maupun
terputus. Dan hadits maqthu’adalah Sesuatu yang disandarkan kepada seorang
Tabi’in atau orang setelahnya, baik dari perkataan atau perbuatan.
3.
Diantara
istilah-istilah hadits yaitu seperti:
o
Isnad
yaitu Mengasalkan Hadits kepada orang yang mengatakannya.
o Al-Musnad
menurut istilah ilmu hadits mempunyai beberapa arti :yaitu, Setiap buku yang berisi
kumpulan riwayat setiap sahabat secara tersendiri. Kemudian hadits yang
sanadnya bersambung dari awal sampai akhir. Dan Yang dimaksud dengan Al-Musnad
adalah sanad.
o Al-Hafidz
adalah gelar ahli Hadits yang dapat menshahihkan Sanad serta Matan Hadits dan
dapat men-Ta’dhil-kan dan men-Jarh-kan para Perawi Hadits.
o Al-Hakim
adalah suatu gelar keahlian bagi paara pakar Hadits yang menguasai seluruh
permasalahan Hadits.
o ,
Al-Muhaddits adalah orang yang banyk mengetahui Sanad, Illat, nama para
periwayat Hadits baik yang tinggi (A’li) dan yang rendah (Nazil), dan memahami
buku induk hadits enam, Musnad Ahmad, Sunan Al-Baihaqi, Mu’jam Ath-Thabrani dan
seribu Juz Hadits.
REFERENSI
Ajaj Al-Khatib, Muhammad. 2003. Ushul Al-Hadits Terj. H.M.
qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Ath-Thahhan, Mahmud. 1399 H/979 M. Tafsir Musthalah Al-Hadits. Beirut:
Dar Al-Qur’an Al-Karim.
Ad-Din Al-Qasimi, Muhammad Jamal. 1979 M/1399 H. Qawa’id
AtTahdits min Funun Mushthalah Al-Hadits. Beirut: Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiah.
Majid Khon, Abdul. 2011. Ulumul Hadits. Jakarta: AMZAH.
Suyadi, Agus dan Solahudin, Agus. 2008. Ulumul Hadits. Bandung:
Pustaka Setia.
#makalah_S1_fakultas_syariah_dan_hukum_UIN_rafah
[2] Muhammad ‘Ajaj Al-Khatib. Ushul Al-Hadits.
Terj. H.M. qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq. Jakarta: Gaya Media Pratama.
2003. hlm. 32.
[3]
Hadits munqathi’ adalah hadits yang sanadnya terputus di mana saja tempatnya
baik di awal, tengah, dan akhir sanad. Sedang ghadits mu’dhal adalah hadits
yang gugur dua orang perawi atau lebih dalam sanad secara berturut-turut.
[4] Muhammad Jamal Ad-Din Al-Qasimi. Qawa’id
AtTahdits min Funun Mushthalah Al-Hadits. Beirut: Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiah.
1979 M/1399 H. hlm. 202.
[5] Mahmud Ath-Thahhan. Tafsir Musthalah
Al-Hadits. Beirut: Dar Al-Qur’an Al-Karim. 1399 H/979 M. hlm. 16.
[6]
Ath-Thahhan. Op. cit. hlm. 16.
[7]
Gharib artinya matan hadits yang sulit dipahami maknanya. Sedang faqih adalah
matan hadits yang mengandung hukum.
[8] Abdul Majid Khon. Ulumul Hadits. Jakarta:
AMZAH. 2011. hlm. 105-107.