THAHARAH
Oleh: Iswahyudi
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Thaharah artinya:
melakukan sesuatu agar diizinkan shalat – atau hal-hal lainyang sehukum
dengannya - , seperti wudhu’ bagi orang yang tak punya wudhu’, mandi
bagi orang yang wajib mandi, dan menghilangkan najis dari
pakaian, tubuh dan tempat shalat.
Untuk
menghilangkan hadas kecil kita harus berwudhu, sedangkan hadas besar harus
dengan mandi besar atau mandi junub (jinabah).
Setiap kegiatan Ibadah umat Islam
pasti melakukan membersihkan (thaharah) terlebih dahulu mulai dari
Wudhu, Mandi ataupun tayyamum dan tak banyak umat Islam sendiri belum mengerti
ataupun udah mengerti tapi dalam praktiknya menemui sebuah masalah
ataupunkeraguan atas hal yang menimpanya. Oleh karena itu, dimakalah ini kami
akan membahas serta mengulas lagi tentang Tayamum, Wudhu dan Mandi Junub
(janabah).
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas
ditemukan beberapa permasalahan, diantarannya Sebagai berikut:
1.
Apa
pengertian thaharah dan landasan hukumnya?
2.
Apa
pengertian wudhu, landasan hukumnya, hukum wudhu, fardhu wudhu, syarat-syarat
wudhu, sunnah-sunnah wudhu, tata cara wudhu, dan hal-hal yang membatalkan
wudhu?
3.
Apa
pengertian mandi janabah, landasan hukum, hukum mandi janabah, hal-hal yang
terlarang bagi orang junub, fardu mandi junub, sunnah-sunnah dalam mandi
janabah dan tata cara mandi janabah?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
THAHARAH
1. Pengertian Thaharah
Secara
bahasa, thaharah berasal dari bahasa arab
طَهَارَة - يَطْهُرُ ( طَهاَرَة) artinya bersuci, membersihkan kotoran,
baik kotoran yang berwujud maupun kotoran yang tidak berwujud.
Adapun
secara istilah, thaharah artinya menghilangkan hadats, najis, dan
kotoran dengan air atau tanah yang bersih. Dengan demikian, thaharah adalah
menghilangkan kotoran yang masih melekat di badan yang membuat tidak sahnya
shalat dan ibadah lain.
Sedangkan
thaharah secara tinjauan agama berarti mengerjakan sesuatu yang
menyebabkan seseorang diperbolehkan mengerjakan shalat atau thawaf
menigtari ka’bah seperti wudhu’, mandi, tayamum dan menghilangkan
najis.
2. Landasan
Hukum
Adanya
kewajiban thaharah bersuci, membuktikan bahwa islam
menghendaki bahwa setiap pemeluknya senantiasa memelihara kesucian diri, baik
lahir maupun batin. Allah SWT berfirman: (QS. Al-Baqarah : 222)
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
222. Mereka bertanya
kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran".
oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri[137] dari wanita di waktu haidh;
dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci[138]. apabila mereka Telah
suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang
yang mensucikan diri.
[137]
maksudnya menyetubuhi wanita di waktu haidh.
[138]
ialah sesudah mandi. Adapula yang menafsirkan sesudah berhenti darah
keluar.
Dan sabda Nabi Muhammad SAW :
“Kuncinya shalat itu bersuci. Haram (berkomunikasi dengan yang
selain Allah) jika telah takbir,dan halal jika telah salam”. (HR.Ahmad dan ashhab
al sunnah).
B.
WUDHU’
1.
Pengertian
Wudhu’
Pengertian wudhu’ menurut bahasa
artinya bersih dan indah. Menurut pandangan agama wudhu’ berarti
membersihkan anggota wudhu’ untuk menghilangkan hadast kecil.
Wudhu’ adalah sebuah ibadah
ritual untuk menyucikan diri dari hadats kecil dengan menggunakan media air.
Yaitu dengan cara membasuh atau mengusap beberapa bagian anggota tubuh
menggunakan air sambil berniat didalam hati dan dilakukan sebagai sebuah ritual
khas atau peribadatan. Bukan sekedar bertujuan untuk membersihkan secara fisik
atas kotoran, melainkan sebuah pola ibadah yang telah ditetapkan tata aturannya
dari Allah SWT.
2.
Landasan
Hukum
Firman
Allah SWT. QS. Al-Ma’idah : 6
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ ۚ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَٰكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai
dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit
atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh
perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah
yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak
hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan
nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.(QS.Al Ma’idah: 6)
Cara wudhu’ yang
benar adalah sebagaimana yang dicontohkan Rasulallah SAW, yang diungkapkan
dalam hadits-haditsnya, baik yamg qauli (perkataan) maupun
hadits fi’li (perbuatan).
Rasulallah SAW
bersabda: “siapa yang wudhu’nya seperti wudhu’nya aku ini,kemudian
melakukan shalat dua raka’at tanpa memikirkan yang lain (konsentrasi), maka
segala dosanya diampuni Allah”. (HR. Muslim)
3.
Hukum Wudhu’
Hukum wudhu’ bisa wajib dan bisa sunnah,
tergantung konteks untuk apa kita berwudhu’.
a.
Hukumnya fardu/ wajib, yaitu hukumnya fardu
(wajib) manakala seseorang akan mlakukan
hal-hal berikut.
1.
Melakukan Shalat
Baik shalat wajib maupun
shalat sunnah. Termasuk juga didalamnya sujud tilawah.
2.
Untuk Menyentuh Mus-haf Al-Quran Al-Kariem
Meskipun tulisan ayat
Al-Quran Al-Kariem itu hanya ditulis di atas kertas biasa atau di dinding atau
ditulis pada uang kertas. Ini merupakan pendapat jumhur ulama yang
didasarkan kepada ayat Al-Quran Al-Kariem.
لاَّ يَمَسُّهُ-إِلاَّاْلمُطَهَّرُوْنَ
tidak menyentuhnya
kecuali orang-orang yang disucikan.(Al Waqi’ah: 79)
3.
Tawaf di Seputar Ka`bah
Jumhur ulama mengatakan
bahwa hukum berwudhu` untuk tawaf di ka`bah adalah fardhu. Kecuali Al-Hanafiyah,
Hal itu didasari oleh hadits Rasulullah SAW yang berbunyi :
Dari Ibnu Abbas ra bahwa
Rasulullah SAW bersabda,`Tawaf di Ka`bah itu adalah shalat, kecuali Allah telah
membolehkannya untuk berbicara saat tawaf. Siapa yang mau bicara saat tawaf, maka
bicaralah yang baik-baik.(HR. Ibnu Hibban, Al-Hakim dan Tirmizy)
b.
Hukumnya Sunnah
Sedangkan yang bersifat
sunnah adalah bila akan mengerjakan hal-hal berikut ini :
1.
Mengulangi wudhu` untuk tiap
shalat
Hal itu didasarkan atas
hadits Rasulullah SAW yang menyunnahkan setiap akan shalat untuk
memperbaharui wudhu` meskipun belum batal wudhu`nya.
Dari Abi Hurairah r.a
bahwa Rasulullah SAW bersabda,`Seandainya tidak memberatkan ummatku, pastilah
aku akan perintahkan untuk berwudhu’ pada tiap mau shalat. Dan wudhu itu dengan
bersiwak. (HR. Ahmad dengan isnad yang shahih)
2.
Menyentuh Kitab-kitab Syar`iyah
Seperti kitab tafsir,
hadits, aqidah, fiqh dan lainnya. Namun bila di dalamnya lebih dominan ayat
Al-Quran Al-Kariem, maka hukumnya menjadi wajib.
3, Ketika Akan Tidur
Disunnahkan untuk berwudhu’ ketika
akan tidur, sehingga seorang muslim tidur dalam keadaan suci. Dalilnya adalah
sabda Rasulullah SAW :
Dari Al-Barra` bin Azib
bahwa Rasulullah SAW bersabda,:”Bila kamu naik ranjang untuk tidur, maka
berwudhu`lah sebagaimana kamu berwudhu` untuk shalat. Dan tidurlah dengan
posisi di atas sisi kananmu” . (HR. Bukhari dan Tirmizy).
4.
Sebelum Mandi janabah
Sebelum mandi janabah
disunnahkan untuk berwudhu` terlebih dahulu. Demikian juga
disunnahkan berwudhu` bila seorang yang dalam keaaan junub, mau
makan, minum, tidur atau mengulangi berjimak lagi.
Dasarnya adalah sabda
Rasulullah SAW :
Dari Aisyah r.a berkata
bahwa Rasulullah SAW bila dalam keadaan junub dan ingin makan atau tidur,
beliau berwudhu` terlebih dahulu. (HR. Ahmad dan Muslim)
Dari Aisyah ra berkata
bahwa Rasulullah SAW bila ingin tidur dalam keadaan junub, beliau mencuci
kemaluannya dan berwudhu` terlebih dahulu seperti wudhu` untuk
shalat. (HR. Jamaah)
Dan dasar tentang
sunnahnya berwuhdu’ bagi suami istri yang ingin mengulangi hubungan
seksual adalah hadits berikut ini :
Dari Abi Said al-Khudhri
bahwa Rasulullah SAWbersabda,:”Bila kamu berhubungan seksual dengan istrimu dan
ingin mengulanginya lagi, maka hendaklah berwuhdu’ terlebih dahulu”.(HR. Jamaah
kecuali Bukhari)
5.
Ketika Marah
Untuk meredakan marah, ada dalil perintah dari Rasulullah SAW
untuk meredakannya dengan membasuh muka dan berwudhu`.
“Bila kamu marah, hendaklah kamu berwudhu`”. (HR. Ahmad
dalam musnadnya)
6.
Ketika Membaca Al-Quran
Hukum berwudhu’ ketika membaca Al-Quran Al-Kariem
adalah sunnah, bukan wajib. Berbeda dengan menyentuh mushaf menurut jumhur.
Demikian juga hukumnya sunnah bila akan membaca hadits Rasulullah SAW serta
membaca
kitab-kitab syariah. Diriwayatkan bahwa Imam Malik ketika mengimla`kan
pelajaran hadits kepada murid-muridnya, beliau selalu berwudhu`
terlebih dahulu sebagai takzim kepada hadits Rasulullah SAW.
7.
Ketika Melantunkan Azan, Iqamat, Khutbah dan
Ziarah Ke Makam Nabi SAW.
4.
Fardu Wudhu’
Fardu wudhu’ ada
enam (6), yaitu:
1. Niat
Niat wudhu’ adalah
ketetapan di dalam hati seseorang untuk melakukan serangkaian ritual yang
bernama wudhu’sesuai dengan apa yang ajarkan oleh Rasulullah SAW
dengan maksud ibadah. Sehingga niat ini membedakan antara seorang yang sedang
memperagakan wudhu’ dengan orang yang sedang melakukan wudhu’.Kalau
sekedar memperagakan, tidak ada niat untuk melakukannya sebagai ritual ibadah.
Sebaliknya, ketika seorang berwudhu’, dia harus memastikan di dalam
hatinya bahwa yang sedang dilakukannya ini adalah ritual ibadah berdasar
petunjuk nabi SAW untuk tujuan tertentu.
2.
Membasuh muka
Para ulama menetapkan
bahwa batasan wajah seseorang itu adalah tempat tumbuhnya rambut (manabit
asy-sya'ri) hingga ke dagu dan dari batas telinga kanan hingga batas
telinga kiri.
3.
Membasuh kedua tangan
hingga kesiku
Secara jelas disebutkan
tentang keharusan membasuh tangan hingga ke siku. Dan para ulama mengatakan
bahwa yang dimaksud adalah bahwa siku harus ikut dibasahi. Sebab kata ( إلى ) dalam ayat itu adalah lintihail ghayah. Selain itu
karena yang disebut dengan tangan adalah termasuk juga sikunya.
4.
Membasuh atau menyapu
sebagian dari kepala
Yang dimaksud dengan
mengusap adalah meraba atau menjalankan tangan ke bagian yang diusap dengan
membasahi tangan sebelumnya dengan air. Sedangkan yang disebut kepala adalah
mulai dari batas tumbuhnya rambut di bagian depan (dahi) ke arah belakang
hingga ke bagian belakang kepala.
5.
Membasuh kedua kaki
hingga mata kaki
Menurut jumhur ulama,
yang dimaksud dengan hingga mata kaki adalah membasahi mata kakinya itu juga.
Sebagaimana dalam masalah membahasi siku tangan.
6.
Tertib atau berurutan.
Yang dimaksud dengan
tartib adalah mensucikan anggota wudhu secara berurutan mulai dari yang awal
hingga yang akhir. Maka membasahi anggota wudhu’ secara acak akan menyalahi
aturan wudhu’.
5. Syarat-Syarat
Wudhu’
1.
Beragama islam
2.
Mumayid yaitu seseorang yang telah dapat
membedakan antara yang bersih dan yang kotor
3.
Suci dari
haid dan nifas
4.
Menggunakan air yang suci lagi menyucikan
5.
Tidak ada sesuatu yang menghalangi air sampai
kekulit (anggota wudhu’) seperti, minyak dan sebagainya.
6.
Mengetahui mana yang wajib dan sunnah
6. Syarat-Syarat
Wudhu’
1. Mencuci kedua tangan
hingga pergelangan tangan
2. Membaca basmalah
sebelum berwudhu`
3. Berkumur dan
memasukkan air ke hidung, bersiwak atau membersihkan gigi
4. Meresapkan air
kejenggot yang tebal dan jari
5. Membasuh tiga kali
tiga kali
6. Membasahi seluruh
kepala dengan air
7. Membasuh dua telinga
luar dan dalam dengan air yang baru
8. Mendahulukan anggota
yang kanan dari yang kiri.
7. Tata
Cara Wudhu’
1. Niat
2. Membaca basmalah
3. Mencuci tang
4. Bersiwak
atau menggosok gigi
5. Berkumur dan menghirup air (memasukan air
kelubang hidung)
6. Mencuci muka
7. Mencuci kedua tangan hingga siku
8. Mengusap kepala
9. Mengusap telingga
10. Mencuci kaki
11. Membaca
syahadat (Do’a setelah wudhu’)
8. Hal-Hal Yang Membatalkan Wudhu’
1. Keluarnya sesuatu apapun yang keluar
dari dubur (pantat) atau qubul (kemaluan).
2. Tidur yang bukan dalam posisi tamakkun (tetap)
diatas bumi
3. Hilang akal karena mabuk atau sakit
4. Menyentuh kemaluan secara langsung (tanpa
penghalang)
5. Bersentuhan kilit lawan jenis yang
bukan mahram (mahzab As-Syafi’iyah)
Di dalam Thaharah
ada namanya mandi janabah di karenakan hadas besar dan ada namanya mandi sunnah
yaitu mandi seperti sebelum shalat jum’at maupun shalat ied dan lain-lain, pada
makalah ini akan di bahas mengenai mandi wajib (Janabah).
1.
Pengertian
Mandi Janabah
Istilah janabah berasal
dari kata junub, yaitu berarti hubungan kelamin antara suami-istri (jima’).
Menurut pandangan
agama mandi janabah yaitu tatacara mandi ritual yang bertujuan
menghilangkan hadast besar.
2.
Landasan Hukum
Firman Allah
SWT QS. An-Nisa’
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَىٰ حَتَّىٰ تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّىٰ تَغْتَسِلُوا ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُورًا
Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu
mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam
keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika
kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu
telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah
kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya
Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.(An Nisa’: 43)
3.
Hukum Mandi Janabah
Hukum mandi
janabah bisa wajib dan bisa sunnah, tergantung konteks untuk apa kita mandi
janabah.
A.
Hukumnya fardu/ wajib, yaitu hukumnya fardu
(wajib) manakala seseorang akan mlakukan hal-hal berikut:
1.
Keluar mani disertai syahwat, baik diwaktu tidur
maupun bangun, dari laki-laki maupun wanita. Dibagi menjadi lima:
a. Bila mani itu keluar
tanpa syahwat, tetapi karena sakit atau dingin, maka tidaklah wajib mandi.
b. Bila seseorang bermimpi
tetapi tidak menemukan mani maka ia tidak wajib mandi.
c. Bila seseorang bangun
tidur lalu menemukan basah tetapi ia tidak ingat bahwa bermimpi,maka ia wajib
mandi jika ia yakin itu adalah mani. Dan jika ia bimbang apakah itu mani atau
bukan , maka ia wajib mandi demi untuk ihtiyath atau berjaga
diri.
d. Bila seseorang merasakan
hendak keluarnya mani diwaktu syahwat, lalu menahan kemaluannya hingga tak jadi
keluar, maka tidak wajib ia mandi. Akan tetapi seandainya ia berjalan dan
maninya keluar maka wajiblah ia mandi.
e. bila ia melihat mani
pada kainnya, tetapi tidak mengetahui saat keluarnya dan kebetulan sudah shalat,
maka ia wajib mengulangi shalatnya dari tidurnya yang terakhir.
2.
Hubungan kelamin. Dari Abu Hurairah r.a
Rasulallah SAW bersabda:
Bahwa Rasulallah SAW telah bersabda:”jika
seseorang telah berada diantara anggotanya empat (maksudnya kedua tangan dan kedua
kaki istrinya) lalu mencampurinya, maka wajiblah mandi, biar keluar mani maupun
tidak”. (HR.
Ahmad dan Muslim)
3.
Haid
Nabi SAW bersabda:”Apabila haidh tiba, tingalkan
shalat, apabila telah selesai (dari haidh), maka mandilah dan shalatlah”. (HR Bukhari dan
Muslim)
4.
Nifas
Nifas adalah darah yang keluar dari kemaluan
seorang wanita setelah melahirkan. Nifas itu mewajibkan mandi janabah,
meski bayi yang dilahirkannya itu dalam keadaan mati. Begitu berhenti dari
keluarnya darah sesudah persalinan atau melahirkan, maka wajib atas wanita itu
untuk mandi janabah.
5.
Melahirkan
Seorang wanita yang
melahirkan anak, meski anak itu dalam keadaan mati, maka wajib tasnya untuk
melakukan mandi janabah. Bahkan meski saat melahirkan itu tidak ada
darah yang keluar. Artinya tidak mengalami nifas, namun tetap wajib atasnya
untuk mandi lantaran persalinan yang dialaminya.
6. Mati bagi orang islam,
selain mati syahid.
B. Hukumnya sunnah, yaitu hukumnya sunnah
manakala seseorang akan mlakukan hal-hal
berikut:
1. Shalat Jumat
2. Shalat hari Raya Idul
Fitri dan Idul Adha
3. Shalat Gerhana Matahari (kusuf) dan
Gerhana Bulan(khusuf)
4. Shalat Istisqa` (minta hujan)
5. Sesudah memandikan mayat
6. Masuk Islam dari kekafiran
7. Sembuh dari gila
8. Ketika akan melakukan ihram
9. Masuk ke kota Mekkah
10. Ketika wukuf di Arafah
11. Ketika akan thawaf,
menurut Imam Syafi’I itu adalah salah satu sunnah dalam berthawaf.
4.
Hal-Hal Yang Terlarang
Bagi Orang Junub
1. Shalat
2. Thawaf
3. Menyentuh mus-haf
Al-Qur’an dan membawanya
4. Membaca Al-Qur’an
5. Menetap dimasjid.
5.
Fardu Mandi Janabah
1. Niat
2. Menghilangkan najis
kalau ada dibadan
3. membasuh seluruh
angota badan
6. Sunnah-Sunnah Dalam Mandi Janabah
1. Membaca basmalah
2. Membasuh kedua tangan sebelum memasukkan ke
dalam air
3. Berwudhu` sebelum mandi Aisyah ra berkata,`Ketika
mandi janabah, Nabi SAW berwudku seperti wudhu` orang shalat (HR
Bukhari dan Muslim)
4. Menggosokkan tangan ke seluruh anggota tubuh.
Hal ini untuk membersihkan seluruh anggota badan.
5. Mendahulukan anggota
kanan dari anggota kiri seperti dalam berwudhu’.
7.
Tata
Cara Mandi Janabah
1. Niat
2. Mencuci kedua tangan
dengan sabun
3. Membasuh kemaluan dan
dubur
4. Najis-najis
dibersihkan
5. Berwudhu’ sebagaimana
untuk sholat, dan menurut jumhur disunnahkan untuk
mengakhirkan mencuci kedua kaki
6. Mengalirkan air
keseluruh badan dengan memulai sebelah kanan lalu sebelah kiri
7. Memasukan jari-jari
tangan yang basah dengan air ke sela-sela rambut, sampai ia yakin bahwa kulit
kepalanya telah menjadi basah
8. Menyiram kepala
dengan 3 kali siraman
9. Membersihkan seluruh
anggota badan
10. Mencuci kaki.
Seperti yang dicontohkan Rasulallah SAW:
Aisyah RA berkata,`Ketika mandi janabah, Nabi SAW memulainya
dengan mencuci kedua tangannya, kemudian ia menumpahkan air dari tangan
kanannya ke tangan kiri lalu ia mencuci kemaluannya kemudia berwudku seperti
wudhu` orang shalat. Kemudian beliau mengambil air lalu memasukan jari-jari
tangannya ke sela-sela rambutnya, dan apabila ia yakin semua kulit kepalanya
telah basah beliau menyirami kepalnya 3 kali, kemudia beliau membersihkan
seluruh tubhnya dengan air kemudia diakhir beliau mencuci kakinya (HR Bukhari/248
dan Muslim/316)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan makalah tentang thaharah
(wudhu’ dan mandi), dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut:
1.
Thaharah adalah bersuci dari hadas kecil dan besar maupun kotoran, tharah
juga thaharah, merupakan masalah yang sangat penting dalam beragama dan
menjadi pangkal dalam beribadah yang menghantarkan manusia berhubungan dengan
Allah SWT. Tidak ada cara bersuci yang lebih baik dari pada cara yang dilakukan
oleh syarit Islam, karena syariat Islam menganjurkan manusia mandi dan
berwudlu. Walaupun manusia masih dalam keadaan bersih, tapi ketika hendak
melaksanakan sholat dan ibadah-ibadah lainnya yang mengharuskan berwudlu,
begitu juga dia harus pula membuang kotoran pada diri dan tempat ibadahnya dan
mensucikannya karena kotoran itu sangat menjijikkan bagi manusia.
2.
Wudhu’
adalah menyucikan diri dari
hadats kecil dengan menggunakan media air. Yaitu dengan cara membasuh atau
mengusap beberapa bagian anggota tubuh menggunakan air sambil berniat didalam
hati dan dilakukan sebagai sebuah ritual khas atau peribadatan. Bukan sekedar
bertujuan untuk membersihkan secara fisik atas kotoran, melainkan sebuah pola
ibadah yang telah ditetapkan tata aturannya dari Allah SWT.
3.
Mandi
adalah membersihkan diri dari hadas besar seperti dari keluar
mani/bersetubuh/jima’, had, nifas, dan mati selain syahid dengan niat mandi
wajib untuk menghilangkan hadas besar dan meratakan air ke seluruh tubuh. Di
dalam mandi ada juga mandi yang hukumnya sunnah seperti shalat jum’at, shalat
ied, shalat gerhana, shalat ‘istisqa, setelah memandikan mayat, masuk islam
setelah kekafiran, sembuh dari gila, masuk ke mekkah, ketika ihram dan sebelum
thawaf.
DAFTAR
PUSTAKA
Sayyid Sabiq, “Fikik Sunnah 1”, Alma’arif,
Bandung,1973.
H.E Hassan Saleh, “ Kajian Fiqh Nabawi dan Fiqh
Kontemporer”, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2008.
M. Masykri
Abdurahman, Moh. Syaifun Bakhari, “Kupas
Tuntas Shalat Tatacara dan Hikmahnya”, Erlangga, 2006.
K. H Syarief
Sukandi, “Bimbingan Praktis
Fiqh Ibadah”, El-Fath, Bandung, 2007.
H. Ahmad Sarwat, Lc, “Fiqih Islam kitab Thaharah”,
Kampus Syari’ah.com, 2008.
#makalah_s1_fakultas syariah dan hukum UIN Rafah