Sunday, 15 November 2015

Sumber-Sumber Pengetahuan dan Kriteria Kebenaran

Sumber-Sumber Pengetahuan dan Kriteria Kebenaran
Oleh: Iswahyudi

BAB 1
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Pengetahuan adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk menuturkan apabila seesorang mengenal tentang sesuatu. Sesuatu hal yang menjadi pengetahuannya adalah selalu terdiri atas unsure yang yang mengetahui dan yang diketahui serta kesadaran mengenai hal yang ingin diketahuinya itu. Oleh karena itu, pengetahuan selalu menuntut adanya subjek yang mempunyai kesadaran untuk mengetahui tentang sesuatu dan objek yang merupakan sesuatu sesuatu yang dihadapinya sebagai hal ingin diketahuinya. Oleh karena itu semua orang mempunyai pengetahuan dan pengetahuan tersebut di dapat dari sumber pengetahuan.
Kemudian, mengenai hal kebenaran sesungguhnya merupakan tema sentral di dalam filsafat ilmu. Secara umum orang merasa bahwa tujuan pengetahuan adalah untuk mencapai kebenaran. Dan untuk mencapai suatu kebenaran itu adalah dengan verfikir
Oleh karena itu di dalam makalah ini akan di bahas mengenai sumber-sumber pengetahuan dan penjelasan tentang kebenaran serta kriteria kebenaran.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas ditemukan beberapa permasalahan, diantarannya Sebagai berikut:
1.      Apa sajakah sumber-sumber dari pengetahuan?
2.       Apa sajakah teori secara tradisional dan kriteria dari kebenaran itu?

C.    Tujuan Penulisan
 Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai tugas keolompok 2 pada semester kedua dan bahan diskusi mata kuliah filsafat ilmu dan untuk menambah pengetahuan atau wawasan tentang sumber-sumber pengetahuan dan kriteria kebenaran dan diharapkan bisa bermanfaat bagi kita semua.

BAB 2
PEMBAHASAN

A.    Sumber-Sumber Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu manusia terhadap sesuatu , atau segala perbuatan manusia untuk memahami suatu objek yang dihadapinya, atau hasil usaha manusia untuk memahami suatu objek tertentu.[1]
Semua orang mengakui memiliki pengetahuan. Namun, dari mana pengetahuan itu diperoleh atau lewat apa pengetahuan itu di dapat. Dari situ timbul pertanyaan bagaimana kita memperoleh pengetahuan atau dari mana sumber pengetahuan didapat. Sebelum membahas sumber pengetahuan, terlebih dahulu mengetahui tentang hakikat pengetahuan. Pengetahuan pada dasarnya adalah keadaan mental. Mengetahui sesuatu adalah menyusun pendapat tentang suatu objek, dengan kata lain menyusun gambaran tentang fakta yang ada diluar akal. Persoalannya kemudian adalah apakah gambar itu sesuai dengan fakta atau tidak? Apakah gambaran itu benar? atau apakahgambaran itu dekat dengan kebenaran atau jauh dari kebenaran?.
Oleh Karena itu, Pengetahuan yang ada pada kita diperoleh dengan menggunakan berbagai alat yang ,merupakan sumber pengetahuan tersebut.[2] Dalam hal in ada beberapa pendapat tentang sumber pengetahuan antara lain:

1.      Empirisme
Kata ini berasal dari kata Yunani empeirikos, artinya pengalaman. Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya. Dan bila dikembalikan kepada kata Yunaninya, pengalaman yang dimaksud ialah pengalaman inderawi.[3]
Dengan inderanya, manusia dapat mengatasi taraf hubungan yang semata-mata fisik dan masuk ke dalam medan intensional, walaupun masih sangat sederhana. Indera menghubungkan manusia dengan hal-hal konkret-material.
Pengetahuan inderawi bersifat parsial. Itu disebabkan oleh adanya perbedaan antara indra yang satu dengan indra yang lainnya, berhubungan dengan sifat khas fisiologis indera dan dengan objek yang dapat ditangkap sesuai dengannya. Masing-masing indra menangkap aspek yang berbeda mengenai barang atau makhluk yang menjadi objeknya. Jadi pengetahuan inderawi berada menurut perbedaan indera dan terbatas pada sensibilitas organ-organ tertentu.[4]

2.      Rasionalisme
Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia memperoleh pengetahuan melalui kegiatan menangkap objek.
Dalam penyusunan ini akal menggunakan konsep-konsep rasional atau ide-ide universal. Konsep tersebut mempunyai wujud dalam alam nyata yang bersifat universal. Yang dimaksud dengan prinsip-prinsip universal adalah abstraksi dari benda-benda kongkret, seperti hukum kausalitas atau gambaran umum tentang benda tertentu. Sebaliknya bagi empirisme hukum tersebut tidak diakui.[5]
Para penganut rasionalisme yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak dalam ide dan bukunya di dalam diri barang sesuatu. Jika kebenaran mengandung makna mempunyai ide yang sesuai dengan atau yang menunjuk kepada kenyataan, kebenaran hanya ada di dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal budi saja.[6]

3.      Intuisi
Menurut Henry Bergson intuisi adalah hasil dari evolusi pemahaman yang tertinggi. Ia juga mengatakan bahwa intuisi adalah suatu pengetahuan yang langsung, yang mutlak.[7]
Intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu. Seseorang yang sedang terpusat pemikirannya pada suatu masalah dan tiba-tiba saja menemukan jawaban atas permasalahan tersebut. Tanpa melalui proses berfikir yang berliku-liku tiba-tiba saja dia sudah sampai disitu. Jawaban atas permasalahan yang sedang dipikirkannya muncul dibenaknya bagaikan kebenaran yang membukakan pintu. Atau bisa juga, intuisi ini bekerja dalam keadaan yang tidak sepenuhnya sadar, artinya jawaban atas suatu permasalahan ditemukan tidak tergantung waktu orang tersebut secara sadar sedang menggelutnya. Namun intuisi ini bersifat personal dan tidak bisa diramalkan. Sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan secara teratur maka intuisi ini tidak bisa diandalkan.

4.      Wahyu
Wahyu adalah pengetahuan yang disampaikan oleh Allah kepada manusia. Pengetahuan ini disalurkan oleh nabi-nabi yang diutusnya sepanjang zaman. Agama merupakan pengetahuan bukan saja mengenai kehidupan sekarang yang terjangkau pengalaman, namun juga mencakup masalah-masalah yang bersifat transedental seperti latar belakang penciptaan manusia dan hari kemudian di akhirat nanti. Pengetahuan ini didasarkan kepada kepercayaan akan hal-hal yang ghaib (supernatural). Keparcayaan kepada Tuhan yang merupakan sumber pengetahuan, kepercayaan kepada nabi sebagai perantara dan kepercayaan terhadap wahyu sebagai cara penyampaian,merupakan dasar dari penyusunan pengetahuan ini. Kepercayaan merupakan titik tolak dalam agama. Suatu pernyataan harus dipercaya dulu untuk dapat diterima: pernyataan ini bisa saja selanjutnya dikaji dengan metode lain.[8]

B.     Kriteria Kebenaran
Dalam perkembangan pemikiran filsafat perbincangan tentang kebenaran sudah dimulai sejak Plato yang kemudian di teruskan oleh Aristoteles. Plato melalui metode dialog membangun teori pengetahuan yang paling awal. Sejak itulah teori pengetahuan berkembang terus untuk mendapatkan penyempurnaan sampai kini
Untuk mengetahui apakah pengetahuan kita mempunyai nilai kebenaran atau tidak. Hal ini berhubungan erat dengan sikap, bagaimana cara memperoleh pengetahuan? Apakah hanya kegiatan dan kemampuan akal pikir ataukah melalui kegiatan indra? Yang jelas bagi seorang skeptis pengetahuan tidaklah mempunyai nilai kebenaran, karena semua diragukan atau keraguan  itulah yang merupakan kebenaran.[9]

1.      Teori-teori Kebenaran Secara Tradisional

a.       Teori Kebenaran Saling Berhubungan (Coherence Theory of truth)
Teori koherensi dibangun oleh para pemikir rationalis seperti Leibniz, Spinoza, Hegel, dan Bradley. Menurut Kattsoft (1986) dalam bukunya Elements of Philosopy teori dijelaskan” ... suatu proposisi cenderung benar jika proposisi tersebut dalam keadaan saling berhubungan dengan ide-ide dari proposisi yang telah ada atau benar, atau jika makna yang dikandungnya dalam keadaan saling berhubungan dengan pengalaman  kita.”

b.      Teori Kebenaran Saling Berkesesuaian (Corespondence Theory of Truth)
Teori kebenaran korespodensi adalah teori kebenaran yang paling awal dan paling tua. Teori tersebut berangkat dari teori pengetahuan Aristoteles yang menyatakan segala sesuatu yang diketahui adalah suatu yang dapat dikembalikan pada kenyataaan yang dikenal oleh subjek.[10]

c.       Teori Kebenaran Inherensi (Inherence Theory of Truth)
Kattsoff (1986) menguraikan tentang teori kebenaran pragmatis ini adalah penganut pragmatisme meletakan ukuran kebenaran dalam salah satu macam konsekuensi.

d.      Teori Kebenaran Berdasarkan Arti (Semantic Theory of Truth)
Proposisi itu ditinjau dari segi artinya atau maknanya. Apakah proposisi yang  merupakan pangkal tumpuannya itu mempunyai referen yang jelas. Oleh sebab itu, teori ini mempunyai tugas untuk menguakkan kesahan dari proposisi dalam referensinya.[11]

e.       Teori Kebenaran Sintaksis
Para penganut teori kebenaran sintaksis, berpangkal tolak pada keteraturan sintaksis atau gramatika yang dipakai oleh suatu pernyataan atau tata bahasa yang melekatnya. Dengan demikian suatu pernyataan memiliki nilai benar apabila pernyataan itu mengikuti aturan-aturan sintaksis yang baku.

f.       Teori Kebenaran Nondekripsi
Teori kebenaran Nondekripsi dikembangkan oleh penganut filsafat fungsionalisme. Karena pada dasanya suatu statemen atau pernyataan akan mempunyai nilai benar yang amat tergantung pada peran dan fungsi dari pernyataan itu. Jadi, pengetahuan akan memiliki nilai benar sejauh pernyataan itu memiliki fungsi yang amat praktis dalam kehidupan sehari-hari.

g.      Teori Kebenaran Logik yang Berlebihan (Logical Superfluity of Truth)
Teori ini dikembangkan oleh positivistik yang di awali oleh Ayer. Pada dasarnya menurut teorri kebenaran ini, problema kebenaran hanya merupakan kekacauan bahasa dan hal ini mengakibatkan suatu pemborosan, karena pada dasarnya apa yang hendak dibuktikan kebenarannya memiliki derajat logis yang masing-masin saling melingkupinya. [12]

2.      Teori Kebenaran Berdasarkan Kriteria Kebenaran
Kebenaran tertuang dalam ungkapan-ungkapan yang dianggap benar, misalnya hukum-hukum, teori- teori, ataupun rumus-rumus filsafat juga kenyataan yang dikenal dan diungkapkan . Tetapi tidak semua manusia mempunyai kriteria kebenaran yang sama . Benar menurut kita belum tentu benar menurut orang, karena proses berpikir untuk menghasikan pengetahuan yang benar itu berbeda-beda . Jadi setiap pikiran itu pasti memiliki kriteria kebenaran.[13]
Ada tiga kriteria kebenaran yaitu :
a.      Teori Koherensi     
Dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.
b.      Teori Kores Pondensi
Suatu pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi (berhubungan) dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut.
c.       Teori Pragmatis
Teori pragmatis , pertama kali dicetuskan oleh Charles S. Pierce (1839-1914). Suatu pernyataan adalah benar jika pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia.


BAB 3
PENUTUP

A.    Kesimpualan
Dari pembahasan makalah tentang sumber kebenaran dan , dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut:
1.      Dari sumber pengetahuan yang telah dijelaskan bahwa pembagian sumber penegetahuan yaitu sbb:
o   Empiris
o   Rasionalisme
o   Intusi
o   Wahyu

2.      Teori kebenaran secara tradisional dapat di bagi sebagai brikut:
a.       Teori Kebenaran Saling Berhubungan (Coherence Theory of truth)
b.      Teori Kebenaran Saling Berkesesuaian (Corespondence Theory of Truth)
c.       Teori Kebenaran Inherensi (Inherence Theory of Truth)
d.      Teori Kebenaran Berdasarkan Arti (Semantic Theory of Truth)
e.       Teori Kebenaran Nondekripsi
f.       Teori Kebenaran Logik yang Berlebihan (Logical Superfluity of Truth)
g.      Teori Kebenaran Logik yang Berlebihan (Logical Superfluity of Truth)

Sedangkan Teori kebenaran berdasarkan kriteria terbagi:
a.       Teori Koherensi
b.      Teori Kores Pondensi
c.       Teori Pragmatis





DAFTAR PUSTAKA


Abbas, Hamami M. 1976. Filsafat (Suatu Pengantar Logika Forma-Filsafat Pengetahuan). Yogyakarta: yayasan Pembina fakultas UGM.

Anton Bakker dan Achmad Charris Zubair 1994. Metodologi Penelitian Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.

Bakhtiar, Amsal. 2004. Filsafat. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Kattsoft, Louis O. 1996. Pengantar Filsafat, cet. VII, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.

Nasution, Harun. 1982. Akal dan Wahyu dalam Islam. Jakarta: UI Press.

Surajiyo. 2004. Filsafat Ilmu. Jakarta: Bumi Aksara.

Tafsir, Ahmad. 2002. Filsafat Umum. Bandung: Remaja Rosdakarya.


http://surya1204.blogspot.com/2011/04/sumber-pengetahuan-dan-kriteria.html- diakses.18/3/13.23.30-online.


#makalah_fakultas_syariah_dan_hukum_uin_rafah




[1] Surajiyo, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hlm26
[2] Amsal Bakhtiar,Filsafat Ilmu , (Jakarta: Rajawali Pers, 2004), hlm98.
[3] Ahmad Tafsir, Filsafat, hlm. 24.
[4] Anton Bakker, Ahmad Charris Zubair , Metodologi Penelitian Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1994, cet. IV, hlm22.
[5]  Harun Nasution, Filsafat Agama, hlm. 15.
[6] Louis O.K Kattsoft, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta: Tiara Wicana Yogya, 1996),cet. VII, hlm. 139.
[7] Ahmad Tafsir, op. cit, hlm 27.
[8] http:// http://surya1204.blogspot.com
[9] Ibid hlm. 105.
[10]  Hamami Abbas, Filsafat, (Yogyakarta: UGM, 1976), hlm. 116.
[11] Ibid, hlm 29.
[12] Ibid, hlm. 115-121.
[13] http://henymartaviana.blogspot.com
loading...