Sumber-Sumber Pengetahuan dan Kriteria Kebenaran
Oleh: Iswahyudi
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pengetahuan
adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk menuturkan apabila seesorang
mengenal tentang sesuatu. Sesuatu hal yang menjadi pengetahuannya adalah selalu
terdiri atas unsure yang yang mengetahui dan yang diketahui serta kesadaran
mengenai hal yang ingin diketahuinya itu. Oleh karena itu, pengetahuan selalu
menuntut adanya subjek yang mempunyai kesadaran untuk mengetahui tentang
sesuatu dan objek yang merupakan sesuatu sesuatu yang dihadapinya sebagai hal
ingin diketahuinya. Oleh karena itu semua orang mempunyai pengetahuan dan
pengetahuan tersebut di dapat dari sumber pengetahuan.
Kemudian,
mengenai hal kebenaran sesungguhnya merupakan tema sentral di dalam filsafat
ilmu. Secara umum orang merasa bahwa tujuan pengetahuan adalah untuk mencapai
kebenaran. Dan untuk mencapai suatu kebenaran itu adalah dengan verfikir
Oleh
karena itu di dalam makalah ini akan di bahas mengenai sumber-sumber
pengetahuan dan penjelasan tentang kebenaran serta kriteria kebenaran.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas
ditemukan beberapa permasalahan, diantarannya Sebagai berikut:
1.
Apa
sajakah sumber-sumber dari pengetahuan?
2.
Apa sajakah teori secara tradisional dan kriteria
dari kebenaran itu?
C.
Tujuan Penulisan
Tujuan dalam penulisan
makalah ini adalah sebagai tugas keolompok 2 pada semester kedua dan bahan
diskusi mata kuliah filsafat ilmu dan untuk menambah pengetahuan atau wawasan
tentang sumber-sumber pengetahuan dan kriteria kebenaran dan diharapkan bisa bermanfaat
bagi kita semua.
BAB 2
PEMBAHASAN
A.
Sumber-Sumber Pengetahuan
Pengetahuan
adalah hasil tahu manusia terhadap sesuatu , atau segala perbuatan manusia
untuk memahami suatu objek yang dihadapinya, atau hasil usaha manusia untuk
memahami suatu objek tertentu.[1]
Semua
orang mengakui memiliki pengetahuan. Namun, dari mana pengetahuan itu diperoleh
atau lewat apa pengetahuan itu di dapat. Dari situ timbul pertanyaan bagaimana
kita memperoleh pengetahuan atau dari mana sumber pengetahuan didapat. Sebelum membahas
sumber pengetahuan, terlebih dahulu mengetahui tentang hakikat pengetahuan. Pengetahuan
pada dasarnya adalah keadaan mental. Mengetahui sesuatu adalah menyusun
pendapat tentang suatu objek, dengan kata lain menyusun gambaran tentang fakta
yang ada diluar akal. Persoalannya kemudian adalah apakah gambar itu
sesuai dengan fakta atau tidak? Apakah gambaran itu benar? atau apakahgambaran
itu dekat dengan kebenaran atau jauh dari kebenaran?.
Oleh
Karena itu, Pengetahuan yang ada pada kita diperoleh dengan menggunakan
berbagai alat yang ,merupakan sumber pengetahuan tersebut.[2]
Dalam hal in ada beberapa pendapat tentang sumber pengetahuan antara lain:
1.
Empirisme
Kata ini berasal dari kata Yunani empeirikos, artinya pengalaman.
Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya. Dan
bila dikembalikan kepada kata Yunaninya, pengalaman yang dimaksud ialah
pengalaman inderawi.[3]
Dengan inderanya, manusia dapat
mengatasi taraf hubungan yang semata-mata fisik dan masuk ke dalam medan intensional,
walaupun masih sangat sederhana. Indera menghubungkan manusia dengan
hal-hal konkret-material.
Pengetahuan inderawi bersifat
parsial. Itu disebabkan oleh adanya perbedaan antara indra yang satu dengan
indra yang lainnya, berhubungan dengan sifat khas fisiologis indera dan dengan
objek yang dapat ditangkap sesuai dengannya. Masing-masing indra menangkap aspek yang berbeda mengenai
barang atau makhluk yang menjadi objeknya. Jadi pengetahuan inderawi berada
menurut perbedaan indera dan terbatas pada sensibilitas organ-organ tertentu.[4]
2.
Rasionalisme
Aliran
ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang
benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia memperoleh pengetahuan melalui
kegiatan menangkap objek.
Dalam
penyusunan ini akal menggunakan konsep-konsep rasional atau ide-ide universal.
Konsep tersebut mempunyai wujud dalam alam nyata yang bersifat universal. Yang
dimaksud dengan prinsip-prinsip universal adalah abstraksi dari benda-benda
kongkret, seperti hukum kausalitas atau gambaran umum tentang benda tertentu. Sebaliknya
bagi empirisme hukum tersebut tidak diakui.[5]
Para
penganut rasionalisme yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak dalam ide
dan bukunya di dalam diri barang sesuatu. Jika kebenaran mengandung makna
mempunyai ide yang sesuai dengan atau yang menunjuk kepada kenyataan, kebenaran
hanya ada di dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal budi
saja.[6]
3.
Intuisi
Menurut Henry
Bergson intuisi adalah hasil dari evolusi pemahaman yang tertinggi. Ia juga
mengatakan bahwa intuisi adalah suatu pengetahuan yang langsung, yang mutlak.[7]
Intuisi
merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu.
Seseorang yang sedang terpusat pemikirannya pada suatu masalah dan tiba-tiba
saja menemukan jawaban atas permasalahan tersebut. Tanpa melalui proses
berfikir yang berliku-liku tiba-tiba saja dia sudah sampai disitu. Jawaban atas
permasalahan yang sedang dipikirkannya muncul dibenaknya bagaikan kebenaran
yang membukakan pintu. Atau bisa juga, intuisi ini bekerja dalam keadaan yang
tidak sepenuhnya sadar, artinya jawaban atas suatu permasalahan ditemukan tidak
tergantung waktu orang tersebut secara sadar sedang menggelutnya. Namun intuisi
ini bersifat personal dan tidak bisa diramalkan. Sebagai dasar untuk menyusun
pengetahuan secara teratur maka
intuisi ini tidak bisa diandalkan.
4.
Wahyu
Wahyu adalah
pengetahuan yang disampaikan oleh Allah kepada manusia. Pengetahuan ini
disalurkan oleh nabi-nabi yang diutusnya sepanjang zaman. Agama merupakan
pengetahuan bukan saja mengenai kehidupan sekarang
yang terjangkau pengalaman, namun juga mencakup masalah-masalah yang
bersifat transedental seperti latar belakang penciptaan manusia dan hari
kemudian di akhirat nanti. Pengetahuan ini didasarkan kepada kepercayaan akan
hal-hal yang ghaib (supernatural). Keparcayaan kepada Tuhan yang merupakan
sumber pengetahuan, kepercayaan kepada nabi sebagai perantara dan kepercayaan
terhadap wahyu sebagai cara penyampaian,merupakan dasar dari penyusunan
pengetahuan ini. Kepercayaan merupakan titik tolak dalam agama. Suatu
pernyataan harus dipercaya dulu untuk dapat diterima: pernyataan ini bisa
saja selanjutnya dikaji dengan metode lain.[8]
B.
Kriteria
Kebenaran
Dalam perkembangan pemikiran filsafat perbincangan
tentang kebenaran sudah dimulai sejak Plato yang kemudian di teruskan oleh
Aristoteles. Plato melalui metode dialog membangun teori pengetahuan yang
paling awal. Sejak itulah teori pengetahuan berkembang terus untuk mendapatkan
penyempurnaan sampai kini
Untuk
mengetahui apakah pengetahuan kita mempunyai nilai kebenaran atau tidak. Hal
ini berhubungan erat dengan sikap, bagaimana cara memperoleh pengetahuan? Apakah
hanya kegiatan dan kemampuan akal pikir ataukah melalui kegiatan indra? Yang
jelas bagi seorang skeptis pengetahuan tidaklah mempunyai nilai kebenaran,
karena semua diragukan atau keraguan
itulah yang merupakan kebenaran.[9]
1.
Teori-teori
Kebenaran Secara Tradisional
a.
Teori Kebenaran
Saling Berhubungan (Coherence Theory of truth)
Teori koherensi dibangun oleh para pemikir rationalis
seperti Leibniz, Spinoza, Hegel, dan Bradley. Menurut Kattsoft (1986) dalam
bukunya Elements of Philosopy teori dijelaskan” ... suatu proposisi
cenderung benar jika proposisi tersebut dalam keadaan saling berhubungan dengan
ide-ide dari proposisi yang telah ada atau benar, atau jika makna yang
dikandungnya dalam keadaan saling berhubungan dengan pengalaman kita.”
b.
Teori Kebenaran
Saling Berkesesuaian (Corespondence Theory of Truth)
Teori kebenaran korespodensi adalah teori kebenaran yang
paling awal dan paling tua. Teori tersebut berangkat dari teori pengetahuan
Aristoteles yang menyatakan segala sesuatu yang diketahui adalah suatu yang
dapat dikembalikan pada kenyataaan yang dikenal oleh subjek.[10]
c.
Teori Kebenaran
Inherensi (Inherence Theory of Truth)
Kattsoff (1986) menguraikan tentang teori kebenaran
pragmatis ini adalah penganut pragmatisme meletakan ukuran kebenaran dalam
salah satu macam konsekuensi.
d.
Teori Kebenaran
Berdasarkan Arti (Semantic Theory of Truth)
Proposisi itu ditinjau dari segi artinya atau maknanya.
Apakah proposisi yang merupakan pangkal
tumpuannya itu mempunyai referen yang jelas. Oleh sebab itu, teori ini
mempunyai tugas untuk menguakkan kesahan dari proposisi dalam referensinya.[11]
e.
Teori Kebenaran
Sintaksis
Para penganut teori kebenaran sintaksis, berpangkal tolak
pada keteraturan sintaksis atau gramatika yang dipakai oleh suatu pernyataan
atau tata bahasa yang melekatnya. Dengan demikian suatu pernyataan memiliki
nilai benar apabila pernyataan itu mengikuti aturan-aturan sintaksis yang baku.
f.
Teori Kebenaran
Nondekripsi
Teori kebenaran Nondekripsi dikembangkan oleh penganut
filsafat fungsionalisme. Karena pada dasanya suatu statemen atau pernyataan
akan mempunyai nilai benar yang amat tergantung pada peran dan fungsi dari
pernyataan itu. Jadi, pengetahuan akan memiliki nilai benar sejauh pernyataan
itu memiliki fungsi yang amat praktis dalam kehidupan sehari-hari.
g.
Teori Kebenaran
Logik yang Berlebihan (Logical Superfluity of Truth)
Teori ini
dikembangkan oleh positivistik yang di awali oleh Ayer. Pada dasarnya menurut
teorri kebenaran ini, problema kebenaran hanya merupakan kekacauan bahasa dan
hal ini mengakibatkan suatu pemborosan, karena pada dasarnya apa yang hendak
dibuktikan kebenarannya memiliki derajat logis yang masing-masin saling
melingkupinya. [12]
2.
Teori Kebenaran
Berdasarkan Kriteria Kebenaran
Kebenaran
tertuang dalam ungkapan-ungkapan yang dianggap benar, misalnya hukum-hukum,
teori- teori, ataupun rumus-rumus filsafat juga kenyataan yang dikenal dan
diungkapkan . Tetapi tidak semua manusia mempunyai
kriteria kebenaran yang sama . Benar menurut kita belum tentu benar menurut
orang, karena proses berpikir untuk menghasikan pengetahuan yang benar itu
berbeda-beda . Jadi setiap pikiran itu pasti memiliki kriteria kebenaran.[13]
Ada tiga kriteria kebenaran yaitu :
a.
Teori Koherensi
Dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten
dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.
b.
Teori Kores Pondensi
Suatu pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang
dikandung pernyataan itu berkorespondensi (berhubungan) dengan obyek yang
dituju oleh pernyataan tersebut.
c.
Teori Pragmatis
Teori pragmatis , pertama kali dicetuskan oleh Charles S. Pierce
(1839-1914). Suatu pernyataan adalah benar jika pernyataan itu atau konsekuensi
dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia.
BAB 3
PENUTUP
A.
Kesimpualan
Dari pembahasan makalah tentang sumber kebenaran dan , dapat di
tarik kesimpulan sebagai berikut:
1.
Dari sumber pengetahuan yang telah dijelaskan bahwa
pembagian sumber penegetahuan yaitu sbb:
o
Empiris
o
Rasionalisme
o
Intusi
o
Wahyu
2.
Teori kebenaran secara tradisional dapat di bagi sebagai
brikut:
a.
Teori Kebenaran
Saling Berhubungan (Coherence Theory of truth)
b.
Teori Kebenaran
Saling Berkesesuaian (Corespondence Theory of Truth)
c.
Teori Kebenaran
Inherensi (Inherence Theory of Truth)
d.
Teori Kebenaran
Berdasarkan Arti (Semantic Theory of Truth)
e.
Teori Kebenaran
Nondekripsi
f.
Teori Kebenaran
Logik yang Berlebihan (Logical Superfluity of Truth)
g.
Teori Kebenaran
Logik yang Berlebihan (Logical Superfluity of Truth)
Sedangkan Teori
kebenaran berdasarkan kriteria terbagi:
a.
Teori
Koherensi
b.
Teori
Kores Pondensi
c.
Teori
Pragmatis
DAFTAR PUSTAKA
Abbas,
Hamami M. 1976. Filsafat (Suatu Pengantar Logika Forma-Filsafat Pengetahuan).
Yogyakarta: yayasan Pembina fakultas UGM.
Anton
Bakker dan Achmad Charris Zubair 1994. Metodologi Penelitian Filsafat.
Yogyakarta: Kanisius.
Bakhtiar,
Amsal. 2004. Filsafat. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Kattsoft,
Louis O. 1996. Pengantar Filsafat, cet. VII, Yogyakarta: Tiara Wacana
Yogya.
Nasution,
Harun. 1982. Akal dan Wahyu dalam Islam. Jakarta: UI Press.
Surajiyo.
2004. Filsafat Ilmu. Jakarta: Bumi Aksara.
Tafsir,
Ahmad. 2002. Filsafat Umum. Bandung: Remaja Rosdakarya.
http://surya1204.blogspot.com/2011/04/sumber-pengetahuan-dan-kriteria.html-
diakses.18/3/13.23.30-online.
#makalah_fakultas_syariah_dan_hukum_uin_rafah
[1]
Surajiyo, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hlm26
[2]
Amsal Bakhtiar,Filsafat Ilmu , (Jakarta: Rajawali Pers, 2004), hlm98.
[3]
Ahmad Tafsir, Filsafat, hlm. 24.
[4]
Anton Bakker, Ahmad Charris Zubair , Metodologi Penelitian Filsafat,
(Yogyakarta: Kanisius, 1994, cet. IV, hlm22.
[5] Harun Nasution, Filsafat Agama, hlm.
15.
[6]
Louis O.K Kattsoft, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta: Tiara Wicana Yogya,
1996),cet. VII, hlm. 139.
[7]
Ahmad Tafsir, op. cit, hlm 27.
[8]
http:// http://surya1204.blogspot.com
[9]
Ibid hlm. 105.
[10] Hamami Abbas, Filsafat, (Yogyakarta: UGM,
1976), hlm. 116.
[11]
Ibid, hlm 29.
[12]
Ibid, hlm. 115-121.
[13] http://henymartaviana.blogspot.com