Thursday, 26 November 2015

Surah – Surah Al-Qur’an Tentang Muamalah, Jinayah & Siyasah

 Surah – Surah  Al-Qur’an Tentang Muamalah, Jinayah & Siyasah

Image result for Al-Qur'an

A.    Pajak dan Asuransi

1.      Surah Al-Hasyr Ayat 7

a.      Ayat

مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَىٰ رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَىٰ فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ ۚ وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
b.      Terjemahan
7.  Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya. ( QS. Al-Hasyr 59 : 7 )

c.       Mufrodat
Maka ambillah ia
فَخُذُوْهُ
Apa yang diberikan Allah
مَآ اَفَآءَ الله
Dan apa yang dia melarang kalian
وَمَا نَهَاكُمْ
Penduduk negeri/kota
اَهْلِ  اْلقُرَى
Maka hentikan/tinggalkan
فَانْتَهُوْا
Dan untuk yang punya hubungan kerabat
وَلِذِى اْلقُرْبَى
Bertakwalah
وَالتَّقُاللهَ
Dan anak-anak yatim
وَاْليَتَمَى
Sangat keras
شَدِيْدُ
Dan orang-orang miskin
وَالْمَسَكِيْنَ
Siksaan/hukuman
اْلعِقَابِ
Dan orang dalam perjalanan
وَالبْنِ السَّبِيْلِ

Beredar
دُلُوْلَةٌ
Orang-orang kaya
اْلاَغْنِيَآ ءِِ

e.       Tafsir
Ayat ini menerangkan bahwa harta fai-i yang berasal dari orang kafir, seperti harta-harta Bani Quraizah, Bani Nadir, penduduk Fadak dan Khaibar kemudian diserahkan Allah kepada Rasul-Nya itu, digunakan untuk kepentingan umum, tidak dibagi-bagikan kepada tentara kaum muslim ini.
Kemudian diterangkan pembagian harta fai-i itu, yaitu untuk Allah, untuk Rasul-Nya, kerabat-kerabat Rasulullah dari Bani Hasyim dan Bani Muttalib, anak-anak yatim yang fakir, orang-orang miskin yang memerlukan pertolongan dan orang-orang yang kehabisan belanja dalam perjalanan. 
Berkata Al Wahidy, "Pada masa Rasulullah, fai-i dibagi atas lima bagian. Empat perlima adalah untuk Rasulullah. Seperlima lainnya dibagi lima pula. Seperlima pertama untuk Rasulullah, sedangkan yang empat perlima itu dibagikan kepada kerabat-kerabat Rasulullah, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang musafir yang kehabisan belanja."
Setelah Rasulullah SAW. wafat, maka bahagian Rasulullah SAW. yang empat perlima dan yang seperlima dari seperlima itu digunakan untuk keperluan orang-orang yang melanjutkan tugas kerasulan, seperti para pejuang di jalan Allah, para dai dan sebagainya. Sebahagian pengikut Syafi'i berpendapat bahwa bagian Rasulullah itu diserahkan kepada badan-badan yang mengusahakan kemaslahatan kaum muslimin dan untuk menegakkan agama Islam.
Yang dimaksud dengan "Ibnus Sabil", ialah orang-orang yang terlantar dalam perjalanan yang bertujuan baik, karena kehabisan ongkos dan orang-orang yang terlantar tidak mempunyai tempat tinggal. 
Kemudian diterangkan sebab Allah SWT menetapkan pembagian yang demikian, yaitu agar harta itu tidak jatuh ke bawah kekuasaan orang-orang kaya dan dibagi-bagi oleh mereka, sehingga harta itu hanya berputar di kalangan mereka saja seperti yang biasa dilakukan pada zaman Arab Jahiliah.
Allah SWT memerintahkan kaum muslimin agar mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah diputuskan itu, baik mengenai harta fai'i maupun harta ganimah.
Harta itu adalah halal bagi kamu sekalian dan segala sesuatu yang dilarang Allah hendaklah kamu jauhi dan tidak mengambilnya.
Ayat ini mengandung prinsip-prinsip umum agama Islam, yaitu agar menaati Rasulullah dengan melaksanakan perintah-perintahnya dan menjauhi larangan-larangannya, karena menaati Rasulullah pada hakikatnya menaati Allah juga. Segala sesuatu yang disampaikan Rasulullah berasal dari Allah SWT. Allah SWT berfirman:
Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Alquran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain han yalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)
(Q.S. An Najm: 3, 4)
Rasulullah SAW. menyampaikan segala sesuatu kepada manusia, adalah untuk menyampaikan dan menjelaskan agama Allah yang terdapat dalam Alquran. Allah SWT berfirman:
Dan Kami turunkan kepadamu Alquran agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. (Q.S. An Nahl: 44)
Ayat ini mengisyaratkan kepada kaum muslimin agar melaksanakan hadis-hadis Rasulullah, sebagaimana melaksanakan Alquran, karena keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Pada akhir ayat ini Allah SWT memerintahkan manusia bertakwa kepada-Nya dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan Nya Tidak bertakwa kepada-Nya berarti durhaka kepada-Nya. Setiap orang yang durhaka itu akan ditimpa azab yang pedih.
f.        Kesimpulan
Kesimpulan pada ayat ini yakni tentang ketentuan pembagian harta rampasan perang, bahwa harta rampasan perang atau harta yang telah dititipkan/diberikan Allah kepada hambanya agar diberikan untuk kepentingan umum seperti untuk Allah, untuk rasul, kerabat rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan untuk orang-orang dalam perjalanan.
Oleh karena itu harta hasil rampasan perang atau harta yang ada dihamba Allah itu bisa dimanfaatkan untuk kepentingan umum, bukan hanya beredar pada orang-orang kaya saja.
Harta itu adalah halal bagi kamu sekalian dan segala sesuatu yang dilarang Allah hendaklah kamu jauhi dan tidak mengambilnya.
Dan pada akhir ayat Allah memerintahkan kepada hambanya agar selalu bertaqwa kepada – Nya. Dan sangat keras sekali hukuman bagi yang melanggar perintah Allah.

2.      Surah Al-Maidah Ayat 2
a.      Ayat
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُحِلُّوا شَعَائِرَ اللَّهِ وَلَا الشَّهْرَ الْحَرَامَ وَلَا الْهَدْيَ وَلَا الْقَلَائِدَ وَلَا آمِّينَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنْ رَبِّهِمْ وَرِضْوَانًا ۚ وَإِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُوا ۚ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ أَنْ صَدُّوكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَنْ تَعْتَدُوا ۘ وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
b.      Terjemahan
2.  Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah[389], dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram[390], jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya[391], dan binatang-binatang qalaa-id[392], dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya[393] dan apabila kamu Telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum Karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS. Al-Maidah 5 : 2)

[389]  Syi'ar Allah ialah: segala amalan yang dilakukan dalam rangka ibadat haji dan tempat-tempat mengerjakannya.
[390]  maksudnya antara lain ialah: bulan Haram (bulan Zulkaidah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab), tanah Haram (Mekah) dan Ihram., maksudnya ialah: dilarang melakukan peperangan di bulan-bulan itu.
[391]  ialah: binatang (unta, lembu, kambing, biri-biri) yang dibawa ke ka'bah untuk mendekatkan diri kepada Allah, disembelih ditanah Haram dan dagingnya dihadiahkan kepada fakir miskin dalam rangka ibadat haji.
[392]  ialah: binatang had-ya yang diberi kalung, supaya diketahui orang bahwa binatang itu Telah diperuntukkan untuk dibawa ke Ka'bah.
[393]  dimaksud dengan karunia ialah: keuntungan yang diberikan Allah dalam perniagaan. keredhaan dari Allah ialah: pahala amalan haji.

c.       Mufrodat

Dan jangan sekali-kali membuat kalian berdosa

وَلاَ يَجْرِمَنَّكُمْ
Janganlah kalian melanggar
لاَ تُحِلًّ

Kebencian suatu kaum
شَنَآَنُ قََوْمٍ
Syia’ar-syiar Allah
شَعَآ ئِرَ الله

Mereka menghalangi kalian
صَدّوْكُمْ
Dan jangan
وَلاَ

Kalian kelewat batas /aniaya
تَعْتَدُوْا
Bulan-bulan haram/suci
الشَّهْرُ  حَرَامَ

Dan tolong menolonglah kalian
وَتَعَا وَنُوْا
Binatang qurban
الْهَدْيَ

Kebaikan
الْبِرِّ
Binatang qurban yang dikalungi
القَلللآَئِدَ

Dan taqwa
وَالتَّقْوَ
Orang-orang yang mengunjungi
آَ مِّيْنَ

Berbuat dosa
اْلاِثْمِ
Mereka mencari
يَبْتَغُوْ

Dan permusuhan
وَاْلعُدْوَانِ
Karunia
فَضْلاً

Dan bertaqwalah kepada Allah
وَالتَّقُ اللهَ
Dari tuhan mereka
مِّنْ رَّبِّهِمْ

Sangat keras
شَدِيْدُ
Dan keridoan
وَرِضْوَانًا

siksa
الْعِقَابِ
Kalian telah selesaikan haji
حَلَلْتُمْ

Maka berburulah kalian
فَا طَادُوْا

d.      Asbabun Nuzul

Ibnu Jarir mengetengahkan sebuah hadis dari Ikrimah yang telah bercerita, "Bahwa Hatham bin Hindun Al-Bakri datang ke Madinah beserta kafilahnya yang membawa bahan makanan. Kemudian ia menjualnya lalu ia masuk ke Madinah menemui Nabi saw.; setelah itu ia membaiatnya dan masuk Islam. Tatkala ia pamit untuk keluar pulang, Nabi memandangnya dari belakang kemudian beliau bersabda kepada orang-orang yang berada di sekitarnya, 'Sesungguhnya ia telah menghadap kepadaku dengan muka yang bertampang durhaka, dan ia berpamit dariku dengan langkah yang khianat.' Tatkala Al-Bakri sampai di Yamamah, ia kembali murtad dari agama Islam.
 Kemudian pada bulan Zulkaidah ia keluar bersama kafilahnya dengan tujuan Mekah. Tatkala para sahabat Nabi saw. mendengar beritanya, maka segolongan sahabat Nabi dari kalangan kaum Muhajirin dan kaum Ansar bersiap-siap keluar Madinah untuk mencegat yang berada dalam kafilahnya itu. Kemudian Allah swt. menurunkan ayat,
 'Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syiar-syiar Allah...' (Q.S. Al-Maidah 2)
Kemudian para sahabat mengurungkan niatnya (demi menghormati bulan haji itu). Hadis serupa ini telah dikemukakan pula oleh Asadiy." Ibnu Abu Hatim mengetengahkan dari Zaid bin Aslam yang mengatakan, "Bahwa Rasulullah saw. bersama para sahabat tatkala berada di Hudaibiah, yaitu sewaktu orang-orang musyrik mencegah mereka untuk memasuki Baitulharam. Peristiwa ini sangat berat dirasakan oleh mereka, kemudian ada orang-orang musyrik dari penduduk sebelah timur jazirah Arab lewat untuk tujuan melakukan umrah. Para sahabat Nabi saw. berkata, 'Marilah kita halangi mereka sebagaimana (teman-teman mereka) mereka pun menghalangi sahabat-sahabat kita.' Kemudian Allah swt. menurunkan ayat,
'Janganlah sekali-kali mendorongmu berbuat aniaya kepada mereka...'" (Q.S. Al-Maidah 2)

e.       Tafsir

Menurut riwayat Ibnu Juraij dari Ikrimah, Ia menceritakan bahwa seorang bernama Al Hutam Al Bakry datang ke Madinah dengan unta membawa bahan makanan. Setelah dijualnya ia menjumpai Nabi, lalu berbaiat masuk Islam. Setelah ia berpaling pergi, Nabi memperhatikannya seraya bersabda kepada para sahabatnya yang ada di situ, "Dia datang kepada saya dengan wajah orang yang berdusta dan berpaling pergi membelakangi saya seperti penipu". Sesudah itu setelah ia tiba di Yamamah, lalu Ia murtad dari Islam. Sesudah itu pada bulan Zulkaidah, ia keluar lagi dengan untanya hendak menjual barang makanan ke Mekah. Tatkala para sahabat Nabi mendengar ini, beberapa orang dari golongan Muhajirin dan Ansar, bersiap keluar untuk menghajarnya di tengah jalan, maka turunlah ayat yang kedua ini. (Al-Qasimi, Mahasinut Ta'wil, juz 6, hal. 1976) 
Pada ayat kedua ini Allah menerangkan kepada orang-orang yang beriman lima larangan penting yang tidak boleh dilanggar yaitu:
1. Melanggar syiar-syiar Allah, yaitu segala amalan dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan Allah dalam ibadah haji dan lain-lainnya.

2. Melanggar kehormatan bulan haram, yaitu bulan Zulkaidah, Zulhijah, Muharam dan Rajab, yang dilarang pada bulan-bulan tersebut berperang kecuali membela diri karena diserang.

3. Mengganggu binatang-binatang had-ya, yaitu unta, lembu dan sejenisnya, kambing, biri-biri dan sejenisnya yang dihadiahkan kepada Kakbah untuk mendekatkan diri kepada Allah, disembelih di tanah haram dan dagingnya dihadiahkan kepada fakir miskin di sana.

4. Qalaid-qalaid yaitu binatang-binatang had-ya, sudah dikalungi dengan tali, yang menunjukkan bahwa binatang itu dipersiapkan secara khusus untuk dihadiahkan kepada Kakbah. Menurut pendapat yang lain, termasuk juga manusia-manusia yang memakai kalung yang menunjukkan bahwa dia hendak mengunjungi Kakbah yang tidak boleh diganggu, seperti yang dilakukan orang-orang Arab di zaman Jahiliah. 

5. Mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah yang mencari karunia (rezeki) Allah seperti berdagang dan mencari keridaan-Nya, yaitu mengerjakan haji dan umrah. Semuanya tidak boleh dihalang-halangi. Akan tetapi menurut Jumhur yang tidak boleh dihalang-halangi itu ialah orang-orang mukmin sedang orang-orang kafir tidak diperbolehkan lagi masuk tanah haram sesuai dengan firman Allah: 
Hai Orang-orang yang beriman! Sesungguhnya orang yang musyrik itu najis, sebab itu janganlah mereka mendekati Masjidilharam sesudah tahun ini. (Q.S. At Taubah: 28) 
Selanjutnya Allah memberikan penjelasan lagi bahwa kalau sudah tahalul, artinya, sesudah selesai mengerjakan ibadah haji atau umrah, dibolehkan berburu di luar tanah haram sedang di tanah haram tetap tidak dibolehkan, karena Allah melarang mencabut tumbuh-tumbuhan dan mengganggu binatang buruannya. Kemudian Allah melarang berbuat aniaya terhadap orang yang menghalang-halangi masuk Masjidilharam, seperti kaum musyrikin menghalang-halangi orang-orang mukmin mengerjakan umrah yang ditetapkan pada perdamaian Hudaibiah. Kemudian pada bahagian terakhir ayat ini Allah mewajibkan kepada orang-orang mukmin tolong-menolong sesama mereka dalam berbuat kebaikan dan bertakwa. Untuk kepentingan dan kebahagiaan mereka dilarang tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran serta memerintahkan supaya tetap bertakwa kepada Allah agar dapat terhindar dari siksa-Nya yang sangat berat.

f.        Kesimpulan

Pada ayat ada 5  larangan penting yang tidak boleh dialarang, kesimpulan nya antara lain sebagai berikut:
1.      Melanggar syiar-syiar Allah, yaitu segala amalan dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan Allah dalam ibadah haji dan lain-lainnya.
2.      Melanggar kehormatan bulan haram, yaitu bulan Zulkaidah, Zulhijah, Muharam dan Rajab, yang dilarang pada bulan-bulan tersebut berperang kecuali membela diri karena diserang.
3.      Mengganggu binatang-binatang had-ya, yaitu unta, lembu dan sejenisnya, kambing, biri-biri dan sejenisnya yang dihadiahkan kepada Kakbah untuk mendekatkan diri kepada Allah, disembelih di tanah haram dan dagingnya dihadiahkan kepada fakir miskin di sana.
4.      Qalaid-qalaid yaitu binatang-binatang had-ya, sudah dikalungi dengan tali, yang menunjukkan bahwa binatang itu dipersiapkan secara khusus untuk dihadiahkan kepada Kakbah.
5.      Mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah yang mencari karunia (rezeki) Allah seperti berdagang dan mencari keridaan-Nya, yaitu mengerjakan haji dan umrah.

3.      Surah Al-Anfal Ayat 4

a.      Ayat

أُولَٰئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا ۚ لَهُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
b.      Terjemahan
4.  Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia. ( QS. Al-Anfal 8 : 4 )

c.       Mufrodat
Disisi tuhan mereka
عِنْدَ رَبِّهِمْ
Orang-orang beriman
الْمُؤْ مِنُوْنَ
Dan ampunan
وَمَغْفِرَةٌ
Sebenar-benarnya
حَقًّ
Dan rezeki
وَرِّزقٌ
Bagi mereka (memperoleh)
لَهُمْ
Yang mulia
كَرِيْمٌ
Derajat
دَرَجَتٌ

d.      Munasabah

e.       Tafsir
Sesudah itu Allah swt. menegaskan bahwa orang-orang yang menghiasi dirinya dengan sifat-sifat tersebut adalah orang-orang mukmin yang benar. Ibnu Hazm menjelaskan bahwa sifat-sifat ini adalah sifal-sifat yang dapat diketahui dari dirinya, maka apabila seseorang mengetahui bahwa dirinya telah beriman kepada Allah, kepada Rasul-Nya Muhammad saw. dan meyakini bahwa apa yang dibawa Nabi itu benar, sedang orang itu mengikrarkan semua pengakuannya itu dengan lisan, maka wajiblah ia mengatakan bahwa ia telah menjadi orang mukmin yang benar. 
Di akhir ayat Allah swt. menjelaskan imbalan yang akan diterima oleh orang-orang mukmin yang benar-benar beriman dan menghiasi dirinya dengan sifat sifat yang telah disebutkan, yaitu mereka akan memperoleh derajat yang tinggi dan kedudukan yang mulia di sisi Allah.
Hal ini adalah karena kuasa Allah semata. Allah berkuasa menciptakan segala macam bentuk kehidupan, maka
Dia berkuasa pula memberikan keutamaan kepada makhluk-Nya sesuai dengan kehendak-Nya. 
Derajat yang tinggi itu dapat berupa keutamaan hidup di dunia dan dapat berupa keutamaan hidup di akhirat, atau kedua-duanya. 
Allah berfirman: 
Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan. 
(Q.S At Taubah: 20) 
Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derajat. 
(Q.S Al An'am: 165)

f.        Kesimpulan
Pada ayat ini berkaitan dengan surah al-anfal ayat 3 yaitu bahwa Allah menjelaskan orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menginfakkan sebagian rezeki yang telah diberi Allah kepada hambanya, mereka merupakan orang-orang yang benar-benar beriman, dan akan mendapatkan atau diberikan Allah derajat yang tinggi disisi Allah, dan ampunan serta rezeki yang banyak atau mulia.
Oleh karena itu ayat ini merupakan salah satu dasar hukum muamalah atau bagian dari pajak dan asuransi.

B.     Zinah
1.      Surah Al-Isro’ Ayat 32
a.      Ayat
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
b.      Terjemahan
32.  Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk. ( QS. Al-Isro’ 17 : 32 )

c.       Mufrodat
Perbuatan keji
فَا حِشَةُ
Dan jangan kalian dekati
وَلاَ تَقْرَبُوا
Dan sangat buruk
وَسَآءَ
Zina
الزِّنَى
Jalan
سَبِيْلاً
Sungguh
اِنَّهُ

d.      Munasabah
e.       Tafsir
Kemudian Allah SWT melarang para hamba Nya mendekati perbuatan zina. Yang dimaksud mendekati perbuatan zina ialah melakukan zina itu. Larangan melakukan zina diungkapkan dengan mendekati zina, tetapi termasuk pula semua tindakan yang merangsang seseorang melakukan zina itu. Ungkapan semacam ini untuk memberikan kesan yang tandas bagi seseorang, bahwa jika mendekati perbuatan zina itu saja sudah terlarang, apa lagi melakukannya. Dengan pengungkapan seperti ini, seseorang akan dapat memahami bahwa larangan melakukan zina adalah larangan yang keras, oleh karenanya zina itu benar-benar harus dijauhi.
Yang dimaksud dengan perbuatan zina dalam ayat ini ialah hubungan kelamin yang dilakukan oleh pria dengan wanita di luar pernikahan, baik pria ataupun wanita itu sudah pernah melakukan hubungan kelamin yang sah, ataupun belum di luar ikatan perkawinan yang sah dan bukan karena sebab kekeliruan. 
Sesudah itu Allah memberikan alasan mengapa zina itu dilarang. Alasan yang disebut di akhir ayat ini ialah karena zina itu benar-benar perbuatan yang keji yang mengakibatkan kerusakan yang banyak, di antaranya: 
1. Mencampur-adukkan keturunan, yang mengakibatkan seseorang akan menjadi ragu-ragu terhadap anaknya, apakah anak yang lahir itu keturunannya atau hasil perzinaan. Dugaan suami bahwa istrinya berzina dengan laki-laki lain, mengakibatkan timbulnya kesulitan-kesulitan, kesulitan dalam pendidikannya dan kedudukan hukumnya. Keadaan serupa itu menyebabkan terhambatnya kelangsungan keturunan dan menghancurkan tata kemasyarakatan. 
2. Menimbulkan keguncangan dan kegelisahan di antara anggota masyarakat, karena tidak terpeliharanya kehormatan. Betapa banyaknya pembunuhan yang terjadi dalam masyakakat yang disebabkan karena kelancangan anggota masyakakat itu melakukan zina. 
3. Merusak ketenangan hidup berumah tangga. Seorang wanita yang telah berbuat zina ternodalah nama baiknya di tengah-tengah masyarakat. Maka ketenangan hidup berumah tangga tidak akan pernah terjelma, dan retaklah hubungan kasih sayang antara suami istri. 
4. Menghancurkan rumah tangga. Istri bukanlah semata-maja sebagai pemuas hawa nafsu, akan tetapi sebagai teman hidup dalam berumah tangga dan dalam membina kesejahteraan berumah tangga. Oleh sebab itu, maka apabila suami adalah sebagai penanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga, maka si istri adalah sebagai penanggung jawab dalam memeliharanya, baik harta maupun anak-anak dan ketertiban rumah tangga itu. Jadi jika si istri ternoda karena kelakuan zina, kehancuran rumah tangga itu sukar untuk dielakkan lagi.
Secara singkat dapat dikemukakan, bahwa perbuatan zina, adalah perbuatan yang sangat keji, yang bukan saja menyebabkan pencampur adukan keturunan, menimbulkan keguncangan dan kegelisahan dalam masyarakat, merusak ketenangan hidup berumah tangga dan menghancurkan rumah tangga itu sendiri akan tetapi juga merendahkan martabat manusia itu sendiri karena sukar sekali membedakan antara manusia dan binatang, jikalau perbuatan itu dibiarkan merajalela di tengah-tengah masyarakat. 
Kecuali ayat ini mengandung larangan berbuat zina, juga mengandung isyarat akan perilaku akan orang-orang Arab Jahiliah yang berlaku boros. Dan perzinaan adalah penyebab adanya keborosan.
f.        Kesimpulan
Pada ayat ini membahas tentang larangan keras berzina, mendekati saja tidak boleh apalagi berbuat zina. Dan zina itu merupakan perbuatan yang sangat keji yang bukan saja menyebabkan pencampur adukan keturunan, menimbulkan keguncangan dan kegelisahan dalam masyarakat, merusak ketenangan hidup berumah tangga dan menghancurkan rumah tangga itu sendiri akan tetapi juga merendahkan martabat manusia itu sendiri karena sukar sekali membedakan antara manusia dan binatang, jikalau perbuatan itu dibiarkan merajalela di tengah-tengah masyarakat. Dan juga zina itu merupakan jalan menuju kehancuran hidup dunia dan akhirat.

2.      Surah An-Nisa’ Ayat 15-16

a.      Ayat
وَاللَّاتِي يَأْتِينَ الْفَاحِشَةَ مِنْ نِسَائِكُمْ فَاسْتَشْهِدُوا عَلَيْهِنَّ أَرْبَعَةً مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ شَهِدُوا فَأَمْسِكُوهُنَّ فِي الْبُيُوتِ حَتَّىٰ يَتَوَفَّاهُنَّ الْمَوْتُ أَوْ يَجْعَلَ  اللَّهُ لَهُنَّ سَبِيلًا
....
وَاللَّذَانِ يَأْتِيَانِهَا مِنْكُمْ فَآذُوهُمَا ۖ فَإِنْ تَابَا وَأَصْلَحَا فَأَعْرِضُوا عَنْهُمَا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ تَوَّابًا رَحِيمًا
b.      Terjemahan
15.  Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji [275], hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka Telah memberi persaksian, Maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya[276].
16.  Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara kamu, Maka berilah hukuman kepada keduanya, Kemudian jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri, Maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.   
( QS An-Nisa’ 4 : 15-16 )
 
[275]  perbuatan keji: menurut Jumhur Mufassirin yang dimaksud perbuatan keji ialah perbuatan zina, sedang menurut pendapat yang lain ialah segala perbuatan mesum seperti : zina, homo sek dan yang sejenisnya. menurut pendapat muslim dan Mujahid yang dimaksud dengan perbuatan keji ialah musahaqah (homosek antara wanita dengan wanita).
[276]  menurut Jumhur Mufassirin jalan yang lain itu itu ialah dengan Turunnya ayat 2 surat An Nuur.

c.       Mufrodat

QS. An-Nisa : 15
Maka tahanlah/kurunglah mereka
فَاَمْسِكُوْهُنَّ
Dan wanita-wanita yang
والَّتِي
Rumah
اْلبُيُوْتِ
Mereka mendatangkan
يَأْ تِيْنَ
Mewafatkan mereka
يَتَوَفَّهُنَّ
Perbuatan keji
الْفَا حِشَةَ
Mati/kematian
الْمَوْتُ
Istri-istri kalian
نِّسَآئِكُمْ
Menjadikan/memberikan Allah
يَجْعَلَ الله
maka datangkanlah saksi-saksi
فَاسْتَشْهِدُوْا
Jalan
سَبِيْلاً
Empat (orang)
اَرْبَعَةً

Mereka memberikan kesaksian
شَهِدُوْا
QS. An-Nisa : 16
Dan memperbaiki dirinya
وَاَصِلَحَا
Dan dua orang yang
وَالّذَنِ
Maka berpaling/biarkanlah
فَاَعْرِضُوْا
Melakukan perbuatan keji diantara kalian
يَأْ تِيَنِهَا مِنْكُمْ
Maha penerima tobat
تَوَّابًا
Maka berilah hukuman keduanya
فَاَذُوْ هُمَا
Maha penyayang
رَّحِيْمًا
Maka jika keduanya bertobat
فَاِنْ تَابَا

d.      Munasabah

e.       Tafsir

QS. An-Nisa : 15
Dalam ayat ini Allah menjelaskan tentang hukum yang berhubungan dengan orang yang melakukan perbuatan keji (zina). Allah menerangkan bahwa apabila terdapat di antara wanita Islam yang pernah bersuami (muhsanah) melakukan perbuatan keji, maka sebelum dilakukan hukuman kepada mereka haruslah diteliti dahulu oleh empat orang saksi laki-laki. yang adil. Apabila kesaksian mereka dapat diterima maka wanita itu harus dikurung atau dipenjara di dalam rumahnya dengan tidak boleh ke luar sampai menemui ajalnya. Demikianlah juga hukuman tersebut berlaku terhadap laki-laki yang pernah kawin (muhsan) dengan jalan qiyas (disamakan dengan hukuman wanita tersebut). Ini merupakan suatu hukuman atas perbuatan mereka agar mereka tidak lagi mengulangi perbuatan keji tersebut. atau sampai Allah memberikan jalan ke luar yang lain bagi mereka. 
Menurut ahli tafsir jalalain keluar yang diberikan Allah dan Rasul Nya yaitu dengan datangnya hukuman zina yang lebih jelas yakni dengan turunnya ayat dua dari surah An Nur yang kemudian diperinci lagi oleh Nabi dengan hadisnya yaitu apabila pezina itu sudah pernah kawin maka hukumannya rajam yakni dilempar dengan batu hingga mati dan apabila perawan/jejaka maka didera seratus kali, demikian menurut suatu riwayat.
QS. An’ Nisa’ : 16
Adapun terhadap yang belum pernah kawin baik laki-laki atau perempuan yang melakukan zina, maka dalam ayat ini Allah menerangkan apabila telah lengkap saksi sebagaimana disebut dalam ayat 15 di atas maka hukuman mereka diserahkan kepada umat Islam pada masa itu mana yang dianggap wajar/sesuai dengan perbuatannya. Hukuman ini merupakan sementara menjelang turunnya ayat dua Surat An Nur dengan perincian hadis Nabi sebagaimana tersebut tadi. 
Hukuman ini dilakukan selama keduanya belum tobat dan menyesal atas perbuatan mereka. Apabila mereka bertobat hendaklah diterima dan dihentikan hukuman atas mereka. Allah menambahkan bahwa sesungguhnya Dia amat Pengasih lagi Penyayang kepada hamba-Nya. Demikianlah hukuman terhadap perbuatan zina di permulaan Islam sebelum turunnya ayat-ayat mengenai hukuman zina (rajam atau dera).
f.        Kesimpulan
Pada surah An-Nisa’ ayat 15 ini menerngkan bahwa apabila ada orang (perempuan bersuami muhsan) melakukan perbuatan keji zina maka hendaklah ada 4 orang saksi yang melihat perbuatan tersebut atau saksi yang adil, dan apabila perbuatan keji tersebut benar-benar terjadi serta para saksi telah memberikan kesaksiaanya, maka kurunglah perempuan tersebut didalam kamar sampai menemui ajal kematiaanya.demikian pula dengan orang laki-laki yang melakukan zina (laki-laki beristri-muhsan) maka dihukum yang sama. Dan ayat ini dijelaskan kembali sabda nabi yakni hukuman orang yang berzina muhsan atau bersuami-beristri maka dirajam dilempar memakai batu sampai mati dan apabila pelaku zina tersebut belum menikah maka didera sampai 100 x dera.
Kemudian pada ayat 16 nya menjelaskan bahwa apabila ada dua orang melakukan zina (ghoiru muhsan) tersebut maka hukum lah keduanya. Melalui hukuman didalam islam yakni di dera untuk zina ghoiru muhsan. Hal apabila dia belum bertobat. Tetapi apabila mereka bertobat dan memperbaiki diri hendaklah hukuman itu dihentikan. Sungguh Allah maha menerima tobat hambanya dan maha penyayang.

3.      Surah An-Nur Ayat 2-3

a.      Ayat

الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ ۖ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
....
الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ ۚ وَحُرِّمَ ذَٰلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
b.      Terjemahan
2.  Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.
3.  Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin[1028].
( QS An-Nur 24 : 2-3 )


[1028]  maksud ayat Ini ialah: tidak pantas orang yang beriman kawin dengan yang berzina, demikian pula sebaliknya.

c.       Mufrodat
QS. An-Nur : 2
Kalian (beriman)
تُؤْ مِنُوْنَ
Perempuan pezina
اَلزَّنِيَةُ
Kepada hari akhir
وَالْيَوْمِ اْلاَخِرْ
Dan laki-laki pezina
وَالزَّنِي
Dan hendaklah menyaksikan
وَالْيَشْهَدْ
Maka deralah
فَا جْلِدُوْا
Hukuman keduanya
عَذَا بَهُمَا
Seratus
مِِاعَةَ
segolongan
طَآ ئِفَةٌ
Deraan
جَلْدَةٍ

Dan jangan mengambil kalian
وَلاَ تَأْ خُذْكُمْ
Belas kasihan
رَأْفَةٌ
QS. An-Nur :3
Atas orang-orang beriman
عَلَى الْمُؤْ مِنِيْنَ
Perempuan musyrik-laki musyrik
مشْرِكَةً - مُشْرِكٌ


Tidak akan mengawani
لاَ يَنْكِحُ
diharamkan
وَحُرِّمَ

d.      Asbabun Nuzul dan Munasabah

QS An-Nur  : 3
(Asbabun Nuzul)

Imam Bukhari mengetengahkan sebuah hadis melalui jalur Ikrimah yang ia terima dari sahabat Ibnu Abbas r.a., bahwasanya Hilal ibnu Umaiah telah menuduh istrinya berbuat zina di hadapan Nabi saw., lalu Nabi saw. berkata kepadanya, "Datangkanlah buktimu atau hadd akan menimpa punggungmu". Hilal menjawab, "Wahai Rasulullah! Jika seseorang di antara kita melihat ada seorang laki-laki bersama dengan istrinya, apakah ia harus pergi mencari bukti juga?" Nabi saw. tetap mengatakan, "Datangkanlah bukti atau hukuman hadd akan menimpa punggungmu". Hilal menjawab, "Demi Tuhan yang telah mengutusmu dengan sebenarnya, sesungguhnya aku benar dalam perkataanku ini dan sungguh Allah pasti akan menurunkan wahyu yang membebaskan punggungku dari hukuman Hadd". Kemudian turunlah malaikat Jibril membawa firman-Nya kepada Nabi saw., dan membacakannya kepada dia yaitu firman-Nya, "Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina)..." (Q.S. An Nur, 6). sampai dengan firman-Nya, "Jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar..." (Q.S. An Nur, 9). Hadis di atas diketengahkan pula oleh Imam Ahmad, hanya saja lafal hadis yang diriwayatkannya berbunyi seperti berikut ini, "Ketika turun firman-Nya, 'Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kalian terima kesaksian mereka buat gelama-lamanya.' (Q.S. An Nur, 4). Maka Saad ibnu Ubadah pemimpin sahabat Anshar mengatakan, 'Apakah memang demikian bunyi ayat tersebut, wahai Rasulullah?' Lalu Rasulullah saw. bersabda, 'Hai orang-orang Anshar! Tidakkah kamu mendengar apa yang telah dikatakan oleh pemimpin kalian ini?' Mereka menjawab, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya dia (Saad ibnu Ubadah) adalah lelaki yang amat cemburuan. Demi Allah, tidak sekali-kali dia melamar seorang wanita, kemudian ada seorang lelaki dari kalangan kami yang berani untuk mengawininya, karena sifat cemburunya yang sangat keras itu.' Lalu Saad berkata, 'Demi Allah, wahai Rasulullah! Aku percaya ayat itu benar-benar dari sisi Allah, tetapi aku merasa heran, seandainya aku menemukan paha wanita yang dinaiki oleh laki-laki, apakah aku tidak boleh melarang dan menjauhkannya dari perbuatannya itu hingga terlebih dahulu aku harus mendatangkan empat orang saksi. Demi Allah, aku tidak akan mendatangkan dahulu saksi-saksi itu, karena niscaya dia dapat memenuhi kebutuhannya terlebih dahulu'". Selanjutnya Imam Ahmad menceritakan bahwa tidak lama kemudian setelah peristiwa itu, terjadi pula peristiwa lain yang menyangkut diri Hilal bin Umaiah; dia adalah salah seorang dari tiga orang yang telah diterima tobatnya. Dia baru datang dari kampungnya pada waktu Isya, lalu ia menjumpai istrinya bersama dengan lelaki lain. Ia melihat dengan mata kepala sendiri dan mendengar dengan telinga sendiri peristiwa tersebut, akan tetapi ia tidak bertindak apa-apa terhadap laki-laki itu, hingga keesokan harinya. Lalu pagi-pagi ia pergi menghadap kepada Rasulullah saw. seraya berkata kepadanya, "Sesungguhnya aku datang kepada istriku di waktu Isya, kemudian aku menemukan ada laki-laki lain bersamanya, aku melihat dengan mata kepala sendiri apa yang ia perbuat terhadap istriku dan aku pun mendengar dengan telingaku apa yang mereka katakan". Akan tetapi kelihatan Rasulullah saw. tidak menyukai apa yang dia sampaikan itu, bahkan beliau tampak marah kepadanya. Orang-orang Anshar berkata, "Kami telah mendapat cobaan dengan apa yang telah dikatakan oleh Saad bin Ubadah, sekarang Rasulullah saw. akan mendera Hilal bin Umaiah, serta membatalkan kesaksiannya di kalangan orang-orang Mukmin lainnya". Hilal berkata, "Demi Allah, sesungguhnya aku berharap semoga Allah memberikan untukku jalan keluar dari perkara ini". Demi Allah, sesungguhnya Rasulullah saw. telah bermaksud untuk memberikan perintah, supaya Hilal dihukum dera. Maka pada saat itu juga turunlah wahyu kepadanya, lalu beliau menahan perintahnya hingga selesai wahyu yang diturunkan kepadanya. Wahyu itu adalah, "Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina)..." (Q.S. An Nur, 6). Abu Ya'la mengetengahkan hadis yang serupa, hanya ia mengemukakannya melalui hadis yang bersumber dari sahabat Anas r.a. Syaikhain dan lain-lainnya mengetengahkan sebuah hadis melalui Sahl ibnu Saad yang menceritakan bahwa Uwaimir datang kepada Ashim ibnu Addiy, lalu Uwaimir berkata, "Tanyakanlah kepada Rasulullah saw. demi untukku, bagaimana jika seorang lelaki menemukan istrinya sedang bersama dengan lelaki lain, lalu ia membunuhnya, apakah ia akan dibunuh pula karenanya? Atau bagaimanakah seharusnya yang ia lakukan?" Selanjutnya Ashim menanyakannya kepada Rasulullah saw., Rasulullah saw. mencela orang yang menanyakannya. Lalu Ashim ditemui lagi oleh Uwaimir yang langsung bertanya, "Apakah yang telah kamu lakukan (bagaimana hasilya)?" Ashim menjawab, "Tiada jawaban, sesungguhnya kamu datang kepadaku bukan dengan membawa kebaikan, aku telah bertanya kepada Rasulullah saw. tetapi ternyata beliau mencela orang yang menanyakannya". Uwaimir langsung berkata, "Demi Allah, aku akan datang sendiri kepada Rasulullah saw. untuk menanyakannya". Lalu ia menanyakannya kepada Rasulullah saw. dan Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya ayat ini diturunkan berkenaan dengan diri kamu dan istrimu", dan seterusnya. Hafiz ibnu Hajar mengatakan bahwa para Imam telah berselisih pendapat sehubungan dengan masalah ini. Di antara mereka ada yang mentarjih atau menguatkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa Uwaimir tadi. Di antara mereka juga ada yang mentarjih bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa Hilal. Ada juga yang menghimpunkan kedua pendapat tersebut, bahwa peristiwa ini pada mulanya bersumber dari Hilal, kemudian bertepatan pula dengan kedatangan Uwaimir. Lalu turunlah ayat ini berkenaan dengan keduanya sekaligus. Berangkat dari pengertian yang terakhir tadi, Imam Nawawi kemudian diikuti oleh Imam Al Khathib cenderung mengatakan bahwa, barangkali peristiwa tersebut bertepatan dialami oleh keduanya secara berbarengan. Hafizh ibnu Hajar sendiri mengatakan, dapat disimpulkan bahwa turunnya ayat ini lebih dahulu yaitu berkenaan dengan peristiwa Hilal, kemudian ketika Uwaimir datang dan ia belum mengetahui apa yang telah terjadi dengan Hilal, maka Nabi saw. memberitahukan hal itu kepadanya, yakni tentang hukumnya. Oleh sebab itu dalam hadis Hilal disebutkan, maka turunlah malaikat Jibril membawa wahyu. Di dalam kisah mengenai Uwaimir disebutkan, bahwa Nabi saw. bersabda, "Sungguh Allah telah menurunkan wahyu-Nya mengenaimu". Maka Sabda Nabi saw. tadi ditakwil, bahwa telah diturunkan penjelasan hukum oleh wahyu sehubungan dengan peristiwa seseorang yang mirip kasusnya dengan kasusmu ini. Berdasarkan pengertian tadi lbnu Shabbagh di dalam kitab Asy Syamil mengatakan pendapat tadi di dalam jawaban yang dikemukakannya. Tetapi Qurthubi lebih cenderung mengatakan, bahwa ayat ini turun dua kali; dan hal ini boleh. Al Bazzar mengetengahkan sebuah hadis melalui jalur Zaid ibnu Muthi' yang ia terima dari Huzaifah, yang menceritakan bahwa Rasulullah saw. bertanya kepada Abu Bakar, "Seandainya kamu melihat lelaki lain bersama dengan Umu Rauman, apakah yang akan kamu lakukan terhadap lelaki itu?" Abu Bakar menjawab, "Aku akan berbuat keburukan terhadapnya". Nabi saw. bertanya, "Kamu bagaimanakan, hai 'Umar?" Umar menjawab, "Aku katakan, semoga Allah melaknat orang yang tidak mampu berbuat apa-apa terhadap lelaki itu, sesungguhnya dia adalah orang yang kotor", maka turunlah ayat ini.


e.       Tafsir
QS. An-Nur : 2
(Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina) kedua-duanya bukan muhshan atau orang yang terpelihara dari berzina disebabkan telah kawin. Hadd bagi pelaku zina muhshan adalah rajam, menurut keterangan dari Sunah. Huruf Al yang memasuki kedua lafal ini adalah Al Maushulah sekaligus sebagai Mubtada, mengingat kedudukan Mubtada di sini mirip dengan Syarat, maka Khabarnya kemasukan huruf Fa, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat berikutnya, yaitu, (maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera) yakni sebanyak seratus kali pukulan. Jika dikatakan Jaladahu artinya ia memukul kulit seseorang; makna yang dimaksud adalah mendera. Kemudian ditambahkan hukuman pelaku zina yang bukan muhshan ini menurut keterangan dari Sunah, yaitu harus diasingkan atau dibuang selama satu tahun penuh. Bagi hamba sahaya hanya dikenakan hukuman separuh dari hukuman orang yang merdeka tadi (dan janganlah belas kasihan kalian kepada keduanya mencegah kalian untuk menjalankan agama Allah) yakni hukum-Nya, seumpamanya kalian melalaikan sesuatu dari hudud yang harus diterima keduanya (jika kalian beriman kepada Allah dan hari akhirat) yaitu hari berbangkit. Dalam ungkapan ayat ini terkandung anjuran untuk melakukan pengertian yang terkandung sebelum syarat. Ungkapan sebelum syarat tadi, yaitu kalimat "Dan janganlah belas kasihan kalian kepada keduanya, mencegah kalian untuk menjalankan hukum Allah", merupakan Jawab dari Syarat, atau menunjukkan kepada pengertian Jawab Syarat (dan hendaklah hukuman mereka berdua disaksikan) dalam pelaksanaan hukuman deranya (oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman) menurut suatu pendapat para saksi itu cukup tiga orang saja; sedangkan menurut pendapat yang lain, bahwa saksi-saksi itu jumlahnya harus sama dengan para saksi perbuatan zina, yaitu sebanyak empat orang saksi laki-laki.
QS. An-Nur : 3
Pada ayat ini, Allah SWT menerangkan bahwa laki-laki pezina tidak akan menikahi seorang perempuan kecuali perempuan pezina juga, atau perempuan musyrik. Begitu juga perempuan pezina itu tidak pantas dikawini kecuali oleh laki-laki pezina pula dan laki-laki musyrik. Tidak pantas sama sekali seorang laki-laki baik-baik, mengawini perempuan pezina yang akan mencemarkan dan merusak nama baiknya. Sebaliknya, seorang perempuan baik-baik, dikenal oleh masyarakat kebaikannya, tidak pantas dikawini oleh laki-laki pezina yang dikenal oleh lingkungannya sebagai laki-laki yang bejat dan tidak bermoral, karena perkawinan itu akan merendahkan derajat perempuan tersebut dan mencemarkan nama baik keluarganya.
Diriwayatkan oleh Mujahid dan Ata bahwa pada umumnya orang-orang Muhajirin yang datang dari Mekah ke Madinah adalah orang-orang miskin yang tidak mempunyai harta dan karib kerabat, sedang pada waktu itu di Madinah banyak perempuan-perempuan tuna susila yang menyewakan dirinya, sehingga penghidupannya agak lumayan dibanding dengan orang-orang yang lain. Di pintu rumah perempuan-perempuan tersebut, ada tanda-tanda untuk memperkenalkan dirinya. Maka berdatanganlah laki-laki hidung belang memasuki rumah mereka yang kesemuanya itu tidak lain hanyalah laki-laki pezina dan orang-orang musyrik.
Melihat kehidupan perempuan tuna susila itu agak lumayan, maka timbullah keinginan sebagian dari orang-orang muslim yang miskin itu untuk mengawini perempuan-perempuan tersebut, supaya penghidupannya pun agak lumayan. Keinginan mereka itu, seakan-akan direstui oleh Nabi Besar Muhammad saw, maka turunlah ayat ini sebagai teguran untuk tidak melaksanakan keinginannya itu. 
(Laki-laki yang berzina tidak menikahi) (melainkan perempuan yang berzina atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki yang musyrik) pasangan yang cocok buat masing-masingnya sebagaimana yang telah disebutkan tadi (dan yang demikian itu diharamkan) menikahi perempuan-perempuan yang berzina (atas orang-orang Mukmin) yang terpilih. Ayat ini diturunkan tatkala orang-orang miskin dari kalangan sahabat Muhajirin berniat untuk mengawini para pelacur orang-orang musyrik, karena mereka orang kaya-kaya. Kaum Muhajirin yang miskin menyangka kekayaan yang dimilikinya itu akan dapat menanggung nafkah mereka. Karena itu dikatakan, bahwa pengharaman ini khusus bagi para sahabat Muhajirin yang miskin tadi. Tetapi menurut pendapat yang lain mengatakan pengharaman ini bersifat umum dan menyeluruh, kemudian ayat ini dinasakh oleh firman-Nya yang lain, yaitu, "Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kalian..." (Q.S. An Nur, 32).

f.        Kesimpulan
QS. An-Nur : 2
Pada surah an-nur ayat 2 ini menjelaskan bahwa mengenai orang yang berzina (yang belum nikah)  yang sudah ditetapkan sebagai pelaku pezina setelah ada kesaksian 4 orang saksi, maka pada setiap orang tersebut hukumannya didera atau dicambuk sebanyak 100 kali dan ketika menghukumnya janganlah memberi belas kasihan karena untuk menjalankan hukum agama Allah, sebagai hamba yang beriman kepada Allah dan hari akhir. Dan dalam penghukuman tersebut hendaklah disaksikan oleh orang-orang beriman karena itu merupakan sebagai pelajaran dan hikmah.

QS. An-Nur : 3
Pada surah An-Nur ayat 3 ini menjelaskan bahwa pelaku zina yakni laki-laki pezina, wanita pezina, dan laki-laki atau wanita pezina. Bahwa mereka tidak akan bisa kawin dengan orang-orang mukmin kecuali menikah atau berkawin dengan sama-sama sederajat (sekufu) yakni laki-laki pezina dengan wanita pezina, laki-laki musyrik dengan wanita musyrik, begitu pula sebaliknya. Dan kepada orang-orang beriman/mukmin di haramkan mengawini laki-laki pezina/wanita pezina dan laki-laki musrik/wanita musyrik.

C.    Hubungan Antar Golongan

1.      Surah Al-Mumtahanah Ayat 7-9

a.      Ayat
 عَسَى اللَّهُ أَنْ يَجْعَلَ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَ الَّذِينَ عَادَيْتُمْ مِنْهُمْ مَوَدَّةً ۚ وَاللَّهُ قَدِيرٌ ۚ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
....
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
....
إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَىٰ إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ ۚ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
b.      Terjemahan
7.  Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orang-orang yang kamu musuhi di antara mereka. dan Allah adalah Maha Kuasa. dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
8.  Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu Karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.
9.  Sesungguhnya Allah Hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu Karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim. ( QS. Al-Mumtahanah 60 : 7-9 )

c.       Mufrodat

QS. Al-Mumtahanah : 7
Kasih sayang
مَّوَدَّةً
Mudah-mudahan Allah
عَسَ الله
Maha kuasa
قَدِيْرٌ
Bahwa akan menjadikan
اَنْ يَجْعَلَ
Maha pengampun
غَفُوْرٌ
Orang-orang yang
اَلَّذِيْنَ
Maha penyayang
رَّحِيْمٌ
Kalian musuhi
عَا هَدَيْتُمْ

QS. Al-Mumtahanah : 8
Kampung halaman
دِيَا رِكُمْ
Tidak melarang kalian
لاَ يَنْهَكُمْ
Kalian berbuat baik pada mereka
تَبَرُّوْهُمْ
Tidak mereka memerangi kalian
لَمْ يُقَتِلُوْكُمْ
Dan kalian berlaku adil
وَتُقْسِطُوْا
Dalam agama
فَى الدِّين
Menyukai
يُحِبًّ
Dan tidak mereka mengusir kalia
وَلَمْ يُخْرِجُوْكُمْ
Orang-orang yang adil
الْمُقْسِطِيْنَ


QS. Al-Mumtahanah : 9
Mengusir kalian
اِخْرَاجِكُمْ
Sungguh hanyalah melarang kalian
اِنَّمَا يَنْهَكُمْ
Kalian jadikan mereka kawan
تَوَلَّوْهُمْ
Mereka memerangi kalian
قَا تَلُوْكُمْ
Dan siapa menjadikan mereka kawan
وَمَنْ يَّتَوَلَّهُمْ
Dalam agama
فِى الدِّين
Maka mereka itu
فَآُولَئِكَ
Dan mereka mengusir kalian
وَاَخْرَجُوْكُمْ
Orang-orang yang zholim
الظَّلِمُوْنَ
Dari kampung kalian
مِّنْ دِيَارِكُمْ

Dan mereka membantu
وَظَا هَرًوْا

d.      Asbabun Nuzul
QS. Al-Mumtahanah : 8
Bukhari dan Muslim mengetengahkan sebuah hadis melalui Miswar dan Marwan bin Hakam, bahwa sesudah Rasulullah saw. mengadakan perjanjian damai dengan orang-orang Quraisy, yaitu perjanjian Hudaibiah, lalu datang menghadapnya perempuan-perempuan beriman dari Mekah, maka Allah menurunkan firman-Nya mulai dari, "Hai orang-orang yang beriman! Apabila datang berhijrah kepada kalian perempuan-perempuan yang beriman..." (Q.S. Al-Mumtahanah 10) sampai dengan firman-Nya, "Dan janganlah kalian tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir." (Q.S. Al-Mumtahanah 10) Imam Thabrani mengetengahkan sebuah hadis dengan sanad yang dhaif (lemah) melalui Abdullah bin Abu Ahmad yang menceritakan, bahwa Ummu Kultsum binti Uqbah bin Abu Mu'ith datang berhijrah ke Madinah dalam masa gencatan senjata. Kemudian disusul oleh kedua saudara lelakinya bernama Ammarah dan Walid, kedua-duanya adalah anak Uqbah bin Abu Mu'ith, ketika keduanya sampai di Madinah, lalu keduanya langsung menghadap Rasulullah saw. dan berunding mengenai masalah Umu Kultsum. Mereka berdua meminta supaya Nabi saw. mengembalikan Umu Kultsum kepada mereka. Akan tetapi Allah telah menghapus perjanjian antara Nabi saw. dan orang-orang musyrik yang berkenaan dengan masalah kaum wanita. Maka Nabi saw. melarang mereka (wanita-wanita yang baru berhijrah itu) dikembalikan kepada orang-orang musyrik. Kemudian Allah menurunkan ayat surah Al-Mumtahanah ini. Imam Ibnu Abu Hatim mengetengahkan sebuah hadis melalui Yazid bin Abu Habib, bahwa ia mendengar ayat ini diturunkan berkenaan dengan Umaimah binti Bisyr istri Abu Hissan Dahdahah. Imam Ibnu Abu Hatim mengetengahkan pula hadis ini melalui Muqatil, bahwa ada seorang wanita dikenal dengan nama Saidah yang tadinya adalah istri Shaif bin Rahib dari kalangan orang musyrik Mekah. Ia datang berhijrah ke Madinah pada masa gencatan senjata. Maka orang musyrik berkata, "Kembalikanlah dia kepada kami," lalu turunlah ayat ini. Imam Ibnu Jarir mengetengahkan pula sebuah hadis melalui Zuhri, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Nabi saw. Pada saat itu beliau sedang berada di lembah Hudaibiah, dan beliau telah mengadakan perjanjian dengan orang-orang musyrik Mekah, barang siapa dari kalangan mereka datang kepadanya sesudah perjanjian ini, maka ia harus mengembalikannya kepada mereka. Akan tetapi setelah datang kepada Nabi perempuan-perempuan Mekah yang beriman, maka turunlah ayat ini. Ibnu Abu Mani' mengetengahkan sebuah hadis melalui jalur Al-Kalbi yang ia terima dari Abu Saleh dan bersumber dari Ibnu Abbas r.a. Ibnu Abbas r.a. menceritakan, bahwa ketika Umar masuk Islam, istrinya tetap bersama-sama dengan orang-orang musyrik, yakni tetap musyrik. Maka Allah menurunkan firman-Nya, "Dan janganlah kalian tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir..." (Q.S. Al-Mumtahanah 10)
e.       Tafsir
QS. Al-Mumtahanah :7
Diriwayatkan bahwa Ahmad menceritakan kepada beberapa imam yang lain dari Abdullah bin Zuber, ia berkata: "Telah datang di Madinah (dari Mekah daerah kafir) Qutailah binti Abdul `Uzza' bekas istri Abu Bakar sebelum beliau masuk Islam kepada putrinya Asma' binti Abu Bakar dengan membawa hadiah-hadiah. Asma' enggan menerima hadiah itu dan tidak memperkenankan ibunya itu memasuki rumahnya. Kemudian Asma' mengutus seseorang kepada `Aisyah, agar Aisyah menanyakan hal itu kepada Rasulullah SAW. Maka turunlah ayat ini yang membolehkan Asma' menerima hadiah dan mengizinkan ibunya yang kafir itu tinggal di rumahnya. 
Menurut Al Hasan dan Abu Saleh: ayat ini diturunkan berhubungan dengan Khuza'ah, Bani Haris bin Kaab, Kinanah, Khuzaimah dan kabilah-kabilah Arab yang lain, mereka minta diadakan perdamaian dengan kaum muslimin dengan mengemukakan ikrar tidak akan memerangi kaum muslimin dan tidak menolong musuh-musuh mereka. Maka turunlah ayat ini yang memerintahkan kaum muslimin menerimanya. 
Ayat ini menyatakan kepada Rasulullah dan orang-orang yang beriman bahwa mudah-mudahan Allah SWT akan menjalin rasa cinta dan kasih sayang antara kaum muslimin yang ada di Madinah dengan orang-orang musyrik Mekah yang selama ini membenci dan menjadi musuh mereka. Hal itu mudah bagi Allah, sebagai Zat Yang Maha Kuasa lagi menentukan segala sesuatu. Apalagi jika orang-orang kafir itu mau beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Maka Allah akan mengampuni dosa-dosa yang telah mereka lakukan sebelumnya. yaitu dosa memusuhi Rasulullah dan kaum muslimin.
Isyarat yang terdapat dalam ayat ini, terbukti kebenarannya pada penaklukan kota Mekah oleh kaum muslimin tanpa terjadi pertumpahan darah. Sewaktu Rasulullah memasuki kota Mekah. karena orang-orang musyrik melanggar perjanjian mereka dengan kaum Rasulullah, mereka merasa gentar menghadapi tentara kaum muslimin, mereka bersembunyi di rumah-rumah mereka. Karena itu Rasulullah mengumumkan : barangsiapa masuk Baitullah, maka dia mendapat keamanan. barangsiapa masuk Masjidilharam maka ia mendapat keamanan, dan barangsiapa masuk rumah Abu Sofyan, ia mendapat keamanan. Perintah itu ditaati oleh kaum musyrikin dan mereka pun burlindung di Kakbah, di Masjidilharam dan rumah Abu Sofyan. Maka waktu itu bertemulah kembali kaum muslimin yang telah hijrah bersama Rasulullah ke Madinah dengan keluarga musyrik yang tetap tinggal di Mekah, setelah beberapa tahun mereka berpisah. Maka terjalinlah kembali hubungan baik dan kasih sayang antara mereka. 
Karena baiknya sikap kaum muslimin kepada mereka, maka mereka berbendong-bendong masuk Islam, sebagaimana yang dinyatakan dalam firman Allah SWT: 
Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima tobat. (Q.S. An Nasr: 1-3) 
Hubungan kasih sayang yang terjalin antara mereka itu setelah terjadi perselisihan digambarkan dalam firman Allah SWT .
Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (Q.S Ali Imran: 103) 
Dan firman Allah: 
 Dan jika mereka bermaksud hendak menipumu, maka sesungguhnya cukuplah Allah (menjadi pelindungmu) Dia-lah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para mukmin, dan yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S Al Anfal: 62-63)
QS. Al-Mumtahanah : 8
Dalam ayat ini, Allah SWT menerangkan bahwa Dia tidak melarang orang-orang yang beriman berbuat baik, mengadakan hubungan persaudaraan, tolong-menolong dan hantu-membantu dengan orang-orang kafir selama mereka tidak mempunyai niat menghancurkan Islam dan kaum muslimin, tidak mengusir dari negeri-negeri mereka dan tidak pula berteman akrab dengan orang-orang yang hendak mengusir itu. 
Ayat ini merupakan ayat yang memberikan ketentuan umum dan prinsip agama Islam dalam menjalin hubungan dengan orang-orang yang bukan Islam dalam satu negara. Kaum muslimin diwajibkan bersikap baik dan bergaul dengan orang-orang kafir, selama orang-orang kafir itu bersikap dan ingin bergaul baik terutama dengan kaum muslimin. 
Seandainya dalam sejarah Islam terutama pada masa Rasulullah dan masa para sahabat, terdapat tindakan kekerasan yang dilakukan oleh kaum muslimin kepada orang-orang kafir, maka tindakan itu semta-mata dilakukan untuk membela diri dari kelaliman dan siksaan-siksaan orang-orang kafir. 
Di Mekah, Rasulullah dan para sahabat disiksa dan dianiaya oleh orang-orang kafir Quraisy, sampai mereka terpaksa hijrah ke Madinah. Sesampai mereka di Madinah, mereka pun dimusuhi oleh orang-orang Yahudi yang bersekutu dengan orang-orang kafir Quraisy, sekalipun telah dibuat perjanjian damai antara mereka dengan Rasulullah, sehingga terpaksa diambil tindakan kekerasan. Demikian pula di kala kaum muslimin berhadapan dengan kerajaan Persia dan Romawi, orang-orang kafir di sana telah memancing permusuhan sehingga terjadi peperangan. 
Jadi ada satu prinsip yang perlu diingat dalam hubungan orang Islam dengan orang-orang kafir, yaitu : "Boleh mengadakan hubungan baik, selama pihak yang bukan Islam melakukan yang demikian pula". Hal ini hanya dapat dibuktikan dalam sikap dan perbuatan kedua belah pihak. 
Di Indonesia prinsip ini dapat dilakukan, selama tidak ada pihak agama lain bermaksud memurtadkan orang Islam atau menghancurkan Islam dan kaum muslimin.
(Allah tiada melarang kalian terhadap orang-orang yang tidak memerangi kalian) dari kalangan orang-orang kafir (karena agama dan tidak mengusir kalian dari negeri kalian untuk berbuat baik kepada mereka) lafal an tabarruuhum menjadi badal isytimal dari lafal alladziina (dan berlaku adil) yaitu melakukan peradilan (terhadap mereka) dengan secara adil. Ayat ini diturunkan sebelum ada perintah untuk berjihad melawan mereka. (Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil) yang berlaku adil.

QS. Al-Mumtahanah : 9
Dalam ayat ini diterangkan bahwa Allah SWT hanyalah melarang kaum muslimin bertolong-tolongan dengan orang-orang yang menghambat atau menghalangi manusia di jalan Allah, dan memurtadkan kaum muslimin sehingga ia berpindah kepada agama lain, yang memerangi, mengusir dan membantu pengusir kaum muslimin dari negeri mereka. Dengan orang yang semacam itu Allah melarang dengan sangat kaum muslimin berteman dengan mereka. 
Pada akhir ayat ini Allah SWT mengancam kaum muslimin yang menjadikan musuh-musuh mereka sebagai teman bertolong-tolongan dengan mereka, jika mereka melanggar larangan Allah ini, maka mereka adalah orang-orang yang zalim.

f.        Kesimpulan
QS. Al-Mumtahanah : 7
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah akan menimbulkan rasa kasih sayang diantara orang-orang yang pernah bermusuhan diantara mereka. Allah maha kuasa, maha pengampun, maha penyayang.
QS. Al-Mumtahanah : 8
Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa Allah tidak melarang bagi hambanya untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir dari kampong halaman. Sesungguhnya Allah mencintai bagi hambanya yang berlaku adil.
QS. Al-Mumtahanah : 9
Pada ayat ini bahwa Allah hanya melarang untuk berkawan terhadap orang-orang yang memerangi urusan agama, dan mengusir dari kediaman serta orang yang membantu mengusir. Sesungguhnya apabila ada yang berkawan dengan orang-orang tersebut maka termasuk orang-orang zholim.

2.      Surah At-Taubah ayat 6-7

a.      Ayat
وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّىٰ يَسْمَعَ كَلَامَ اللَّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْلَمُونَ
...
كَيْفَ يَكُونُ لِلْمُشْرِكِينَ عَهْدٌ عِنْدَ اللَّهِ وَعِنْدَ رَسُولِهِ إِلَّا الَّذِينَ عَاهَدْتُمْ عِنْدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۖ فَمَا اسْتَقَامُوا لَكُمْ فَاسْتَقِيمُوا لَهُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ
b.      Terjemahan
6.  Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, Maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, Kemudian antarkanlah ia ketempat yang aman baginya. demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak Mengetahui.
7.  Bagaimana bisa ada perjanjian (aman) dari sisi Allah dan RasulNya dengan orang-orang musyrikin, kecuali orang-orang yang kamu Telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) di dekat Masjidilharaam[632]?

Maka selama mereka berlaku lurus terhadapmu, hendaklah kamu berlaku lurus (pula) terhadap mereka. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa. ( QS. At-Taubah 9 : 6-7 )

[632]  yang dimaksud dengan dekat Masjidilharam ialah: Al-Hudaibiyah, suatu tempat yang terletak dekat Makkah di jalan ke Madinah. pada tempat itu nabi Muhammad saw mengadakan perjanjian gencatan senjata dengan kaum musyrikin dalam masa 10 tahun.

c.       Mufrodat
QS. At-Taubah : 6
Firman Allah
كَلَمَ الله
Dan jika seseorang
وَاِنْ اَحَدٌ
Sampaikan dia
اَبْلِغْهُ
Pada orang-orang musyrik
اْلمُشْرِكِيْنَ
Tempat yang aman baginya
مَأْمَنَهُ
Minta perlindunganmu
السْتَجَارَكَ
Karena sungguh mereka
بِاَنَّهُمْ قَوْمٌ
Maka lindungilah dia
فَاَجِرْهُ
Tidak mereka mengetahui
لاَّ يَعْلَمُوْنَ
Sehingga dia mendengar
حَتَّى يَسْمَعَ
QS. At-Taubah : 7
Disisi masjidil haram
عِنْدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَام
Bagaimana jadi
كَيْفَ يَكُوْنُ
Maka selama, mereka berlaku lurus
فَمَا السْتَقَامُوْا
Bagi orang-orang musyrik
لِلْمُشْرِكِيْنَ
Kepada kalian
لَكُم
Perjanjian
عَهْدٌ
Maka berlaku luruslah kalian
فَاسْتَقِيْمُوْا
Disisi Allah dan rasul-Nya
عِنْدَ الله وَعِنْدَ رَسُوْله
Dia menyukai
يًحِبُّ
Kecuali orang-orang yang
الاَّ الّّذِيْنَ
Orang-orang bertakwa
الْمُتَّقِيْنَ
Kalian telah mengadakan perjanjian
عَا هَدْتًّمْ

d.      Asbabun Nuzul

e.       Tafsir
QS. At-Taubah ayat 6
Pada ayat ini Allah menerangkan pada Rasul-Nya, jika ada seseorang dari kaum musyrikin meminta perlindungan kepada Nabi Muhammad saw. untuk mendengar kalam Allah agar ia dapat mengetahui hakikat dakwah Islamiah yang disampaikan oleh Nabi, maka Allah memerintahkan Nabi untuk melindunginya dalam jangka masa yang tertentu. Kalau ia mau beriman, berarti ia akan aman untuk selanjutnya, dan kalau tidak, maka Nabi hanya diperintahkan untuk menyelamatkannya sampai kepada tempat yang diinginkannya buat keamanan dirinya, dan sesudah itu keadaan dalam perang kembali seperti semula. 
Para ulama tafsir berbeda pendapat antara lain, bahwa perlindungan (pengamanan) yang diberikan itu hanyalah kepada kaum musyrikin yang telah habis masa perjanjian selama ini, dan mereka tidak pernah melanggarnya. Dan kaum Muslimin diperintahkan menyempurnakannya sebagaimana telah dijelaskan pada ayat empat. Bahkan orang-orang musyrikin yang sudah habis tempo empat bulan yang diberikan kepada mereka untuk menentukan sikap, karena waktunya sudah cukup dan tidak perlu ditambah lagi. Akan tetapi sebagian ulama berpendapat bahwa kepada mereka yang ingin beriman masih diberi kesempatan yang lamanya empat bulan, akan tetapi menurut pendapat yang terkuat diserahkan kepada imam. 
Dalam persoalan ini Ibnu Kasir berpendapat bahwa orang kafir yang datang dari negeri Harb (kafir) ke negeri Islam untuk menunaikan suatu tugas seperti dagang, minta berdamai, minta menghentikan pertempuran, membawa jizyah (upeti) dan minta pengamanan kepada mereka diberikan perlindungan selama dia berada di negeri Islam sampai dia kembali ke negerinya. 
(Dan jika seorang di antara orang-orang musyrik itu) lafal ahadun dirafa'kan oleh fi'il/kata kerja yang menafsirkan maknanya (meminta perlindungan kepadamu) maksudnya meminta suaka kepadamu supaya jangan dibunuh (maka lindungilah dia) berilah ia jaminan keamanan (supaya ia sempat mendengar firman Allah) yaitu Alquran (kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya) yaitu tempat tinggal kaumnya, bilamana ternyata ia masih belum mau beriman, supaya ia mempertimbangkan sikapnya itu (Demikian itu) hal yang disebut itu (disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui) agama Allah, maka merupakan suatu keharusan bagi mereka mendengarkan Alquran terlebih dahulu supaya mereka mengetahui dan mengerti akan agama Allah.

QS. At-Taubah :7
Pada ayat ini diterangkan bahwa Allah dan Rasul-Nya tidak dapat meneruskan dan memelihara perjanjian dengan orang-orang musyrikin kecuali dengan mereka yang mengindahkan perjanjian di dekat Masjidil Haram. Oleh karena itu sebagai patokan umum yang harus dilaksanakan oleh kaum Muslimin terhadap kaum musyrikin Allah menjelaskan, bahwa jika mereka mematuhi syarat-syarat perjanjian, maka kaum Muslimin pun harus berbuat demikian pula terhadap mereka, Allah menyukai orang-orang yang bertakwa, sedang orang-orang yang tidak mengindahkan syarat-syarat perjanjian adalah orang-orang yang berkhianat dan tidak bertakwa kepada Allah swt. Yang dimaksud dengan perjanjian Masjidil Haram di sini ialah perjanjian Hudaibiyah yang terjadi sewaktu Nabi Muhammad saw. dan sejumlah besar dari para sahabat pada tahun ke 6 Hijrah berangkat dari Madinah menuju Mekah untuk mengerjakan ibadah umrah, dan setelah mereka sampai di suatu tempat yang bernama Hudaibiyah, yang jaraknya 13 mil sebelah barat kota Mekah, mereka dicegat dan dihalang-halangi oleh orang-orang kafir Quraisy sehingga terjadilah perjanjian damai yang dinamakan dengan tempat itu. 
Menurut riwayat Ibnu Hatim bahwa di antara suku Arab musyrikin yang mengindahkan perjanjian Hudaibiyah itu adalah suku Bani Damrah dan suku Kinanah, sehingga menurut sebagian mufassirin, Nabi dan kaum Muslimin menyempurnakan perjanjian Hudaibiyah dengan dua suku ini, meskipun telah habis jangka masa empat bulan yang diberikan kepada kaum musyrikin.
  (Bagaimana) tidak mungkin (bisa ada perjanjian aman dari Allah dan Rasul-Nya dengan orang-orang musyrik) sedangkan mereka masih tetap dalam kekafirannya terhadap Allah dan Rasul-Nya lagi berbuat khianat (kecuali orang-orang yang kalian telah mengadakan perjanjian dengan mereka di dekat Masjidilharam) ketika perang Hudaibiah; mereka adalah orang-orang Quraisy yang dikecualikan sebelumnya (maka selama mereka berlaku lurus terhadap kalian) selagi mereka menepati perjanjiannya dan tidak merusaknya (hendaklah kalian berlaku lurus pula terhadap mereka) dengan menunaikan perjanjian itu. Huruf maa pada lafal famastaqaamuu adalah maa syarthiyah. (Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa) Nabi saw. telah menepati perjanjiannya dengan mereka, sehingga mereka sendirilah yang merusak perjanjian itu, karena mereka membantu Bani Bakar untuk memerangi Bani Khuza'ah.

f.        Kesimpulan
QS. At-Taubah :6
Kesimpulan ayat tersebut yakni apabila ada kaum musyrikin meminta perlindungan kepada kaum muslimin, maka lindungi agar mereka sehingga dapat mendengar firman Allah atau dakwah islamiah, kemudian antarkan ketempat yang aman baginya. Karena mereka kaum yang belum mengetahui (belum menerima dakwah).
QS. At-Taubah
Ayat ini menceritakan bahwa bagaimana mungkin ada perjanjian yang damai di sisi Allah dan Rasulnya dengan orang-orang musyrik, kecuali dengan orang-orang yang telah mengadakan perjanjian disisi masjidil haram. Oleh karena itu selama mereka berlaku jujur maka harus berlaku jujur pula. Ayat ini menceritakan ketikan terjadi perang Hudaibah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang bertakwa
loading...