Surah – Surah Al-Qur’an Tentang Muamalah, Jinayah &
Siyasah
A.
Pajak
dan Asuransi
1.
Surah Al-Hasyr
Ayat 7
a.
Ayat
مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَىٰ رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَىٰ فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ ۚ وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
b.
Terjemahan
7.
Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya
(dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk
Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan
orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara
orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka
terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya. ( QS. Al-Hasyr 59 :
7 )
c.
Mufrodat
Maka
ambillah ia
|
فَخُذُوْهُ
|
Apa
yang diberikan Allah
|
مَآ اَفَآءَ الله
|
Dan
apa yang dia melarang kalian
|
وَمَا نَهَاكُمْ
|
Penduduk
negeri/kota
|
اَهْلِ اْلقُرَى
|
Maka
hentikan/tinggalkan
|
فَانْتَهُوْا
|
Dan
untuk yang punya hubungan kerabat
|
وَلِذِى اْلقُرْبَى
|
Bertakwalah
|
وَالتَّقُاللهَ
|
Dan
anak-anak yatim
|
وَاْليَتَمَى
|
Sangat
keras
|
شَدِيْدُ
|
Dan
orang-orang miskin
|
وَالْمَسَكِيْنَ
|
Siksaan/hukuman
|
اْلعِقَابِ
|
Dan
orang dalam perjalanan
|
وَالبْنِ السَّبِيْلِ
|
Beredar
|
دُلُوْلَةٌ
|
||
Orang-orang
kaya
|
اْلاَغْنِيَآ ءِِ
|
e.
Tafsir
Ayat ini menerangkan bahwa harta fai-i yang
berasal dari orang kafir, seperti harta-harta Bani Quraizah, Bani Nadir,
penduduk Fadak dan Khaibar kemudian diserahkan Allah kepada Rasul-Nya itu,
digunakan untuk kepentingan umum, tidak dibagi-bagikan kepada tentara kaum
muslim ini.
Kemudian diterangkan pembagian harta fai-i itu,
yaitu untuk Allah, untuk Rasul-Nya, kerabat-kerabat Rasulullah dari Bani Hasyim
dan Bani Muttalib, anak-anak yatim yang fakir, orang-orang miskin yang
memerlukan pertolongan dan orang-orang yang kehabisan belanja dalam
perjalanan.
Berkata Al Wahidy, "Pada masa Rasulullah,
fai-i dibagi atas lima bagian. Empat perlima adalah untuk Rasulullah. Seperlima
lainnya dibagi lima pula. Seperlima pertama untuk Rasulullah, sedangkan yang
empat perlima itu dibagikan kepada kerabat-kerabat Rasulullah, anak-anak yatim,
orang-orang miskin dan orang-orang musafir yang kehabisan belanja."
Setelah Rasulullah SAW. wafat, maka bahagian
Rasulullah SAW. yang empat perlima dan yang seperlima dari seperlima itu
digunakan untuk keperluan orang-orang yang melanjutkan tugas kerasulan, seperti
para pejuang di jalan Allah, para dai dan sebagainya. Sebahagian pengikut
Syafi'i berpendapat bahwa bagian Rasulullah itu diserahkan kepada badan-badan
yang mengusahakan kemaslahatan kaum muslimin dan untuk menegakkan agama Islam.
Yang dimaksud dengan "Ibnus Sabil",
ialah orang-orang yang terlantar dalam perjalanan yang bertujuan baik, karena
kehabisan ongkos dan orang-orang yang terlantar tidak mempunyai tempat
tinggal.
Kemudian diterangkan sebab Allah SWT menetapkan
pembagian yang demikian, yaitu agar harta itu tidak jatuh ke bawah kekuasaan
orang-orang kaya dan dibagi-bagi oleh mereka, sehingga harta itu hanya berputar
di kalangan mereka saja seperti yang biasa dilakukan pada zaman Arab
Jahiliah.
Allah SWT memerintahkan kaum muslimin agar mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah diputuskan itu, baik mengenai harta fai'i maupun harta ganimah.
Allah SWT memerintahkan kaum muslimin agar mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah diputuskan itu, baik mengenai harta fai'i maupun harta ganimah.
Harta itu adalah halal bagi kamu sekalian dan
segala sesuatu yang dilarang Allah hendaklah kamu jauhi dan tidak mengambilnya.
Ayat ini mengandung prinsip-prinsip umum agama
Islam, yaitu agar menaati Rasulullah dengan melaksanakan perintah-perintahnya
dan menjauhi larangan-larangannya, karena menaati Rasulullah pada hakikatnya
menaati Allah juga. Segala sesuatu yang disampaikan Rasulullah berasal dari
Allah SWT. Allah SWT berfirman:
Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Alquran)
menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain han yalah wahyu yang
diwahyukan (kepadanya)
(Q.S. An Najm: 3, 4)
(Q.S. An Najm: 3, 4)
Rasulullah SAW. menyampaikan segala sesuatu
kepada manusia, adalah untuk menyampaikan dan menjelaskan agama Allah yang
terdapat dalam Alquran. Allah SWT berfirman:
Dan Kami turunkan kepadamu Alquran agar kamu
menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan
supaya mereka memikirkan. (Q.S. An Nahl: 44)
Ayat ini mengisyaratkan kepada kaum muslimin
agar melaksanakan hadis-hadis Rasulullah, sebagaimana melaksanakan Alquran,
karena keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Pada akhir ayat ini Allah SWT memerintahkan
manusia bertakwa kepada-Nya dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan
menjauhi larangan-larangan Nya Tidak bertakwa kepada-Nya berarti durhaka
kepada-Nya. Setiap orang yang durhaka itu akan ditimpa azab yang pedih.
f.
Kesimpulan
Kesimpulan pada ayat ini yakni tentang
ketentuan pembagian harta rampasan perang, bahwa harta rampasan perang atau
harta yang telah dititipkan/diberikan Allah kepada hambanya agar diberikan
untuk kepentingan umum seperti untuk Allah, untuk rasul, kerabat rasul,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan untuk orang-orang dalam perjalanan.
Oleh karena itu harta hasil rampasan perang
atau harta yang ada dihamba Allah itu bisa dimanfaatkan untuk kepentingan umum,
bukan hanya beredar pada orang-orang kaya saja.
Harta itu adalah halal bagi kamu sekalian dan
segala sesuatu yang dilarang Allah hendaklah kamu jauhi dan tidak mengambilnya.
Dan pada akhir ayat Allah memerintahkan kepada
hambanya agar selalu bertaqwa kepada – Nya. Dan sangat keras sekali hukuman
bagi yang melanggar perintah Allah.
2.
Surah
Al-Maidah Ayat 2
a.
Ayat
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُحِلُّوا شَعَائِرَ اللَّهِ وَلَا الشَّهْرَ الْحَرَامَ وَلَا الْهَدْيَ وَلَا الْقَلَائِدَ وَلَا آمِّينَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنْ رَبِّهِمْ وَرِضْوَانًا ۚ وَإِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُوا ۚ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ أَنْ صَدُّوكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَنْ تَعْتَدُوا ۘ وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
b.
Terjemahan
2. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
melanggar syi'ar-syi'ar Allah[389], dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan
haram[390], jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya[391], dan
binatang-binatang qalaa-id[392], dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang
mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari
Tuhannya[393] dan apabila kamu Telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah
berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum Karena
mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya
(kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan
bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS.
Al-Maidah 5 : 2)
[389] Syi'ar Allah ialah: segala amalan yang
dilakukan dalam rangka ibadat haji dan tempat-tempat mengerjakannya.
[390] maksudnya antara lain
ialah: bulan Haram (bulan Zulkaidah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab), tanah
Haram (Mekah) dan Ihram., maksudnya ialah: dilarang melakukan peperangan di
bulan-bulan itu.
[391] ialah: binatang (unta,
lembu, kambing, biri-biri) yang dibawa ke ka'bah untuk mendekatkan diri kepada
Allah, disembelih ditanah Haram dan dagingnya dihadiahkan kepada fakir miskin
dalam rangka ibadat haji.
[392] ialah: binatang had-ya
yang diberi kalung, supaya diketahui orang bahwa binatang itu Telah
diperuntukkan untuk dibawa ke Ka'bah.
[393] dimaksud dengan
karunia ialah: keuntungan yang diberikan Allah dalam perniagaan. keredhaan dari
Allah ialah: pahala amalan haji.
c.
Mufrodat
Dan jangan sekali-kali membuat kalian berdosa
|
وَلاَ
يَجْرِمَنَّكُمْ
|
Janganlah kalian melanggar
|
لاَ
تُحِلًّ
|
||
Kebencian suatu kaum
|
شَنَآَنُ
قََوْمٍ
|
Syia’ar-syiar Allah
|
شَعَآ
ئِرَ الله
|
||
Mereka menghalangi kalian
|
صَدّوْكُمْ
|
Dan jangan
|
وَلاَ
|
||
Kalian kelewat batas /aniaya
|
تَعْتَدُوْا
|
Bulan-bulan haram/suci
|
الشَّهْرُ حَرَامَ
|
||
Dan tolong menolonglah kalian
|
وَتَعَا
وَنُوْا
|
Binatang qurban
|
الْهَدْيَ
|
||
Kebaikan
|
الْبِرِّ
|
Binatang qurban yang dikalungi
|
القَلللآَئِدَ
|
||
Dan taqwa
|
وَالتَّقْوَ
|
Orang-orang yang mengunjungi
|
آَ
مِّيْنَ
|
||
Berbuat dosa
|
اْلاِثْمِ
|
Mereka mencari
|
يَبْتَغُوْ
|
||
Dan permusuhan
|
وَاْلعُدْوَانِ
|
Karunia
|
فَضْلاً
|
||
Dan bertaqwalah kepada Allah
|
وَالتَّقُ
اللهَ
|
Dari tuhan mereka
|
مِّنْ
رَّبِّهِمْ
|
||
Sangat keras
|
شَدِيْدُ
|
Dan
keridoan
|
وَرِضْوَانًا
|
||
siksa
|
الْعِقَابِ
|
Kalian telah selesaikan haji
|
حَلَلْتُمْ
|
||
Maka berburulah kalian
|
فَا
طَادُوْا
|
||||
d.
Asbabun
Nuzul
Ibnu
Jarir mengetengahkan sebuah hadis dari Ikrimah yang telah bercerita,
"Bahwa Hatham bin Hindun Al-Bakri datang ke Madinah beserta kafilahnya
yang membawa bahan makanan. Kemudian ia menjualnya lalu ia masuk ke Madinah
menemui Nabi saw.; setelah itu ia membaiatnya dan masuk Islam. Tatkala ia pamit
untuk keluar pulang, Nabi memandangnya dari belakang kemudian beliau bersabda
kepada orang-orang yang berada di sekitarnya, 'Sesungguhnya ia telah menghadap
kepadaku dengan muka yang bertampang durhaka, dan ia berpamit dariku dengan
langkah yang khianat.' Tatkala Al-Bakri sampai di Yamamah, ia kembali murtad
dari agama Islam.
Kemudian pada bulan Zulkaidah ia keluar
bersama kafilahnya dengan tujuan Mekah. Tatkala para sahabat Nabi saw.
mendengar beritanya, maka segolongan sahabat Nabi dari kalangan kaum Muhajirin
dan kaum Ansar bersiap-siap keluar Madinah untuk mencegat yang berada dalam
kafilahnya itu. Kemudian Allah swt. menurunkan ayat,
'Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu melanggar syiar-syiar Allah...' (Q.S. Al-Maidah 2)
Kemudian
para sahabat mengurungkan niatnya (demi menghormati bulan haji itu). Hadis
serupa ini telah dikemukakan pula oleh Asadiy." Ibnu Abu Hatim
mengetengahkan dari Zaid bin Aslam yang mengatakan, "Bahwa Rasulullah saw.
bersama para sahabat tatkala berada di Hudaibiah, yaitu sewaktu orang-orang
musyrik mencegah mereka untuk memasuki Baitulharam. Peristiwa ini sangat berat
dirasakan oleh mereka, kemudian ada orang-orang musyrik dari penduduk sebelah
timur jazirah Arab lewat untuk tujuan melakukan umrah. Para sahabat Nabi saw.
berkata, 'Marilah kita halangi mereka sebagaimana (teman-teman mereka) mereka
pun menghalangi sahabat-sahabat kita.' Kemudian Allah swt. menurunkan ayat,
'Janganlah
sekali-kali mendorongmu berbuat aniaya kepada mereka...'" (Q.S. Al-Maidah 2)
e.
Tafsir
Menurut riwayat
Ibnu Juraij dari Ikrimah, Ia menceritakan bahwa seorang bernama Al Hutam Al
Bakry datang ke Madinah dengan unta membawa bahan makanan. Setelah dijualnya ia
menjumpai Nabi, lalu berbaiat masuk Islam. Setelah ia berpaling pergi, Nabi
memperhatikannya seraya bersabda kepada para sahabatnya yang ada di situ,
"Dia datang kepada saya dengan wajah orang yang berdusta dan berpaling
pergi membelakangi saya seperti penipu". Sesudah itu setelah ia tiba di
Yamamah, lalu Ia murtad dari Islam. Sesudah itu pada bulan Zulkaidah, ia keluar
lagi dengan untanya hendak menjual barang makanan ke Mekah. Tatkala para
sahabat Nabi mendengar ini, beberapa orang dari golongan Muhajirin dan Ansar,
bersiap keluar untuk menghajarnya di tengah jalan, maka turunlah ayat yang
kedua ini. (Al-Qasimi, Mahasinut Ta'wil, juz 6, hal. 1976)
Pada ayat kedua
ini Allah menerangkan kepada orang-orang yang beriman lima larangan penting
yang tidak boleh dilanggar yaitu:
1. Melanggar syiar-syiar Allah, yaitu segala amalan dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan Allah dalam ibadah haji dan lain-lainnya.
1. Melanggar syiar-syiar Allah, yaitu segala amalan dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan Allah dalam ibadah haji dan lain-lainnya.
2. Melanggar kehormatan bulan haram, yaitu bulan Zulkaidah, Zulhijah, Muharam dan Rajab, yang dilarang pada bulan-bulan tersebut berperang kecuali membela diri karena diserang.
3. Mengganggu binatang-binatang had-ya, yaitu unta, lembu dan sejenisnya, kambing, biri-biri dan sejenisnya yang dihadiahkan kepada Kakbah untuk mendekatkan diri kepada Allah, disembelih di tanah haram dan dagingnya dihadiahkan kepada fakir miskin di sana.
4. Qalaid-qalaid yaitu binatang-binatang had-ya, sudah dikalungi dengan tali, yang menunjukkan bahwa binatang itu dipersiapkan secara khusus untuk dihadiahkan kepada Kakbah. Menurut pendapat yang lain, termasuk juga manusia-manusia yang memakai kalung yang menunjukkan bahwa dia hendak mengunjungi Kakbah yang tidak boleh diganggu, seperti yang dilakukan orang-orang Arab di zaman Jahiliah.
5. Mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah yang mencari karunia (rezeki) Allah seperti berdagang dan mencari keridaan-Nya, yaitu mengerjakan haji dan umrah. Semuanya tidak boleh dihalang-halangi. Akan tetapi menurut Jumhur yang tidak boleh dihalang-halangi itu ialah orang-orang mukmin sedang orang-orang kafir tidak diperbolehkan lagi masuk tanah haram sesuai dengan firman Allah:
Hai Orang-orang
yang beriman! Sesungguhnya orang yang musyrik itu najis, sebab itu janganlah
mereka mendekati Masjidilharam sesudah tahun ini. (Q.S. At
Taubah: 28)
Selanjutnya
Allah memberikan penjelasan lagi bahwa kalau sudah tahalul, artinya, sesudah
selesai mengerjakan ibadah haji atau umrah, dibolehkan berburu di luar tanah
haram sedang di tanah haram tetap tidak dibolehkan, karena Allah melarang
mencabut tumbuh-tumbuhan dan mengganggu binatang buruannya. Kemudian Allah
melarang berbuat aniaya terhadap orang yang menghalang-halangi masuk
Masjidilharam, seperti kaum musyrikin menghalang-halangi orang-orang mukmin
mengerjakan umrah yang ditetapkan pada perdamaian Hudaibiah. Kemudian pada
bahagian terakhir ayat ini Allah mewajibkan kepada orang-orang mukmin
tolong-menolong sesama mereka dalam berbuat kebaikan dan bertakwa. Untuk
kepentingan dan kebahagiaan mereka dilarang tolong menolong dalam berbuat dosa
dan pelanggaran serta memerintahkan supaya tetap bertakwa kepada Allah agar
dapat terhindar dari siksa-Nya yang sangat berat.
f.
Kesimpulan
Pada ayat ada 5 larangan penting yang tidak boleh dialarang,
kesimpulan nya antara lain sebagai berikut:
1.
Melanggar syiar-syiar Allah, yaitu segala
amalan dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan Allah dalam ibadah haji dan
lain-lainnya.
2.
Melanggar kehormatan bulan haram, yaitu bulan
Zulkaidah, Zulhijah, Muharam dan Rajab, yang dilarang pada bulan-bulan tersebut
berperang kecuali membela diri karena diserang.
3.
Mengganggu binatang-binatang had-ya, yaitu unta,
lembu dan sejenisnya, kambing, biri-biri dan sejenisnya yang dihadiahkan kepada
Kakbah untuk mendekatkan diri kepada Allah, disembelih di tanah haram dan
dagingnya dihadiahkan kepada fakir miskin di sana.
4.
Qalaid-qalaid yaitu binatang-binatang had-ya,
sudah dikalungi dengan tali, yang menunjukkan bahwa binatang itu dipersiapkan
secara khusus untuk dihadiahkan kepada Kakbah.
5.
Mengganggu orang-orang yang mengunjungi
Baitullah yang mencari karunia (rezeki) Allah seperti berdagang dan mencari
keridaan-Nya, yaitu mengerjakan haji dan umrah.
3.
Surah Al-Anfal
Ayat 4
a.
Ayat
أُولَٰئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا ۚ لَهُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
b.
Terjemahan
4.
Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. mereka akan
memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki
(nikmat) yang mulia. ( QS. Al-Anfal 8 : 4 )
c.
Mufrodat
Disisi tuhan mereka
|
عِنْدَ
رَبِّهِمْ
|
Orang-orang beriman
|
الْمُؤْ
مِنُوْنَ
|
Dan ampunan
|
وَمَغْفِرَةٌ
|
Sebenar-benarnya
|
حَقًّ
|
Dan rezeki
|
وَرِّزقٌ
|
Bagi mereka (memperoleh)
|
لَهُمْ
|
Yang mulia
|
كَرِيْمٌ
|
Derajat
|
دَرَجَتٌ
|
d.
Munasabah
e.
Tafsir
Sesudah itu Allah
swt. menegaskan bahwa orang-orang yang menghiasi dirinya dengan sifat-sifat
tersebut adalah orang-orang mukmin yang benar. Ibnu Hazm menjelaskan bahwa
sifat-sifat ini adalah sifal-sifat yang dapat diketahui dari dirinya, maka
apabila seseorang mengetahui bahwa dirinya telah beriman kepada Allah, kepada
Rasul-Nya Muhammad saw. dan meyakini bahwa apa yang dibawa Nabi itu benar,
sedang orang itu mengikrarkan semua pengakuannya itu dengan lisan, maka
wajiblah ia mengatakan bahwa ia telah menjadi orang mukmin yang benar.
Di akhir ayat Allah
swt. menjelaskan imbalan yang akan diterima oleh orang-orang mukmin yang
benar-benar beriman dan menghiasi dirinya dengan sifat sifat yang telah
disebutkan, yaitu mereka akan memperoleh derajat yang tinggi dan kedudukan yang
mulia di sisi Allah.
Hal ini adalah
karena kuasa Allah semata. Allah berkuasa menciptakan segala macam bentuk
kehidupan, maka
Dia berkuasa pula
memberikan keutamaan kepada makhluk-Nya sesuai dengan kehendak-Nya.
Derajat yang tinggi
itu dapat berupa keutamaan hidup di dunia dan dapat berupa keutamaan hidup di
akhirat, atau kedua-duanya.
Allah berfirman:
Allah berfirman:
Orang-orang yang
beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri
mereka adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang
yang mendapat kemenangan.
(Q.S At Taubah: 20)
(Q.S At Taubah: 20)
Dan Dialah yang
menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu
atas sebagian (yang lain) beberapa derajat.
(Q.S Al An'am: 165)
(Q.S Al An'am: 165)
f.
Kesimpulan
Pada
ayat ini berkaitan dengan surah al-anfal ayat 3 yaitu bahwa Allah menjelaskan
orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menginfakkan sebagian rezeki yang
telah diberi Allah kepada hambanya, mereka merupakan orang-orang yang
benar-benar beriman, dan akan mendapatkan atau diberikan Allah derajat yang
tinggi disisi Allah, dan ampunan serta rezeki yang banyak atau mulia.
Oleh
karena itu ayat ini merupakan salah satu dasar hukum muamalah atau bagian dari
pajak dan asuransi.
B.
Zinah
1.
Surah
Al-Isro’ Ayat 32
a.
Ayat
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
b.
Terjemahan
32.
Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk. ( QS. Al-Isro’ 17 : 32 )
c.
Mufrodat
Perbuatan
keji
|
فَا حِشَةُ
|
Dan
jangan kalian dekati
|
وَلاَ تَقْرَبُوا
|
Dan
sangat buruk
|
وَسَآءَ
|
Zina
|
الزِّنَى
|
Jalan
|
سَبِيْلاً
|
Sungguh
|
اِنَّهُ
|
d.
Munasabah
e.
Tafsir
Kemudian Allah SWT melarang para hamba Nya mendekati
perbuatan zina. Yang dimaksud mendekati perbuatan zina ialah melakukan zina
itu. Larangan melakukan zina diungkapkan dengan mendekati zina, tetapi termasuk
pula semua tindakan yang merangsang seseorang melakukan zina itu. Ungkapan
semacam ini untuk memberikan kesan yang tandas bagi seseorang, bahwa jika
mendekati perbuatan zina itu saja sudah terlarang, apa lagi melakukannya.
Dengan pengungkapan seperti ini, seseorang akan dapat memahami bahwa larangan
melakukan zina adalah larangan yang keras, oleh karenanya zina itu benar-benar
harus dijauhi.
Yang dimaksud dengan perbuatan zina dalam ayat ini ialah
hubungan kelamin yang dilakukan oleh pria dengan wanita di luar pernikahan,
baik pria ataupun wanita itu sudah pernah melakukan hubungan kelamin yang sah,
ataupun belum di luar ikatan perkawinan yang sah dan bukan karena sebab
kekeliruan.
Sesudah itu Allah memberikan alasan mengapa zina itu
dilarang. Alasan yang disebut di akhir ayat ini ialah karena zina itu
benar-benar perbuatan yang keji yang mengakibatkan kerusakan yang banyak, di
antaranya:
1. Mencampur-adukkan keturunan, yang mengakibatkan seseorang
akan menjadi ragu-ragu terhadap anaknya, apakah anak yang lahir itu
keturunannya atau hasil perzinaan. Dugaan suami bahwa istrinya berzina dengan
laki-laki lain, mengakibatkan timbulnya kesulitan-kesulitan, kesulitan dalam
pendidikannya dan kedudukan hukumnya. Keadaan serupa itu menyebabkan
terhambatnya kelangsungan keturunan dan menghancurkan tata kemasyarakatan.
2. Menimbulkan keguncangan dan kegelisahan di antara anggota
masyarakat, karena tidak terpeliharanya kehormatan. Betapa banyaknya pembunuhan
yang terjadi dalam masyakakat yang disebabkan karena kelancangan anggota
masyakakat itu melakukan zina.
3. Merusak ketenangan hidup berumah tangga. Seorang wanita
yang telah berbuat zina ternodalah nama baiknya di tengah-tengah masyarakat.
Maka ketenangan hidup berumah tangga tidak akan pernah terjelma, dan retaklah
hubungan kasih sayang antara suami istri.
4. Menghancurkan rumah tangga. Istri bukanlah semata-maja
sebagai pemuas hawa nafsu, akan tetapi sebagai teman hidup dalam berumah tangga
dan dalam membina kesejahteraan berumah tangga. Oleh sebab itu, maka apabila
suami adalah sebagai penanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga,
maka si istri adalah sebagai penanggung jawab dalam memeliharanya, baik harta
maupun anak-anak dan ketertiban rumah tangga itu. Jadi jika si istri ternoda
karena kelakuan zina, kehancuran rumah tangga itu sukar untuk dielakkan lagi.
Secara singkat dapat dikemukakan, bahwa perbuatan zina,
adalah perbuatan yang sangat keji, yang bukan saja menyebabkan pencampur adukan
keturunan, menimbulkan keguncangan dan kegelisahan dalam masyarakat, merusak
ketenangan hidup berumah tangga dan menghancurkan rumah tangga itu sendiri akan
tetapi juga merendahkan martabat manusia itu sendiri karena sukar sekali
membedakan antara manusia dan binatang, jikalau perbuatan itu dibiarkan
merajalela di tengah-tengah masyarakat.
Kecuali ayat ini mengandung larangan berbuat zina, juga
mengandung isyarat akan perilaku akan orang-orang Arab Jahiliah yang berlaku
boros. Dan perzinaan adalah penyebab adanya keborosan.
f.
Kesimpulan
Pada ayat ini membahas tentang larangan keras berzina,
mendekati saja tidak boleh apalagi berbuat zina. Dan zina itu merupakan
perbuatan yang sangat keji yang bukan saja menyebabkan pencampur adukan
keturunan, menimbulkan keguncangan dan kegelisahan dalam masyarakat, merusak
ketenangan hidup berumah tangga dan menghancurkan rumah tangga itu sendiri akan
tetapi juga merendahkan martabat manusia itu sendiri karena sukar sekali
membedakan antara manusia dan binatang, jikalau perbuatan itu dibiarkan
merajalela di tengah-tengah masyarakat. Dan
juga zina itu merupakan jalan menuju kehancuran hidup dunia dan akhirat.
2.
Surah An-Nisa’
Ayat 15-16
a.
Ayat
وَاللَّاتِي يَأْتِينَ الْفَاحِشَةَ مِنْ نِسَائِكُمْ فَاسْتَشْهِدُوا عَلَيْهِنَّ أَرْبَعَةً مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ شَهِدُوا فَأَمْسِكُوهُنَّ فِي الْبُيُوتِ حَتَّىٰ يَتَوَفَّاهُنَّ الْمَوْتُ أَوْ يَجْعَلَ اللَّهُ لَهُنَّ سَبِيلًا
....
وَاللَّذَانِ يَأْتِيَانِهَا مِنْكُمْ فَآذُوهُمَا ۖ فَإِنْ تَابَا وَأَصْلَحَا فَأَعْرِضُوا عَنْهُمَا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ تَوَّابًا رَحِيمًا
b.
Terjemahan
15.
Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji [275],
hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian
apabila mereka Telah memberi persaksian, Maka kurunglah mereka (wanita-wanita
itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan
lain kepadanya[276].
16.
Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara kamu,
Maka berilah hukuman kepada keduanya, Kemudian jika keduanya bertaubat dan
memperbaiki diri, Maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah Maha Penerima
Taubat lagi Maha Penyayang.
( QS An-Nisa’ 4 : 15-16 )
[275] perbuatan keji:
menurut Jumhur Mufassirin yang dimaksud perbuatan keji ialah perbuatan zina,
sedang menurut pendapat yang lain ialah segala perbuatan mesum seperti : zina,
homo sek dan yang sejenisnya. menurut pendapat muslim dan Mujahid yang dimaksud
dengan perbuatan keji ialah musahaqah (homosek antara wanita dengan wanita).
[276] menurut Jumhur
Mufassirin jalan yang lain itu itu ialah dengan Turunnya ayat 2 surat An Nuur.
c.
Mufrodat
QS. An-Nisa’ : 15
Maka
tahanlah/kurunglah mereka
|
فَاَمْسِكُوْهُنَّ
|
Dan
wanita-wanita yang
|
والَّتِي
|
Rumah
|
اْلبُيُوْتِ
|
Mereka
mendatangkan
|
يَأْ تِيْنَ
|
Mewafatkan
mereka
|
يَتَوَفَّهُنَّ
|
Perbuatan
keji
|
الْفَا حِشَةَ
|
Mati/kematian
|
الْمَوْتُ
|
Istri-istri
kalian
|
نِّسَآئِكُمْ
|
Menjadikan/memberikan
Allah
|
يَجْعَلَ الله
|
maka
datangkanlah saksi-saksi
|
فَاسْتَشْهِدُوْا
|
Jalan
|
سَبِيْلاً
|
Empat
(orang)
|
اَرْبَعَةً
|
Mereka memberikan kesaksian
|
شَهِدُوْا
|
QS. An-Nisa’ : 16
Dan
memperbaiki dirinya
|
وَاَصِلَحَا
|
Dan
dua orang yang
|
وَالّذَنِ
|
Maka
berpaling/biarkanlah
|
فَاَعْرِضُوْا
|
Melakukan
perbuatan keji diantara kalian
|
يَأْ تِيَنِهَا مِنْكُمْ
|
Maha
penerima tobat
|
تَوَّابًا
|
Maka
berilah hukuman keduanya
|
فَاَذُوْ هُمَا
|
Maha
penyayang
|
رَّحِيْمًا
|
Maka
jika keduanya bertobat
|
فَاِنْ تَابَا
|
d.
Munasabah
e.
Tafsir
QS.
An-Nisa’ : 15
Dalam
ayat ini Allah menjelaskan tentang hukum yang berhubungan dengan orang yang
melakukan perbuatan keji (zina). Allah menerangkan bahwa apabila terdapat di
antara wanita Islam yang pernah bersuami (muhsanah) melakukan perbuatan keji,
maka sebelum dilakukan hukuman kepada mereka haruslah diteliti dahulu oleh
empat orang saksi laki-laki. yang adil. Apabila kesaksian mereka dapat diterima
maka wanita itu harus dikurung atau dipenjara di dalam rumahnya dengan tidak
boleh ke luar sampai menemui ajalnya. Demikianlah juga hukuman tersebut berlaku
terhadap laki-laki yang pernah kawin (muhsan) dengan jalan qiyas (disamakan
dengan hukuman wanita tersebut). Ini merupakan suatu hukuman atas perbuatan
mereka agar mereka tidak lagi mengulangi perbuatan keji tersebut. atau sampai
Allah memberikan jalan ke luar yang lain bagi mereka.
Menurut
ahli tafsir jalalain keluar yang diberikan Allah dan Rasul Nya yaitu dengan
datangnya hukuman zina yang lebih jelas yakni dengan turunnya ayat dua dari
surah An Nur yang kemudian diperinci lagi oleh Nabi dengan hadisnya yaitu
apabila pezina itu sudah pernah kawin maka hukumannya rajam yakni dilempar
dengan batu hingga mati dan apabila perawan/jejaka maka didera seratus kali,
demikian menurut suatu riwayat.
QS. An’ Nisa’ : 16
Adapun terhadap yang belum pernah kawin baik laki-laki atau perempuan
yang melakukan zina, maka dalam ayat ini Allah menerangkan apabila telah
lengkap saksi sebagaimana disebut dalam ayat 15 di atas maka hukuman mereka
diserahkan kepada umat Islam pada masa itu mana yang dianggap wajar/sesuai
dengan perbuatannya. Hukuman ini merupakan sementara menjelang turunnya ayat
dua Surat An Nur dengan perincian hadis Nabi sebagaimana tersebut tadi.
Hukuman ini dilakukan selama keduanya belum tobat dan
menyesal atas perbuatan mereka. Apabila mereka bertobat hendaklah diterima dan
dihentikan hukuman atas mereka. Allah menambahkan bahwa sesungguhnya Dia amat
Pengasih lagi Penyayang kepada hamba-Nya. Demikianlah hukuman terhadap
perbuatan zina di permulaan Islam sebelum turunnya ayat-ayat mengenai hukuman
zina (rajam atau dera).
f.
Kesimpulan
Pada
surah An-Nisa’ ayat 15 ini menerngkan bahwa apabila ada orang (perempuan
bersuami muhsan) melakukan perbuatan keji zina maka hendaklah ada 4 orang saksi
yang melihat perbuatan tersebut atau saksi yang adil, dan apabila perbuatan
keji tersebut benar-benar terjadi serta para saksi telah memberikan
kesaksiaanya, maka kurunglah perempuan tersebut didalam kamar sampai menemui
ajal kematiaanya.demikian pula dengan orang laki-laki yang melakukan zina
(laki-laki beristri-muhsan) maka dihukum yang sama. Dan ayat ini dijelaskan
kembali sabda nabi yakni hukuman orang yang berzina muhsan atau bersuami-beristri
maka dirajam dilempar memakai batu sampai mati dan apabila pelaku zina tersebut
belum menikah maka didera sampai 100 x dera.
Kemudian
pada ayat 16 nya menjelaskan bahwa apabila ada dua orang melakukan zina (ghoiru
muhsan) tersebut maka hukum lah keduanya. Melalui hukuman didalam islam yakni
di dera untuk zina ghoiru muhsan. Hal apabila dia belum bertobat. Tetapi
apabila mereka bertobat dan memperbaiki diri hendaklah hukuman itu dihentikan.
Sungguh Allah maha menerima tobat hambanya dan maha penyayang.
3.
Surah An-Nur Ayat 2-3
a.
Ayat
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ ۖ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
....
الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ ۚ وَحُرِّمَ ذَٰلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
b.
Terjemahan
2.
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah
tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan
kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu
beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman
mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.
3.
Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina,
atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini
melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian
itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin[1028].
( QS An-Nur 24 : 2-3 )
[1028] maksud ayat Ini
ialah: tidak pantas orang yang beriman kawin dengan yang berzina, demikian pula
sebaliknya.
c.
Mufrodat
QS. An-Nur : 2
Kalian (beriman)
|
تُؤْ
مِنُوْنَ
|
Perempuan pezina
|
اَلزَّنِيَةُ
|
Kepada hari akhir
|
وَالْيَوْمِ
اْلاَخِرْ
|
Dan laki-laki pezina
|
وَالزَّنِي
|
Dan hendaklah menyaksikan
|
وَالْيَشْهَدْ
|
Maka deralah
|
فَا
جْلِدُوْا
|
Hukuman keduanya
|
عَذَا
بَهُمَا
|
Seratus
|
مِِاعَةَ
|
segolongan
|
طَآ
ئِفَةٌ
|
Deraan
|
جَلْدَةٍ
|
Dan jangan mengambil kalian
|
وَلاَ
تَأْ خُذْكُمْ
|
||
Belas kasihan
|
رَأْفَةٌ
|
QS. An-Nur :3
Atas orang-orang beriman
|
عَلَى
الْمُؤْ مِنِيْنَ
|
Perempuan musyrik-laki musyrik
|
مشْرِكَةً
- مُشْرِكٌ
|
|
Tidak akan mengawani
|
لاَ
يَنْكِحُ
|
|||
diharamkan
|
وَحُرِّمَ
|
|||
d.
Asbabun
Nuzul dan Munasabah
QS
An-Nur : 3
(Asbabun
Nuzul)
Imam
Bukhari mengetengahkan sebuah hadis melalui jalur Ikrimah yang ia terima dari
sahabat Ibnu Abbas r.a., bahwasanya Hilal ibnu Umaiah telah menuduh istrinya
berbuat zina di hadapan Nabi saw., lalu Nabi saw. berkata kepadanya,
"Datangkanlah buktimu atau hadd akan menimpa punggungmu". Hilal
menjawab, "Wahai Rasulullah! Jika seseorang di antara kita melihat ada
seorang laki-laki bersama dengan istrinya, apakah ia harus pergi mencari bukti
juga?" Nabi saw. tetap mengatakan, "Datangkanlah bukti atau hukuman hadd
akan menimpa punggungmu". Hilal menjawab, "Demi Tuhan yang telah
mengutusmu dengan sebenarnya, sesungguhnya aku benar dalam perkataanku ini dan
sungguh Allah pasti akan menurunkan wahyu yang membebaskan punggungku dari
hukuman Hadd". Kemudian turunlah malaikat Jibril membawa firman-Nya kepada
Nabi saw., dan membacakannya kepada dia yaitu firman-Nya, "Dan orang-orang
yang menuduh istrinya (berzina)..." (Q.S. An Nur, 6). sampai dengan
firman-Nya, "Jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar..."
(Q.S. An Nur, 9). Hadis di atas diketengahkan pula oleh Imam Ahmad, hanya saja
lafal hadis yang diriwayatkannya berbunyi seperti berikut ini, "Ketika
turun firman-Nya, 'Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik
(berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah
mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kalian terima
kesaksian mereka buat gelama-lamanya.' (Q.S. An Nur, 4). Maka Saad ibnu Ubadah
pemimpin sahabat Anshar mengatakan, 'Apakah memang demikian bunyi ayat
tersebut, wahai Rasulullah?' Lalu Rasulullah saw. bersabda, 'Hai orang-orang
Anshar! Tidakkah kamu mendengar apa yang telah dikatakan oleh pemimpin kalian
ini?' Mereka menjawab, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya dia (Saad ibnu Ubadah)
adalah lelaki yang amat cemburuan. Demi Allah, tidak sekali-kali dia melamar
seorang wanita, kemudian ada seorang lelaki dari kalangan kami yang berani
untuk mengawininya, karena sifat cemburunya yang sangat keras itu.' Lalu Saad
berkata, 'Demi Allah, wahai Rasulullah! Aku percaya ayat itu benar-benar dari
sisi Allah, tetapi aku merasa heran, seandainya aku menemukan paha wanita yang
dinaiki oleh laki-laki, apakah aku tidak boleh melarang dan menjauhkannya dari
perbuatannya itu hingga terlebih dahulu aku harus mendatangkan empat orang
saksi. Demi Allah, aku tidak akan mendatangkan dahulu saksi-saksi itu, karena
niscaya dia dapat memenuhi kebutuhannya terlebih dahulu'". Selanjutnya
Imam Ahmad menceritakan bahwa tidak lama kemudian setelah peristiwa itu, terjadi
pula peristiwa lain yang menyangkut diri Hilal bin Umaiah; dia adalah salah
seorang dari tiga orang yang telah diterima tobatnya. Dia baru datang dari
kampungnya pada waktu Isya, lalu ia menjumpai istrinya bersama dengan lelaki
lain. Ia melihat dengan mata kepala sendiri dan mendengar dengan telinga
sendiri peristiwa tersebut, akan tetapi ia tidak bertindak apa-apa terhadap
laki-laki itu, hingga keesokan harinya. Lalu pagi-pagi ia pergi menghadap
kepada Rasulullah saw. seraya berkata kepadanya, "Sesungguhnya aku datang
kepada istriku di waktu Isya, kemudian aku menemukan ada laki-laki lain
bersamanya, aku melihat dengan mata kepala sendiri apa yang ia perbuat terhadap
istriku dan aku pun mendengar dengan telingaku apa yang mereka katakan".
Akan tetapi kelihatan Rasulullah saw. tidak menyukai apa yang dia sampaikan
itu, bahkan beliau tampak marah kepadanya. Orang-orang Anshar berkata,
"Kami telah mendapat cobaan dengan apa yang telah dikatakan oleh Saad bin
Ubadah, sekarang Rasulullah saw. akan mendera Hilal bin Umaiah, serta
membatalkan kesaksiannya di kalangan orang-orang Mukmin lainnya". Hilal
berkata, "Demi Allah, sesungguhnya aku berharap semoga Allah memberikan
untukku jalan keluar dari perkara ini". Demi Allah, sesungguhnya
Rasulullah saw. telah bermaksud untuk memberikan perintah, supaya Hilal dihukum
dera. Maka pada saat itu juga turunlah wahyu kepadanya, lalu beliau menahan
perintahnya hingga selesai wahyu yang diturunkan kepadanya. Wahyu itu adalah,
"Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina)..." (Q.S. An Nur,
6). Abu Ya'la mengetengahkan hadis yang serupa, hanya ia mengemukakannya
melalui hadis yang bersumber dari sahabat Anas r.a. Syaikhain dan lain-lainnya
mengetengahkan sebuah hadis melalui Sahl ibnu Saad yang menceritakan bahwa
Uwaimir datang kepada Ashim ibnu Addiy, lalu Uwaimir berkata, "Tanyakanlah
kepada Rasulullah saw. demi untukku, bagaimana jika seorang lelaki menemukan
istrinya sedang bersama dengan lelaki lain, lalu ia membunuhnya, apakah ia akan
dibunuh pula karenanya? Atau bagaimanakah seharusnya yang ia lakukan?"
Selanjutnya Ashim menanyakannya kepada Rasulullah saw., Rasulullah saw. mencela
orang yang menanyakannya. Lalu Ashim ditemui lagi oleh Uwaimir yang langsung
bertanya, "Apakah yang telah kamu lakukan (bagaimana hasilya)?" Ashim
menjawab, "Tiada jawaban, sesungguhnya kamu datang kepadaku bukan dengan
membawa kebaikan, aku telah bertanya kepada Rasulullah saw. tetapi ternyata
beliau mencela orang yang menanyakannya". Uwaimir langsung berkata,
"Demi Allah, aku akan datang sendiri kepada Rasulullah saw. untuk
menanyakannya". Lalu ia menanyakannya kepada Rasulullah saw. dan
Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya ayat ini diturunkan berkenaan
dengan diri kamu dan istrimu", dan seterusnya. Hafiz ibnu Hajar mengatakan
bahwa para Imam telah berselisih pendapat sehubungan dengan masalah ini. Di
antara mereka ada yang mentarjih atau menguatkan bahwa ayat ini diturunkan
berkenaan dengan peristiwa Uwaimir tadi. Di antara mereka juga ada yang
mentarjih bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa Hilal. Ada juga
yang menghimpunkan kedua pendapat tersebut, bahwa peristiwa ini pada mulanya
bersumber dari Hilal, kemudian bertepatan pula dengan kedatangan Uwaimir. Lalu
turunlah ayat ini berkenaan dengan keduanya sekaligus. Berangkat dari pengertian
yang terakhir tadi, Imam Nawawi kemudian diikuti oleh Imam Al Khathib cenderung
mengatakan bahwa, barangkali peristiwa tersebut bertepatan dialami oleh
keduanya secara berbarengan. Hafizh ibnu Hajar sendiri mengatakan, dapat
disimpulkan bahwa turunnya ayat ini lebih dahulu yaitu berkenaan dengan
peristiwa Hilal, kemudian ketika Uwaimir datang dan ia belum mengetahui apa
yang telah terjadi dengan Hilal, maka Nabi saw. memberitahukan hal itu
kepadanya, yakni tentang hukumnya. Oleh sebab itu dalam hadis Hilal disebutkan,
maka turunlah malaikat Jibril membawa wahyu. Di dalam kisah mengenai Uwaimir
disebutkan, bahwa Nabi saw. bersabda, "Sungguh Allah telah menurunkan
wahyu-Nya mengenaimu". Maka Sabda Nabi saw. tadi ditakwil, bahwa telah
diturunkan penjelasan hukum oleh wahyu sehubungan dengan peristiwa seseorang
yang mirip kasusnya dengan kasusmu ini. Berdasarkan pengertian tadi lbnu
Shabbagh di dalam kitab Asy Syamil mengatakan pendapat tadi di dalam jawaban
yang dikemukakannya. Tetapi Qurthubi lebih cenderung mengatakan, bahwa ayat ini
turun dua kali; dan hal ini boleh. Al Bazzar mengetengahkan sebuah hadis
melalui jalur Zaid ibnu Muthi' yang ia terima dari Huzaifah, yang menceritakan
bahwa Rasulullah saw. bertanya kepada Abu Bakar, "Seandainya kamu melihat
lelaki lain bersama dengan Umu Rauman, apakah yang akan kamu lakukan terhadap
lelaki itu?" Abu Bakar menjawab, "Aku akan berbuat keburukan
terhadapnya". Nabi saw. bertanya, "Kamu bagaimanakan, hai
'Umar?" Umar menjawab, "Aku katakan, semoga Allah melaknat orang yang
tidak mampu berbuat apa-apa terhadap lelaki itu, sesungguhnya dia adalah orang
yang kotor", maka turunlah ayat ini.
e.
Tafsir
QS. An-Nur : 2
(Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina) kedua-duanya bukan
muhshan atau orang yang terpelihara dari berzina disebabkan telah kawin. Hadd
bagi pelaku zina muhshan adalah rajam, menurut keterangan dari Sunah. Huruf Al
yang memasuki kedua lafal ini adalah Al Maushulah sekaligus sebagai Mubtada,
mengingat kedudukan Mubtada di sini mirip dengan Syarat, maka Khabarnya
kemasukan huruf Fa, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat berikutnya, yaitu,
(maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera) yakni sebanyak
seratus kali pukulan. Jika dikatakan Jaladahu artinya ia memukul kulit seseorang;
makna yang dimaksud adalah mendera. Kemudian ditambahkan hukuman pelaku zina
yang bukan muhshan ini menurut keterangan dari Sunah, yaitu harus diasingkan
atau dibuang selama satu tahun penuh. Bagi hamba sahaya hanya dikenakan hukuman
separuh dari hukuman orang yang merdeka tadi (dan janganlah belas kasihan
kalian kepada keduanya mencegah kalian untuk menjalankan agama Allah) yakni
hukum-Nya, seumpamanya kalian melalaikan sesuatu dari hudud yang harus diterima
keduanya (jika kalian beriman kepada Allah dan hari akhirat) yaitu hari
berbangkit. Dalam ungkapan ayat ini terkandung anjuran untuk melakukan
pengertian yang terkandung sebelum syarat. Ungkapan sebelum syarat tadi, yaitu
kalimat "Dan janganlah belas kasihan kalian kepada keduanya, mencegah kalian
untuk menjalankan hukum Allah", merupakan Jawab dari Syarat, atau
menunjukkan kepada pengertian Jawab Syarat (dan hendaklah hukuman mereka berdua
disaksikan) dalam pelaksanaan hukuman deranya (oleh sekumpulan dari orang-orang
yang beriman) menurut suatu pendapat para saksi itu cukup tiga orang saja;
sedangkan menurut pendapat yang lain, bahwa saksi-saksi itu jumlahnya harus
sama dengan para saksi perbuatan zina, yaitu sebanyak empat orang saksi
laki-laki.
QS. An-Nur : 3
Pada ayat ini, Allah SWT menerangkan bahwa
laki-laki pezina tidak akan menikahi seorang perempuan kecuali perempuan pezina
juga, atau perempuan musyrik. Begitu juga perempuan pezina itu tidak pantas
dikawini kecuali oleh laki-laki pezina pula dan laki-laki musyrik. Tidak pantas sama sekali seorang
laki-laki baik-baik, mengawini perempuan pezina yang akan mencemarkan dan
merusak nama baiknya. Sebaliknya, seorang perempuan baik-baik, dikenal oleh
masyarakat kebaikannya, tidak pantas dikawini oleh laki-laki pezina yang
dikenal oleh lingkungannya sebagai laki-laki yang bejat dan tidak bermoral,
karena perkawinan itu akan merendahkan derajat perempuan tersebut dan
mencemarkan nama baik keluarganya.
Diriwayatkan oleh Mujahid dan Ata bahwa pada umumnya
orang-orang Muhajirin yang datang dari Mekah ke Madinah adalah orang-orang
miskin yang tidak mempunyai harta dan karib kerabat, sedang pada waktu itu di
Madinah banyak perempuan-perempuan tuna susila yang menyewakan dirinya,
sehingga penghidupannya agak lumayan dibanding dengan orang-orang yang lain. Di
pintu rumah perempuan-perempuan tersebut, ada tanda-tanda untuk memperkenalkan
dirinya. Maka berdatanganlah laki-laki hidung belang memasuki rumah mereka yang
kesemuanya itu tidak lain hanyalah laki-laki pezina dan orang-orang musyrik.
Melihat kehidupan perempuan tuna susila itu agak lumayan,
maka timbullah keinginan sebagian dari orang-orang muslim yang miskin itu untuk
mengawini perempuan-perempuan tersebut, supaya penghidupannya pun agak lumayan.
Keinginan mereka itu, seakan-akan direstui oleh Nabi Besar Muhammad saw, maka
turunlah ayat ini sebagai teguran untuk tidak melaksanakan keinginannya itu.
(Laki-laki yang berzina tidak menikahi) (melainkan perempuan
yang berzina atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak
dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki yang musyrik)
pasangan yang cocok buat masing-masingnya sebagaimana yang telah disebutkan
tadi (dan yang demikian itu diharamkan) menikahi perempuan-perempuan yang
berzina (atas orang-orang Mukmin) yang terpilih. Ayat ini diturunkan tatkala
orang-orang miskin dari kalangan sahabat Muhajirin berniat untuk mengawini para
pelacur orang-orang musyrik, karena mereka orang kaya-kaya. Kaum Muhajirin yang
miskin menyangka kekayaan yang dimilikinya itu akan dapat menanggung nafkah
mereka. Karena itu dikatakan, bahwa pengharaman ini khusus bagi para sahabat
Muhajirin yang miskin tadi. Tetapi menurut pendapat yang lain mengatakan
pengharaman ini bersifat umum dan menyeluruh, kemudian ayat ini dinasakh oleh
firman-Nya yang lain, yaitu, "Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian
di antara kalian..." (Q.S. An Nur, 32).
f.
Kesimpulan
QS. An-Nur : 2
Pada
surah an-nur ayat 2 ini menjelaskan bahwa mengenai orang yang berzina (yang
belum nikah) yang sudah ditetapkan
sebagai pelaku pezina setelah ada kesaksian 4 orang saksi, maka pada setiap
orang tersebut hukumannya didera atau dicambuk sebanyak 100 kali dan ketika
menghukumnya janganlah memberi belas kasihan karena untuk menjalankan hukum
agama Allah, sebagai hamba yang beriman kepada Allah dan hari akhir. Dan dalam
penghukuman tersebut hendaklah disaksikan oleh orang-orang beriman karena itu
merupakan sebagai pelajaran dan hikmah.
QS. An-Nur : 3
Pada surah An-Nur ayat 3 ini
menjelaskan bahwa pelaku zina yakni laki-laki pezina, wanita pezina, dan
laki-laki atau wanita pezina. Bahwa mereka tidak akan bisa kawin dengan
orang-orang mukmin kecuali menikah atau berkawin dengan sama-sama sederajat
(sekufu) yakni laki-laki pezina dengan wanita pezina, laki-laki musyrik dengan
wanita musyrik, begitu pula sebaliknya. Dan kepada orang-orang beriman/mukmin
di haramkan mengawini laki-laki pezina/wanita pezina dan laki-laki
musrik/wanita musyrik.
C.
Hubungan Antar Golongan
1.
Surah Al-Mumtahanah Ayat 7-9
a.
Ayat
عَسَى اللَّهُ أَنْ يَجْعَلَ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَ الَّذِينَ عَادَيْتُمْ مِنْهُمْ مَوَدَّةً ۚ وَاللَّهُ قَدِيرٌ ۚ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
....
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
....
إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَىٰ إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ ۚ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
b.
Terjemahan
7.
Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orang-orang
yang kamu musuhi di antara mereka. dan Allah adalah Maha Kuasa. dan Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.
8.
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap
orang-orang yang tiada memerangimu Karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu
dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.
9.
Sesungguhnya Allah Hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu
orang-orang yang memerangimu Karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan
membantu (orang lain) untuk mengusirmu. dan barangsiapa menjadikan mereka
sebagai kawan, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim. ( QS.
Al-Mumtahanah 60 : 7-9 )
c.
Mufrodat
QS. Al-Mumtahanah : 7
Kasih
sayang
|
مَّوَدَّةً
|
Mudah-mudahan
Allah
|
عَسَ الله
|
Maha
kuasa
|
قَدِيْرٌ
|
Bahwa
akan menjadikan
|
اَنْ يَجْعَلَ
|
Maha
pengampun
|
غَفُوْرٌ
|
Orang-orang
yang
|
اَلَّذِيْنَ
|
Maha
penyayang
|
رَّحِيْمٌ
|
Kalian
musuhi
|
عَا هَدَيْتُمْ
|
QS. Al-Mumtahanah : 8
Kampung
halaman
|
دِيَا رِكُمْ
|
Tidak
melarang kalian
|
لاَ يَنْهَكُمْ
|
Kalian
berbuat baik pada mereka
|
تَبَرُّوْهُمْ
|
Tidak
mereka memerangi kalian
|
لَمْ يُقَتِلُوْكُمْ
|
Dan
kalian berlaku adil
|
وَتُقْسِطُوْا
|
Dalam
agama
|
فَى الدِّين
|
Menyukai
|
يُحِبًّ
|
Dan
tidak mereka mengusir kalia
|
وَلَمْ يُخْرِجُوْكُمْ
|
Orang-orang
yang adil
|
الْمُقْسِطِيْنَ
|
QS. Al-Mumtahanah : 9
Mengusir
kalian
|
اِخْرَاجِكُمْ
|
Sungguh
hanyalah melarang kalian
|
اِنَّمَا يَنْهَكُمْ
|
Kalian
jadikan mereka kawan
|
تَوَلَّوْهُمْ
|
Mereka
memerangi kalian
|
قَا تَلُوْكُمْ
|
Dan
siapa menjadikan mereka kawan
|
وَمَنْ يَّتَوَلَّهُمْ
|
Dalam
agama
|
فِى الدِّين
|
Maka
mereka itu
|
فَآُولَئِكَ
|
Dan
mereka mengusir kalian
|
وَاَخْرَجُوْكُمْ
|
Orang-orang
yang zholim
|
الظَّلِمُوْنَ
|
Dari
kampung kalian
|
مِّنْ دِيَارِكُمْ
|
Dan
mereka membantu
|
وَظَا هَرًوْا
|
d.
Asbabun
Nuzul
QS. Al-Mumtahanah : 8
Bukhari dan Muslim mengetengahkan sebuah hadis melalui Miswar
dan Marwan bin Hakam, bahwa sesudah Rasulullah saw. mengadakan perjanjian damai
dengan orang-orang Quraisy, yaitu perjanjian Hudaibiah, lalu datang
menghadapnya perempuan-perempuan beriman dari Mekah, maka Allah menurunkan
firman-Nya mulai dari, "Hai orang-orang yang beriman! Apabila datang
berhijrah kepada kalian perempuan-perempuan yang beriman..." (Q.S.
Al-Mumtahanah 10) sampai dengan firman-Nya, "Dan janganlah kalian tetap berpegang
pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir." (Q.S.
Al-Mumtahanah 10) Imam Thabrani mengetengahkan sebuah hadis dengan sanad yang
dhaif (lemah) melalui Abdullah bin Abu Ahmad yang menceritakan, bahwa Ummu
Kultsum binti Uqbah bin Abu Mu'ith datang berhijrah ke Madinah dalam masa
gencatan senjata. Kemudian disusul oleh kedua saudara lelakinya bernama Ammarah
dan Walid, kedua-duanya adalah anak Uqbah bin Abu Mu'ith, ketika keduanya
sampai di Madinah, lalu keduanya langsung menghadap Rasulullah saw. dan berunding
mengenai masalah Umu Kultsum. Mereka berdua meminta supaya Nabi saw.
mengembalikan Umu Kultsum kepada mereka. Akan tetapi Allah telah menghapus
perjanjian antara Nabi saw. dan orang-orang musyrik yang berkenaan dengan
masalah kaum wanita. Maka Nabi saw. melarang mereka (wanita-wanita yang baru
berhijrah itu) dikembalikan kepada orang-orang musyrik. Kemudian Allah
menurunkan ayat surah Al-Mumtahanah ini. Imam Ibnu Abu Hatim mengetengahkan
sebuah hadis melalui Yazid bin Abu Habib, bahwa ia mendengar ayat ini
diturunkan berkenaan dengan Umaimah binti Bisyr istri Abu Hissan Dahdahah. Imam
Ibnu Abu Hatim mengetengahkan pula hadis ini melalui Muqatil, bahwa ada seorang
wanita dikenal dengan nama Saidah yang tadinya adalah istri Shaif bin Rahib
dari kalangan orang musyrik Mekah. Ia datang berhijrah ke Madinah pada masa
gencatan senjata. Maka orang musyrik berkata, "Kembalikanlah dia kepada
kami," lalu turunlah ayat ini. Imam Ibnu Jarir mengetengahkan pula sebuah
hadis melalui Zuhri, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Nabi saw. Pada
saat itu beliau sedang berada di lembah Hudaibiah, dan beliau telah mengadakan
perjanjian dengan orang-orang musyrik Mekah, barang siapa dari kalangan mereka
datang kepadanya sesudah perjanjian ini, maka ia harus mengembalikannya kepada
mereka. Akan tetapi setelah datang kepada Nabi perempuan-perempuan Mekah yang
beriman, maka turunlah ayat ini. Ibnu Abu Mani' mengetengahkan sebuah hadis
melalui jalur Al-Kalbi yang ia terima dari Abu Saleh dan bersumber dari Ibnu
Abbas r.a. Ibnu Abbas r.a. menceritakan, bahwa ketika Umar masuk Islam,
istrinya tetap bersama-sama dengan orang-orang musyrik, yakni tetap musyrik.
Maka Allah menurunkan firman-Nya, "Dan janganlah kalian tetap berpegang
pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir..." (Q.S.
Al-Mumtahanah 10)
e.
Tafsir
QS. Al-Mumtahanah :7
Diriwayatkan bahwa Ahmad menceritakan kepada
beberapa imam yang lain dari Abdullah bin Zuber, ia berkata: "Telah datang
di Madinah (dari Mekah daerah kafir) Qutailah binti Abdul `Uzza' bekas istri
Abu Bakar sebelum beliau masuk Islam kepada putrinya Asma' binti Abu Bakar
dengan membawa hadiah-hadiah. Asma' enggan menerima hadiah itu dan tidak
memperkenankan ibunya itu memasuki rumahnya. Kemudian Asma' mengutus seseorang
kepada `Aisyah, agar Aisyah menanyakan hal itu kepada Rasulullah SAW. Maka
turunlah ayat ini yang membolehkan Asma' menerima hadiah dan mengizinkan ibunya
yang kafir itu tinggal di rumahnya.
Menurut Al Hasan dan Abu Saleh: ayat ini
diturunkan berhubungan dengan Khuza'ah, Bani Haris bin Kaab, Kinanah, Khuzaimah
dan kabilah-kabilah Arab yang lain, mereka minta diadakan perdamaian dengan
kaum muslimin dengan mengemukakan ikrar tidak akan memerangi kaum muslimin dan
tidak menolong musuh-musuh mereka. Maka turunlah ayat ini yang memerintahkan
kaum muslimin menerimanya.
Ayat ini menyatakan kepada Rasulullah dan
orang-orang yang beriman bahwa mudah-mudahan Allah SWT akan menjalin rasa cinta
dan kasih sayang antara kaum muslimin yang ada di Madinah dengan orang-orang
musyrik Mekah yang selama ini membenci dan menjadi musuh mereka. Hal itu mudah
bagi Allah, sebagai Zat Yang Maha Kuasa lagi menentukan segala sesuatu. Apalagi
jika orang-orang kafir itu mau beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Maka Allah
akan mengampuni dosa-dosa yang telah mereka lakukan sebelumnya. yaitu dosa
memusuhi Rasulullah dan kaum muslimin.
Isyarat yang terdapat dalam ayat ini, terbukti kebenarannya pada penaklukan kota Mekah oleh kaum muslimin tanpa terjadi pertumpahan darah. Sewaktu Rasulullah memasuki kota Mekah. karena orang-orang musyrik melanggar perjanjian mereka dengan kaum Rasulullah, mereka merasa gentar menghadapi tentara kaum muslimin, mereka bersembunyi di rumah-rumah mereka. Karena itu Rasulullah mengumumkan : barangsiapa masuk Baitullah, maka dia mendapat keamanan. barangsiapa masuk Masjidilharam maka ia mendapat keamanan, dan barangsiapa masuk rumah Abu Sofyan, ia mendapat keamanan. Perintah itu ditaati oleh kaum musyrikin dan mereka pun burlindung di Kakbah, di Masjidilharam dan rumah Abu Sofyan. Maka waktu itu bertemulah kembali kaum muslimin yang telah hijrah bersama Rasulullah ke Madinah dengan keluarga musyrik yang tetap tinggal di Mekah, setelah beberapa tahun mereka berpisah. Maka terjalinlah kembali hubungan baik dan kasih sayang antara mereka.
Isyarat yang terdapat dalam ayat ini, terbukti kebenarannya pada penaklukan kota Mekah oleh kaum muslimin tanpa terjadi pertumpahan darah. Sewaktu Rasulullah memasuki kota Mekah. karena orang-orang musyrik melanggar perjanjian mereka dengan kaum Rasulullah, mereka merasa gentar menghadapi tentara kaum muslimin, mereka bersembunyi di rumah-rumah mereka. Karena itu Rasulullah mengumumkan : barangsiapa masuk Baitullah, maka dia mendapat keamanan. barangsiapa masuk Masjidilharam maka ia mendapat keamanan, dan barangsiapa masuk rumah Abu Sofyan, ia mendapat keamanan. Perintah itu ditaati oleh kaum musyrikin dan mereka pun burlindung di Kakbah, di Masjidilharam dan rumah Abu Sofyan. Maka waktu itu bertemulah kembali kaum muslimin yang telah hijrah bersama Rasulullah ke Madinah dengan keluarga musyrik yang tetap tinggal di Mekah, setelah beberapa tahun mereka berpisah. Maka terjalinlah kembali hubungan baik dan kasih sayang antara mereka.
Karena baiknya sikap kaum muslimin kepada
mereka, maka mereka berbendong-bendong masuk Islam, sebagaimana yang dinyatakan
dalam firman Allah SWT:
Apabila telah datang pertolongan Allah dan
kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong,
maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya.
Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima tobat. (Q.S. An Nasr: 1-3)
Hubungan kasih sayang yang terjalin antara
mereka itu setelah terjadi perselisihan digambarkan dalam firman Allah
SWT .
Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu
dahulu (masa jahiliah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu
menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah
berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat
petunjuk.
(Q.S Ali Imran: 103)
Dan firman Allah:
Dan
jika mereka bermaksud hendak menipumu, maka sesungguhnya cukuplah Allah
(menjadi pelindungmu) Dia-lah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan
dengan para mukmin, dan yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang
beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi,
niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah
mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
(Q.S Al Anfal: 62-63)
QS. Al-Mumtahanah : 8
Dalam
ayat ini, Allah SWT menerangkan bahwa Dia tidak melarang orang-orang yang
beriman berbuat baik, mengadakan hubungan persaudaraan, tolong-menolong dan
hantu-membantu dengan orang-orang kafir selama mereka tidak mempunyai niat
menghancurkan Islam dan kaum muslimin, tidak mengusir dari negeri-negeri mereka
dan tidak pula berteman akrab dengan orang-orang yang hendak mengusir itu.
Ayat
ini merupakan ayat yang memberikan ketentuan umum dan prinsip agama Islam dalam
menjalin hubungan dengan orang-orang yang bukan Islam dalam satu negara. Kaum
muslimin diwajibkan bersikap baik dan bergaul dengan orang-orang kafir, selama
orang-orang kafir itu bersikap dan ingin bergaul baik terutama dengan kaum
muslimin.
Seandainya
dalam sejarah Islam terutama pada masa Rasulullah dan masa para sahabat,
terdapat tindakan kekerasan yang dilakukan oleh kaum muslimin kepada
orang-orang kafir, maka tindakan itu semta-mata dilakukan untuk membela diri
dari kelaliman dan siksaan-siksaan orang-orang kafir.
Di
Mekah, Rasulullah dan para sahabat disiksa dan dianiaya oleh orang-orang kafir
Quraisy, sampai mereka terpaksa hijrah ke Madinah. Sesampai mereka di Madinah,
mereka pun dimusuhi oleh orang-orang Yahudi yang bersekutu dengan orang-orang
kafir Quraisy, sekalipun telah dibuat perjanjian damai antara mereka dengan
Rasulullah, sehingga terpaksa diambil tindakan kekerasan. Demikian pula di kala
kaum muslimin berhadapan dengan kerajaan Persia dan Romawi, orang-orang kafir
di sana telah memancing permusuhan sehingga terjadi peperangan.
Jadi
ada satu prinsip yang perlu diingat dalam hubungan orang Islam dengan
orang-orang kafir, yaitu : "Boleh mengadakan hubungan baik, selama pihak
yang bukan Islam melakukan yang demikian pula". Hal ini hanya dapat
dibuktikan dalam sikap dan perbuatan kedua belah pihak.
Di
Indonesia prinsip ini dapat dilakukan, selama tidak ada pihak agama lain
bermaksud memurtadkan orang Islam atau menghancurkan Islam dan kaum muslimin.
(Allah
tiada melarang kalian terhadap orang-orang yang tidak memerangi kalian) dari
kalangan orang-orang kafir (karena agama dan tidak mengusir kalian dari negeri
kalian untuk berbuat baik kepada mereka) lafal an tabarruuhum menjadi badal
isytimal dari lafal alladziina (dan berlaku adil) yaitu melakukan peradilan
(terhadap mereka) dengan secara adil. Ayat ini diturunkan sebelum ada perintah
untuk berjihad melawan mereka. (Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
adil) yang berlaku adil.
QS. Al-Mumtahanah : 9
Dalam
ayat ini diterangkan bahwa Allah SWT hanyalah melarang kaum muslimin
bertolong-tolongan dengan orang-orang yang menghambat atau menghalangi manusia
di jalan Allah, dan memurtadkan kaum muslimin sehingga ia berpindah kepada
agama lain, yang memerangi, mengusir dan membantu pengusir kaum muslimin dari
negeri mereka. Dengan orang yang semacam itu Allah melarang dengan sangat kaum
muslimin berteman dengan mereka.
Pada
akhir ayat ini Allah SWT mengancam kaum muslimin yang menjadikan musuh-musuh
mereka sebagai teman bertolong-tolongan dengan mereka, jika mereka melanggar
larangan Allah ini, maka mereka adalah orang-orang yang zalim.
f.
Kesimpulan
QS. Al-Mumtahanah : 7
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah
akan menimbulkan rasa kasih sayang diantara orang-orang yang pernah bermusuhan
diantara mereka. Allah maha kuasa, maha pengampun, maha penyayang.
QS. Al-Mumtahanah : 8
Dalam ayat ini Allah menjelaskan
bahwa Allah tidak melarang bagi hambanya untuk berbuat baik dan berlaku adil
terhadap orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir
dari kampong halaman. Sesungguhnya Allah mencintai bagi hambanya yang berlaku
adil.
QS. Al-Mumtahanah : 9
Pada ayat ini bahwa Allah hanya
melarang untuk berkawan terhadap orang-orang yang memerangi urusan agama, dan
mengusir dari kediaman serta orang yang membantu mengusir. Sesungguhnya apabila
ada yang berkawan dengan orang-orang tersebut maka termasuk orang-orang zholim.
2.
Surah At-Taubah
ayat 6-7
a.
Ayat
وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّىٰ يَسْمَعَ كَلَامَ اللَّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْلَمُونَ
...
كَيْفَ يَكُونُ لِلْمُشْرِكِينَ عَهْدٌ عِنْدَ اللَّهِ وَعِنْدَ رَسُولِهِ إِلَّا الَّذِينَ عَاهَدْتُمْ عِنْدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۖ فَمَا اسْتَقَامُوا لَكُمْ فَاسْتَقِيمُوا لَهُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ
b.
Terjemahan
6.
Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan
kepadamu, Maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, Kemudian
antarkanlah ia ketempat yang aman baginya. demikian itu disebabkan mereka kaum
yang tidak Mengetahui.
7.
Bagaimana bisa ada perjanjian (aman) dari sisi Allah dan RasulNya dengan
orang-orang musyrikin, kecuali orang-orang yang kamu Telah mengadakan perjanjian
(dengan mereka) di dekat Masjidilharaam[632]?
Maka selama mereka berlaku lurus terhadapmu, hendaklah kamu berlaku
lurus (pula) terhadap mereka. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertakwa. ( QS. At-Taubah 9 : 6-7 )
[632] yang dimaksud dengan
dekat Masjidilharam ialah: Al-Hudaibiyah, suatu tempat yang terletak dekat
Makkah di jalan ke Madinah. pada tempat itu nabi Muhammad saw mengadakan
perjanjian gencatan senjata dengan kaum musyrikin dalam masa 10 tahun.
c.
Mufrodat
QS. At-Taubah : 6
Firman Allah
|
كَلَمَ
الله
|
Dan jika seseorang
|
وَاِنْ
اَحَدٌ
|
Sampaikan dia
|
اَبْلِغْهُ
|
Pada orang-orang musyrik
|
اْلمُشْرِكِيْنَ
|
Tempat yang aman baginya
|
مَأْمَنَهُ
|
Minta perlindunganmu
|
السْتَجَارَكَ
|
Karena sungguh mereka
|
بِاَنَّهُمْ
قَوْمٌ
|
Maka lindungilah dia
|
فَاَجِرْهُ
|
Tidak mereka mengetahui
|
لاَّ
يَعْلَمُوْنَ
|
Sehingga dia mendengar
|
حَتَّى
يَسْمَعَ
|
QS. At-Taubah : 7
Disisi masjidil haram
|
عِنْدَ
الْمَسْجِدِ الْحَرَام
|
Bagaimana jadi
|
كَيْفَ
يَكُوْنُ
|
Maka selama, mereka berlaku lurus
|
فَمَا
السْتَقَامُوْا
|
Bagi orang-orang musyrik
|
لِلْمُشْرِكِيْنَ
|
Kepada kalian
|
لَكُم
|
Perjanjian
|
عَهْدٌ
|
Maka berlaku luruslah kalian
|
فَاسْتَقِيْمُوْا
|
Disisi Allah dan rasul-Nya
|
عِنْدَ
الله وَعِنْدَ رَسُوْله
|
Dia menyukai
|
يًحِبُّ
|
Kecuali orang-orang yang
|
الاَّ
الّّذِيْنَ
|
Orang-orang bertakwa
|
الْمُتَّقِيْنَ
|
Kalian telah mengadakan perjanjian
|
عَا
هَدْتًّمْ
|
d.
Asbabun
Nuzul
e.
Tafsir
QS. At-Taubah ayat 6
Pada
ayat ini Allah menerangkan pada Rasul-Nya, jika ada seseorang dari kaum
musyrikin meminta perlindungan kepada Nabi Muhammad saw. untuk mendengar kalam
Allah agar ia dapat mengetahui hakikat dakwah Islamiah yang disampaikan oleh
Nabi, maka Allah memerintahkan Nabi untuk melindunginya dalam jangka masa yang
tertentu. Kalau ia mau beriman, berarti ia akan aman untuk selanjutnya, dan
kalau tidak, maka Nabi hanya diperintahkan untuk menyelamatkannya sampai kepada
tempat yang diinginkannya buat keamanan dirinya, dan sesudah itu keadaan dalam
perang kembali seperti semula.
Para
ulama tafsir berbeda pendapat antara lain, bahwa perlindungan (pengamanan) yang
diberikan itu hanyalah kepada kaum musyrikin yang telah habis masa perjanjian
selama ini, dan mereka tidak pernah melanggarnya. Dan kaum Muslimin
diperintahkan menyempurnakannya sebagaimana telah dijelaskan pada ayat empat. Bahkan
orang-orang musyrikin yang sudah habis tempo empat bulan yang diberikan kepada
mereka untuk menentukan sikap, karena waktunya sudah cukup dan tidak perlu
ditambah lagi. Akan tetapi sebagian ulama berpendapat bahwa kepada mereka yang
ingin beriman masih diberi kesempatan yang lamanya empat bulan, akan tetapi
menurut pendapat yang terkuat diserahkan kepada imam.
Dalam
persoalan ini Ibnu Kasir berpendapat bahwa orang kafir yang datang dari negeri
Harb (kafir) ke negeri Islam untuk menunaikan suatu tugas seperti dagang, minta
berdamai, minta menghentikan pertempuran, membawa jizyah (upeti) dan minta
pengamanan kepada mereka diberikan perlindungan selama dia berada di negeri
Islam sampai dia kembali ke negerinya.
(Dan
jika seorang di antara orang-orang musyrik itu) lafal ahadun dirafa'kan oleh
fi'il/kata kerja yang menafsirkan maknanya (meminta perlindungan kepadamu)
maksudnya meminta suaka kepadamu supaya jangan dibunuh (maka lindungilah dia)
berilah ia jaminan keamanan (supaya ia sempat mendengar firman Allah) yaitu
Alquran (kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya) yaitu tempat
tinggal kaumnya, bilamana ternyata ia masih belum mau beriman, supaya ia
mempertimbangkan sikapnya itu (Demikian itu) hal yang disebut itu (disebabkan
mereka kaum yang tidak mengetahui) agama Allah, maka merupakan suatu keharusan
bagi mereka mendengarkan Alquran terlebih dahulu supaya mereka mengetahui dan
mengerti akan agama Allah.
QS. At-Taubah :7
Pada
ayat ini diterangkan bahwa Allah dan Rasul-Nya tidak dapat meneruskan dan
memelihara perjanjian dengan orang-orang musyrikin kecuali dengan mereka yang
mengindahkan perjanjian di dekat Masjidil Haram. Oleh karena itu sebagai
patokan umum yang harus dilaksanakan oleh kaum Muslimin terhadap kaum musyrikin
Allah menjelaskan, bahwa jika mereka mematuhi syarat-syarat perjanjian, maka
kaum Muslimin pun harus berbuat demikian pula terhadap mereka, Allah menyukai
orang-orang yang bertakwa, sedang orang-orang yang tidak mengindahkan
syarat-syarat perjanjian adalah orang-orang yang berkhianat dan tidak bertakwa
kepada Allah swt. Yang dimaksud dengan perjanjian Masjidil Haram di sini ialah
perjanjian Hudaibiyah yang terjadi sewaktu Nabi Muhammad saw. dan sejumlah besar
dari para sahabat pada tahun ke 6 Hijrah berangkat dari Madinah menuju Mekah
untuk mengerjakan ibadah umrah, dan setelah mereka sampai di suatu tempat yang
bernama Hudaibiyah, yang jaraknya 13 mil sebelah barat kota Mekah, mereka
dicegat dan dihalang-halangi oleh orang-orang kafir Quraisy sehingga terjadilah
perjanjian damai yang dinamakan dengan tempat itu.
Menurut riwayat Ibnu Hatim bahwa di antara suku Arab musyrikin yang mengindahkan perjanjian Hudaibiyah itu adalah suku Bani Damrah dan suku Kinanah, sehingga menurut sebagian mufassirin, Nabi dan kaum Muslimin menyempurnakan perjanjian Hudaibiyah dengan dua suku ini, meskipun telah habis jangka masa empat bulan yang diberikan kepada kaum musyrikin.
Menurut riwayat Ibnu Hatim bahwa di antara suku Arab musyrikin yang mengindahkan perjanjian Hudaibiyah itu adalah suku Bani Damrah dan suku Kinanah, sehingga menurut sebagian mufassirin, Nabi dan kaum Muslimin menyempurnakan perjanjian Hudaibiyah dengan dua suku ini, meskipun telah habis jangka masa empat bulan yang diberikan kepada kaum musyrikin.
(Bagaimana) tidak mungkin (bisa ada
perjanjian aman dari Allah dan Rasul-Nya dengan orang-orang musyrik) sedangkan
mereka masih tetap dalam kekafirannya terhadap Allah dan Rasul-Nya lagi berbuat
khianat (kecuali orang-orang yang kalian telah mengadakan perjanjian dengan
mereka di dekat Masjidilharam) ketika perang Hudaibiah; mereka adalah
orang-orang Quraisy yang dikecualikan sebelumnya (maka selama mereka berlaku
lurus terhadap kalian) selagi mereka menepati perjanjiannya dan tidak
merusaknya (hendaklah kalian berlaku lurus pula terhadap mereka) dengan
menunaikan perjanjian itu. Huruf maa pada lafal famastaqaamuu adalah maa
syarthiyah. (Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa) Nabi saw.
telah menepati perjanjiannya dengan mereka, sehingga mereka sendirilah yang
merusak perjanjian itu, karena mereka membantu Bani Bakar untuk memerangi Bani
Khuza'ah.
f.
Kesimpulan
QS. At-Taubah :6
Kesimpulan ayat
tersebut yakni apabila ada kaum musyrikin meminta perlindungan kepada kaum
muslimin, maka lindungi agar mereka sehingga dapat mendengar firman Allah atau
dakwah islamiah, kemudian antarkan ketempat yang aman baginya. Karena mereka
kaum yang belum mengetahui (belum menerima dakwah).
QS. At-Taubah
Ayat ini
menceritakan bahwa bagaimana mungkin ada perjanjian yang damai di sisi Allah
dan Rasulnya dengan orang-orang musyrik, kecuali dengan orang-orang yang telah
mengadakan perjanjian disisi masjidil haram. Oleh karena itu selama mereka
berlaku jujur maka harus berlaku jujur pula. Ayat ini menceritakan ketikan
terjadi perang Hudaibah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang bertakwa