Thursday, 26 November 2015

TAFSIR TENTANG PRINSIP BERNEGARA (Tafsir Maudhu’i – Tematik)

TAFSIR TENTANG PRINSIP BERNEGARA (Tafsir Maudhu’i – Tematik)


A.    Surah – Surah Al-Qur’an dan Terjemahan

1.    Surah An-Nur ayat 55
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
55.  Dan Allah Telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana dia Telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang Telah diridhai-Nya untuk mereka, dan dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang fasik. (QS. An-Nur: 55)[1]

2.      Surah Al-Maidah ayat 40-41
أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ وَيَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
40.  Tidakkah kamu tahu, Sesungguhnya Allah-lah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi, disiksa-Nya siapa yang dikehendaki-Nya dan diampuni-Nya bagi siapa yang dikehendaki-Nya. dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
 يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ لَا يَحْزُنْكَ الَّذِينَ يُسَارِعُونَ فِي الْكُفْرِ مِنَ الَّذِينَ قَالُوا آمَنَّا بِأَفْوَاهِهِمْ وَلَمْ تُؤْمِنْ قُلُوبُهُمْ ۛ وَمِنَ الَّذِينَ هَادُوا ۛ سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ سَمَّاعُونَ لِقَوْمٍ آخَرِينَ لَمْ يَأْتُوكَ ۖ يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ مِنْ بَعْدِ مَوَاضِعِهِ ۖ يَقُولُونَ إِنْ أُوتِيتُمْ هَٰذَا فَخُذُوهُ وَإِنْ لَمْ تُؤْتَوْهُ فَاحْذَرُوا ۚ وَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ فِتْنَتَهُ فَلَنْ تَمْلِكَ لَهُ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا ۚ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ لَمْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يُطَهِّرَ قُلُوبَهُمْ ۚ لَهُمْ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ ۖ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ
41.  Hari rasul, janganlah hendaknya kamu disedihkan oleh orang-orang yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya, yaitu diantara orang-orang yang mengatakan dengan mulut mereka:"Kami Telah beriman", padahal hati mereka belum beriman; dan (juga) di antara orang-orang Yahudi. (orang-orang Yahudi itu) amat suka mendengar (berita-berita) bohong[415] dan amat suka mendengar perkataan-perkataan orang lain yang belum pernah datang kepadamu[416]; mereka merobah[417] perkataan-perkataan (Taurat) dari tempat-tempatnya. mereka mengatakan: "Jika diberikan Ini (yang sudah di robah-robah oleh mereka) kepada kamu, Maka terimalah, dan jika kamu diberi yang bukan Ini Maka hati-hatilah". barangsiapa yang Allah menghendaki kesesatannya, Maka sekali-kali kamu tidak akan mampu menolak sesuatupun (yang datang) daripada Allah. mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak hendak mensucikan hati mereka. mereka beroleh kehinaan di dunia dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar. (QS. Al-Maidah: 40-41)

[415]  maksudnya ialah: orang Yahudi amat suka mendengar perkataan-perkataam pendeta mereka yang bohong, atau amat suka mendengar perkataan-perkataan nabi Muhammad s.a.w untuk disampaikan kepada pendeta-pendeta dan kawan-kawan mereka dengan cara yang tidak jujur.
[416]  Maksudnya: mereka amat suka mendengar perkataan-perkataan pemimpin-pemimpin mereka yang bohong yang belum pernah bertemu dengan nabi Muhammad s.a.w. Karena sangat benci kepada beliau, atau amat suka mendengarkan perkataan-perkataan nabi Muhammad s.a.w. untuk disampaikan secara tidak jujur kepada kawan-kawannya tersebut.
[417]  Maksudnya: merobah arti kata-kata, tempat atau menambah dan mengurangi.[2]

3.      Surah Al-A’raf ayat 58
وَالْبَلَدُ الطَّيِّبُ يَخْرُجُ نَبَاتُهُ بِإِذْنِ رَبِّهِ ۖ وَالَّذِي خَبُثَ لَا يَخْرُجُ إِلَّا نَكِدًا ۚ كَذَٰلِكَ نُصَرِّفُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَشْكُرُونَ
58.  Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya Hanya tumbuh merana. Demikianlah kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (kami) bagi orang-orang yang bersyukur. (QS. Al-A’raf: 58)[3]

B.     Kosa Kata (Mufrodat)

1.      Surah An-Nur ayat 55
Untuk mereka
لَهُمْ
Telah berjanji Allah
وَعَدَ الله
Dia sungguh akan ganti mereka
وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ
Kepada Orang2 yang
الَّذِيْنَ
Sesudah
مِّنْ بَعْدِ
(mereka) beriman
أمَنُوْا
Takut mereka
خَوْفِفِهِمْ
Di antara kalian
مِنْكُمْ
Aman sentosa
اَمْنًا
Dan (mereka) beramal
وَعَمِلُوا
Mereka menyembah-Ku
يَعْبُدُوْنَنِي
Kebajikan/sholeh
الضَّلِحَتِ
Tidak mereka menyekutukan
لاَ يُشْرِكوْنَ
Sunggu dia menjadikan dia mereka yang berkuasa
لَيَسْتَخْلِفَنَّكُمْ
Dengan Aku
بِيْ
Di bumi
فِى اْلاَرْضِ
Sesuatu
شَيْئًا
Sebagaimana
كَمَا
Dan barang siapa yang kafir
وَمْنْ كَفَرَ
Berkuasa
السْتَخْلَفَ
Sesudah demikian itu
بَعْدَ ذَالِكَ
Orang-orang yang
الَّذِيْنَ
Maka mereka itu
فَاُلَئِكَ
Sebelum mereka
مِنْ قَبْلِكُمْ
[4]Orang2 yang fasik
هُمُ اْلفَسِقُوْنَ
Dan sungguh dia akan meneguhkan
وَلَيُمَكِّنَنَّ

Bagi mereka
لَهُمْ


Agama mereka
دِينَهُمُ

Yang dia rida
الَّذِى ارْتَضَى

2.      Surah Al-Maidah ayat 40-41
Ayat 40
Dan dia mengampuni
وَيَغْفِرُ
Tidakkah kalian menegetahui
اَلَمْ تَعْلَمْ
Bagi siapa yang
لِمَنْ
Bahwa Allah
اَنَّ الله
Dia kehendaki
يَّشَآءُ
Bagi-Nya kerajaan
لَهُ مُلْكُ
Dan Allah atas
وَاللهُ عَلَى
Langit
السَّمَوَتِ
Segala sesuatu
كًلِّ شَيْءٍ
Dan Bumi
وَاْلاَرْضِ
Maha kuasa
قَدِيْرٌ
Dia menyiksa
يُغَذِّ بُ

Siapa yang dia kehendaki
مَنْ يَّشَآءُ
Ayat 41

Menghendaki Allah
يًّرِدِ الله
Wahai rasul
يَاَيًّهَا الرَّسُوْلُ

Fitnah/kesesatannya.
فِتْنَتَهُ
Jangan membuat sedih kamu
لاَ يَحْزُنْكَ

Maka tidak kamu mampu (menolak)
فَلَنْ تَمْلِكَ لَهُ
Orang2 yang
الَّذِيْنَ

Dari Allah
مِنَ الله
Mereka bersegera
يُسا رِعُوْنَ

Sedikitpun
شّيْئًا
Dalam kekafiran
فِى الْكُفْرِ

Mereka itulah
اُولَئِكَ
Dari orang2 yang
مِنَ الَّذِيْنَ

Orang2 yang
اللذِيْنَ
Mereka berkata kami beriman
قَا لُوْآ اَمَنَّا

Tidak menghendaki Allah
لَمْ يُرِدِ الله
Kami beriman dengan mulut mereka
بِاَفْوَاهِهِمْ

Hendak membersihkan
اَنْ يُّطَهِّرَ
Dan belum beriman
وَلَمْ تُؤْمِنْ

Hati mereka
قُلُوْبُهُمْ
Hati mereka
 قُلُوْبُهُمْ

Bagi mereka
لَهُمْ
Dan dari orang2 yang
وَمِنَ الَّذِيْنَ

Di dunia
فِى الدُّنْيَا
Yahudi
هَا دُ وْا
Kehinaan
حِزْيٌ
Orang2 yang suka mendengarkan
سَمَّعُوْنَ
Dan bagi mereka
وَّلَهُمْ
Pada yang bohog
لِلْكَذِبِ
Di akhirat
فِى اْلاَخِرَةِ
Kepada kaum
لِقَوْمٍ
Siksaan
عَذَبٌ
Yang lain
اَخَرِيْنَ
Besar
عَظِيْمٌ
Belum datang kepada kamu
لَمْ يَأْتُوْكَ

Mereka mengubah perkataan
يًحَرِّفُوْنَ الْكَلِمِ

Dari Sesudah
مِنْ بَّعْدِ

Tempat2nya
مَوَا ضِعِهِ

Mereka mengatakan
يَقُوْلُ

Jika diberikan kepada kalian
اِنْ اُوْتِيْتُمْ

Ini maka ambilah dia
هَذَا فَخُذُوْهُ

Dan jika tidak diberikannya
وَاِنْ لَّمْ تُؤْتَوْهُ

Maka ambillah dia
فَا حْذَرُوْا

[5]Dan barang siapa
وَمَنْ

3.      Surah Al-A’raf ayat 58
Tidak keluar/tumbuh
لاَ يَخْرُجُ
Dan negeri/tanah
وَالْبَلَدُ
Kecuali merana/kerdil
اِلاَّ نَكِدًا
Yang baik
الطَّيّشبُ
Seperti demikian
كَذَا لِكَ
Keluar/tumbuh
يَخْرُجُ
Kami jelaskan
نُضَرِّفُ
Tanaman-tanamannya
نَبَاتُهُ
Tanda-tanda kekuasaan
اْلاَ يَتِ
Dengan seizin
بِاِذْنِ
Bagi kaum/ orang2 yang
لِقَوْمٍ
Tuhan-Nya
رَبِّهِ
[6]Mereka bersyukur
يَشْكُرُوْنَ
Dan/sedang (tanah) yang
وَالَّذِيْ

Buruk
خَبُثَ

C.    Asbabun Nuzul atau Munasabah

1.      Asbabun Nuzul Surah An-Nur ayat 55
Ibnu Abu Hatim mengetengahkan hadis mengenai hal ini melalui Barra yang menceritakan, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan kami, sedangkan kami pada saat itu dalam keadaan ketakutan yang sangat. Firman Allah swt., "Tidak ada dosa bagi orang buta..." (Q.S. An Nur, 61).  Abdur Razzaq mengatakan bahwa kami menerima hadis dari Muammar yang ia terima dari Ibnu Abu Nujaih, kemudian Abu Nujaih menerimanya dari Mujahid yang menceritakan bahwa ada seorang lelaki yang membawa serta orang buta, orang pincang dan orang yang sedang sakit ke rumah ayahnya, atau rumah saudara lelakinya, atau rumah saudara perempuannya, atau rumah saudara perempuan ayahnya, atau rumah saudara perempuan bibinya. Maka tersebutlah bahwa orang yang menderita sakit yang menahun itu merasa berdosa akan hal tersebut, maka mereka mengatakan, "Sesungguhnya mereka membawa kita pergi hanya ke rumah-rumah orang lain, bukan rumah mereka Sendiri". Maka turunlah ayat ini sebagai rukhshah atau keringanan buat mereka, yaitu firman-Nya, "Tidak ada dosa bagi orang buta..." (Q.S. An Nuur, 61). Ibnu Jarir mengetengahkan sebuah hadis melalui Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan, bahwa ketika Allah menurunkan firman-Nya, "Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil..." (Q.S. 4 An Nisa, 29). Maka orang-orang Muslim merasa berdosa, lalu mereka mengatakan: "Makanan adalah harta yang paling utama, maka tidak dihalalkan bagi seorang pun di antara kita untuk makan di tempat orang lain". Maka orang-orang pun menahan diri dari hal tersebut, kemudian turunlah firman-Nya, "Tidak ada halangan bagi orang buta..." (Q.S. An Nuur, 61). sampai dengan firman-Nya, "... atau di rumah yang kalian miliki kuncinya..." (Q.S. An Nuur, 61). Dhahhak mengetengahkan sebuah hadis, bahwa penduduk kota Madinah sebelum Nabi saw. diutus, jika mereka makan tidak mau campur dengan orang buta, orang yang sedang sakit, dan orang yang pincang. Karena orang yang buta tidak akan dapat melihat makanan yang baik, dan orang yang sedang sakit tidak dapat makan sepenuhnya sebagaimana orang yang sehat sedangkan orang yang pincang tidak dapat bersaing untuk meraih makanan. Kemudian turunlah ayat ini Sebagai rukhshah yang memperbolehkan mereka untuk makan bersamasama dengan orang-orang yang sehat. Dhahhak mengetengahkan pula hadis lainnya melalui Miqsam yang menceritakan, penduduk Madinah selalu menghindar dari makan bersama dengan orang yang buta dan orang yang pincang, kemudian turunlah ayat ini. Tsaklabi di dalam kitab tafsirnya mengemukakan sebuah hadis melalui Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan, bahwa Harits berangkat bersama dengan Rasulullah dalam suatu peperangan. Sebelum itu Harits mempercayakan kepada Khalid ibnu Zaid untuk menjaga istrinya, tetapi Khalid, ibnu Zaid merasa berdosa untuk makan dari makanan Harits, sedang ia sendiri orang yang mempunyai penyakit yang menahun, kemudian turunlah ayat ini, "Tidak ada dosa bagi kalian..." (Q.S. An Nur, 61). Al Bazzar mengetengahkan sebuah hadis dengan sanad yang sahih melalui Siti Aisysh r.a, bahwa kaum Muslimin ingin sekali berangkat berperang bersama dengan Rasulullah saw. Oleh karena itu mereka menyerahkan kunci rumah-rumah mereka kepada orang-orang jompo, seraya mengatakan kepadanya, "Kami telah menghalalkan bagi kalian untuk memakan dari apa yang kalian sukai di dalam rumah kami". Akan tetapi orang-orang jompo itu mengatakan, "Sesungguhnya tidaklah mereka memperbolehkan kami melainkan hanya karena terpaksa saja, tidak dengan sepenuh hati". Maka Allah menurunkan firman-Nya, "Tidak ada dosa bagi kalian..." (Q.S. An Nur, 61). sampai dengan firman-Nya, "...atau di rumah-rumah yang kalian miliki kuncinya..." (Q.S. An Nur, 61). lbnu Jarir mengetengahkan sebuah hadis melalui Zuhri, bahwasanya Zuhri pada suatu hari ditanya mengenai firman-Nya, "Tidak ada dosa bagi orang buta..." (Q.S. An Nur, 61). Si penanya itu mengatakan, "Apakah artinya orang buta, orang pincang dan orang sakit yang disebutkan dalam ayat ini?" Maka Zuhri menjawab: "Sesungguhnya kaum Muslimin dahulu, jika mereka berangkat ke medan perang, mereka meninggalkan orang-orang jompo dari kalangan mereka, dan mereka memberikan kunci rumah-rumah mereka kepada orang-orang jompo, seraya mengatakan, 'Kami telah menghalalkan bagi kalian untuk memakan apa saja yang kalian inginkan dari rumah kami'. Akan tetapi orang-orang jompo tersebut merasa berdosa untuk melakukan hal itu, yakni memakan makanan dari rumah mereka. Oleh karena itu orang-orang jompo mengatakan, 'Kami tidak akan memasuki rumah-rumah mereka selagi mereka dalam keadaan tidak di rumah'. Maka Allah swt. menurunkan ayat ini sebagai rukhshah atau kemurahan dari-Nya bagi mereka". Ibnu Jarir mengetengshkan pula hadis lainnya melalui Qatadah yang menceritakan, bahwa ayat, "Tidak ada dosa bagi kalian makan bersama-sama mereka atau sendirian..." (Q.S. An Nur, 61). diturunkan berkenaan dengan segolongan orang-orang Arab Badui, di mana seorang dari mereka tidak mau makan sendirian dan pernah di suatu hari ia memanggul makanannya selama setengah hari untuk mencari seseorang yang menemaninya makan bersama. Ibnu Jarir mengetengahkan pula hadis ini melalui Ikrimah dan Abu saleh, yang kedua-duanya menceritakan bahwa orang-orang Anshar apabila kedatangan tamu, mereka tidak mau makan kecuali bila tamu itu makan bersama mereka. Maka turunlah ayat ini sebagai rukhshah buat mereka.[7]

2.      Asbabun Nuzul Surah Al-Maidah ayat 41
Imam Ahmad dan Imam Abu Daud meriwayatkan dari Abdullah bin Abbas yang mengatakan, "Ayat ini diturunkan berkenaan dengan dua golongan orang-orang Yahudi yang satu sama lainnya saling berperang, sehingga salah satu di antaranya menang atas golongan lainnya. Kejadian itu berlangsung ketika zaman jahiliah. Akhirnya lahirlah suatu perjanjian, bahwa setiap orang yang dibunuh oleh golongan yang menang dari kalangan golongan yang kalah , maka diatnya ialah lima puluh wasaq. Setiap orang yang dibunuh oleh golongan yang kalah dari golongan yang menang, maka diatnya seratus wasaq. Keadaan itu terus berlangsung sampai dengan datangnya masa Rasulullah saw. Di masa Rasulullah ada seorang dari kalangan golongan yang kalah membunuh seseorang dari golongan yang menang. Lalu dari golongan yang menang segera mengutus seseorang kepada golongan yang kalah untuk meminta diatnya sebanyak seratus wasaq. Akan tetapi golongan yang kalah mengatakan, 'Apakah hal seperti ini pernah terjadi pada dua kabilah yang agama, kebangsaan dan negerinya satu, yaitu diat sebagian di antara mereka separuh dari diat yang lainnya? Dahulu kami memberikannya kepadamu karena perbuatan aniaya kamu kepada kami dan kami takut kepada kamu serta demi memelihara kesatuan karena kami takut menjadi bercerai-berai. Akan tetapi sekarang, setelah kedatangan Muhammad, kami tidak akan memberikannya lagi kepadamu.' Hal ini hampir saja membawa kedua golongan itu ke arah pertempuran; akan tetapi akhirnya mereka setuju untuk mengemukakan kasus ini kepada Rasulullah saw. agar beliau melerai perselisihan di antara kedua golongan itu. Lalu mereka mengutus beberapa orang dari kalangan orang-orang munafik untuk menguji kebijaksanaan beliau. Kemudian Allah menurunkan ayat, 'Hai Rasul! Janganlah kamu dibuat sedih oleh orang-orang yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya...'" (Q.S. Al-Maidah 41). Imam Ahmad meriwayatkan sebuah hadis demikian pula Imam Muslim dan selain mereka berdua ada juga dari jalur Barra bin Azib. Ia berkata, "Pada suatu hari lewat di hadapan Nabi saw. seorang Yahudi yang dalam keadaan dicorengi dengan arang dan didera. Kemudian Nabi saw. memanggil mereka, dan bersabda kepada mereka, 'Apakah memang demikian kamu jumpai dalam kitabmu mengenai hukuman pelaku zina?' Mereka menjawab, 'Ya.' Lalu beliau memanggil orang yang paling alim (ulama) di antara mereka dan bersabda kepadanya, 'Aku mohon atas nama Allah yang telah menurunkan kitab Taurat kepada Musa a.s. apakah memang demikian kamu jumpai dalam kitabmu mengenai hukuman bagi pelaku zina?' Orang alim itu menjawab, 'Demi Allah! Sebenarnya tidak demikian, seandainya engkau tidak menganjurkan kepada diriku supaya mengemukakan yang sebenarnya niscaya aku tidak akan menceritakannya kepadamu. Sebenarnya engkau dapat menemukan hukuman rajam bagi pelaku zina di dalam kitab kami. Akan tetapi setelah banyak para pelaku zina dari kalangan orang-orang kami yang terhormat, hukuman itu kami batalkan, apabila ada seseorang yang lemah dari kalangan kami melakukannya, maka kami tegakkan hukuman had itu atasnya. Setelah itu kami sepakat untuk membuat suatu hukum yang dapat ditegakkan terhadap orang yang mulia dan hina. Akhirnya kami sepakat untuk menetapkan hukuman pencorengan dengan arang dan dera bagi pelaku zina.' Setelah itu Nabi saw. bersabda, 'Ya Allah! Sesungguhnya aku adalah orang pertama yang kembali menghidupkan perintah-Mu setelah mereka (kaum Ahli Kitab) matikan.' Kemudian beliau memerintahkannya agar dihukum rajam. Setelah itu lalu turunlah ayat, 'Hai Rasul! Janganlah engkau dibuat sedih oleh orang-orang yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya...' (Q.S. Al-Maidah 41) sampai dengan firman-Nya, 'Jika kamu diberi ini (yang sudah diubah-ubah oleh mereka), maka terimalah...' (Q.S. Al-Maidah 41). Mereka mengatakan, 'Datanglah kamu sekalian kepada Muhammad, jika ia memberi fatwa kepadamu dengan hukuman pencorengan dengan arang dan hukuman dera (bagi pelaku zina), maka turutilah kehendaknya olehmu. Dan jika memberi fatwa kepadamu agar kamu menegakkan hukuman rajam, maka hati-hatilah kamu.' Ayat di atas berkaitan dengan ayat-ayat sesudahnya sampai dengan firman-Nya, 'Barangsiapa yang tidak menghukum menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang zalim.'" (Q.S. Al-Maidah 45). Humaidi di dalam kitab Musnad mengetengahkan sebuah hadis dari jalur Jabir bin Abdullah yang mengatakan, "Ada seseorang lelaki dari kalangan penduduk Fadak berbuat zina, lalu penduduk Fadak berkirim surat kepada orang-orang Yahudi penduduk kota Madinah agar mereka bertanya kepada Muhammad tentang hukum zina tersebut, 'Jika Muhammad memerintahkan hukuman dera, maka ambillah keputusan itu, jika memerintahkan kamu untuk merajam pelakunya, maka janganlah kamu ambil keputusan itu.' Kemudian orang-orang Yahudi penduduk Madinah bertanya kepada Nabi saw. tentang hukuman tersebut yang kisahnya seperti telah dikemukakan tadi. Akhirnya Nabi saw. memerintahkan agar ia dihukum rajam. Setelah itu lalu turunlah ayat, "Jika mereka (orang-orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta keputusan), maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka...." (Q.S. Al-Midah 42) Imam Baihaki dalam kitab Dalailnya juga meriwayatkan hadis seperti ini dari Abu Hurairah.[8]

3.      Munasabah Surah Al-A’raf Ayat 58
Ayat ini menjelaskan mengenai tanah yang dimaksud tanah disini juga bermaksud dengan negeri.  Negeri yang tanaman atau sumber daya alam subur atas seizin Allah. Agar manusia bersyukur apa yang telah diberi Allah.
Ayat yang berkenaan pengelolaan suatu kehidupan baik itu alam negara dll, ini atau prinsip bernegara ini juga dijelaskan pada surah An-nur ayat 55,  Al-Maidah ayat 40-41. Al-A’raf ayat 57, An-Nur ayat 43 dan  Yasin ayat 78-79.

D.    Tafsir

1.      Surah An-Nur ayat 55
Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi akan menjadikan agama mereka, agama yang kokoh dan kuat, dan akan memberikan kepada mereka nikmat keamanan dan kesejahteraan. ltulah janji Allah dan janji itu adalah janji yang pasti terlaksana karena mustahil Allah memungkiri janji-Nya selama mereka berpegang teguh kepada perintah dan ajaran-Nya. Memang janji itu telah terlaksana dengan kemenangan beruntun yang dicapai kaum Muslimin di masa Nabi saw dan di masa sahabatnya Khulafaurrasyidin. Di masa Nabi Muhammad, kaum Muslimin telah dapat menaklukkan kota Mekah, Khaibar, Bahrain seluruh Jazirah Arab dan sebahagian dari wilayah kerajaan Romawi, bahkan raja Rum, Muqauqis di Mesir dan Najasyi (Negus)di Ethiopia pernah mengirimkan hadiah kepada Muhammad saw. 
Sesudah Nabi saw wafat dan pemerintahan dikendalikan oleh para sahabat (Khulafaurrasyidin) mereka selalu mengikuti jejak Rasulullah saw dalam segala urusan. Dengan demikian kekuasaan mereka meluas ke mana-mana baik ke Timur, ke Barat, ke Utara dan ke Selatan, maka tersebarlah agama Islam dengan pesatnya serta dianut oleh penduduk negeri-negeri yang dikuasai dengan penuh kesadaran tanpa paksaan dan ancaman, dan mereka benar-benar menikmati keamanan dan kesejahteraan karena mereka benar-benar kuat, disegani oleh kawan dan lawan. 
Rabi' bin Anas pernah berkata mengenai ayat ini, "Nabi Muhammad saw berada di Mekah selama sepuluh tahun menyeru orang-orang kafir Mekah kepada agama tauhid, menyembah Allah tanpa mempersekutukan-Nya dengan cara sembunyi-sembunyi sedang orang-orang yang beriman selalu berada dalam ketakutan dan kekhawatiran. Mereka belum diperintah untuk berperang. Kemudian mereka disuruh hijrah ke Madinah lalu mereka datang ke sana dan turunlah perintah berperang. Mereka selalu berada dalam ketakutan dan kekhawatiran, tetapi menyandang senjata pagi dan petang, dan mereka tetap tabah dan sabar. Kemudian datanglah seorang sahabat menemui Nabi dan berkata: Ya Rasulullah apakah untuk selama-lamanya kita harus berada dalam kekhawatiran dan kewaspadaan ini? Kapankah akan datang waktunya kita dapat merasa aman dan bebas dari memanggul senjata? Maka Rasulullah saw menjawab: Kamu tidak akan lama bersabar menunggu keadaan itu. dan tidak lama lagi akan tiba waktunya di mana seorang dapat duduk di suatu pertemuan besar yang tidak ada sepotong senjata pun terdapat dalam pertemuan itu. Lalu turunlah ayat ini. Allah telah mengingatkan kaum Muslimin yang telah sukses mencapai kemenangan, keamanan dan kesejahteraan itu dengan firman-Nya: 


وَاذْكُرُوا إِذْ أَنْتُمْ قَلِيلٌ مُسْتَضْعَفُونَ فِي الْأَرْضِ تَخَافُونَ أَنْ يَتَخَطَّفَكُمُ النَّاسُ فَآوَاكُمْ وَأَيَّدَكُمْ بِنَصْرِهِ وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
     Artinya:

Dan ingatlah (hai para Muhajirin) ketika kamu masih berjumlah sedikit, lagi tertindas di muka bumi (Mekah), kamu takut orang-orang (Mekah) akan menculik kamu, maka Allah memberi kamu tempat menetap (Madinah) dan dijadikan-Nya kamu kuat dengan pertolongan-Nya dan diberi-Nya kamu rezeki dari yang baik-baik agar kamu bersyukur. (Q.S. Al Anfal: 26) 

                Demikianlah kaum Muslimin tetap kuat dan disegani, menikmati keamanan dan kesejahteraan di masa Khalifah Abu Bakar, Umar, Usman, sampai timbul pertentangan yang hebat antara kaum Muslimin semenjak pemerintahan Ali bin Abu Talib dan terjadilah perang saudara antara sesama mereka pada hal perang sesama Muslimin itu sangat bertentangan dengan firman Allah: 

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Artinya: 
                  Dan berpeganglah kamu semuanya kepada (tali) agama Allah dan jangan kamu bercerai-berai dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara. (Q.S. Ali Imran: 103) 
Dan firman-Nya 

وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ ۚ وَأُولَٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Artinya: 
                  Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat. (Q.S. Ali Imran: 105) 

                 Semenjak itu terjadilah pasang surut dalam pemerintahan Islam. Pada suatu waktu mereka jaya dan mulia dan di waktu yang lain mereka lemah tak berdaya menjadi mangsa bagi kaum yang lain sesuai dengan keadaan dan kondisi mereka dalam mempraktekkan ajaran Islam, menaati perintah Allah dan Rasul-Nya. menegakkan keadilan dan kebenaran dan menjaga kesatuan umat agar jangan berpecah belah.[9]

2.      Surah Al-Maidah ayat 40-41
QS. Al-Maidah 40
Pada ayat ini Allah memperingatkan dan menekankan bahwa Allahlah yang menguasai langit dan bumi, mengatur apa yang ada di dalamnya. Dialah yang menetapkan balasan siksa kepada orang yang mencuri sebagaimana halnya orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya, mengampuni orang-orang yang. bertobat di antara mereka, Penyayang kepada orang-orang yang benar-benar bertobat dan memperbaiki amalannya, serta menyucikan dirinya dari dosa-dosa yang telah diperbuat. Dia menyiksa orang yang dikehendaki sebagai pendidikan dan pengaman bagi sesama manusia, sebagaimana Dia mengasihi orang yang bertobat, mendorong mereka untuk menyucikan diri. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu yang seperti menyiksa dan mengasihani. Tidak sesuatu yang sulit bagi-Nya dalam mengatur segala-galanya, sesuai dengan kehendak-Nya.[10]



QS. Al-Maidah 41
Imam Ahmad meriwayatkan dari Al Barra bin Azib bahwa seorang Yahudi yang telah dihitamkan mukanya dan dipukul serta dibawa kepada Rasulullah saw. beliau bersabda, "Beginilah caranya kamu menghukum orang yang berzina, yang kamu dapati dalam kitab Tauratmu?" Mereka menjawab, "Ya, Wahai Rasulullah", Rasulullah memanggil seorang tokoh mereka dan bersabda, "Saya minta kepadamu demi Allah yang telah menurunkan kitab Taurat kepada Musa, beginikah yang kamu dapati dalam kitab Taurat mengenai hukuman terhadap orang yang berzina". Jawabnya, "Tidak, demi Allah seandainya tidak kamu terangkan kepadaku, hai, Muhammad, saya tidak akan memberitahukan. Kami menemukan di dalam kitab Taurat bahwa hukuman bagi orang-orang yang berzina itu ialah rajam. Tetapi perbuatan zina itu banyak terjadi pada orang-orang besar kami, kalau seorang pembesar yang melakukannya mereka tidak dihukum, jika yang melakukannya orang-orang yang lemah, maka terhadapnya kami laksanakan hukuman rajam itu. Untuk itu kita tetapkan satu hukum yang berlaku secara umum, baik terhadap para pembesar maupun kepada orang-orang yang lemah, maka diputuskanlah bersama-sama, yaitu dengan cara menghitamkan mukanya serta menderanya sebagai pengganti rajam. Maka Rasulullah saw. berkata, "Ya Allah! Aku ini yang mula-mula menghidupkan dan menegakkan perintah-Mu setelah mereka mematikan dan tidak memakainya lagi". Kemudian Rasulullah memerintahkan supaya orang itu dirajam, maka dirajamlah ia, lalu turunlah ayat ini. (H.R. Ahmad dan Muslim) 

                Dalam ayat 41 ini Allah swt. memerintahkan Rasulullah saw. agar beliau jangan sampai merasa sedih dan cemas karena perbuatan orang-orang munafik yang bersegera memperlihatkan kekafiran dan menampakkan permusuhannya, karena pada waktunya nanti Allah swt. akan melindungi beliau dari perbuatan jahat mereka dan memenangkannya atas mereka serta segenap pembantu dan pendukung mereka. 
Ada di antara mereka yang mengaku beriman dengan ucapan tetapi hati mereka tetap ingkar dan tidak beriman, begitu pula halnya sebagian dari orang orang Yahudi. 
Mereka itu amat senang mendengar perkataan dari orang cendekiawan dan pendeta, begitu pula dari orang-orang yang benci kepada Nabi Muhammad saw. dan tidak pernah bertemu dengan beliau, terutama mendengar ceramah-ceramah dan berita-berita bohong yang telah dipalsukan untuk menjelek-jelekkan nabi Muhammad saw. dan melemahkan semangat kaum Muslimin agar meninggalkan ajaran-ajarannya. 
Mereka tidak segan-segan merubah isi kitab Taurat mereka pindah-pindahkan, sehingga yang tempatnya di depan diletakkan di belakang, begitu pula sebaliknya. Pengertiannya diselewengkan dan lain-lain sebagainya, misalnya, mengganti hukuman rajam bagi orang yang berzina dengan hukuman dera dan menghitamkan mukanya. Mereka berkata kepada satu perutusan dari mereka sendiri yang ditugaskan pergi kepada Bani Quraizah untuk meminta agar mereka menanyakan kepada Nabi saw. hukuman terhadap dua orang pemuka yang telah berzina dan pernah kawin. Mereka berpesan sebagai berikut, "Kalau Muhammad menjawab bahwa, hukumannya ialah dera, menghitamkan muka, maka terima dan ambillah fatwanya itu. Tetapi kalau ia menjawab dengan selain dari pada itu dan menegaskan bahwa hukumannya ialah rajam, maka hindarilah dia dan jangan diterima". 

                  Orang-orang yang dikehendaki Allah swt. kesesatannya karena perbuatannya yang keterlaluan itu, maka tidak ada suatu petunjukpun yang dapat mereka terima meskipun petunjuk itu datangnya dari Rasulullah saw. 
Allah swt. tidak akan menyucikan lagi hati orang munafik dan orang-orang Yahudi itu karena mereka berpegang teguh dan tidak mau bergeser sedikitpun dari kekafiran dan kesesatannya. Di dunia ini orang-orang munafik itu memperoleh kehinaan dan merasa malu sekali karena kemunafikannya terungkap dan diketahui oleh orang-orang Islam, sedang orang-orang Yahudi juga memperoleh kehinaan karena perbuatan jahatnya dapat diketahui, begitu juga perbuatan mereka menyembunyikan isi kitab Taurat, misalnya hukuman rajam. Dan di samping itu semua, di akhirat kelak akan memperoleh juga siksaan yang besar. Mereka akan disiksa terus menerus, tidak berkesudahan dan tidak akan dikeluarkan dari neraka sepanjang masa.[11]

3.      Surah Al-A’raf ayat 58

 Ayat ini berkeitan dengan Al-A’raf ayat 57 yakni  menegaskan bahwa salah satu karunia besar yang dilimpahkan-Nya kepada hamba-Nya ialah menggerakkan angin sebagai tanda bagi kedatangan nikmat-Nya yaitu angin yang membawa awan tebal yang dihalaunya ke negeri yang kering yang telah rusak tanamannya karena ketiadaan air, kering sumurnya karena tak ada hujan dan penduduknya menderita karena haus dan lapar. Lalu Dia menurunkan di negeri itu hujan yang lebat sehingga negeri yang hampir mati itu menjadi subur kembali dan sumur-sumurnya penuh berisi air dengan demikian hiduplah penduduknya dengan serba kecukupan dari hasil tanaman-tanaman itu yang berlimpah-ruah. 

               Memang tidak semua negeri yang mendapat limpahan rahmat itu, tetapi ada pula beberapa tempat di muka bumi yang tidak dicurahi hujan yang banyak, bahkan ada pula beberapa daerah dicurahi hujan tetapi tanah di daerah itu hilang sia-sia tidak ada manfaatnya sedikit pun. Mengenai tanah-tanah yang tidak dicurahi hujan itu Allah berfirman: 
            Tidakkah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagiannya), kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya, dan Allah (juga) menurunkan (butir-butiran) es dari langit (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakannya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan.
(Q.S An Nur: 43) 

                  Jelaslah bahwa hujan lebat yang disertai hujan es itu tidak mencurahi semua pelosok di muka bumi, hanya Allahlah yang menentukan di mana hujan akan turun dan di mana pula awan tebal itu sekedar lewat saja sehingga daerah itu tetap tandus dan kering. Mengenai tanah yang baik dan tanah yang tidak baik yang tidak menghasilkan meskipun dicurahi hujan dijelaskan oleh Allah pada ayat 58 berikut ini.
                  Jadi tanah-tanah di muka bumi ini ada yang baik dan subur bila dicurahi hujan sedikit saja dapat menumbuhkan berbagai macam tanaman dan menghasilkan makanan yang berlimpah ruah dan ada pula yang tidak baik, meskipun telah dicurahi hujan yang lebat, namun tumbuh-tumbuhannya tetap hidup merana dan tidak dapat menghasilkan apa-apa. Kemudian Allah memberikan perumpamaan dengan hidupnya kembali tanah-tanah yang mati, untuk menetapkan kebenaran terjadinya Yaumul Mahsyar, yaitu di mana orang-orang mati dihidupkan kembali dan dikumpulkan di padang mahsyar untuk menerima ganjaran bagi segala perbuatannya, yang baik dibalasi berlipat ganda dan yang buruk dibalasi dengan yang setimpal.
Kalau tanah kering dan mati dapat dihidupkan Allah kembali dengan menurunkan hujan padanya sedang tanah itu lekang tidak ada lagi unsur kehidupan padanya, tentulah Allah dapat pula menghidupkan orang-orang yang telah mati meskipun yang tinggal hanya tulang-belulang atau pun telah menjadi tanah semuanya. Tentang menghidupkan orang-orang yang telah mati itu kembali Allah berfirman:

                Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami, dan dia lupa pada kejadiannya. Ia berkata, "Siapakah yang menghidupkan tulang-belulang yang telah hancur-luluh?" Katakanlah, "Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk."
(Q.S Yasin: 78 dan 79) 

               Selanjutnya Allah memberikan perumpamaan pula dengan tanah yang baik dan subur serta tanah yang buruk dan tidak subur untuk menjelaskan sifat dan tabiat manusia dalam menerima dan menempatkan petunjuk Allah. Orang-orang yang baik sifat dan tabiatnya dapat menerima kebenaran dan memanfaatkannya untuk kemaslahatan dirinya dan untuk kemaslahatan masyarakat. Orang-orang yang buruk sifat dan tabiatnya tidak mau menerima kebenaran bahkan selalu mengingkarinya sehingga tidak mendapat faedah sedikit pun untuk dirinya dari kebenaran itu apalagi untuk masyarakatnya. 

                 Berkata Ibnu Abbas: Ayat ini adalah suatu perumpamaan yang diberikan Allah bagi orang mukmin dan orang kafir, bagi orang baik dan orang jahat. Allah menyerupakan orang-orang itu dengan tanah yang baik dan yang buruk, dan merupakan turunnya Alquran dengan turunnya hujan. Maka bumi yang baik dengan turunnya hujan dapat menghasilkan bunga-bunga dan buah-buahan, sedang tanah yang buruk, bila dicurahi hujan tidak dapat menumbuhkan kecuali sedikit sekali. Demikian pula jiwa yang baik dan bersih dari penyakit-penyakit kebodohan dan kemerosotan akhlak, apabila disinari cahaya Alquran jadilah dia jiwa yang patuh dan taat serta berbudi pekerti yang mulia. 

                 Adapun jiwa yang jahat dan kotor apabila disinari oleh Alquran jarang sekali yang menjadi baik dan berbudi mulia. Diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhari dan Muslim, dan Nasai dari hadis Abu Musa Al-Asyari, dia berkata: Rasulullah saw. bersabda: "Perumpamaan ilmu dan petunjuk yang aku diutus untuk menyampaikannya adalah seperti hujan lebat yang menimpa bumi. Maka ada di antara tanah itu yang bersih (subur) dan dapat menerima hujan itu, lalu menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rumput yang banyak. Tetapi ada pula di antaranya tanah yang lekang (keras) yang tidak meresapi air hujan itu dan tidak menumbuhkan sesuatu apa pun. Tanah itu dapat menahan air (mengumpulkannya) maka Allah menjadikan manusia dapat mengambil manfaat dari air itu, mereka dapat minum, mengairi bercocok-tanam. Ada pula sebagian tanah yang datar tidak dapat menahan air dan tidak pula menumbuhkan tanaman. Maka tanah-tanah yang beraneka ragam itu adalah perumpamaan bagi orang yang dapat memahami agama Allah. Lalu ia mendapat manfaat dan petunjuk-petunjuk itu dan mengajarkannya kepada manusia, dan perumpamaan pula bagi orang-orang yang tidak mempedulikannya dan tidak mau menerima petunjuk itu. Nabi Muhammad saw. memberikan predikat (julukan) Al-Hadi dan Al-Muhtadi kepada golongan pertama yang mendapat manfaat untuk dirinya dan memberikan manfaat kepada orang lain, dan memberikan predikat Al-Jahid kepada golongan ketiga yang tiada mendapat manfaat untuk dirinya dan tidak dapat memberikan manfaat untuk orang lain. Tetapi Nabi Muhammad saw. diam saja (tanpa komentar) terhadap golongan kedua yaitu orang yang tidak dapat memberikan manfaat kepada orang lain, karena orang-orang dari golongan ini banyak macam ragamnya, di antaranya mereka ada orang-orang munafik dan termasuk pula orang-orang yang tidak mengamalkan ajaran agamanya meskipun ia mengetahui dan menyiarkan ajaran Allah kepada orang lain. Demikianlah Allah memberikan perumpamaan dengan nikmat dan karunia-Nya agar disyukuri oleh orang yang merasakan nikmat itu dan tahu menghargainya.[12]

E.     Kesimpulan
Mengenai ayat yang telah dijelaskan diatas yaitu telah berkaitan dengan maksud menjelaskan tentang prinsip bernegara atau kehidupan seperti berikut
Pada Surah An-Nur ayat 55 menjelaskan bahwa Allah akan memberikan amanah kepada orang-orang beriman untuk berkuasa atau memimpin dimuka bumi ini dengan tetap menyembah Allah dan tidak mempersekutuhkannya. Dan apabila ada ada yang kafir atau ingkar janji maka orang tersebut adalah orang-orang fasik.
Kemudian Allah menjelaskan lagi didalam Surah Al-Maidah ayat 40 bahwa Semua yang ada di kerajaan langit dan bumi ini adalah kepunyaan Allah. Dan Allah maha kuasa akan semua itu.
Kemudian Pada Surah Al-Maidah ayat 41 bahwa ketika dizaman rasul ketika ada perzinaan antara seorang laki-laki dan perempuan yahudi, para pembesar yahudi menghukum mereka tidak merajamnya, tetapi dengan memberikan warna hitam pada wajah mereka. Mereka tidak menaati apa yang ditetapkan Rasulullah sehingga Rasulullah sedih. Kemudian, Turunlah ayat ini yang meneguhkan hati rasulullah. Bahwa orang kafir tersebut beriman dilisan saja namun dihati juga ingkar, dan juga suka berbohong, dan merekah itulah akan mendapatkan kehinaan didunia dan diakhirat. Artinya melalui ayat ini bahwa hukum yang telah ditetapkan oleh syariat harus dijalankan dengan semestinya.
Kemudian pada surah Al-A’raf ayat 58 bahwa negara atau tanah yang baik, ditanaman-tanaman yang subur merupakan atas seizin Allah. Hal itu merupakan nikmat dari Allah yang harus selalu dan selalu untuk disyukuri yaitu dengan mengelolannya dengan sebaik-baiknya dan tetap istiqomah bertaqwa kepada Allah.


Daftar Pustaka


Syamil Al-Qur’an SYGMA Asbabun Nuzul. 2007. Asbabun Nuzul Syamil Al-Qur’an. Bandung: SYGMA.

Syamil Al-Qur’an SYGMA. 2007. Terjemah Per-kata TYPE Hijaz.  Bandung: SYGMA.

Program Word 2007, Set Up Qur’an In Word 2003.





[1] Program Word 2007, Set Up Qur’an In Word 2003.
[2] Ibid.
[3] Ibid.
[4] Syamil Al-Qur’an SYGMA , Terjemah Per-kata TYPE Hijaz, (Bandung : SYGMA 2007).
[5]Ibid.
[6] Ibid.
[7] http://users6.nofeehost.com/alquranonline/Alquran_AsbabunNuzul.asp?pageno=3&SuratKe=24#55. Diakses Sabtu, 26/4/14 Pukul 22.34.
[8] Syamil Al-Qur’an SYGMA Asbabun Nuzul , Asbabun Nuzul Syamil Al-Qur’an, (Bandung : SYGMA 2007). Hal. 27.
[9] Tafsir Indonesia DEPAG, Tafsir Al-Azhar – Prof. Dr. Hamka, diakses dari, http://users6.nofeehost.com/alquranonline/Alquran_Tafsir.asp?pageno=3&SuratKe=24#55. 26/4/14 pukul23.06
[10] Ibid, http://users6.nofeehost.com/alquranonline/Alquran_Tafsir.asp?pageno=2&SuratKe=5#40.
[11] Ibid, http://users6.nofeehost.com/alquranonline/Alquran_Tafsir.asp?pageno=3&SuratKe=5#41.
[12] Ibid, http://users6.nofeehost.com/alquranonline/Alquran_Tafsir.asp?pageno=3&SuratKe=7#58.
loading...