TAFSIR TENTANG
PRINSIP BERNEGARA (Tafsir Maudhu’i – Tematik)
A.
Surah
– Surah Al-Qur’an dan Terjemahan
1.
Surah An-Nur ayat 55
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
55. Dan Allah Telah
berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan
amal-amal yang saleh bahwa dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa
dimuka bumi, sebagaimana dia Telah menjadikan orang-orang sebelum mereka
berkuasa, dan sungguh dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang Telah
diridhai-Nya untuk mereka, dan dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka,
sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. mereka tetap
menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. dan
barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, Maka mereka Itulah
orang-orang yang fasik. (QS. An-Nur: 55)[1]
2.
Surah Al-Maidah ayat 40-41
أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ وَيَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
40. Tidakkah kamu tahu,
Sesungguhnya Allah-lah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi, disiksa-Nya
siapa yang dikehendaki-Nya dan diampuni-Nya bagi siapa yang dikehendaki-Nya.
dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ لَا يَحْزُنْكَ الَّذِينَ يُسَارِعُونَ فِي الْكُفْرِ مِنَ الَّذِينَ قَالُوا آمَنَّا بِأَفْوَاهِهِمْ وَلَمْ تُؤْمِنْ قُلُوبُهُمْ ۛ وَمِنَ الَّذِينَ هَادُوا ۛ سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ سَمَّاعُونَ لِقَوْمٍ آخَرِينَ لَمْ يَأْتُوكَ ۖ يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ مِنْ بَعْدِ مَوَاضِعِهِ ۖ يَقُولُونَ إِنْ أُوتِيتُمْ هَٰذَا فَخُذُوهُ وَإِنْ لَمْ تُؤْتَوْهُ فَاحْذَرُوا ۚ وَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ فِتْنَتَهُ فَلَنْ تَمْلِكَ لَهُ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا ۚ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ لَمْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يُطَهِّرَ قُلُوبَهُمْ ۚ لَهُمْ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ ۖ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ
41. Hari rasul, janganlah
hendaknya kamu disedihkan oleh orang-orang yang bersegera (memperlihatkan)
kekafirannya, yaitu diantara orang-orang yang mengatakan dengan mulut
mereka:"Kami Telah beriman", padahal hati mereka belum beriman; dan
(juga) di antara orang-orang Yahudi. (orang-orang Yahudi itu) amat suka
mendengar (berita-berita) bohong[415] dan amat suka mendengar
perkataan-perkataan orang lain yang belum pernah datang kepadamu[416]; mereka
merobah[417] perkataan-perkataan (Taurat) dari tempat-tempatnya. mereka
mengatakan: "Jika diberikan Ini (yang sudah di robah-robah oleh mereka)
kepada kamu, Maka terimalah, dan jika kamu diberi yang bukan Ini Maka
hati-hatilah". barangsiapa yang Allah menghendaki kesesatannya, Maka
sekali-kali kamu tidak akan mampu menolak sesuatupun (yang datang) daripada
Allah. mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak hendak mensucikan hati
mereka. mereka beroleh kehinaan di dunia dan di akhirat mereka beroleh siksaan
yang besar. (QS. Al-Maidah: 40-41)
[415] maksudnya ialah: orang Yahudi amat suka
mendengar perkataan-perkataam pendeta mereka yang bohong, atau amat suka
mendengar perkataan-perkataan nabi Muhammad s.a.w untuk disampaikan kepada
pendeta-pendeta dan kawan-kawan mereka dengan cara yang tidak jujur.
[416] Maksudnya: mereka amat suka mendengar
perkataan-perkataan pemimpin-pemimpin mereka yang bohong yang belum pernah
bertemu dengan nabi Muhammad s.a.w. Karena sangat benci kepada beliau, atau
amat suka mendengarkan perkataan-perkataan nabi Muhammad s.a.w. untuk
disampaikan secara tidak jujur kepada kawan-kawannya tersebut.
[417] Maksudnya: merobah arti kata-kata, tempat
atau menambah dan mengurangi.[2]
3.
Surah Al-A’raf ayat 58
وَالْبَلَدُ الطَّيِّبُ يَخْرُجُ نَبَاتُهُ بِإِذْنِ رَبِّهِ ۖ وَالَّذِي خَبُثَ لَا يَخْرُجُ إِلَّا نَكِدًا ۚ كَذَٰلِكَ نُصَرِّفُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَشْكُرُونَ
58. Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya
tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur,
tanaman-tanamannya Hanya tumbuh merana. Demikianlah kami mengulangi tanda-tanda
kebesaran (kami) bagi orang-orang yang bersyukur. (QS. Al-A’raf: 58)[3]
B.
Kosa
Kata (Mufrodat)
1.
Surah An-Nur ayat 55
Untuk mereka
|
لَهُمْ
|
Telah berjanji
Allah
|
وَعَدَ
الله
|
|
Dia sungguh
akan ganti mereka
|
وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ
|
Kepada Orang2
yang
|
الَّذِيْنَ
|
|
Sesudah
|
مِّنْ
بَعْدِ
|
(mereka)
beriman
|
أمَنُوْا
|
|
Takut mereka
|
خَوْفِفِهِمْ
|
Di antara
kalian
|
مِنْكُمْ
|
|
Aman sentosa
|
اَمْنًا
|
Dan (mereka)
beramal
|
وَعَمِلُوا
|
|
Mereka
menyembah-Ku
|
يَعْبُدُوْنَنِي
|
Kebajikan/sholeh
|
الضَّلِحَتِ
|
|
Tidak mereka
menyekutukan
|
لاَ
يُشْرِكوْنَ
|
Sunggu dia
menjadikan dia mereka yang berkuasa
|
لَيَسْتَخْلِفَنَّكُمْ
|
|
Dengan Aku
|
بِيْ
|
Di bumi
|
فِى
اْلاَرْضِ
|
|
Sesuatu
|
شَيْئًا
|
Sebagaimana
|
كَمَا
|
|
Dan barang
siapa yang kafir
|
وَمْنْ
كَفَرَ
|
Berkuasa
|
السْتَخْلَفَ
|
|
Sesudah
demikian itu
|
بَعْدَ
ذَالِكَ
|
Orang-orang
yang
|
الَّذِيْنَ
|
|
Maka mereka
itu
|
فَاُلَئِكَ
|
Sebelum
mereka
|
مِنْ
قَبْلِكُمْ
|
|
[4]Orang2 yang fasik
|
هُمُ
اْلفَسِقُوْنَ
|
Dan sungguh
dia akan meneguhkan
|
وَلَيُمَكِّنَنَّ
|
|
Bagi mereka
|
لَهُمْ
|
|||
Agama mereka
|
دِينَهُمُ
|
|||
Yang dia rida
|
الَّذِى
ارْتَضَى
|
|||
2.
Surah Al-Maidah ayat 40-41
Ayat 40
Dan dia mengampuni
|
وَيَغْفِرُ
|
Tidakkah kalian menegetahui
|
اَلَمْ
تَعْلَمْ
|
Bagi siapa yang
|
لِمَنْ
|
Bahwa Allah
|
اَنَّ
الله
|
Dia kehendaki
|
يَّشَآءُ
|
Bagi-Nya kerajaan
|
لَهُ
مُلْكُ
|
Dan Allah atas
|
وَاللهُ
عَلَى
|
Langit
|
السَّمَوَتِ
|
Segala sesuatu
|
كًلِّ
شَيْءٍ
|
Dan Bumi
|
وَاْلاَرْضِ
|
Maha kuasa
|
قَدِيْرٌ
|
Dia menyiksa
|
يُغَذِّ
بُ
|
Siapa yang dia kehendaki
|
مَنْ
يَّشَآءُ
|
Ayat 41
Menghendaki Allah
|
يًّرِدِ
الله
|
Wahai rasul
|
يَاَيًّهَا
الرَّسُوْلُ
|
|
Fitnah/kesesatannya.
|
فِتْنَتَهُ
|
Jangan membuat sedih kamu
|
لاَ
يَحْزُنْكَ
|
|
Maka tidak kamu mampu (menolak)
|
فَلَنْ
تَمْلِكَ لَهُ
|
Orang2 yang
|
الَّذِيْنَ
|
|
Dari Allah
|
مِنَ
الله
|
Mereka bersegera
|
يُسا
رِعُوْنَ
|
|
Sedikitpun
|
شّيْئًا
|
Dalam kekafiran
|
فِى
الْكُفْرِ
|
|
Mereka itulah
|
اُولَئِكَ
|
Dari orang2 yang
|
مِنَ
الَّذِيْنَ
|
|
Orang2 yang
|
اللذِيْنَ
|
Mereka berkata kami beriman
|
قَا
لُوْآ اَمَنَّا
|
|
Tidak menghendaki Allah
|
لَمْ
يُرِدِ الله
|
Kami beriman dengan mulut mereka
|
بِاَفْوَاهِهِمْ
|
|
Hendak membersihkan
|
اَنْ
يُّطَهِّرَ
|
Dan belum beriman
|
وَلَمْ
تُؤْمِنْ
|
|
Hati mereka
|
قُلُوْبُهُمْ
|
Hati mereka
|
قُلُوْبُهُمْ
|
|
Bagi mereka
|
لَهُمْ
|
Dan dari orang2 yang
|
وَمِنَ
الَّذِيْنَ
|
|
Di dunia
|
فِى
الدُّنْيَا
|
Yahudi
|
هَا
دُ وْا
|
|
Kehinaan
|
حِزْيٌ
|
Orang2 yang suka mendengarkan
|
سَمَّعُوْنَ
|
|
Dan bagi mereka
|
وَّلَهُمْ
|
Pada yang bohog
|
لِلْكَذِبِ
|
|
Di akhirat
|
فِى
اْلاَخِرَةِ
|
Kepada kaum
|
لِقَوْمٍ
|
|
Siksaan
|
عَذَبٌ
|
Yang lain
|
اَخَرِيْنَ
|
|
Besar
|
عَظِيْمٌ
|
Belum datang kepada kamu
|
لَمْ
يَأْتُوْكَ
|
|
Mereka mengubah perkataan
|
يًحَرِّفُوْنَ
الْكَلِمِ
|
|||
Dari Sesudah
|
مِنْ بَّعْدِ
|
|||
Tempat2nya
|
مَوَا ضِعِهِ
|
|||
Mereka
mengatakan
|
يَقُوْلُ
|
|||
Jika
diberikan kepada kalian
|
اِنْ اُوْتِيْتُمْ
|
|||
Ini maka
ambilah dia
|
هَذَا فَخُذُوْهُ
|
|||
Dan jika
tidak diberikannya
|
وَاِنْ لَّمْ تُؤْتَوْهُ
|
|||
Maka ambillah
dia
|
فَا حْذَرُوْا
|
|||
[5]Dan barang siapa
|
وَمَنْ
|
|||
3.
Surah Al-A’raf ayat 58
Tidak keluar/tumbuh
|
لاَ
يَخْرُجُ
|
Dan negeri/tanah
|
وَالْبَلَدُ
|
Kecuali merana/kerdil
|
اِلاَّ
نَكِدًا
|
Yang baik
|
الطَّيّشبُ
|
Seperti demikian
|
كَذَا
لِكَ
|
Keluar/tumbuh
|
يَخْرُجُ
|
Kami jelaskan
|
نُضَرِّفُ
|
Tanaman-tanamannya
|
نَبَاتُهُ
|
Tanda-tanda kekuasaan
|
اْلاَ
يَتِ
|
Dengan seizin
|
بِاِذْنِ
|
Bagi kaum/ orang2 yang
|
لِقَوْمٍ
|
Tuhan-Nya
|
رَبِّهِ
|
[6]Mereka bersyukur
|
يَشْكُرُوْنَ
|
Dan/sedang (tanah) yang
|
وَالَّذِيْ
|
Buruk
|
خَبُثَ
|
C.
Asbabun
Nuzul atau Munasabah
1.
Asbabun Nuzul Surah An-Nur ayat 55
Ibnu Abu Hatim
mengetengahkan hadis mengenai hal ini melalui Barra yang menceritakan, bahwa
ayat ini diturunkan berkenaan dengan kami, sedangkan kami pada saat itu dalam
keadaan ketakutan yang sangat. Firman Allah swt., "Tidak ada dosa bagi
orang buta..." (Q.S. An Nur, 61). Abdur Razzaq mengatakan bahwa kami menerima
hadis dari Muammar yang ia terima dari Ibnu Abu Nujaih, kemudian Abu Nujaih
menerimanya dari Mujahid yang menceritakan bahwa ada seorang lelaki yang
membawa serta orang buta, orang pincang dan orang yang sedang sakit ke rumah
ayahnya, atau rumah saudara lelakinya, atau rumah saudara perempuannya, atau
rumah saudara perempuan ayahnya, atau rumah saudara perempuan bibinya. Maka
tersebutlah bahwa orang yang menderita sakit yang menahun itu merasa berdosa
akan hal tersebut, maka mereka mengatakan, "Sesungguhnya mereka membawa
kita pergi hanya ke rumah-rumah orang lain, bukan rumah mereka Sendiri".
Maka turunlah ayat ini sebagai rukhshah atau keringanan buat mereka, yaitu
firman-Nya, "Tidak ada dosa bagi orang buta..." (Q.S. An Nuur,
61). Ibnu Jarir mengetengahkan sebuah hadis melalui Ibnu Abbas r.a. yang
menceritakan, bahwa ketika Allah menurunkan firman-Nya, "Hai
orang-orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian
dengan jalan yang batil..." (Q.S. 4 An Nisa, 29). Maka orang-orang
Muslim merasa berdosa, lalu mereka mengatakan: "Makanan adalah harta yang
paling utama, maka tidak dihalalkan bagi seorang pun di antara kita untuk makan
di tempat orang lain". Maka orang-orang pun menahan diri dari hal
tersebut, kemudian turunlah firman-Nya, "Tidak ada halangan bagi orang
buta..." (Q.S. An Nuur, 61). sampai dengan firman-Nya, "... atau
di rumah yang kalian miliki kuncinya..." (Q.S. An Nuur, 61). Dhahhak
mengetengahkan sebuah hadis, bahwa penduduk kota Madinah sebelum Nabi saw.
diutus, jika mereka makan tidak mau campur dengan orang buta, orang yang sedang
sakit, dan orang yang pincang. Karena orang yang buta tidak akan dapat melihat
makanan yang baik, dan orang yang sedang sakit tidak dapat makan sepenuhnya
sebagaimana orang yang sehat sedangkan orang yang pincang tidak dapat bersaing
untuk meraih makanan. Kemudian turunlah ayat ini Sebagai rukhshah yang
memperbolehkan mereka untuk makan bersamasama dengan orang-orang yang sehat. Dhahhak
mengetengahkan pula hadis lainnya melalui Miqsam yang menceritakan, penduduk
Madinah selalu menghindar dari makan bersama dengan orang yang buta dan orang
yang pincang, kemudian turunlah ayat ini. Tsaklabi di dalam kitab tafsirnya
mengemukakan sebuah hadis melalui Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan, bahwa
Harits berangkat bersama dengan Rasulullah dalam suatu peperangan. Sebelum itu
Harits mempercayakan kepada Khalid ibnu Zaid untuk menjaga istrinya, tetapi
Khalid, ibnu Zaid merasa berdosa untuk makan dari makanan Harits, sedang ia
sendiri orang yang mempunyai penyakit yang menahun, kemudian turunlah ayat ini,
"Tidak ada dosa bagi kalian..." (Q.S. An Nur, 61). Al Bazzar
mengetengahkan sebuah hadis dengan sanad yang sahih melalui Siti Aisysh r.a,
bahwa kaum Muslimin ingin sekali berangkat berperang bersama dengan Rasulullah
saw. Oleh karena itu mereka menyerahkan kunci rumah-rumah mereka kepada
orang-orang jompo, seraya mengatakan kepadanya, "Kami telah menghalalkan
bagi kalian untuk memakan dari apa yang kalian sukai di dalam rumah kami".
Akan tetapi orang-orang jompo itu mengatakan, "Sesungguhnya tidaklah
mereka memperbolehkan kami melainkan hanya karena terpaksa saja, tidak dengan
sepenuh hati". Maka Allah menurunkan firman-Nya, "Tidak ada dosa
bagi kalian..." (Q.S. An Nur, 61). sampai dengan firman-Nya,
"...atau di rumah-rumah yang kalian miliki kuncinya..." (Q.S. An Nur,
61). lbnu Jarir mengetengahkan sebuah hadis melalui Zuhri, bahwasanya Zuhri
pada suatu hari ditanya mengenai firman-Nya, "Tidak ada dosa bagi orang
buta..." (Q.S. An Nur, 61). Si penanya itu mengatakan, "Apakah
artinya orang buta, orang pincang dan orang sakit yang disebutkan dalam ayat
ini?" Maka Zuhri menjawab: "Sesungguhnya kaum Muslimin dahulu, jika
mereka berangkat ke medan perang, mereka meninggalkan orang-orang jompo dari
kalangan mereka, dan mereka memberikan kunci rumah-rumah mereka kepada
orang-orang jompo, seraya mengatakan, 'Kami telah menghalalkan bagi kalian
untuk memakan apa saja yang kalian inginkan dari rumah kami'. Akan tetapi
orang-orang jompo tersebut merasa berdosa untuk melakukan hal itu, yakni
memakan makanan dari rumah mereka. Oleh karena itu orang-orang jompo
mengatakan, 'Kami tidak akan memasuki rumah-rumah mereka selagi mereka dalam
keadaan tidak di rumah'. Maka Allah swt. menurunkan ayat ini sebagai rukhshah
atau kemurahan dari-Nya bagi mereka". Ibnu Jarir mengetengshkan pula hadis
lainnya melalui Qatadah yang menceritakan, bahwa ayat, "Tidak ada dosa
bagi kalian makan bersama-sama mereka atau sendirian..." (Q.S. An Nur,
61). diturunkan berkenaan dengan segolongan orang-orang Arab Badui, di mana
seorang dari mereka tidak mau makan sendirian dan pernah di suatu hari ia
memanggul makanannya selama setengah hari untuk mencari seseorang yang
menemaninya makan bersama. Ibnu Jarir mengetengahkan pula hadis ini melalui
Ikrimah dan Abu saleh, yang kedua-duanya menceritakan bahwa orang-orang Anshar
apabila kedatangan tamu, mereka tidak mau makan kecuali bila tamu itu makan
bersama mereka. Maka turunlah ayat ini sebagai rukhshah buat mereka.[7]
2. Asbabun Nuzul Surah
Al-Maidah ayat 41
Imam Ahmad dan
Imam Abu Daud meriwayatkan dari Abdullah bin Abbas yang mengatakan, "Ayat
ini diturunkan berkenaan dengan dua golongan orang-orang Yahudi yang satu sama
lainnya saling berperang, sehingga salah satu di antaranya menang atas golongan
lainnya. Kejadian itu berlangsung ketika zaman jahiliah. Akhirnya lahirlah
suatu perjanjian, bahwa setiap orang yang dibunuh oleh golongan yang menang
dari kalangan golongan yang kalah , maka diatnya ialah lima puluh wasaq. Setiap
orang yang dibunuh oleh golongan yang kalah dari golongan yang menang, maka
diatnya seratus wasaq. Keadaan itu terus berlangsung sampai dengan datangnya
masa Rasulullah saw. Di masa Rasulullah ada seorang dari kalangan golongan yang
kalah membunuh seseorang dari golongan yang menang. Lalu dari golongan yang
menang segera mengutus seseorang kepada golongan yang kalah untuk meminta
diatnya sebanyak seratus wasaq. Akan tetapi golongan yang kalah mengatakan,
'Apakah hal seperti ini pernah terjadi pada dua kabilah yang agama, kebangsaan
dan negerinya satu, yaitu diat sebagian di antara mereka separuh dari diat yang
lainnya? Dahulu kami memberikannya kepadamu karena perbuatan aniaya kamu kepada
kami dan kami takut kepada kamu serta demi memelihara kesatuan karena kami
takut menjadi bercerai-berai. Akan tetapi sekarang, setelah kedatangan
Muhammad, kami tidak akan memberikannya lagi kepadamu.' Hal ini hampir saja
membawa kedua golongan itu ke arah pertempuran; akan tetapi akhirnya mereka
setuju untuk mengemukakan kasus ini kepada Rasulullah saw. agar beliau melerai
perselisihan di antara kedua golongan itu. Lalu mereka mengutus beberapa orang
dari kalangan orang-orang munafik untuk menguji kebijaksanaan beliau. Kemudian
Allah menurunkan ayat, 'Hai Rasul! Janganlah kamu dibuat sedih oleh
orang-orang yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya...'" (Q.S.
Al-Maidah 41). Imam Ahmad meriwayatkan sebuah hadis demikian pula Imam Muslim
dan selain mereka berdua ada juga dari jalur Barra bin Azib. Ia berkata,
"Pada suatu hari lewat di hadapan Nabi saw. seorang Yahudi yang dalam
keadaan dicorengi dengan arang dan didera. Kemudian Nabi saw. memanggil mereka,
dan bersabda kepada mereka, 'Apakah memang demikian kamu jumpai dalam kitabmu
mengenai hukuman pelaku zina?' Mereka menjawab, 'Ya.' Lalu beliau memanggil orang
yang paling alim (ulama) di antara mereka dan bersabda kepadanya, 'Aku mohon
atas nama Allah yang telah menurunkan kitab Taurat kepada Musa a.s. apakah
memang demikian kamu jumpai dalam kitabmu mengenai hukuman bagi pelaku zina?'
Orang alim itu menjawab, 'Demi Allah! Sebenarnya tidak demikian, seandainya
engkau tidak menganjurkan kepada diriku supaya mengemukakan yang sebenarnya
niscaya aku tidak akan menceritakannya kepadamu. Sebenarnya engkau dapat
menemukan hukuman rajam bagi pelaku zina di dalam kitab kami. Akan tetapi
setelah banyak para pelaku zina dari kalangan orang-orang kami yang terhormat,
hukuman itu kami batalkan, apabila ada seseorang yang lemah dari kalangan kami
melakukannya, maka kami tegakkan hukuman had itu atasnya. Setelah itu kami sepakat
untuk membuat suatu hukum yang dapat ditegakkan terhadap orang yang mulia dan
hina. Akhirnya kami sepakat untuk menetapkan hukuman pencorengan dengan arang
dan dera bagi pelaku zina.' Setelah itu Nabi saw. bersabda, 'Ya Allah!
Sesungguhnya aku adalah orang pertama yang kembali menghidupkan perintah-Mu
setelah mereka (kaum Ahli Kitab) matikan.' Kemudian beliau memerintahkannya
agar dihukum rajam. Setelah itu lalu turunlah ayat, 'Hai Rasul! Janganlah
engkau dibuat sedih oleh orang-orang yang bersegera (memperlihatkan)
kekafirannya...' (Q.S. Al-Maidah 41) sampai dengan firman-Nya, 'Jika kamu
diberi ini (yang sudah diubah-ubah oleh mereka), maka terimalah...'
(Q.S. Al-Maidah 41). Mereka mengatakan, 'Datanglah kamu sekalian kepada
Muhammad, jika ia memberi fatwa kepadamu dengan hukuman pencorengan dengan
arang dan hukuman dera (bagi pelaku zina), maka turutilah kehendaknya olehmu.
Dan jika memberi fatwa kepadamu agar kamu menegakkan hukuman rajam, maka
hati-hatilah kamu.' Ayat di atas berkaitan dengan ayat-ayat sesudahnya sampai
dengan firman-Nya, 'Barangsiapa yang tidak menghukum menurut apa yang
diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang zalim.'" (Q.S.
Al-Maidah 45). Humaidi di dalam kitab Musnad mengetengahkan sebuah hadis dari
jalur Jabir bin Abdullah yang mengatakan, "Ada seseorang lelaki dari
kalangan penduduk Fadak berbuat zina, lalu penduduk Fadak berkirim surat kepada
orang-orang Yahudi penduduk kota Madinah agar mereka bertanya kepada Muhammad
tentang hukum zina tersebut, 'Jika Muhammad memerintahkan hukuman dera, maka
ambillah keputusan itu, jika memerintahkan kamu untuk merajam pelakunya, maka
janganlah kamu ambil keputusan itu.' Kemudian orang-orang Yahudi penduduk
Madinah bertanya kepada Nabi saw. tentang hukuman tersebut yang kisahnya seperti
telah dikemukakan tadi. Akhirnya Nabi saw. memerintahkan agar ia dihukum rajam.
Setelah itu lalu turunlah ayat, "Jika mereka (orang-orang Yahudi)
datang kepadamu (untuk meminta keputusan), maka putuskanlah (perkara itu) di
antara mereka...." (Q.S. Al-Midah 42) Imam Baihaki dalam kitab
Dalailnya juga meriwayatkan hadis seperti ini dari Abu Hurairah.[8]
3. Munasabah Surah
Al-A’raf Ayat 58
Ayat ini menjelaskan
mengenai tanah yang dimaksud tanah disini juga bermaksud dengan negeri. Negeri yang tanaman atau sumber daya alam
subur atas seizin Allah. Agar manusia bersyukur apa yang telah diberi Allah.
Ayat yang berkenaan
pengelolaan suatu kehidupan baik itu alam negara dll, ini atau prinsip
bernegara ini juga dijelaskan pada surah An-nur ayat 55, Al-Maidah ayat 40-41. Al-A’raf ayat 57, An-Nur
ayat 43 dan Yasin ayat 78-79.
D. Tafsir
1. Surah An-Nur ayat 55
Allah menjanjikan kepada orang-orang
yang beriman dan beramal saleh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi
akan menjadikan agama mereka, agama yang kokoh dan kuat, dan akan memberikan
kepada mereka nikmat keamanan dan kesejahteraan. ltulah janji Allah dan janji
itu adalah janji yang pasti terlaksana karena mustahil Allah memungkiri
janji-Nya selama mereka berpegang teguh kepada perintah dan ajaran-Nya. Memang
janji itu telah terlaksana dengan kemenangan beruntun yang dicapai kaum
Muslimin di masa Nabi saw dan di masa sahabatnya Khulafaurrasyidin. Di masa
Nabi Muhammad, kaum Muslimin telah dapat menaklukkan kota Mekah, Khaibar,
Bahrain seluruh Jazirah Arab dan sebahagian dari wilayah kerajaan Romawi,
bahkan raja Rum, Muqauqis di Mesir dan Najasyi (Negus)di Ethiopia pernah
mengirimkan hadiah kepada Muhammad saw.
Sesudah Nabi saw wafat dan pemerintahan dikendalikan oleh para sahabat (Khulafaurrasyidin) mereka selalu mengikuti jejak Rasulullah saw dalam segala urusan. Dengan demikian kekuasaan mereka meluas ke mana-mana baik ke Timur, ke Barat, ke Utara dan ke Selatan, maka tersebarlah agama Islam dengan pesatnya serta dianut oleh penduduk negeri-negeri yang dikuasai dengan penuh kesadaran tanpa paksaan dan ancaman, dan mereka benar-benar menikmati keamanan dan kesejahteraan karena mereka benar-benar kuat, disegani oleh kawan dan lawan.
Rabi' bin Anas pernah berkata mengenai ayat ini, "Nabi Muhammad saw berada di Mekah selama sepuluh tahun menyeru orang-orang kafir Mekah kepada agama tauhid, menyembah Allah tanpa mempersekutukan-Nya dengan cara sembunyi-sembunyi sedang orang-orang yang beriman selalu berada dalam ketakutan dan kekhawatiran. Mereka belum diperintah untuk berperang. Kemudian mereka disuruh hijrah ke Madinah lalu mereka datang ke sana dan turunlah perintah berperang. Mereka selalu berada dalam ketakutan dan kekhawatiran, tetapi menyandang senjata pagi dan petang, dan mereka tetap tabah dan sabar. Kemudian datanglah seorang sahabat menemui Nabi dan berkata: Ya Rasulullah apakah untuk selama-lamanya kita harus berada dalam kekhawatiran dan kewaspadaan ini? Kapankah akan datang waktunya kita dapat merasa aman dan bebas dari memanggul senjata? Maka Rasulullah saw menjawab: Kamu tidak akan lama bersabar menunggu keadaan itu. dan tidak lama lagi akan tiba waktunya di mana seorang dapat duduk di suatu pertemuan besar yang tidak ada sepotong senjata pun terdapat dalam pertemuan itu. Lalu turunlah ayat ini. Allah telah mengingatkan kaum Muslimin yang telah sukses mencapai kemenangan, keamanan dan kesejahteraan itu dengan firman-Nya:
Sesudah Nabi saw wafat dan pemerintahan dikendalikan oleh para sahabat (Khulafaurrasyidin) mereka selalu mengikuti jejak Rasulullah saw dalam segala urusan. Dengan demikian kekuasaan mereka meluas ke mana-mana baik ke Timur, ke Barat, ke Utara dan ke Selatan, maka tersebarlah agama Islam dengan pesatnya serta dianut oleh penduduk negeri-negeri yang dikuasai dengan penuh kesadaran tanpa paksaan dan ancaman, dan mereka benar-benar menikmati keamanan dan kesejahteraan karena mereka benar-benar kuat, disegani oleh kawan dan lawan.
Rabi' bin Anas pernah berkata mengenai ayat ini, "Nabi Muhammad saw berada di Mekah selama sepuluh tahun menyeru orang-orang kafir Mekah kepada agama tauhid, menyembah Allah tanpa mempersekutukan-Nya dengan cara sembunyi-sembunyi sedang orang-orang yang beriman selalu berada dalam ketakutan dan kekhawatiran. Mereka belum diperintah untuk berperang. Kemudian mereka disuruh hijrah ke Madinah lalu mereka datang ke sana dan turunlah perintah berperang. Mereka selalu berada dalam ketakutan dan kekhawatiran, tetapi menyandang senjata pagi dan petang, dan mereka tetap tabah dan sabar. Kemudian datanglah seorang sahabat menemui Nabi dan berkata: Ya Rasulullah apakah untuk selama-lamanya kita harus berada dalam kekhawatiran dan kewaspadaan ini? Kapankah akan datang waktunya kita dapat merasa aman dan bebas dari memanggul senjata? Maka Rasulullah saw menjawab: Kamu tidak akan lama bersabar menunggu keadaan itu. dan tidak lama lagi akan tiba waktunya di mana seorang dapat duduk di suatu pertemuan besar yang tidak ada sepotong senjata pun terdapat dalam pertemuan itu. Lalu turunlah ayat ini. Allah telah mengingatkan kaum Muslimin yang telah sukses mencapai kemenangan, keamanan dan kesejahteraan itu dengan firman-Nya:
وَاذْكُرُوا إِذْ أَنْتُمْ قَلِيلٌ مُسْتَضْعَفُونَ فِي الْأَرْضِ تَخَافُونَ أَنْ يَتَخَطَّفَكُمُ النَّاسُ فَآوَاكُمْ وَأَيَّدَكُمْ بِنَصْرِهِ وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Artinya:Dan ingatlah (hai para Muhajirin) ketika kamu masih berjumlah sedikit, lagi tertindas di muka bumi (Mekah), kamu takut orang-orang (Mekah) akan menculik kamu, maka Allah memberi kamu tempat menetap (Madinah) dan dijadikan-Nya kamu kuat dengan pertolongan-Nya dan diberi-Nya kamu rezeki dari yang baik-baik agar kamu bersyukur. (Q.S. Al Anfal: 26)
Demikianlah kaum Muslimin tetap kuat dan disegani, menikmati keamanan dan kesejahteraan di masa Khalifah Abu Bakar, Umar, Usman, sampai timbul pertentangan yang hebat antara kaum Muslimin semenjak pemerintahan Ali bin Abu Talib dan terjadilah perang saudara antara sesama mereka pada hal perang sesama Muslimin itu sangat bertentangan dengan firman Allah:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Artinya: Dan berpeganglah kamu semuanya kepada (tali) agama Allah dan jangan kamu bercerai-berai dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara. (Q.S. Ali Imran: 103)
Dan firman-Nya
وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ ۚ وَأُولَٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Artinya: Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat. (Q.S. Ali Imran: 105)
Semenjak itu terjadilah pasang surut dalam pemerintahan Islam. Pada suatu waktu mereka jaya dan mulia dan di waktu yang lain mereka lemah tak berdaya menjadi mangsa bagi kaum yang lain sesuai dengan keadaan dan kondisi mereka dalam mempraktekkan ajaran Islam, menaati perintah Allah dan Rasul-Nya. menegakkan keadilan dan kebenaran dan menjaga kesatuan umat agar jangan berpecah belah.[9]
2.
Surah Al-Maidah ayat 40-41
QS. Al-Maidah 40
Pada ayat ini Allah memperingatkan dan menekankan bahwa
Allahlah yang menguasai langit dan bumi, mengatur apa yang ada di dalamnya.
Dialah yang menetapkan balasan siksa kepada orang yang mencuri sebagaimana
halnya orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya, mengampuni orang-orang yang.
bertobat di antara mereka, Penyayang kepada orang-orang yang benar-benar
bertobat dan memperbaiki amalannya, serta menyucikan dirinya dari dosa-dosa
yang telah diperbuat. Dia menyiksa orang yang dikehendaki sebagai pendidikan
dan pengaman bagi sesama manusia, sebagaimana Dia mengasihi orang yang
bertobat, mendorong mereka untuk menyucikan diri. Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu yang seperti menyiksa dan mengasihani. Tidak sesuatu yang sulit
bagi-Nya dalam mengatur segala-galanya, sesuai dengan kehendak-Nya.[10]
QS. Al-Maidah 41
Imam Ahmad meriwayatkan dari Al Barra bin Azib bahwa seorang
Yahudi yang telah dihitamkan mukanya dan dipukul serta dibawa kepada Rasulullah
saw. beliau bersabda, "Beginilah caranya kamu menghukum orang yang
berzina, yang kamu dapati dalam kitab Tauratmu?" Mereka menjawab,
"Ya, Wahai Rasulullah", Rasulullah memanggil seorang tokoh mereka dan
bersabda, "Saya minta kepadamu demi Allah yang telah menurunkan kitab
Taurat kepada Musa, beginikah yang kamu dapati dalam kitab Taurat mengenai
hukuman terhadap orang yang berzina". Jawabnya, "Tidak, demi Allah
seandainya tidak kamu terangkan kepadaku, hai, Muhammad, saya tidak akan
memberitahukan. Kami menemukan di dalam kitab Taurat bahwa hukuman bagi
orang-orang yang berzina itu ialah rajam. Tetapi perbuatan zina itu banyak
terjadi pada orang-orang besar kami, kalau seorang pembesar yang melakukannya
mereka tidak dihukum, jika yang melakukannya orang-orang yang lemah, maka
terhadapnya kami laksanakan hukuman rajam itu. Untuk itu kita tetapkan satu
hukum yang berlaku secara umum, baik terhadap para pembesar maupun kepada
orang-orang yang lemah, maka diputuskanlah bersama-sama, yaitu dengan cara
menghitamkan mukanya serta menderanya sebagai pengganti rajam. Maka Rasulullah
saw. berkata, "Ya Allah! Aku ini yang mula-mula menghidupkan dan
menegakkan perintah-Mu setelah mereka mematikan dan tidak memakainya
lagi". Kemudian Rasulullah memerintahkan supaya orang itu dirajam, maka
dirajamlah ia, lalu turunlah ayat ini. (H.R. Ahmad dan Muslim)
Dalam ayat 41 ini Allah swt. memerintahkan Rasulullah saw. agar beliau jangan sampai merasa sedih dan cemas karena perbuatan orang-orang munafik yang bersegera memperlihatkan kekafiran dan menampakkan permusuhannya, karena pada waktunya nanti Allah swt. akan melindungi beliau dari perbuatan jahat mereka dan memenangkannya atas mereka serta segenap pembantu dan pendukung mereka.
Ada di antara mereka yang mengaku beriman dengan ucapan tetapi hati mereka tetap ingkar dan tidak beriman, begitu pula halnya sebagian dari orang orang Yahudi.
Mereka itu amat senang mendengar perkataan dari orang cendekiawan dan pendeta, begitu pula dari orang-orang yang benci kepada Nabi Muhammad saw. dan tidak pernah bertemu dengan beliau, terutama mendengar ceramah-ceramah dan berita-berita bohong yang telah dipalsukan untuk menjelek-jelekkan nabi Muhammad saw. dan melemahkan semangat kaum Muslimin agar meninggalkan ajaran-ajarannya.
Mereka tidak segan-segan merubah isi kitab Taurat mereka pindah-pindahkan, sehingga yang tempatnya di depan diletakkan di belakang, begitu pula sebaliknya. Pengertiannya diselewengkan dan lain-lain sebagainya, misalnya, mengganti hukuman rajam bagi orang yang berzina dengan hukuman dera dan menghitamkan mukanya. Mereka berkata kepada satu perutusan dari mereka sendiri yang ditugaskan pergi kepada Bani Quraizah untuk meminta agar mereka menanyakan kepada Nabi saw. hukuman terhadap dua orang pemuka yang telah berzina dan pernah kawin. Mereka berpesan sebagai berikut, "Kalau Muhammad menjawab bahwa, hukumannya ialah dera, menghitamkan muka, maka terima dan ambillah fatwanya itu. Tetapi kalau ia menjawab dengan selain dari pada itu dan menegaskan bahwa hukumannya ialah rajam, maka hindarilah dia dan jangan diterima".
Orang-orang yang dikehendaki Allah swt. kesesatannya karena perbuatannya yang keterlaluan itu, maka tidak ada suatu petunjukpun yang dapat mereka terima meskipun petunjuk itu datangnya dari Rasulullah saw.
Allah swt. tidak akan menyucikan lagi hati orang munafik dan orang-orang Yahudi itu karena mereka berpegang teguh dan tidak mau bergeser sedikitpun dari kekafiran dan kesesatannya. Di dunia ini orang-orang munafik itu memperoleh kehinaan dan merasa malu sekali karena kemunafikannya terungkap dan diketahui oleh orang-orang Islam, sedang orang-orang Yahudi juga memperoleh kehinaan karena perbuatan jahatnya dapat diketahui, begitu juga perbuatan mereka menyembunyikan isi kitab Taurat, misalnya hukuman rajam. Dan di samping itu semua, di akhirat kelak akan memperoleh juga siksaan yang besar. Mereka akan disiksa terus menerus, tidak berkesudahan dan tidak akan dikeluarkan dari neraka sepanjang masa.[11]
3.
Surah Al-A’raf ayat 58
Ayat ini berkeitan dengan Al-A’raf ayat 57
yakni menegaskan bahwa salah satu
karunia besar yang dilimpahkan-Nya kepada hamba-Nya ialah menggerakkan angin
sebagai tanda bagi kedatangan nikmat-Nya yaitu angin yang membawa awan tebal
yang dihalaunya ke negeri yang kering yang telah rusak tanamannya karena ketiadaan
air, kering sumurnya karena tak ada hujan dan penduduknya menderita karena haus
dan lapar. Lalu Dia menurunkan di negeri itu hujan yang lebat sehingga negeri
yang hampir mati itu menjadi subur kembali dan sumur-sumurnya penuh berisi air
dengan demikian hiduplah penduduknya dengan serba kecukupan dari hasil
tanaman-tanaman itu yang berlimpah-ruah.
Memang tidak semua negeri yang mendapat limpahan rahmat itu, tetapi ada pula beberapa tempat di muka bumi yang tidak dicurahi hujan yang banyak, bahkan ada pula beberapa daerah dicurahi hujan tetapi tanah di daerah itu hilang sia-sia tidak ada manfaatnya sedikit pun. Mengenai tanah-tanah yang tidak dicurahi hujan itu Allah berfirman:
Tidakkah kamu melihat bahwa Allah
mengarak awan kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagiannya), kemudian
menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari
celah-celahnya, dan Allah (juga) menurunkan (butir-butiran) es dari langit
(yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakannya
(butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan dipalingkan-Nya
dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir
menghilangkan penglihatan.
(Q.S An Nur: 43)
(Q.S An Nur: 43)
Jelaslah bahwa hujan lebat yang disertai hujan es itu tidak mencurahi semua pelosok di muka bumi, hanya Allahlah yang menentukan di mana hujan akan turun dan di mana pula awan tebal itu sekedar lewat saja sehingga daerah itu tetap tandus dan kering. Mengenai tanah yang baik dan tanah yang tidak baik yang tidak menghasilkan meskipun dicurahi hujan dijelaskan oleh Allah pada ayat 58 berikut ini.
Jadi tanah-tanah di muka bumi ini ada yang baik dan subur bila dicurahi hujan sedikit saja dapat menumbuhkan berbagai macam tanaman dan menghasilkan makanan yang berlimpah ruah dan ada pula yang tidak baik, meskipun telah dicurahi hujan yang lebat, namun tumbuh-tumbuhannya tetap hidup merana dan tidak dapat menghasilkan apa-apa. Kemudian Allah memberikan perumpamaan dengan hidupnya kembali tanah-tanah yang mati, untuk menetapkan kebenaran terjadinya Yaumul Mahsyar, yaitu di mana orang-orang mati dihidupkan kembali dan dikumpulkan di padang mahsyar untuk menerima ganjaran bagi segala perbuatannya, yang baik dibalasi berlipat ganda dan yang buruk dibalasi dengan yang setimpal.
Kalau tanah kering dan mati dapat dihidupkan Allah kembali dengan menurunkan hujan padanya sedang tanah itu lekang tidak ada lagi unsur kehidupan padanya, tentulah Allah dapat pula menghidupkan orang-orang yang telah mati meskipun yang tinggal hanya tulang-belulang atau pun telah menjadi tanah semuanya. Tentang menghidupkan orang-orang yang telah mati itu kembali Allah berfirman:
Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami, dan dia lupa pada kejadiannya. Ia berkata, "Siapakah yang menghidupkan tulang-belulang yang telah hancur-luluh?" Katakanlah, "Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk."
(Q.S Yasin: 78 dan 79)
Selanjutnya Allah memberikan perumpamaan pula dengan tanah yang baik dan subur serta tanah yang buruk dan tidak subur untuk menjelaskan sifat dan tabiat manusia dalam menerima dan menempatkan petunjuk Allah. Orang-orang yang baik sifat dan tabiatnya dapat menerima kebenaran dan memanfaatkannya untuk kemaslahatan dirinya dan untuk kemaslahatan masyarakat. Orang-orang yang buruk sifat dan tabiatnya tidak mau menerima kebenaran bahkan selalu mengingkarinya sehingga tidak mendapat faedah sedikit pun untuk dirinya dari kebenaran itu apalagi untuk masyarakatnya.
Berkata Ibnu Abbas: Ayat ini adalah suatu perumpamaan yang diberikan Allah bagi orang mukmin dan orang kafir, bagi orang baik dan orang jahat. Allah menyerupakan orang-orang itu dengan tanah yang baik dan yang buruk, dan merupakan turunnya Alquran dengan turunnya hujan. Maka bumi yang baik dengan turunnya hujan dapat menghasilkan bunga-bunga dan buah-buahan, sedang tanah yang buruk, bila dicurahi hujan tidak dapat menumbuhkan kecuali sedikit sekali. Demikian pula jiwa yang baik dan bersih dari penyakit-penyakit kebodohan dan kemerosotan akhlak, apabila disinari cahaya Alquran jadilah dia jiwa yang patuh dan taat serta berbudi pekerti yang mulia.
Adapun jiwa yang jahat dan kotor apabila disinari oleh Alquran jarang sekali yang menjadi baik dan berbudi mulia. Diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhari dan Muslim, dan Nasai dari hadis Abu Musa Al-Asyari, dia berkata: Rasulullah saw. bersabda: "Perumpamaan ilmu dan petunjuk yang aku diutus untuk menyampaikannya adalah seperti hujan lebat yang menimpa bumi. Maka ada di antara tanah itu yang bersih (subur) dan dapat menerima hujan itu, lalu menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rumput yang banyak. Tetapi ada pula di antaranya tanah yang lekang (keras) yang tidak meresapi air hujan itu dan tidak menumbuhkan sesuatu apa pun. Tanah itu dapat menahan air (mengumpulkannya) maka Allah menjadikan manusia dapat mengambil manfaat dari air itu, mereka dapat minum, mengairi bercocok-tanam. Ada pula sebagian tanah yang datar tidak dapat menahan air dan tidak pula menumbuhkan tanaman. Maka tanah-tanah yang beraneka ragam itu adalah perumpamaan bagi orang yang dapat memahami agama Allah. Lalu ia mendapat manfaat dan petunjuk-petunjuk itu dan mengajarkannya kepada manusia, dan perumpamaan pula bagi orang-orang yang tidak mempedulikannya dan tidak mau menerima petunjuk itu. Nabi Muhammad saw. memberikan predikat (julukan) Al-Hadi dan Al-Muhtadi kepada golongan pertama yang mendapat manfaat untuk dirinya dan memberikan manfaat kepada orang lain, dan memberikan predikat Al-Jahid kepada golongan ketiga yang tiada mendapat manfaat untuk dirinya dan tidak dapat memberikan manfaat untuk orang lain. Tetapi Nabi Muhammad saw. diam saja (tanpa komentar) terhadap golongan kedua yaitu orang yang tidak dapat memberikan manfaat kepada orang lain, karena orang-orang dari golongan ini banyak macam ragamnya, di antaranya mereka ada orang-orang munafik dan termasuk pula orang-orang yang tidak mengamalkan ajaran agamanya meskipun ia mengetahui dan menyiarkan ajaran Allah kepada orang lain. Demikianlah Allah memberikan perumpamaan dengan nikmat dan karunia-Nya agar disyukuri oleh orang yang merasakan nikmat itu dan tahu menghargainya.[12]
E. Kesimpulan
Mengenai ayat yang telah dijelaskan diatas yaitu telah berkaitan
dengan maksud menjelaskan tentang prinsip bernegara atau kehidupan seperti
berikut
Pada Surah An-Nur ayat 55 menjelaskan bahwa Allah akan memberikan
amanah kepada orang-orang beriman untuk berkuasa atau memimpin dimuka bumi ini
dengan tetap menyembah Allah dan tidak mempersekutuhkannya. Dan apabila ada ada
yang kafir atau ingkar janji maka orang tersebut adalah orang-orang fasik.
Kemudian Allah menjelaskan lagi didalam Surah Al-Maidah ayat 40
bahwa Semua yang ada di kerajaan langit dan bumi ini adalah kepunyaan Allah.
Dan Allah maha kuasa akan semua itu.
Kemudian Pada Surah Al-Maidah ayat 41 bahwa ketika dizaman rasul
ketika ada perzinaan antara seorang laki-laki dan perempuan yahudi, para
pembesar yahudi menghukum mereka tidak merajamnya, tetapi dengan memberikan
warna hitam pada wajah mereka. Mereka tidak menaati apa yang ditetapkan
Rasulullah sehingga Rasulullah sedih. Kemudian, Turunlah ayat ini yang
meneguhkan hati rasulullah. Bahwa orang kafir tersebut beriman dilisan saja
namun dihati juga ingkar, dan juga suka berbohong, dan merekah itulah akan
mendapatkan kehinaan didunia dan diakhirat. Artinya melalui ayat ini bahwa
hukum yang telah ditetapkan oleh syariat harus dijalankan dengan semestinya.
Kemudian pada surah Al-A’raf ayat 58 bahwa negara atau tanah yang
baik, ditanaman-tanaman yang subur merupakan atas seizin Allah. Hal itu
merupakan nikmat dari Allah yang harus selalu dan selalu untuk disyukuri yaitu
dengan mengelolannya dengan sebaik-baiknya dan tetap istiqomah bertaqwa kepada
Allah.
Daftar Pustaka
Syamil
Al-Qur’an SYGMA Asbabun Nuzul. 2007. Asbabun Nuzul Syamil Al-Qur’an. Bandung:
SYGMA.
Syamil
Al-Qur’an SYGMA. 2007. Terjemah Per-kata TYPE Hijaz. Bandung: SYGMA.
Program
Word 2007, Set Up Qur’an In Word 2003.
[1] Program Word 2007, Set Up Qur’an In Word 2003.
[2] Ibid.
[3] Ibid.
[4] Syamil Al-Qur’an SYGMA , Terjemah Per-kata TYPE Hijaz, (Bandung
: SYGMA 2007).
[5]Ibid.
[6] Ibid.
[7] http://users6.nofeehost.com/alquranonline/Alquran_AsbabunNuzul.asp?pageno=3&SuratKe=24#55.
Diakses Sabtu, 26/4/14 Pukul 22.34.
[8] Syamil Al-Qur’an SYGMA Asbabun Nuzul , Asbabun Nuzul Syamil
Al-Qur’an, (Bandung : SYGMA 2007). Hal. 27.
[9] Tafsir Indonesia DEPAG, Tafsir Al-Azhar – Prof. Dr. Hamka,
diakses dari, http://users6.nofeehost.com/alquranonline/Alquran_Tafsir.asp?pageno=3&SuratKe=24#55.
26/4/14 pukul23.06
[10] Ibid, http://users6.nofeehost.com/alquranonline/Alquran_Tafsir.asp?pageno=2&SuratKe=5#40.
[11] Ibid, http://users6.nofeehost.com/alquranonline/Alquran_Tafsir.asp?pageno=3&SuratKe=5#41.
[12] Ibid, http://users6.nofeehost.com/alquranonline/Alquran_Tafsir.asp?pageno=3&SuratKe=7#58.