Buya
hamka yang memiliki nama asli Abdul Malik Karim Amrullah merupakan sosok ulama
yang memiliki idealisme yang sangat tinggi sehingga dirinya merupakan ulama
yang disegani dan menjadi ulama panutan. Banyak buku terlahir dari tangannya
dan menjadi inspirasi umat islam. Dibawah Lindungan Ka’bah dan Tenggelamnya
Kapal Van Der Wijck merupakan beberapa hasil buah tangan, keahliannya dan
kecerdasannya dalam menulis. Sehingga tidak berlebihan kalau universitas
sekualitas Al Azhar Kairo Mesir memberikan gelar Doktor honoris causa atas
jasa-jasanya dalam penyiaran agama islam dengan menggunakan bahasa melayu.
Melihat
kiprah dakwahnya yang tidak hanya melahirkan buku-buku fenomena, Buya Hamka
juga memberikan contoh dan panutan kepada ulama dan umat islam terkait dengan
idealismenya dan sikap tegasnya terkait dengan islam. Berikut beberapa contoh
sikap dari Buya Hamka yang layaknya di contoh oleh ulama dan umat Islam :
1.
Sikap tegas dalam mengeluarkan fatwa haram terkait haramnya umat islam
mengikuti upacara natal meskipun tujuannya merayakan dan menghormati nabi Isa.
Fatwa ini di keluarkan oleh MUI yang dipimpinnya tanggal 7 Maret 1981 . Fatwa
ini membuat menteri agama waktu itu Letjen Alamsyah Ratuperwiranegara kalang
kabut dan meminta Buya Hamka untuk mengganti redaksinya agar terlihat lebih
halus (1). Namun Buya Hamka tetap teguh pada pendiriannya dan memaksa menteri
agama Letjen Alamsyah Ratuperwiranegara untuk mengancamkan mengundurkan diri
jika fatwa itu tidak dicabut. Namun tidak kalah gertak dengan menteri agama
waktu itu maka Buya Hamka Berkata : “ Tidak logis apabila menteri agama yang
berhenti. Sayalah yang bertanggung atas beredarnya fatwa tersebut….jadi sayalah
yang mesti berhenti” (2).
2.
Buya Hamka merupakan sosok ulama yang tidak bisa dibeli dengan uang dan jabatan
hal ini jelas tergambar ketika menjadi ketua MUI pertama Buya Hamka meminta
agar anggota majelis ulama tidak digaji (3). Bahkan ini merupakan bagian dari
Politik Buya Hamka menghadapi pembentukan majelis ulama yang independent dan
lepas dari campur tangan pemerintah.
3.
Buya Hamka memperbolehkan anggota MUI untuk mengundurkan diri bila nanti sudah
tidak ada kesesuaian dengan dirinya dalam hal kerjasama pemerintah dan ulama.
Jelas sikap ini memberikan batasan wilayah antara pemerintah dan ulama .
Batasan ini terkait batasan syar’i dan tuntunan Al Qur’an dan Sunnah yang tidak
bisa di intervensi oleh pemerintah.Belum lagi sikapnya yang sering mengkritik
pemerintah Soekarno pada waktu itu yang condong dekat dengan PKI. Ini
menunjukkan identitas ulama yang menjaga negeri ini dari setiap bahaya yang
merongrong aqidah umat Islam. Hal ini jelas yang dianjurkan oleh Rosulullah SAW
dalam haditsnya:
Dari Abu Sa’id Al Khudri,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَفْضَلُ
الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ
“Jihad yang paling utama ialah mengatakan kebenaran (berkata yang
baik) di hadapan penguasa yang zalim.” (HR. Abu Daud no. 4344,
Tirmidzi no. 2174, Ibnu Majah no. 4011. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa
hadits ini hasan).
Sikap
tegas inilah yang sekarang dirindukan umat islam dan tidak nampak dari ulama –
ulama yang sekarang berada dalam lingkaran penguasa. Begitu banyak penyimpangan
dari pemerintah sekarang bahkan sedikit sekali keberpihakannya terhadap islam.
Diamya ulama merupakan musibah buat umat islam
4.
Buya Hamka adalah sosok ulama yang begitu tegas dan sangat berpihak dengan
syariat islam hal ini bisa kita lihat dari catatn sejarah. Buya Hamka Pernah
mengatakan :
“Bila
Negara kita ini mengambil dasar Negara berdasarkan Pancasila sama saja kita
menuju neraka….” (4).
Di kesempatan lain Buya juga
berkata :
“Adalah
satu hal yang sangat tidak bisa di terima akal mengaku diri Islam mengikuti
perintah Allah dalam hal shalat tetapi mengikuti teori manusia dalam
pemerintahan….”
Bahkan dalam kitab tafsirnya Buya
Hamka Menjelaskan
“Sebagai
Muslim, janganlah kita melalaikan hukum Allah. Sebab, di awal surah Al-Maaidah
sendiri yang mula-mula diberi peringatan kepada kita ialah supaya
menyempurnakan segala ‘uqud (janji).
Maka, menjalankan hukum Allah adalah salah satu ‘uqud yang
terpenting diantara kita dengan Allah. Selama kita hidup, selama iman masih
mengalir di seluruh pipa darah kita, tidaklah boleh sekali-kali kita melepaskan
cita-cita agar hukum Allah tegak di dalam alam ini, walaupun di negeri mana
kita tinggal. Moga-moga tercapai sekadar apa yang kita dapat capai. Karena
Tuhan tidaklah memikulkan beban kepada kita suatu beban yang melebihi dari
tenaga kita. Kalau Allah belum jalan, janganlah kita berputus asa. Dan kufur,
zalim, fasiklah kita kalau kita pecaya bahwa ada hukum yang lebih baik daripada
hukum Allah.
Jika
kita yang berjuang menegakkan cita Islam ditanya orang, ‘Adakah kamu, hai umat
Islam bercita-cita, berideologi, jika kamu memegang kekuasaan, akan menjalankan
hukum syariat Islam dalam negara yang kamu kuasai itu? Janganlah berbohong dan
mengolok-olokkan jawaban. Katakan terus terang, bahwa cita-cita kami memang
itu. Apa artinya iman kita kalau cita-cita yang digariskan Tuhan dalam
Al-Qur’an itu kita pungkiri?
Dan
kalau ditanya orang pula, tidaklah demikan dengan kamu hendak memaksakan agar
pemeluk agama lain yang digolongkan kecil (minoritas) dipaksa menuruti hukum
Islam? Jawablah dengan tegas, “Memang akan kami paksa mereka menuruti hukum
Islam. Setengah dari hukum Islam terhadap golongan pemeluk agama yang minoritas
itu ialah agar mereka menjalankan hukum Taurat, ahli Injil diwajibkan
menjalankan hukum Injil. Kita boleh membuat undang-undang menurut teknik
pembikinannya, memakai fasal-fasal dan ayat suci, tapi dasarnya wajiblah hukum
Allah dari Kitab-kitab Suci, bukan hukum buatan manusia atau diktator manusia.
Katakan itu terus terang, dan jangan takut! Dan insflah bahwa rasa takut orang
menerima hukum Islam ialah karena propaganda terus menerus dari kaum penjajah selama
beratus tahun. Sehingga, orang-orang yang mengaku beragama Islam pun kemasukan
rasa takut itu…” (5).
Inilah
sikap, idealisme dan ketegasan seorang Buya Hamka, figur ulama yang hilang di
negeri yang umat islam, negeri Indonesia.
Oleh: Ahmad Fatih
sumber: http://ansharusyariah.com
________
[1] Khuthbah Jum’at Drs. HM Goodwill Zubir (Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah)
[2] Majalah Panji Masyarakat 20 Mei 1981
[3] Muhammad Roem, kenang-kenangan 70 Tahun Buya Hamka ; yayasan Nurul Islam
[4] Rizki Lesus, Penggiat Jejak Islam untuk Bangsa
[5] Buya Hamka, Tafsir Al Azhar Juz 6
[2] Majalah Panji Masyarakat 20 Mei 1981
[3] Muhammad Roem, kenang-kenangan 70 Tahun Buya Hamka ; yayasan Nurul Islam
[4] Rizki Lesus, Penggiat Jejak Islam untuk Bangsa
[5] Buya Hamka, Tafsir Al Azhar Juz 6