Deregulasi Bisnis
Oleh: Jamiatul Husnaini
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Deregulasi adalah kegiatan atau proses
menghapuskan pembatasan dan peraturan. Era deregulasi mulai muncul tahun 1983
yang mencakup berbagai sector, yaitu keuangan, tarif, bea cukai, perdagangan,
investasi, pasar modal, perbankan, komunikasi, dan sebagainya. Deregulasi adalah
keputusan yang diberlakukan pemerintah
dalam rangka mengatasi masalah ekonomi biaya tinggi yang diakibatkan oleh
kebijaksanaan-kebijaksanaan yang lalu.
Dalam makalah ini akan membahas mengenai deregulasi bisnis, tentang
pengertian, ruang lingkup serta permasalahannya. Dengan mengetahui topic ini,
diharapkan pembaca paham tentang konsep deregulasi bisnis, apalagi dari tahun
ke tahun deregulasi bisnis mengalami perkembangan.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan
masalah yang akan menjadi klimaks dalam makalah ini adalah, sebagai berikut:
1. Apa pengertian Deregulasi Bisnis?
2. Apa saja yang menjadi ruang ligkup
Deregulasi Bisnis?
3. Permasalahan apa yang terjadi dalam
Deregulasi Bisnis dari tahun ke tahun?
BAB II
DEREGULASI BISNIS
A. Pengertian
Deregulasi Bisnis
Deregulasi berasal dari kata ‘de’ dan
‘regulasi’. Regulasi diartikan dengan mengendalikan perilaku manusia atau
masyarakat dengan aturan atau pembatasan. Regulasi dapat dilakukan dengan
beberapa bentuk, misalnya pembatasan hukum yang diumumkan oleh otoritas
pemerintah.
Sedangkan deregulasi diartikan dengan suatu
aturan atau system (system yang mengatur), tindakan atau proses menghilangkan
mengurangi segala aturan. Dalam kamus bisnis disebutkan, deregulasi adalah
kebijakan pemerintah untuk kegiatan bisnis tertentu yang memungkinkan
perusahaan untuk beroperasi secara lebih bebas sehingga meningkatkan
persaingan.[1]
Bisnis sendiri diambil dari kata business
(bahasa Inggris) yang berarti kegiatan usaha. Secara luas kegiatan
bisnis diartikan sebagai kegiatan usaha yang dijalankan oleh orang atau badan
usaha (perusahaan) secara teratur dan terus-menerus, yaitu berupa kegiatan
mengadakan barang-barang atau jasa maupun fasilitas-fasilitas untuk diperjual-belikan,
atau disewakan dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan.[2]
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
deregulasi bisnis adalah menunjuk kebijakan pemerintah mengurangi atau
meniadakan aturan administrative bisnis yang mengekang kebebasan gerak modal, barang
dan jasa. Dengan kebebasan gerak produksi, distribusi dan konsumsi modal,
barang serta jasa itu, volume kegiatan bisnis swasta diharapkan melonjak.
Era deregulasi mulai muncul tahun 1983 yang
mencakup berbagai sector, yaitu keuangan, tarif, bea cukai, perdagangan,
investasi, pasar modal, perbankan, komunikasi, dan sebagainya. Deregulasi adalah
keputusan yang diberlakukan pemerintah
dalam rangka mengatasi masalah ekonomi biaya tinggi yang diakibatkan oleh
kebijaksanaan-kebijaksanaan yang lalu. Deregulasi bukan berarti
tidak adanya reegulasi, melainkan perluasan/pemindahan locus otoritas regulasi,
yaitu daro state-regulation ke self-regulation. Maka, de-regulasi sesungguhnya
berisi re-regulasi, dengan self sebagai actor-regulator alternative. Istilah “self” bisa
berupa individu perorangan, bisa juga badan usaha bisnis/perusahaan, dan bisa
pula pemerintahan lokal yang otonom.[3]
B. Ruang
Lingkup Deregulasi Bisnis
Deregulasi adalah keputusan yang diberlakukan pemerintah dalam rangka
mengatasi masalah ekonomi biaya tinggi yang diakibatkan oleh
kebijaksanaan-kebijaksanaan yang lalu. Deregulasi yang diberlakukan menyangkut
sektor rill (produksi) dan sektor finansial (perbankan).[4]
1.
Deregulasi
Sektor Rill (Produksi)
Latar belakang diberlakukannya kebijaksanaan dalam
deregulasi dalam sektor rill pada
dasarnya disebabkan terutama karena kebijaksanaan industrialisasi, yang sifatnya
pengganti barang-barang impor.
Kebijaksanaan industrialisasi mendorong pemerintah
untuk memberlakukan proteksi yang mengakibatkan ekonomi biaya tinggi. Sementara
itu industrialisasi yang dilaksanakan pada dasarnya hanya mengerjakan
barang-barang yang 90% sudah selesai (assembling) sehingga akhirnya struktur
industri seperti ini sangat menghambat berhasilnya kebijaksanaan makro.Sebagai
contoh selama Repelita II,pertumbuhan sektor industri dapat mencapai 12-13% /
tahun, tetapi kontribusi sektor industri terhadap GDP hanya naik 0,7%.Itu
berarti bahwa apabila pertumbuhan perekonomian akan ditingkatkan,khususnya
melalui peningkatan sektor industri,maka akibatnya hnya akan memberikan
pekerjaan di luar negeri. Dan akibatnya akan banyak devisa digunakan untuk
mengimpor barang-barang yang notabene sudah 90% selesai itu.
2.
Deregulasi
Finansial (Perbankan)
Deregulasi dalam bidang finansial (perbankan)
dilatarbelakangi oleh kebijaksanaan pemerintah yang intinya memuat bank-bank
pemerintah sangat tergantung pada pemerintah, khususnya dalam menghimpun dana
perbankan. Keadaan ini mungkin terjadi karena selama itu pemerintah memiliki
dana yang cukup besar yang diperoleh karena harga minyak yang tinggi. Namun harga
minyak turun sangat drastis (pada tahun 1986) dan perkembangan harganya juga
berfluktuasi ke arah yang tidak menentu. Keadaan ini mendorong pemerintah untuk
memberlakukan kebijaksanaan deregulasi disektor finansial yang intinya agar
bank-bank lebih mandiri dan menghimpun dana dari masyarakat. Dalam kaitan
ini bank-bank pemerintah juga diberi wewenang untuk menetapkan sendiri tingkat
bunga, baik sebagai
alat untuk menghimpun dana dari masyarakat maupun sebagai alat untuk
mengarahkan kredit pinjaman, kecuali untuk
sektor-sektor yang diprioritaskan.[5]
C.
Permasalahan Deregulasi Bisnis
Bila diringkas, deregulasi menunjuk kebijakan pemerintah mengurangi/meniadakan aturan
administratif yang mengekang kebebasan gerak modal, barang dan jasa.[6] Contoh-contoh deregulasi:
·
Pemerintah
menderegulasi bidang ekspor untuk menambah devisa negara.
·
Deregulasi
dibidang perpajakan berupa penghematan pajak bagi perusahaan berarti meringankan
biaya produksi perusahaan.
·
Deregulasi
dibidang ekonomi/politik: omongan
bahwa, pasar merupakan mekanisme alami bagi alokasi kesejahteraan adalah
omongan naif. Untuk itu
paket kebijakan yang menyangkut pengadaan modal perlu menerapkan strategi
deregulasi selektif.misalnya, regulasi
ketat dikenakan pada transaksi yag tidak menyangkut investasi jangka panjang. Sebaliknya deregulasi serikat buruh perlu dilakukan dengan fokus pada daya
tawar dan independensi.
·
Deregulasi
di sektor telekomunikasi: seandainya pemerintah mendorong pemanfaatan teknologi
telekomunikasi secara maksimal, akan
bermunculan potensi-potensi usaha mikro yang berawal dari basis
komunikasi,mulai dari pelayanan internet murah sampai pabrikasi peralatan
komunikasi sederhana.
Dari tahun ke tahun deregulasi hanya
membahas permasalahan di "atas" saja. Sementara akar permasalahan
yang menyebabkan distorsi dan ekonomi biaya tinggi ekonomi RI belum tersentuh.
Inikah deregulasi setengah hati? Atau hanya sekadar "gincu" menjelang
Sidang CGI pada 11-17 Juli 1997 di Tokyo?
Walau terlambat tiga hari dari
jadwal yang direncanakan, akhirnya pemerintah mengumumkan paket deregulasi 7
Juli 1997. Isinya: pemangkasan 1.600 pos tarif bea masuk untuk berbagai produk
sektor pertanian, perdagangan dan kesehatan. Deregulasi itu diikuti juga dengan
peraturan pemerintah (PP) mengenai penerimaan pajak dan retribusi daerah, dan
pembatasan pemberian kredit oleh bank untuk pengadaan dan pengolahan tanah.
Namun, bidang otomotif dan kimia, tampaknya pemerintah belum mau
"menyentuh" dalam deregulasi yang diumumkan oleh Menko Ekku, Salef
Afif, bersama Menperindag Tungky Ariwibowo, Menkeu Mar'ie Muhammad, serta
Gubernur Bank Sentral Soedrajad Djiwandono, di Jakarta.
Namun, pengumuman deregulasi masih
seperti pengumuman deregulasi sebelumnya, disambut biasa saja dan tanpa arti
sama sekali. Bahkan para pengamat memperkirakann
sentuhan-sentuhan deregulasi belum terlihat pada akar permasalahan, yang saat
ini, banyak "melilit" perekonomian Indonesia. Seperti, masih adanya
penguasaan sektor ekonomi oleh segelintir orang, tata niaga, serta adanya
perlakuan istimewa kepada beberapa pelaku ekonomi.
Kalau pun ada "keran" yang
dibuka, itu pun dinikmati oleh segelintir saja. Seperti yang terjadi pada paket
deregulasi 3 Juni 1991, pemerintah membuka peluang impor kendaraan niaga kategori
I (bobot di bawah 2 ton) hingga kategori V (bobot berat sama dengan bus
Mercedes), tapi yang boleh mengimpor adalah agen tunggal dan perusahaan yang
mendapatkan "status" importir yang ditunjuk.
Bahkan ada yang mengatakan deregulasi kali ini tidak ada apa-apanya dan masih sama dengan deregulasi sebelumnya. "Kalau hanya penurunan tarif, itu kan sudah rutin. Ada atau tidak penurunan tarif, hal itu memang sudah harus turun," kata Faisal H Basri, yang juga ketua Jurusan Studi Pembangunan FE UI.
Bahkan ada yang mengatakan deregulasi kali ini tidak ada apa-apanya dan masih sama dengan deregulasi sebelumnya. "Kalau hanya penurunan tarif, itu kan sudah rutin. Ada atau tidak penurunan tarif, hal itu memang sudah harus turun," kata Faisal H Basri, yang juga ketua Jurusan Studi Pembangunan FE UI.
Tampaknya pengumuman deregulasi oleh
banyak kalangan masih dinilai sebagai acara rutinitas dibandingkan dengan
alasan ekonomis. Ini terlihat tidak adanya prioritas sektor dan komoditas yang
dideregulasi. Dan karena itu paket kali ini dianggap sebagai "kosmetik"
saja. Para pengamat melihat sentuhan deregulasi belum sampai kepada akar pokok
ekonomi Indonesia. Padahal, hampir setiap tahun pemerintah melakukan
deregulasi.
Berikut beberapa cacatan tentang
deregulasi yang pernah dikeluarkan pemerintah dalam dekade 80-an dan 90-an:
a.
Tahun 1983
Pemerintah mengeluarkan kebijakan
deregulasi di sektor moneter, khususnya perbankan, lewat kebijakan 1 Juni 1983.
Deregulasi ini menyangkut tiga segi: peningkatan daya saing bank pemerintah,
penghapusan pagu kredit, dan pengaturan deposito berjangka. Dalam ketentuan
itu, bank pemerintah bebas menentukan suku bunga deposito serta suku bunga
kredit. Langkah ini dimaksudkan agar masyarakat yang memiliki dana nganggur
tertarik untuk menyimpan di bank pemerintah. Sebab
pada saat itu, suku bunga yang ditawarkan oleh bank swasta lebih tinggi
ketimbang bank pemerintah. Yaitu 18 persen, sementara bank pemerintah hanya
14-15 persen.
b.
Tahun 1985
Pemerintah memberlakukan Inpres
Nomor 4 Tahun 1985 yang mengalihkan tugas dan wewenang Ditjen Bea dan Cukai
(BC) dalam pemeriksaan barang kepada surveyor asing SGS. Ini sama saja dengan
pemerintah memberikan kepercayaan penuh kepada pihak asing (SGS) dalam
memeriksa barang. Keluarnya Inpres Nomor 4, tak lain sebagai reaksi pemerintah
atas penyalahgunaan wewenang oleh BC yang banyak diributkan oleh dunia usaha.
c.
Tahun 1986
Lewat paket kebijakan 6 Mei (Pakem),
pemerintah menghapus sertifikat ekspor (SE). SE merupakan fasilitas empuk yang
banyak digunakan eksportir untuk memperoleh pengembalian bea masuk dan unsur
subsidi, ini diberikan bersamaan dengan kredit ekspor.
d.
Tahun 1987
Pemerintah mengeluarkan deregulasi
15 Januari 1987, tentang industri kendaraan bermotor, mesin industri, mesin
listrik, dan tarif bea masuk. Untuk bea masuk, pemerintah memberikan keringanan
bea terhadap barang-barang tertentu, seperti Tekstil, kapas, dan besi baja.
Sedangkan untuk industri mesin pemerintah memberikan perlakuan kemudahan ijin
usaha. Dan untuk industri kendaraan bermotor, pemerintah memberikan kemudahan
perakitan kendaraan dan pembuatan dan perakitan bagian kendaraan bermotor.
e.
Juni 1987
Pemerintah mengeluarkan paket
deregulasi, lewat PP Nomor 13 Tahun 1987 dan Keppres Nomor 16. Kali ini
pemerintah menyederhanakan perijinan investasi bidang pertambangan, pertanian,
kesehatan dan perindustrian. Yang semula ada empat ijin investasi, setelah kebijakan
itu hanya tinggal dua.
f.
Tahun 1990
Pemerintah membuat gebrakan di
sektor moneter, khususnya perbankan, lewat Paket Januari 1990 (Pakjan 90),
bank-bank umum wajib mengalokasikan 20 persen dari total kreditnya, kepada
pengusaha lemah. Atau maksimal kredit yang diberikan kepada pengusaha lemah Rp
200 juta. Namun, dalam Pakjan 90 ini yang masuk kategori usaha lemah adalah
usaha yang beraset maksimal Rp 600 juta.
g.
Mei 1990
Pemerintah kembali mengeluarkan
paket deregulasi yang menyangkut empat sektor pembangunan: industri,
perdagangan, kesehatan, dan pertanian. Dari empat sektor yang disentuh
deregulasi itu, sektor otomotif, impor gandum, kelapa sawit, dan bahan baku
plastik belum masuk dalam cacatan deregulasi yang dinamai Pakmei 90 itu. Untuk
bidang pertanian dibebaskan dari tata niaga atas komoditas pala, sayur-sayuran
dari Sumetera Utara, tengkawang, kayu manis, serta kopi. Lalu untuk bidang
perijinan, satu ijin peternakan berlaku untuk semua jenis ternak, beternak,
pemotongan hewan, dan produksi hewan. Bidang kesehatan, terjadi penyerdehanaan
ijin usaha untuk industri farmasi, perdagangan besar farmasi, apotek, industri
obat, pendaftaran obat, tata niaga impor, dan bahan baku obat. Sementara untuk
perdagangan terjadi pengurangan dan penambahan pos baru. Pengurangan terjadi
dari 9.549 menjadi 9.250 pos tarif dan terdapat penambahan 387 pos baru.
h.
Tahun 1991
Tampaknya bulan Juni, dijadikan
bulan yang tepat untuk mengumumkan kebijakan-kebijakan pemerintah. Tak heran
bila pada Juni 1991, pemerintah kembali "meluncurkan" serangkaian
paket deregulasi bidang: investasi, industri, pertanian, perdagangan, dan
keuangan. Inti dari deregulasi kali ini adalah pembabatan hak monopoli enam persero
pemerintah (Pantja Niaga, Kertas Niaga, Dharma Niaga, Mega Eltra, Sarinah, dan
Krakatau Steel. Khusus untuk baja, KS harus rela melepaskan 60 hak impornya
kepada importir produsen. Sementara untuk makanan, buah-buahan, dan daging,
pengencer di dalam negeri bebas mengimpor dari luar negeri. Namun, importir
terkena bea masuk 20 persen. Untuk otomotif, pemerintah membuka keran impor
kendaran niaga kategori I sampai V dan termasuk kendaraan serba guna (jip).
Namun, yang boleh mengimpor hanyalah para agen tunggal dan importir yang
ditunjuk (enam persero pemerintah). Bukti paling dramatis akibat deregulasi
ini, adalah dibukanya keran impor kendaraan truk, harga truk anjlok.[7]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan
latar belakang, rumusan masalah dan pembahasan yang terdapat dalam makalah ini,
dapat disimpulkan poinn-poin penting sebagai berikut:
1.
Deregulasi
bisnis adalah menunjuk
kebijakan pemerintah mengurangi atau meniadakan aturan administrative bisnis
yang mengekang kebebasan gerak modal, barang dan jasa. Dengan kebebasan gerak
produksi, distribusi dan konsumsi modal, barang serta jasa itu, volume kegiatan
bisnis swasta diharapkan melonjak.
2.
Ruang lingkup Deregulasi Bisnis yaitu Deregulasi yang
diberlakukan menyangkut sektor rill (produksi) dan sektor finansial (perbankan).
3.
Dari tahun
ke tahun deregulasi hanya membahas permasalahan di bidang ekspor, perpajakan, ekonomi dan politik serta telekomunikasi saja.
Sementara akar permasalahan yang menyebabkan distorsi dan ekonomi biaya tinggi
ekonomi RI belum tersentuh.
DAFTAR
PUSTAKA
Asyhadie, Zaeni. 2011. Hukum Bisnis. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada.
Drs. P. C. Suroso, Perekonomian Indonesia (edisi kedua), .Jakarta: PT. GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA, 1994.
Saliman, Abdul. Hukum Bisnis untuk Perusahaan (edisi keempat).
Jakarta: Kencana PrenadaMedia Group, 2005.
kamusbisnis.com/arti/deregulasi