Sunday 17 January 2016

Deregulasi Bisnis - Hukum Bisnis

Deregulasi Bisnis
Oleh: Jamiatul Husnaini

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Deregulasi adalah kegiatan atau proses menghapuskan pembatasan dan peraturan. Era deregulasi mulai muncul tahun 1983 yang mencakup berbagai sector, yaitu keuangan, tarif, bea cukai, perdagangan, investasi, pasar modal, perbankan, komunikasi, dan sebagainya. Deregulasi adalah keputusan  yang diberlakukan pemerintah dalam rangka mengatasi masalah ekonomi biaya tinggi yang diakibatkan oleh kebijaksanaan-kebijaksanaan yang lalu.
Dalam makalah ini akan membahas mengenai deregulasi bisnis, tentang pengertian, ruang lingkup serta permasalahannya. Dengan mengetahui topic ini, diharapkan pembaca paham tentang konsep deregulasi bisnis, apalagi dari tahun ke tahun deregulasi bisnis mengalami perkembangan.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang akan menjadi klimaks dalam makalah ini adalah, sebagai berikut:
1.      Apa pengertian Deregulasi Bisnis?
2.      Apa saja yang menjadi ruang ligkup Deregulasi Bisnis?
3.      Permasalahan apa yang terjadi dalam Deregulasi Bisnis dari tahun ke tahun?

                                                                 BAB II
                                                  DEREGULASI BISNIS
A.    Pengertian Deregulasi Bisnis
Deregulasi berasal dari kata ‘de’ dan ‘regulasi’. Regulasi diartikan dengan mengendalikan perilaku manusia atau masyarakat dengan aturan atau pembatasan. Regulasi dapat dilakukan dengan beberapa bentuk, misalnya pembatasan hukum yang diumumkan oleh otoritas pemerintah.
Sedangkan deregulasi diartikan dengan suatu aturan atau system (system yang mengatur), tindakan atau proses menghilangkan mengurangi segala aturan. Dalam kamus bisnis disebutkan, deregulasi adalah kebijakan pemerintah untuk kegiatan bisnis tertentu yang memungkinkan perusahaan untuk beroperasi secara lebih bebas sehingga meningkatkan persaingan.[1]
Bisnis sendiri diambil dari kata business (bahasa Inggris) yang berarti kegiatan usaha. Secara luas kegiatan bisnis diartikan sebagai kegiatan usaha yang dijalankan oleh orang atau badan usaha (perusahaan) secara teratur dan terus-menerus, yaitu berupa kegiatan mengadakan barang-barang atau jasa maupun fasilitas-fasilitas untuk diperjual-belikan, atau disewakan dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan.[2]
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa deregulasi bisnis adalah menunjuk kebijakan pemerintah mengurangi atau meniadakan aturan administrative bisnis yang mengekang kebebasan gerak modal, barang dan jasa. Dengan kebebasan gerak produksi, distribusi dan konsumsi modal, barang serta jasa itu, volume kegiatan bisnis swasta diharapkan melonjak.
Era deregulasi mulai muncul tahun 1983 yang mencakup berbagai sector, yaitu keuangan, tarif, bea cukai, perdagangan, investasi, pasar modal, perbankan, komunikasi, dan sebagainya. Deregulasi adalah keputusan  yang diberlakukan pemerintah dalam rangka mengatasi masalah ekonomi biaya tinggi yang diakibatkan oleh kebijaksanaan-kebijaksanaan yang lalu. Deregulasi bukan berarti tidak adanya reegulasi, melainkan perluasan/pemindahan locus otoritas regulasi, yaitu daro state-regulation ke self-regulation. Maka, de-regulasi sesungguhnya berisi re-regulasi, dengan self sebagai actor-regulator alternative. Istilah “self” bisa berupa individu perorangan, bisa juga badan usaha bisnis/perusahaan, dan bisa pula pemerintahan lokal yang otonom.[3]

B.     Ruang Lingkup Deregulasi Bisnis
Deregulasi adalah keputusan  yang diberlakukan pemerintah dalam rangka mengatasi masalah ekonomi biaya tinggi yang diakibatkan oleh kebijaksanaan-kebijaksanaan yang lalu. Deregulasi yang diberlakukan menyangkut sektor rill (produksi) dan sektor finansial (perbankan).[4]
1.      Deregulasi Sektor Rill (Produksi)
Latar belakang diberlakukannya kebijaksanaan dalam deregulasi  dalam sektor rill pada dasarnya disebabkan terutama karena kebijaksanaan industrialisasi, yang sifatnya pengganti barang-barang impor.
Kebijaksanaan industrialisasi mendorong pemerintah untuk memberlakukan proteksi yang mengakibatkan ekonomi biaya tinggi. Sementara itu industrialisasi yang dilaksanakan pada dasarnya hanya mengerjakan barang-barang yang 90% sudah selesai (assembling) sehingga akhirnya struktur industri seperti ini sangat menghambat berhasilnya kebijaksanaan makro.Sebagai contoh selama Repelita II,pertumbuhan sektor industri dapat mencapai 12-13% / tahun, tetapi kontribusi sektor industri terhadap GDP hanya naik 0,7%.Itu berarti bahwa apabila pertumbuhan perekonomian akan ditingkatkan,khususnya melalui peningkatan sektor industri,maka akibatnya hnya akan memberikan pekerjaan di luar negeri. Dan akibatnya akan banyak devisa digunakan untuk mengimpor barang-barang yang notabene sudah 90% selesai itu.
2.      Deregulasi Finansial (Perbankan)
Deregulasi dalam bidang finansial (perbankan) dilatarbelakangi oleh kebijaksanaan pemerintah yang intinya memuat bank-bank pemerintah sangat tergantung pada pemerintah, khususnya dalam menghimpun dana perbankan. Keadaan ini mungkin terjadi karena selama itu pemerintah memiliki dana yang cukup besar yang diperoleh karena harga minyak yang tinggi. Namun harga minyak turun sangat drastis (pada tahun 1986) dan perkembangan harganya juga berfluktuasi ke arah yang tidak menentu. Keadaan ini mendorong pemerintah untuk memberlakukan kebijaksanaan deregulasi disektor finansial yang intinya agar bank-bank lebih mandiri dan menghimpun dana dari masyarakat. Dalam kaitan ini bank-bank pemerintah juga diberi wewenang untuk menetapkan sendiri tingkat bunga, baik sebagai alat untuk menghimpun dana dari masyarakat maupun sebagai alat untuk mengarahkan kredit pinjaman, kecuali untuk sektor-sektor yang diprioritaskan.[5]

C.    Permasalahan Deregulasi Bisnis
Bila diringkas, deregulasi menunjuk kebijakan pemerintah mengurangi/meniadakan aturan administratif yang mengekang kebebasan gerak modal, barang dan jasa.[6] Contoh-contoh deregulasi:
·         Pemerintah menderegulasi bidang ekspor untuk menambah devisa negara.
·         Deregulasi dibidang perpajakan berupa penghematan pajak bagi perusahaan berarti meringankan biaya produksi perusahaan.
·         Deregulasi dibidang ekonomi/politik: omongan bahwa, pasar merupakan mekanisme alami bagi alokasi kesejahteraan adalah omongan naif. Untuk itu paket kebijakan yang menyangkut pengadaan modal perlu menerapkan strategi deregulasi selektif.misalnya, regulasi ketat dikenakan pada transaksi yag tidak menyangkut investasi jangka panjang. Sebaliknya deregulasi serikat buruh perlu dilakukan dengan fokus pada daya tawar dan independensi.
·         Deregulasi di sektor telekomunikasi: seandainya pemerintah mendorong pemanfaatan teknologi telekomunikasi secara maksimal, akan bermunculan potensi-potensi usaha mikro yang berawal dari basis komunikasi,mulai dari pelayanan internet murah sampai pabrikasi peralatan komunikasi sederhana.
Dari tahun ke tahun deregulasi hanya membahas permasalahan di "atas" saja. Sementara akar permasalahan yang menyebabkan distorsi dan ekonomi biaya tinggi ekonomi RI belum tersentuh. Inikah deregulasi setengah hati? Atau hanya sekadar "gincu" menjelang Sidang CGI pada 11-17 Juli 1997 di Tokyo?
Walau terlambat tiga hari dari jadwal yang direncanakan, akhirnya pemerintah mengumumkan paket deregulasi 7 Juli 1997. Isinya: pemangkasan 1.600 pos tarif bea masuk untuk berbagai produk sektor pertanian, perdagangan dan kesehatan. Deregulasi itu diikuti juga dengan peraturan pemerintah (PP) mengenai penerimaan pajak dan retribusi daerah, dan pembatasan pemberian kredit oleh bank untuk pengadaan dan pengolahan tanah. Namun, bidang otomotif dan kimia, tampaknya pemerintah belum mau "menyentuh" dalam deregulasi yang diumumkan oleh Menko Ekku, Salef Afif, bersama Menperindag Tungky Ariwibowo, Menkeu Mar'ie Muhammad, serta Gubernur Bank Sentral Soedrajad Djiwandono, di Jakarta.
Namun, pengumuman deregulasi masih seperti pengumuman deregulasi sebelumnya, disambut biasa saja dan tanpa arti sama sekali. Bahkan para pengamat memperkirakann sentuhan-sentuhan deregulasi belum terlihat pada akar permasalahan, yang saat ini, banyak "melilit" perekonomian Indonesia. Seperti, masih adanya penguasaan sektor ekonomi oleh segelintir orang, tata niaga, serta adanya perlakuan istimewa kepada beberapa pelaku ekonomi.
Kalau pun ada "keran" yang dibuka, itu pun dinikmati oleh segelintir saja. Seperti yang terjadi pada paket deregulasi 3 Juni 1991, pemerintah membuka peluang impor kendaraan niaga kategori I (bobot di bawah 2 ton) hingga kategori V (bobot berat sama dengan bus Mercedes), tapi yang boleh mengimpor adalah agen tunggal dan perusahaan yang mendapatkan "status" importir yang ditunjuk.
Bahkan ada yang mengatakan deregulasi kali ini tidak ada apa-apanya dan masih sama dengan deregulasi sebelumnya. "Kalau hanya penurunan tarif, itu kan sudah rutin. Ada atau tidak penurunan tarif, hal itu memang sudah harus
turun," kata Faisal H Basri, yang juga ketua Jurusan Studi Pembangunan FE UI.
Tampaknya pengumuman deregulasi oleh banyak kalangan masih dinilai sebagai acara rutinitas dibandingkan dengan alasan ekonomis. Ini terlihat tidak adanya prioritas sektor dan komoditas yang dideregulasi. Dan karena itu paket kali ini dianggap sebagai "kosmetik" saja. Para pengamat melihat sentuhan deregulasi belum sampai kepada akar pokok ekonomi Indonesia. Padahal, hampir setiap tahun pemerintah melakukan deregulasi.
Berikut beberapa cacatan tentang deregulasi yang pernah dikeluarkan pemerintah dalam dekade 80-an dan 90-an:
a.       Tahun 1983
Pemerintah mengeluarkan kebijakan deregulasi di sektor moneter, khususnya perbankan, lewat kebijakan 1 Juni 1983. Deregulasi ini menyangkut tiga segi: peningkatan daya saing bank pemerintah, penghapusan pagu kredit, dan pengaturan deposito berjangka. Dalam ketentuan itu, bank pemerintah bebas menentukan suku bunga deposito serta suku bunga kredit. Langkah ini dimaksudkan agar masyarakat yang memiliki dana nganggur tertarik untuk menyimpan di bank pemerintah. Sebab pada saat itu, suku bunga yang ditawarkan oleh bank swasta lebih tinggi ketimbang bank pemerintah. Yaitu 18 persen, sementara bank pemerintah hanya 14-15 persen.
b.      Tahun 1985
Pemerintah memberlakukan Inpres Nomor 4 Tahun 1985 yang mengalihkan tugas dan wewenang Ditjen Bea dan Cukai (BC) dalam pemeriksaan barang kepada surveyor asing SGS. Ini sama saja dengan pemerintah memberikan kepercayaan penuh kepada pihak asing (SGS) dalam memeriksa barang. Keluarnya Inpres Nomor 4, tak lain sebagai reaksi pemerintah atas penyalahgunaan wewenang oleh BC yang banyak diributkan oleh dunia usaha.
c.       Tahun 1986
Lewat paket kebijakan 6 Mei (Pakem), pemerintah menghapus sertifikat ekspor (SE). SE merupakan fasilitas empuk yang banyak digunakan eksportir untuk memperoleh pengembalian bea masuk dan unsur subsidi, ini diberikan bersamaan dengan kredit ekspor.
d.      Tahun 1987
Pemerintah mengeluarkan deregulasi 15 Januari 1987, tentang industri kendaraan bermotor, mesin industri, mesin listrik, dan tarif bea masuk. Untuk bea masuk, pemerintah memberikan keringanan bea terhadap barang-barang tertentu, seperti Tekstil, kapas, dan besi baja. Sedangkan untuk industri mesin pemerintah memberikan perlakuan kemudahan ijin usaha. Dan untuk industri kendaraan bermotor, pemerintah memberikan kemudahan perakitan kendaraan dan pembuatan dan perakitan bagian kendaraan bermotor.
e.       Juni 1987
Pemerintah mengeluarkan paket deregulasi, lewat PP Nomor 13 Tahun 1987 dan Keppres Nomor 16. Kali ini pemerintah menyederhanakan perijinan investasi bidang pertambangan, pertanian, kesehatan dan perindustrian. Yang semula ada empat ijin investasi, setelah kebijakan itu hanya tinggal dua.
f.       Tahun 1990
Pemerintah membuat gebrakan di sektor moneter, khususnya perbankan, lewat Paket Januari 1990 (Pakjan 90), bank-bank umum wajib mengalokasikan 20 persen dari total kreditnya, kepada pengusaha lemah. Atau maksimal kredit yang diberikan kepada pengusaha lemah Rp 200 juta. Namun, dalam Pakjan 90 ini yang masuk kategori usaha lemah adalah usaha yang beraset maksimal Rp 600 juta.
g.      Mei 1990
Pemerintah kembali mengeluarkan paket deregulasi yang menyangkut empat sektor pembangunan: industri, perdagangan, kesehatan, dan pertanian. Dari empat sektor yang disentuh deregulasi itu, sektor otomotif, impor gandum, kelapa sawit, dan bahan baku plastik belum masuk dalam cacatan deregulasi yang dinamai Pakmei 90 itu. Untuk bidang pertanian dibebaskan dari tata niaga atas komoditas pala, sayur-sayuran dari Sumetera Utara, tengkawang, kayu manis, serta kopi. Lalu untuk bidang perijinan, satu ijin peternakan berlaku untuk semua jenis ternak, beternak, pemotongan hewan, dan produksi hewan. Bidang kesehatan, terjadi penyerdehanaan ijin usaha untuk industri farmasi, perdagangan besar farmasi, apotek, industri obat, pendaftaran obat, tata niaga impor, dan bahan baku obat. Sementara untuk perdagangan terjadi pengurangan dan penambahan pos baru. Pengurangan terjadi dari 9.549 menjadi 9.250 pos tarif dan terdapat penambahan 387 pos baru.
h.      Tahun 1991
Tampaknya bulan Juni, dijadikan bulan yang tepat untuk mengumumkan kebijakan-kebijakan pemerintah. Tak heran bila pada Juni 1991, pemerintah kembali "meluncurkan" serangkaian paket deregulasi bidang: investasi, industri, pertanian, perdagangan, dan keuangan. Inti dari deregulasi kali ini adalah pembabatan hak monopoli enam persero pemerintah (Pantja Niaga, Kertas Niaga, Dharma Niaga, Mega Eltra, Sarinah, dan Krakatau Steel. Khusus untuk baja, KS harus rela melepaskan 60 hak impornya kepada importir produsen. Sementara untuk makanan, buah-buahan, dan daging, pengencer di dalam negeri bebas mengimpor dari luar negeri. Namun, importir terkena bea masuk 20 persen. Untuk otomotif, pemerintah membuka keran impor kendaran niaga kategori I sampai V dan termasuk kendaraan serba guna (jip). Namun, yang boleh mengimpor hanyalah para agen tunggal dan importir yang ditunjuk (enam persero pemerintah). Bukti paling dramatis akibat deregulasi ini, adalah dibukanya keran impor kendaraan truk, harga truk anjlok.[7]

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dan pembahasan yang terdapat dalam makalah ini, dapat disimpulkan poinn-poin penting sebagai berikut:
1.      Deregulasi bisnis adalah menunjuk kebijakan pemerintah mengurangi atau meniadakan aturan administrative bisnis yang mengekang kebebasan gerak modal, barang dan jasa. Dengan kebebasan gerak produksi, distribusi dan konsumsi modal, barang serta jasa itu, volume kegiatan bisnis swasta diharapkan melonjak.
2.      Ruang lingkup Deregulasi Bisnis yaitu Deregulasi yang diberlakukan menyangkut sektor rill (produksi) dan sektor finansial (perbankan).
3.      Dari tahun ke tahun deregulasi hanya membahas permasalahan di bidang ekspor, perpajakan, ekonomi dan politik serta telekomunikasi saja. Sementara akar permasalahan yang menyebabkan distorsi dan ekonomi biaya tinggi ekonomi RI belum tersentuh.

DAFTAR PUSTAKA

Asyhadie, Zaeni. 2011. Hukum Bisnis. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Drs. P. C. Suroso, Perekonomian Indonesia (edisi kedua), .Jakarta:  PT. GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA, 1994.
Saliman, Abdul. Hukum Bisnis untuk Perusahaan (edisi keempat). Jakarta: Kencana PrenadaMedia Group, 2005.
kamusbisnis.com/arti/deregulasi


[1] kamusbisnis.com/arti/deregulasi
[2] Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2011, hlm. 29.
[5] Drs. P. C. Suroso, Perekonomian Indonesia (edisi kedua), .Jakarta:  PT. GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA, 1994.
[6] Abdul Saliman, Hukum Bisnis untuk Perusahaan (edisi keempat), Jakarta: Kencana PrenadaMedia Group, 2005.
loading...