Sejarah Perkembangan Fiqh Siyasah
Menurut teori yang dikemukakan J.J Rousseau (1712-1778 M), bahwa
secara natural law, setiap individu-individu melalui perjanjian bersama
antara mereka membentuk sebuah masyarakat (social contract). Dengan
terbentuknya sebuah masyarakat ini, maka secara otomatis, terbentuknya sebuah
pemerintahan yang dapat mengatur dan memimpin masyarakat tersebut. Ada juga
yang berpendapat, bahwa hukum Islam adalah sebuah hukum yang sangat menyeluruh,
mencakup segala aspek kehidupan manusia. Maka, diperlukan sebuah disiplin ilmu yang
dapat digunakan untuk mempelajari hukum Islam yang dapat mengatur konsep
pemerintahan. Nama disiplin ilmu itu adalah fiqh siyasah. Fiqh siyasah
atau politik Islam didasarkan kepada tiga prinsip, yaitu tauhid, risalah dan
khalifah. Politik Islam tidak secara teknis dibahas dalam Al-Qur’an karena
Al-Qur’an ditunjukan untuk semua manusia yang lintas ras, etnis, waktu dan
tempat. Sehingga dengan hanya mengemukakan norma-norma dan prinsip politik umat
Islam mampu menerjemahkannya disetiap waktu, tempat dan kebutuhan yang
berkembang. Namun, walaupun dalam Islam terdapat peluang untuk berpolitik
secara luas dalam kekuasaan harus tunduk kepada hukum dan aturan Allah, artinya
Allah adalah penguasa terhadap segala sesuatu didalam alam semesta ini.
Pengertian Fiqh Siyasah
Kata “fiqh siyasah” yang tulisan bahasa Arabnya adalah “ الفقه السياسي ” berasal dari dua kata yaitu kata fiqh ( الفقه ) dan yang kedua adalah al-siyasi
( السياسي ) .
Kata fiqh secara bahasa daham. Secara istilah, menurut ulama ushul
kata fiqh berarti hukum-hukum syariat yang digali dari dalil-dalilnya
secara terperinci. Sedangkan al-siyasi secara bahasa memiliki arti
mengatur. Secara istilah bermakna bertindak pada sesuatu dengan apa yang patut
untuknya. Apabila digabungkan kedua kata fiqh dam al-siyasi maka fiqh
siyasah yang juga dikenal dengan siyasah syar’iyyah secara istilah
memiliki berbagai arti:
1)
Menurut
Imam al-Bujairimi: “Memperbagus permasalahan rakyat dan mengatur mereka
permasalahan rakyat dan mengatur mereka dengan cara memerintah mereka untuk
mereka dengan cara memerintahkan mereka untuk mereka dengan sebab ketaatan
mereka terhap pemerintahan”.
2)
Menurut
Wuzarat al-Awqaf wa al-Syu’un al-Islamiyyah bi al-Kuwait: “Memperbagus
kehidupan manusia dengan menunjukkan pada mereka pada jalan yang dapat
menyelamatkan mereka pada waktu sekarang dan akan datang, serta mengatur
permasalahan mereka.
3)
Menurut
Imam Ibn ‘Abidin: “Kemaslahatan untuk manusia dengan menunjukkannya kepada
jalan yang menyelamatkan, baik didunia maupun di akhirat. Siyasah berasal
dari Nabi, baik secara khusus maupun secara umum, baik secara lahir, maupun
batin. Segi lahir, siyasah berasal dari para sultan (pemerintah), bukan
lainnya. Sedangkan yang batin, siyasah berasal dari ulama sebagai
pewaris Nabi bukan dari pemegang kekuasaan.”
Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, terdapat dua unsur
penting didalam Fiqh Siyasah yang saling berhubungan secara timbal
balik, yaitu pihak yang mengatur dan pihak yang diatur. Melihat kedua unsur
tersebut, menurut Prof. H. A. Djazuli, Fiqh Siyasah itu mirip dengan ilmu
politik, yang mana dinukil dari Wirjono Prodjodikoro bahwa: Dua unsur
penting dalam bidang politik, yaitu negara pemerintahannya bersifat ekslusif
dan masyarakat. Akan tetapi, jika dilihat dari segi fungsinya, fiqh
siyasah berbeda politik. Menurut Ali Syariati seperti yang dinukil Prof. H.
A. Djazuli, bahwa fiqh siyasah (siyasah syar’iyyah) tidak hanya
menjalankan fungsi pelayanan (‘ishlah). Sebaliknya, politik dalam arti
yang murni hanya menjalankan fungsi pelayanan, bukan pengarahan. Ini juga
dibuktikan dengan definisi politik didalam Penguin Encyclopedia:
“Politicial Science: The academic discipline
which describes and analyses the operations of government, the state and other
politicial organizations, and any other factors which influence their behavior,
such as economics. A major concern is to establish how power is exercised, and
by whom, in resolving conflict within society.”
Ternyata memang didalam definisi ilmu politik tidak disinggung sama
sekali kemaslahatan untuk rakyat atau masyarakat secara umum. Perbedaan tersebut
tampak apabila disadari bahwa dalam menjalani politik didalam hukum Islam
haruslah terkait oleh kemestian untuk senantiasa sesuai dengan syariat Islam,
atau sekurang-kurangnya sesuai dengan pokok-pokok syariah yang kulli. Dengan
demikian, rambu-rambu fiqh siyasah adalah 1. Dalil-dalil kulli,
baik yang tertuang didalam Al-Qur’an maupun hadits Nabi Muhammad Saw. 2. Maqasid
al-Syari’ah, 3. Kaidah-kaidah ushul fiqh serta cabang-cabangnya. Oleh
karena itu, politik yang didasari adat istiadat atau doktrin selain Islam yang
dikenal dengan siyasah wadl’iyyah itu bukanlah fiqh siyasah,
hanya saja selagi siyasah wadl’iyyah itu tidak bertentangan dengan
prinsip Islam, maka ia tetap dapat diterima.
Baca Juga:::
- Pengertian Fiqh Siyasah
- Ruang Lingkup Fiqh Siyasah
- Kedudukan Fiqh Siyasah didalam Sistematika Hukum Islam
- Metode Mempelajari Fiqh Siyasah
- Sejarah Perkembangan Fiqh Siyasah
Baca Juga:::
- Pengertian Fiqh Siyasah
- Ruang Lingkup Fiqh Siyasah
- Kedudukan Fiqh Siyasah didalam Sistematika Hukum Islam
- Metode Mempelajari Fiqh Siyasah
- Sejarah Perkembangan Fiqh Siyasah