Zakat, Foto:thehumbeli.com |
Pertanyaan
Bagaimana zakat
di zaman Nabi Muhammad Saw. Dan para sahabatnya?
Jawaban
Permasalahan
zakat tidak bisa dipisahkan dari usaha dan penghasilan masyarakat.Demikian juga
pada zaman Nabi Muhammas Saw.awal hijrah ke Madinah, zakat belum dijalankan.
Pada waktu itu, Nabi Saw., para sahabatnya, dan segenap kaum muhajirin
(orang-orang Islam Quraisy yang hijrah dari Mekah ke Madinah) masih disibukkan
dengan cara menjalankan usaha untuk menghidupi diri dan keluarganya ditempat
baru tersebut. Selain itu, tidak semua orang mempunyai perekonomian yang cukup
kecuali Utsman bin Affan karena semua harta benda dan kekayaan yang mereka
miliki ditinggal di Mekah.
Kalangan
anshar (orang-orang Madinah yang menyambut dan membantu Nabi dan para
sahabatnya yang hijrah dari Mekah) memang telah menyambut dengan bantuan dan
keramah-tamahan yang luar biasa. Meskipun demikian, mereka tidak mau membebani
orang lain. Itulah sebabnya mereka bekerja keras demi kehidupan yang
baik.Mereka beranggapan pula bahwa tangan diatas lebih utama daripada tangan
dibawah.
Keahlian
orang-orang muhajirin adalah berdagang. Pada suatu hari, Sa’ad bin Ar-Rabi’
menawarkan hartanya kepada Abdurrahman bin Auf, tetapi Abdurrahman menolaknya.
Ia hanya minta ditunjukkan jalan ke pasar. Di sanalah ia mulai berdagang
mentega dan keju. Dalam waktu tidak lama, berkat kecakapannya berdagang, ia
menjadi kaya kembali. Bahkan, sudah mempunyai kafilah-kafilah yang pergi dan
pulang membawa dagangannya. Selain Abdurrahman, orang-orang muhajirin lainnya
banyak juga yang melakukan hal serupa. Kelihaian orang-orang Mekah dalam
berdagang ini membuat orang-orang di luar Mekah berkata, “Dengan perdagangan
itu, ia dapat mengubah pasir sahara menjadi emas”.
Perhatian
orang-orang Mekah pada perdagangan ini diungkap dalam Al-Qur’an pada ayat-ayat
yang mengandung tijarah:
رِجَالٞ
لَّا تُلۡهِيهِمۡ تِجَٰرَةٞ وَلَا بَيۡعٌ عَن ذِكۡرِ ٱللَّهِ وَإِقَامِ ٱلصَّلَوٰةِ
وَإِيتَآءِ ٱلزَّكَوٰةِ يَخَافُونَ يَوۡمٗا تَتَقَلَّبُ فِيهِ ٱلۡقُلُوبُ وَٱلۡأَبۡصَٰرُ
٣٧
Artinya:
“Laki-laki
(orang) yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli
dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan shalat, dan (dari) membayarkan
zakat.Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan
menjadi goncang (hari kiamat)” (QS. An-Nur/24:
37).
Tidak
semua orang muhajirin mencari nafkah dengan berdagang.Sebagian dari mereka ada
yang menggarap tanah milik orang-orang anshar.Tidak sedikit pula yang mengalami
kesulitan dan kesukaran dalam hidupnya. Akan tetapi, mereka tetap berusaha
mencari nafkah sendiri karena tidak ingin menjadi beban orang lain. Misalnya,
Abu Hurairah. Kemudian, Rasulullah Saw. menyediakan bagi mereka yang kesulitan
hidupnya shuffa (bagian masjid yang beratap) sebagai tempat tinggal
mereka. Oleh karena itu, mereka disebut Ahlush Shuffa (penghuni Shuffa).Belanja
(gaji) mereka berasal dari garta kaum muslimin, baik dari kalangan muhajirin
maupun anshar yang berkecukupan.
Setelah
keadaan perekonomian kaum muslimin mulai mapan dan pelaksanaan tugas-tugas
agama dijalankan secara berkesinambungan, pelaksanaan zakat sesuai dengan
hukumnya pun mulai dijalankan.Di Yatsrib (Madinah) inilah Islam mulai menemukan
kekuatannya.
Pada
masa Nabi Saw., harta benda yang wajib dizakati adalah binatang ternak
(kambing, sapid an unta), barang-barang berharga (emas dan perak), dan tumbuh-tumbuhan
(syair/biji gandum, gandum, anggur kering/kismis, dan kurma).Akan
tetapi, sejalan dengan perkembangan zaman dan berkembangnya harta benda yang
dicari sehingga harta yang diwajibkan zakat mulai berkembang sesuai dengan “illat”.Jadi,
berdasarkan “illat” inilah ditetapkan hukum zakat.
Pada
masa Nabi Muhammad Saw., kuda tidak wajib dizakati karena diperlukan untuk
peperangan. Sebaliknya, pada masa Khalifah Umar bin Khattab kuda sudah dikenai
zakat karena kuda sudah dikembangkan menjadi binatang ternak. Demikian juga,
pada masa Nabi Muhammad Saw.hingga masa tabi’in tidak ada zakat pada rumah
karena rumah digunakan sebagai tempat tinggal. Akan tetapi, setelah rumah
disewakan sehingga mendatangkan hasil, Imam Ahmad bin Hanbal pun mengeluarkan
zakat dari hasil sewa rumahnya.Begitu juga seterusnya, mulai dari zaman
sahabat, harta yang dizakati berkembang sesuai dengan sifat perkembangan harta
itu sendiri.
Meskipun
harta yang wajib dizakati berkembang, zakat tetap menjadi kewajiban bagi kaum
muslimin dimana pun dan kapanpun. Oleh karena itu, pada masa Khalifah Abu
Bakar, mereka yang enggan membayar zakat, diperangi dan ditumpas karena
dianggap telah memberontak pada hukum agama. Hal ini menunjukkan bahwa zakat
merupakan kewajiban yang tidak bias ditawar-tawar lagi.
Baca Juga:::
> Sejak kapan disyariatkan zakat?
> Bagaimana zakat di zaman Nabi Muhammad Saw. Dan para sahabatnya?
> Bagaimana zakat di zaman Nabi Muhammad Saw. Dan para sahabatnya?
Source:
Al-FurqonHasbi, 125 Masalah Zakat, (Solo:
TigaSerangkai, 2008)
Dan Berbagai Sumber ….