Hukum Acara Perdata |
A.
Pendahuluan
Sebelum lebih jauh membicarakan
Hukum Acara Perdata maka perlu diketahui dulu apakah hukum acara atau hukum
formil tersebut. Hukum Acara (Hukum formil) adalah Hukum yang mengatur tentang
tata cara bagaimana menegakan hukum materil. Sedangkan Hukum Acara Perdata
adalah hukum yang mengatur tentang bagaimana tata cara[1]
menegakan hukum perdata materil ( Civil Process Law ) [2] Sebagai
perbandingan menurut Webster Law Dictionary civil procedure is a procedure to determine the rights of the
parties, as distinguished from a criminal procedure. Sedangkan criminal procedure is a process by which the government imposes
penalties for criminal behavior through the devices of arrest, trial, and
punishment of the convicted criminal. [3]
( Acara perdata adalah suatu prosedur yang mengatur dan menentukan hak dari
para pihak yang dibedakan dengan acara pidana , sedangkan acara pidana adalah
proses yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini penegak hukum untuk menjatuhkan hukuman terhadap perbuatan
kriminal melalui lembaga penahanan, peradilan, dan pemidanaan )
1. DASAR HUKUM
a.
Reglement Op de Burgerlijke Rechts
Verordering (R.O);
b.
Het Inlandsch Reglement (IR);
i.
Stb 1848 tanggal 5 April 1848,
mulai berlaku 1 Mei 1848;
ii.
Perubahan tahun 1941- didirikannya
lembaga kejaksaan, perubahan=Herzienne, selanjutnya disebut Het Herziene
Indonesich Reglement (HIR), setelah Indonesia merdeka menjadi Reglemen Indonsia
diperbaharui/Reglemen Indonesia Baru (RIB);
iii.
Berlaku untuk Jawa dan Madura;
c.
Rechtreglement Buiten Geweijsten
(Rbg);
d.
Recht reglement Verordering (RV);
e.
Buku ke-4 Burgerlijk wetboek
(BW)/KUHPerdata;
f.
UU No. 14 Tahun 1970 jo. UU No. 4
Tahun 2004 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman;
g.
UU No. 14 Tahun 1985 jo. UU No. 5
Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung;
h.
SEMA dan PERMA;
B.
Persidangan di Pengadilan
I. Proses Mediasi
Setelah Gugatan selesai
didaftarkan di Kepaniteraan Perdata Pengadilan Negeri selanjutnya Ketua
Pengadilan Menunjuk Majelis Hakim yang akan mengadili perkara perdata terebut,
setelah ditetapkannya Majelis Hakim tersebut, maka Hakim
Ketua dari Majelis hakim tersebut membuat penetapan hari sidang.
Pada Hari sidang yang
telah ditentukan maka menurut Pasal 130
HIR [4] maupun
Pasal 154 RBg, (Bila kedua belah pihak atau kuasanya yang sah hadir
dipersidangan) [5] Hakim akan mencoba mendamaikan para pihak
yang bersengketa tersebut, mengenai hal
ini setelah tahun 2008 Mahkamah Agung telah memberikan pengaturan dalam
peraturan Mahkamah Agung No.1 tahun 2008 yang mengatur dalam Pasal 2 bahwa Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib
mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi yang diatur dalam
Peraturan ini . dengan konsekwensi bukum bila tidak menempuh prosedur mediasi
berdasarkan peraturan ini merupakan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130
HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang mengakibatkan putusan batal demi hukum. Serta Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib
menyebutkan bahwa perkara yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui
mediasi dengan menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan.
Setelah para pihak hadir pada
hari sidang pertama, hakim mewajibkan para pihak pada hari itu juga atau paling
lama 2 (dua) hari kerja berikutnya untuk berunding guna memilih mediator
termasuk biaya yang mungkin timbul akibat pilihan penggunaan mediator bukan
hakim. Para pihak segera menyampaikan mediator pilihan mereka kepada ketua
majelis hakim. Ketua majelis hakim segera memberitahu mediator terpilih untuk
melaksanakan tugas. Jika setelah jangka
waktu maksimal sebagaimana dimaksud diatas terpenuhi, para pihak tidak dapat bersepakat
memilih mediator yang dikehendaki, maka para pihak wajib menyampaikan kegagalan
mereka memilih mediator kepada ketua majelis hakim. Selanjutnya setelah
menerima pemberitahuan para pihak tentang kegagalan memilih mediator, ketua
majelis hakim segera menunjuk hakim bukan pemeriksa pokok perkara yang
bersertifikat pada pengadilan yang sama untuk menjalankan fungsi mediator dan jika
pada pengadilan yang sama tidak terdapat hakim bukan pemeriksa perkara yang
bersertifikat, maka hakim pemeriksa pokok perkara dengan atau tanpa sertifikat
yang ditunjuk oleh ketua majelis hakim wajib menjalankan fungsi mediator.
Selanjutnya
Mediator melaksanakan tugasnya dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja
setelah para pihak menunjuk mediator yang disepakati, masing-masing pihak dapat
menyerahkan resume perkara kepada satu sama lain dan kepada mediator. Proses
mediasi berlangsung paling lama 40 (empat puluh) hari kerja sejak mediator
dipilih oleh para pihak atau ditunjuk oleh ketua majelis dan atas
dasar kesepakatan para pihak, jangka waktu mediasi dapat diperpanjang paling
lama 14 (empat belas) hari kerja sejak berakhir masa 40 (empat puluh) hari tersebut
(pasal 13 Perma No.1 tahun 2008 )
Mediator berkewajiban
menyatakan mediasi telah gagal jika salah satu pihak atau para pihak atau kuasa hukumnya
telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi sesuai jadwal pertemuan
mediasi yang telah disepakati atau telah dua kali berturut-turut tidak
menghadiri pertemuan mediasi tanpa alasan setelah dipanggil secara patut. Jika
setelah proses mediasi berjalan, mediator memahami bahwa dalam sengketa yang
sedang dimediasi melibatkan aset atau harta kekayaan atau kepentingan yang
nyata-nyata berkaitan dengan pihak lain yang tidak disebutkan dalam surat
gugatan sehingga pihak lain yang berkepentingan tidak dapat menjadi salah satu
pihak dalam proses mediasi, mediator dapat menyampaikan kepada para pihak dan
hakim pemeriksa bahwa perkara yang bersangkutan tidak layak untuk dimediasi
dengan alasan para pihak tidak lengkap.
Jika mediasi menghasilkan
kesepakatan perdamaian, para pihak dengan bantuan mediator wajib merumuskan secara
tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani oleh para pihak dan mediator.
Jika dalam proses mediasi para pihak diwakili oleh kuasa hukum, para pihak
wajib menyatakan secara tertulis persetujuan atas kesepakatan yang dicapai. Sebelum
para pihak menandatangani kesepakatan, mediator memeriksa materi kesepakatan perdamaian
untuk menghindari ada kesepakatan yang bertentangan dengan hukum atau yang
tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat iktikad tidak baik, Para pihak wajib
menghadap kembali kepada hakim pada hari sidang yang telah ditentukan untuk memberitahukan
kesepakatan perdamaian. Para pihak dapat mengajukan kesepakatan perdamaian
kepada hakim untuk dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian. Jika para pihak
tidak menghendaki kesepakatan perdamaian dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian,
kesepakatan perdamaian harus memuat klausula pencabutan gugatan dan atau
klausula yang menyatakan perkara telah selesai. (pasal 17 Perma No.1 tahun 2008
)
Namun jika setelah batas waktu
maksimal 40 (empat puluh) hari kerja para pihak tidak mampu menghasilkan
kesepakatan, mediator wajlb menyatakan secara tertulis bahwa proses mediasi
telah gagal dan memberitahukan kegagalan kepada hakim. Segera setelah menerima
pemberitahuan tersebut, hakim melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai ketentuan
hukum acara yang berlaku. (pasal 17 Perma No.1 tahun 2008 )
II. Kehadiran Para Pihak
Setelah mediasi dinyatakan
gagal maka persidangan dilanjutkan dengan pembacaan gugatan, dan dalam hal ini
dapat terjadi kemungkinan sehubungan dengan kehadiran para pihak :
A.
Kehadilan Penggugat
·
Jika Penggugat, walaupun
telah dipanggil dengan patut, tidak menghadap PN pada hari yang
ditentukan, dan juga tidak menyuruh orang lain menghadap selaku wakil/kuasanya,
maka gugatan dipandang gugur dan Penggugat dihukum membayar biaya perkara,
dengan hak bahwa ia dapat mengajukan kembali gugatannya tersebut asal saja
telah membayar biaya perkara sebelumnya(Pasal 124 HIR/Pasal 148 Rbg);
·
Dapat pula majelis hakim
memerintahkan untuk sekali lagi memanggil pihak Penggugat untuk hadir
dipersidangan sebelum dijatuhkannya putusan gugur;
·
Pengertian “telah dipanggil
dengan patut” adalah bahwa ybs telah dipanggil dengan cara menurut UU;
·
Apabila Penggugat
terdiri dari beberapa orang, maka untuk berlakunya ketentuan tsb diatas
haruslah seluruh Penggugat tidak hadir, apabila salah satu atau beberapa dari
Penggugat ada yang hadir, sidang akan diundurkan dan perkara nantinya diputus
menurut acara biasa (Retnowulan:22);
·
Sebelum Gugatan digugurkan,
hakim harus terlebih dahulu dengan teliti memeriksa Berita Acara Pemanggilan
pihak-pihak, apakah Penggugat/Para Penggugat telah dipanggil dengan patut,
seksama, dan apabila cara pemanggilan tidak/belum dilakukan sebagaimana
mestinya, hakim tidak boleh menggugurkan gugatan, melainkan memerintahkan
Jurusita untuk memanggil pihak Penggugat sekali lagi (Retnowulan:23);
·
Apabila Pihak Penggugat
telah mengirim orang atau Surat yang menyatakan bahwa pihak Penggugat
berhalangan secara sah, atau kuasa yang dibuatnya tidak memenuhi
persyaratan, maka hakim harus cukup bijaksana untuk mengundurkan hari sidang;
·
Apabila Penggugat sebelum
dipanggil telah wafat, maka hak ahli waris untuk meneruskan gugatan
atau tidak, yang hendaknya diutarakan kepada KPN;
·
Apabila ahliwaris
Penggugat meneruskan Gugatan, maka Gugatan harus diubah dengan mencantumkan
para ahli waris sebagai Penggugat;
·
Dalam hal terdapat ahli
waris yang menyatakan tidak turut menggugat, gugatan tidak dinyatakan tidak
dapat diterima karena kurang pihak, tetapi ahli waris yang tidak turut
menggugat, dicantumkan sebagai turut tergugat, sekedar untuk tunduk an taat
terhadap Putusan Hakim;
·
Jika Penggugat setelah
dipanggil kemudian wafat, apabila kematiannya diberitahukan (dengan
surat keterangan kematian) kepada PN, maka perkara tersebut tidak digugurkan,
akan tetapi ahli waris dipanggil untuk ditanya apakah mereka akan melanjutkan
gugatan atau tidak. Apabila kematian Panggugat tidak diberitahukan,
Pengadilan karena tidak mengetahuinya akan menggugurkan Gugatan;
·
Jika Penggugat setelah
dipanggil secara patut tidak hadir, maka Gugatan dinyatakan Gugur, dan
Penggugat dapat mengajukan Gugatan Baru. Jika Gugatan kedua kembali dinyatakan
Gugur, kerena Penggugat tidak hadir lagi, maka karena tidak nyata-nyata
dilarang dalam HIR/Rbg, berarti pengajuan kembali untuk ketiga kali dan
seterusnya diperkenankan;
·
Dalam perkara yang
digugurkan, sama sekali belum diperiksa pokok perkaranya, karena itu tidaklah
dibenarkan apabila dengan menggugurkan gugatan, sekaligus Hakim menolak pokok
perkara;
B. Kehadiran
Tergugat
·
Jika pada hari yang telah
ditentukan, Tergugat yang telah dipanggil secara patut, tidak datang menghadap
dan tidak pula menyuruh orang lain menghadap untuknya, maka Gugatan dikabulkan
dengan Verstek, kecuali jika Pengadilan Negeri berpendapat bahwa
Gugatan itu melawan hukum atau tidak beralasan (Pasal 125 Ayat 1 HIR/Pasal 149
Ayat 1 Rbg);
·
Akan tetapi apabila
Tergugat dalam Jawabannya seperti tersebut dalam Pasal 121 HIR/Pasal 145 Rbg
mengajukan tangkisan/Eksepsi mengenai ketidakwenangan PN tersebut, maka
walaupun Tergugat tidak hadir menghadap atau menyuruh orang lain menghadap
untuknya, PN setelah mendengar Penggugat, memberi Putusan tentang Tangkisan
tersebut, dan –hanya jika tangkisan itu ditolak- PN dapat memberi Putusan
mengenai Pokok Perkara (Pasal 125 Ayat 2 HIR/Pasal 149 Ayat 2 Rbg);
·
Jika gugatan dikabulkan,
maka putusan PN tersebut atas perintah Ketua disampaikan kepada pihak yang
dikalahkan dengan sekaligus memberitahukan haknya mengajukan perlawanan (Verzet)
terhadap putusan tersebut pada PN yang sama dalam tenggang waktu dan cara
seperti ditentukan dalam Pasal 129 HIR/Pasal 153 Rbg;
·
Apabila Pihak Tergugat
seluruhnya tidak datang menghadap pada sidang yang pertama, dan apabila
sidang diundurkan sesuai dengan Pasal 126 HIR/150 Rbg, juga pihak Tergugat
kesemuanya tidak datang menghadap lagi, maka pemeriksaan persidangan dilanjutkan,
dan perkara diputus dengan Verstek (tanpa hadirnya tergugat);
·
Dalam hal Tergugat atau
Para Tergugat pada sidang yang pertama hadir dan pada sidang-sidang berikutnya
tidak hadir, atau apabila pada sidang pertama tidak hadir, tetapi setelah Hakim
menunda sidang berdasar Pasal 126 HIR/Pasal 150 Rbg, dan pada sidang kedua
tersebut hadir, kemudian dalam sidang-sidang selanjutnya tidak hadir lagi, maka
Perkara akan diperiksa menurut acara biasa dan Putusan dijatuhkan secara Contradictoir
(Ptsn MA RI No. 91 K/Sip/1952 tanggal 23 Oktober 1952);
·
Juga apabila dalam
pemeriksaan tersebut ada satu atau
beberapa dari Tergugat tidak pernah hadir dalam sidang, terhadap Tergugat atau
Beberapa Tergugat itu tidak boleh dijatuhkan putusan verstek,
melainkan harus Putusan Contradictoir. Pada bagian akhir Putusan disebutkan
pihak-pihak yang hadir dan yang tidak pernah hadir (Ptsn MA RI No. 38K/Sip/1953
tanggal 18 Mei 1953);
C.
Verstek
1.
Pengertian: Putusan
yang dijatuhkan diluar hadirnya Tergugat/Para Tergugat maupun Kuasa /wakilnya
(sama sekali tidak pernah hadir dimuka sidang setelah dipanggil secara patut
dan setelah penundaan sidang berdasar Pasal 126 HIR/Pasal 150 Rbg);
2.
Persyaratan: Untuk
dapat dijatuhkannya Putusan Verstek, harus dipenuhi persyaratan
berdasarkan Pasal 125 Ayat 1 HIR/Pasal 149 Rbg,sebagai berikut:
a)
Tergugat atau Para Tergugat
kesemuanya tidak datang pada hari sidang yang telah ditentukan;
b)
Tidak juga mengirimkan
kuasa/wakilnya yang sah untuk menghadap;
c)
Telah dipanggil secara patut;
d)
Petitum tidak melawan hak;
e)
Petitum beralasan;
·
Persyaratan tersebut di
atas harus satu-persatu diperiksa dengan seksama, baru apabila benar-benar semua
syarat terpenuhi, Putusan Verstek dijatuhkan dengan mengabulkan
gugatan;
·
Apabila syarat a, b, dan
c dipenuhi, akan tetapi Petitumnya ternyata melawan hak atau tidak beralasan,
maka meskipun perkara diputus dengan perstek, Gugatan Ditolak;
·
Dalam hal syarat 1,2,
dan 3 terpenuhi, akan tetapi ternyata ada kesalahan formil dalam gugatan,
misalnya gugatan diajukan oleh orang yang tidak berhak, maka Gugatan
dinyatakan Tidak Dapat Diterima (Niet on vankelijk verklaard);
·
Putusan verstek
tidak secara otomatis menguntungkan Pihak Penggugat;
·
SEMA No.9 Tahun 1964:
Menurut Pasal 125 HIR/149 Rbg, apabila tergugat, meskipun telah dipanggil
secara sah, tidak juga hadir, hakim dapat:
a)
Menjatuhkan putusan verstek;
b)
Menunda pemeriksaan (berdasar
Pasal 126 HIR) dengan perintah memanggil tergugat sekali lagi;
c)
Jika setelah pemeriksaan ditunda,
tergugat tidak dapat hadir lagi, maka hakim menjatuhkan putusan verstek;
d)
Dalam hal poin C Putusan verstek
dapat dijatuhkan pada sidang ke-2 dan seterusnya, bukan Putusan Contradictoir
atau tegenspraak;
e)
Pelawan (opposant) terhadap
Putusan Vestek berkedudukan sebagai Tergugat semula, Pelawan tetap menjadi
tergugat, yang untuk kedua kalinya dihukum dengan verstek;
D.
Verzet
1.
Pengertian : Verzet
adalah perlawanan terhadap Putusan yang dijatuhkan secara Verstek, yang
diajukan kepada PN yang sama, yang dahulu memeriksa dan mengadili secara verstek;
2.
Dasar Hukum:
·
Pasal 125 Ayat 3 HIR/Pasal
149 Ayat 3 Rbg;
·
Pasal 129 HIR/Pasal 153
Rbg;
·
Pasal 8 UU No.3 tahun 1947
3.
Syarat-syarat:
·
Yang berhak mengajukan
verzet adalah Tergugat atau Para Tergugat yang dihukum dengan putusan tidak
hadir dan tidak menerima Putusan tersebut. Jadi yang berhak mengajukan verzet
adalah Tergugat/Para Tergugat yang dikalahkan, baik Gugatan dikabulkan seluruhnya
atau untuk sebagian (Pasal 129 Ayat 1 HIR/Pasal 153 Ayat 1 Rbg);
·
Jika pemberitahuan Putusan
disampaikan kepada Tergugat sendiri, maka verzet dapat diterima dalam tenggang
waktu 14 hari setelah pemberitahuan itu
dilakukan;
·
Jika permberitahuan tersebut
tidak disampaikan langsung kepada Tergugat sendiri, maka verzet dapat diterima
sampai dengan hari kedelapan setelah dilakukan peringatan menurut Pasal 196
HIR/Pasal 207 Rbg (tentang tidak dilaksanakannya eksekusi secara sukarela);
·
Jika Tergugat tidak datang
menghadap setelah dipanggil dengan patut, sampai dengan hari keempat belas
setelah dilaksanakannya perintah tertulis menurut Pasal 197 HIR/Pasal 208 Rbg .
(tentang teguran untuk melaksanakan Putusan secara) (Pasal 129 Ayat 2 HIR/Pasal
153 ayat 2 Rbg);
·
Jika Tergugat tidak hadir
waktu ditegur, jangka waktu mengajukan Perlawanan adalah sampai hari kedelapan
setelah sita eksekutorial (Pasal 197 HIR/Pasal 208 Rbg)
·
Untuk wilayah hukum
berlakunya Rbg, Pengadilan Negeri
berwenang dalam Putusannya memperpanjang jangka waktu tersebut pada ayat di
atas menurut keadaan (Pasal 153 Ayat 3 Rbg);
·
Gugatan Perlawanan (verzet)
dilakukan secara biasa menurut ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang
berlaku dalam hukum acara perdata (Pasal 129 Ayat 3 HIR/Pasal 153 ayat 4 Rbg);
·
Pelawan yang membiarkan
terhadap dirinya dijatuhi Putusan Verstek untuk kedua kalinya, harus
dinyatakan tidak dapat diterima, bila ia masih mengajukan perlawanan baru lagi
(Pasal 129 Ayat 5 HIR/Pasal 153 Ayat 6 Rbg)/tidak dapat melakukan Verzet lagi,
tetapi dapat Banding (Pasal 8 UU No.3 tahun 1947 : Dari putusan Pengadilan
Negeri, yang dijatuhkan diluar hadir tergugat,tergugat tidak boleh minta
pemeriksaan ulangan melainkan hanya dapat mempergunakan perlawanan dalam
pemeriksaan tingkat pertama, akan tetapi
jikalau penggugat minta pemeriksaan ulangan, tergugat tidak dapat mempergunakan
hak perlawanan dalam pemeriksaan tingkat pertama ) ;
III.Persidangan dengan dihadiri Para Pihak ;
·
Jawaban Tergugat, Eksepsi,
dan Gugatan Rekonvensi erat hubungannya, dan umumnya diajukan pula secara
bersama-sama dalam jawaban Tergugat;
·
HIR sesungguhnya
menghendaki jawaban Tergugat secara lisan, karena dulu berlaku bagi bumiputera,
tetapi setelah HIR berlaku bagi semua golongan, dan banyaknya pihak berperkara menggunakan
kuasa hukum, maka sudah lazim Jawaban diajukan secara tertulis (Retnowulan:
38);
·
Apabila dihekendaki,
Jawaban Tergugat masih dapat dijawab kembali secara tertulis oleh dengan Replik
Penggugat, yang kemudian dijawab lagi dengan Duplik Tergugat;
·
Apabila masih dikehendaki,
kedua pihak masih dapat mengajukan kesimpulan Jawaban, sebelum mohon putusan
dengan pemeriksaan pembuktian (mohon putusan o.a.b/ onder aanbod van bewijs);
·
Jawaban Tergugat,
dapat terdiri dari 2 (dua) macam, yaitu:
a)
Jawaban yang langsung mengenai
pokok perkara (verweer ten principle);
b)
Jawaban yang tidak langsung
mengenai pokok perkara yang disebut dengan Eksepsi/tangkisan;
·
Jawaban Tergugat, tidak
diatur secara spesifik dalam HIR/Rbg, akan tetapi di dalam Pasal 141 RR
(Reglement op Rechts Veroordering,stb 1874-52 jo 1849-63). Jawaban Tergugat
adalah suatu bantahan/ pengakuan mengenai dalil-dalil gugatan yang diajukan
Penggugat, oleh karena itu Jawaban disusun berdasarkan pada dalil-dalil gugatan;
·
Jawaban Tergugat biasanya
berisikan:
a)
Bantahan, pengingkaran
terhadap apa yang dikemukakan Penggugat dalam dalil-dalil gugatannya;
b)
Pengakuan/Pembenaran, ada
kemungkinan Tergugat mengakui kebenaran dalil-dalil gugatan, tidak perlu
dibuktikan lagi dalam pemeriksaan pembuktian. Biasanya dipergunakan kata-kata
“sendainya pun benar” atau “qwodnoon” maksudnya tidak membantah secara tegas,
tetapi juga tidak mengakui secara pasti;
c)
Fakta-fakta lain,
dimungkinkan memuat fakta-fakta baru untuk membenarkan kedudukannya. Misalnya:
senandainyapun Tergugat wanprestasi, bukan karena kemauan sendiri,melainkan
karena keadaan tertentu, misalnya keadaan memaksa (overmacht);
·
Cara menjawab gugatan
adalah cukup mengikuti poin-poin dalam gugatan, dan dalil-dalil bantahan
didukung dengan yurisprudensi, doktrin, kebisaan-kebiasaan, dll, bukan berdasar
logika belaka;
B.
Replik
·
Berdasar Etimologi, Replik
berasal dari kata Re (kembali) dan Pliek (menjawab, jadi Replik berarti kembali
menjawab;
·
Replik diatut dalam Pasal
142 RV;
·
Biasanya berisi dalil-dalil
atau hal-hal tambahan yang menguatkan dalil-dalil Gugatan;
C.
Duplik
·
Duplik, berasal dari
kata du (dua) dan pliek (jawaban), jadi Duplik adalah Jawaban kedua. Sebagai
Jawaban atas Replik Penggugat;
·
Duplik, berisi dalil-dalil untuk
menguatkan jawaban Tergugat, dapat mengemukakan dalil-dalil baru untuk
menguatkan Bantahan terhadap Gugatan, atau sekedar menguatkan dalil-dalil
jawaban;
IV. Pembuktian dan Alat Bukti
A
Pembuktian : adalah suatu proses peradilan yang meyakinkan
hakim tentang kebenaran suatu gugatan /dalil yang dikemukakan dalam suatu
sengketa (Prof. Subekti); Meyakinkan hakim tentang kebenaran yang diajukan
pencari keadilan mengenai suatu hal dlam suatu proses peradilan;
B
Beban Pembuktian :
·
Siapa yang mendalilkan
mempunyai suatu hak, atau mengajukan suatu peristiwa (feit) utk menegaskan
haknya atau untuk membantah adanya hak orang lain, haruslah membuktikan tentang
adanya hak atau peristiwa tersebut. Pasal 163 HIR, Pasal 283 Rbg. Pasal 1865
BW;
·
Pihak yang menyatakan
sesuatu itu tidak biasa harus membuktikan hal yang tidak biasa itu, i.c orang
yang diberi hak memungut sewa pintu-pintu toko mengajukan bahwa toko-toko
tersebut tidak selalu menghasilkan sewa (Yurisprudensi MA RI No: 162K/Sip/1955
tgl 21 November 1956) (Hukum Acara Perdata, O.bidara, 1987:58);
·
Dalam sengketa jual-beli
dimana pihak pembeli mendalilkan bahwa ia belum menerima seluruh barang yang
dibelinya menurut kontrak, sedang pihak penjual membantah dengan mengemukakan
bahwa ia telah menyerahkan seluruh barang yang dijual-belikan, pihak pembeli
harus dibebani pembuktian mengenai adanya kontrak dan pembayaran yang telah
dilakukan, sedang pihak penjual mengenai barang-barang yang telah diserahkannya
(Yurisprudensi MA RI 197K/Sip/1956 30 Desember 1957) (ibid);
C
Hal-hal yang tidak perlu
dibuktikan:
-
Hal-hal yang diajukan satu pihak,
yang diakui atau tidak disangkal pihak lawannya;
-
Hal-yang diketahui sendiri oleh
Hakim dimuka sidang;
-
Hal-hal yanng dapat dianggap
diketahui oleh umum (Notoire Feiten);
-
Pengetahuan Hakim di luar sidang;
Catatan : pertimbangan hakim, bahwa suatu hal adalah
yang diketahui umum, dan sesuatu yang diketahuinya sendiri masih dapat ditinjau
oleh Hakim banding ataupun Kasasi (masalah pembuktian wewenang judex factie);
Pembagian Beban Pembuktian: harus dilakukan
dengan adil dan tidak berat sebelah, dianggap sebagai soal yuridis, yang dapat
diperjuangkan sampai tingkat kasasi, artinya pembagian beban pembuktian yang
tidak adil dianggap sebagai suatu pelanggaran hukum atau undang-undang yang
merupakan alasan bagi Mahkamah Agung untuk membatalkan putusan Hakim
yang bersangkutan;
Pembagian beban pembuktian yang ditetapkan dalam
hukum materiel: -persangkaan undang-undang-
a.
Adanya keadaan memaksa harus
dibuktikan oleh pihak debitur (Pasal 1244 BW);
b.
Siapa yang menuntut penggantian
kerugian yang disebabkan suatu perbuatan melanggar hukum, harus membuktikan
adanya kesalahan (Pasal 1365 BW);
c.
Siapa yang menunjukkan 3 (tiga)
kuitansi yang terakhir, dianggap telah membayar semua cicilan (Pasal 1394 BW);
d.
Barangsiapa menguasai suatu barang
bergerak, dianggap sebagai pemiliknya (Pasal 1977 Ayat (1)BW), Pemegang barang
bergerak (Bezitter) dibebaskan dari kewajiban pembuktian.
Macam-macam
alat bukti (Pasal 1866 BW/Pasal 164 HIR/Pasal 284 Rbg)):
a. Bukti tulisan;
b. bukti dengan saksi-saksi;
c. persangkaan-persangkaan;
d. pengakuan;
e. sumpah;
D. Putusan Pengadilan
Salah satu tugas pokok pengadilan adalah mengadili perkara-perkara
yang diajukan atas kepentingan para pihak berperkara adalah
merupakan tindakan mewujudkan hasil pemeriksaan dalam putusan pengadilan, yang
oleh para pihak berperkara sangat hurapkan
dapat memberikan rasa keadilan Dalam Pasal Pasal 189 RBg /Rv. Pasal 50 Pasal 178 HIR)
(1) Dalam
rapat permusyawaratan, karena jabatannya hakim harus menambah dasar-dasar hukum
yang tidak dikemukakan oleh para pihak. (RO. 39,41.)
(2) Ia
wajib memberi keputusan tentang semua bagian gugatannya.
(3) Ia
dilarang memberi keputusan tentang hal-hal yang tidak dimohon atau memberikan
lebih dari yang dimohon. (Rv. 50; IR. 178.)
Putusan
digolongkan menjadi tiga yaitu pertama yang bersifat penghukuman atau
kondemnatoir, yang kedua bersifat menciptakan atau meniadakan sesuatu atau
konstitutif dan ketiga bersifat menerangkan menjelaskan
atau deklaratoir.
1) Putusan kondemnatoir.
Putusan
kondemnatoir merupakan putusan penghukuman, misalnya penghukuman untuk
menyerahkan sesuatu benda , barang yang menjadi obyek sengketa, misalnya tanah
sawah, pekarangan, ataupun penghukuman untuk membayar sejumlah uang.
2) Putusan konstitutif.
Putusan
konstitutif adalah putusan yang bersifat menetapkan suatu cndaan hukum yang
sebelumnya tidak ada misalnya adanya status suatu pcrkawinan dari suami isteri
atau meniadakan suatu keadaan hukum yang menimbulkan suatu keadaan hukum yang
baru, misalnya suatu perkawinan yang dinyatakan menjadi pecah yang berakibat
adanya perceraian.
3) Putusan deklaratoir.
Pada
dasarnya putusan deklaratoir hanya merupakan putusan yang bersifat
menerangkaqmenegaskan keadaan hukum misalnya, menetapkan status A sebagai anak
yang sah dari B dan C selaku suami
isteri, atau menetapkan kedudukan anak sebagai ahli waris, ataupun sebagai anak angkat dsb.
[1] Secara umum dalam rangka menuntut hak langkah hukum (legal Action) yang dapat
dilakukan menurut Bouvier Law Dictionary. In New York, actions are
divided only into two kinds, namely, criminal and civil. A criminal action is
prosecuted by the state, as a party, against a person charged with a public
offence, for the punishment thereof. Every other action is a civil action.
( Di NY, langkah hukum tersebut dibagi
menjadi dua macam yang disebut langkah hukum pidana dan langkah hukum perdata. Langkah hukum
pidana adalah penuntutan yang dilakukan oleh negara sebagai pihak , melawan
seseorang yang dituduh melakukan pelanggaran hukum yang dapat dijatuhi hukuman. Selain dari
langkah tersebut adalah termasuk langkah hukum perdata ( James Bouvier, A Law
Dictionary, CHILDS & PETERSON, PHILADELPHIA, 1856, hlm.274)
[2] Civil Procedure Rules (CPR) The new procedural
code, which was enacted in 1998 and revoked the Rules of the Supreme Court with
effect from 26 April 1999. The Rules, a result of the reforms proposed by Lord
Woolf's Access to Justice (Final Report) 1996,now govern
proceedings in the civil cases of the Court of Appeal (Civil Division), the
High Court, and the county courts. The CPR have been supplemented by Practice
Directions and pre-action protocols. They have no application in certain areas,
including the Mental Health Act 1983 Part IV and family and adoption proceedmgs.
(Oxford Law Dictionary,5th edition, Oxford Univ.Press, 2003, hlm.83)
[3]Susan Ellis Wild ( Legal Editor), Webster Law
Dictionary, Published by Wiley, Hoboken, NJ Canada, 2006, hlm.208
[4] Pasal 130 ayat (1)
Jika
pada hari yang ditentukan itu kedua belah pihak menghadap, maka pengadilan negeri, dengan perantaraan
ketuanya, akan mencoba memperdamaikan mereka itu. (IR. 239.)
[5] Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) Perma No.1 tahun 2008
tersebut mengatur (1) Pada hari sidang yang telah. ditentukan yang dihadiri
kedua belah pihak, hakim mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi. (2)
Ketidakhadiran pihak turut tergugat tidak menghalangi pelaksanaan mediasi.
[6] Dalam
Jawabannya Tergugat dapat mengajukan Eksespsi yaitu tangkisan yang sehubungan
selain dari pokok perkara dan Gugatan rekonpensi yaitu Gugatan Rekonvensi/Gugat
Balik/Gugat-Ginugat adalah Gugatan Balasan dari Tergugat terhadap Penggugat,
Para Penggugat, atau salah satu Penggugat saja, antara Gugatan Konvensi dan
Rekonvensi tidak diharuskan adanya hubungan hukum. Gugatan Rekonvensi dapat
diajukan tersendiri menurut acara biasa kapan saja;