Saturday 4 February 2017

Makalah Lengkap - HUKUM ACARA PERDATA

Image result for Hukum acara perdata
Hukum Acara Perdata

A.   Pendahuluan
Sebelum lebih jauh membicarakan Hukum Acara Perdata maka perlu diketahui dulu apakah hukum acara atau hukum formil tersebut. Hukum Acara (Hukum formil) adalah Hukum yang mengatur tentang tata cara bagaimana menegakan hukum materil. Sedangkan Hukum Acara Perdata adalah hukum yang mengatur tentang bagaimana tata cara[1] menegakan hukum perdata materil ( Civil Process Law ) [2] Sebagai perbandingan menurut Webster Law Dictionary civil procedure is a  procedure to determine the rights of the parties, as distinguished from a criminal procedure. Sedangkan  criminal procedure is a  process by which the government imposes penalties for criminal behavior through the devices of arrest, trial, and punishment of the convicted criminal. [3] ( Acara perdata adalah suatu prosedur yang mengatur dan menentukan hak dari para pihak yang dibedakan dengan acara pidana , sedangkan acara pidana adalah proses yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini penegak hukum  untuk menjatuhkan hukuman terhadap perbuatan kriminal melalui lembaga penahanan, peradilan, dan pemidanaan )

1. DASAR HUKUM

a.       Reglement Op de Burgerlijke Rechts Verordering (R.O);
b.      Het Inlandsch Reglement (IR);
                                                              i.      Stb 1848 tanggal 5 April 1848, mulai berlaku 1 Mei 1848;
                                                            ii.      Perubahan tahun 1941- didirikannya lembaga kejaksaan, perubahan=Herzienne, selanjutnya disebut Het Herziene Indonesich Reglement (HIR), setelah Indonesia merdeka menjadi Reglemen Indonsia diperbaharui/Reglemen Indonesia Baru (RIB);
                                                          iii.      Berlaku untuk Jawa dan Madura;
c.       Rechtreglement Buiten Geweijsten (Rbg);
d.      Recht reglement Verordering (RV);
e.       Buku ke-4 Burgerlijk wetboek (BW)/KUHPerdata;
f.       UU No. 14 Tahun 1970 jo. UU No. 4 Tahun 2004 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman;
g.      UU No. 14 Tahun 1985 jo. UU No. 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung;
h.      SEMA dan PERMA;

B. Persidangan di Pengadilan

            I. Proses Mediasi
Setelah Gugatan selesai didaftarkan di Kepaniteraan Perdata Pengadilan Negeri selanjutnya Ketua Pengadilan Menunjuk Majelis Hakim yang akan mengadili perkara perdata terebut, setelah ditetapkannya Majelis Hakim tersebut, maka  Hakim  Ketua dari Majelis hakim tersebut membuat penetapan hari sidang.
Pada Hari sidang yang telah ditentukan maka menurut  Pasal 130 HIR [4] maupun Pasal 154 RBg, (Bila kedua belah pihak atau kuasanya yang sah hadir dipersidangan) [5]  Hakim akan mencoba mendamaikan para pihak yang bersengketa tersebut,  mengenai hal ini setelah tahun 2008 Mahkamah Agung telah memberikan pengaturan dalam peraturan Mahkamah Agung No.1 tahun 2008 yang mengatur dalam Pasal 2 bahwa  Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan ini . dengan konsekwensi bukum bila tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan peraturan ini merupakan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang mengakibatkan putusan batal demi hukum. Serta  Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan.
Setelah para pihak hadir pada hari sidang pertama, hakim mewajibkan para pihak pada hari itu juga atau paling lama 2 (dua) hari kerja berikutnya untuk berunding guna memilih mediator termasuk biaya yang mungkin timbul akibat pilihan penggunaan mediator bukan hakim. Para pihak segera menyampaikan mediator pilihan mereka kepada ketua majelis hakim. Ketua majelis hakim segera memberitahu mediator terpilih untuk melaksanakan tugas.  Jika setelah jangka waktu maksimal sebagaimana dimaksud diatas  terpenuhi, para pihak tidak dapat bersepakat memilih mediator yang dikehendaki, maka para pihak wajib menyampaikan kegagalan mereka memilih mediator kepada ketua majelis hakim. Selanjutnya setelah menerima pemberitahuan para pihak tentang kegagalan memilih mediator, ketua majelis hakim segera menunjuk hakim bukan pemeriksa pokok perkara yang bersertifikat pada pengadilan yang sama untuk menjalankan fungsi mediator dan jika pada pengadilan yang sama tidak terdapat hakim bukan pemeriksa perkara yang bersertifikat, maka hakim pemeriksa pokok perkara dengan atau tanpa sertifikat yang ditunjuk oleh ketua majelis hakim wajib menjalankan fungsi mediator.
            Selanjutnya Mediator melaksanakan tugasnya dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah para pihak menunjuk mediator yang disepakati, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada satu sama lain dan kepada mediator. Proses mediasi berlangsung paling lama 40 (empat puluh) hari kerja sejak mediator dipilih oleh para pihak atau ditunjuk oleh ketua majelis   dan atas dasar kesepakatan para pihak, jangka waktu mediasi dapat diperpanjang paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak berakhir masa 40 (empat puluh) hari tersebut (pasal 13 Perma No.1 tahun 2008 )
Mediator berkewajiban menyatakan mediasi telah gagal jika salah satu  pihak atau para pihak atau kuasa hukumnya telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi sesuai jadwal pertemuan mediasi yang telah disepakati atau telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi tanpa alasan setelah dipanggil secara patut. Jika setelah proses mediasi berjalan, mediator memahami bahwa dalam sengketa yang sedang dimediasi melibatkan aset atau harta kekayaan atau kepentingan yang nyata-nyata berkaitan dengan pihak lain yang tidak disebutkan dalam surat gugatan sehingga pihak lain yang berkepentingan tidak dapat menjadi salah satu pihak dalam proses mediasi, mediator dapat menyampaikan kepada para pihak dan hakim pemeriksa bahwa perkara yang bersangkutan tidak layak untuk dimediasi dengan alasan para pihak tidak lengkap.
Jika mediasi menghasilkan kesepakatan perdamaian, para pihak dengan  bantuan mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani oleh para pihak dan mediator. Jika dalam proses mediasi para pihak diwakili oleh kuasa hukum, para pihak wajib menyatakan secara tertulis persetujuan atas kesepakatan yang dicapai. Sebelum para pihak menandatangani kesepakatan, mediator memeriksa materi kesepakatan perdamaian untuk menghindari ada kesepakatan yang bertentangan dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat iktikad tidak baik, Para pihak wajib menghadap kembali kepada hakim pada hari sidang yang telah ditentukan untuk memberitahukan kesepakatan perdamaian. Para pihak dapat mengajukan kesepakatan perdamaian kepada hakim untuk dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian. Jika para pihak tidak menghendaki kesepakatan perdamaian dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian, kesepakatan perdamaian harus memuat klausula pencabutan gugatan dan atau klausula yang menyatakan perkara telah selesai. (pasal 17 Perma No.1 tahun 2008 )
Namun jika setelah batas waktu maksimal 40 (empat puluh) hari kerja   para pihak tidak mampu menghasilkan kesepakatan, mediator wajlb menyatakan secara tertulis bahwa proses mediasi telah gagal dan memberitahukan kegagalan kepada hakim. Segera setelah menerima pemberitahuan tersebut, hakim melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai ketentuan hukum acara yang berlaku. (pasal 17 Perma No.1 tahun 2008 )

II. Kehadiran Para Pihak
Setelah mediasi dinyatakan gagal maka persidangan dilanjutkan dengan pembacaan gugatan, dan dalam hal ini dapat terjadi kemungkinan sehubungan dengan kehadiran para pihak :

A. Kehadilan Penggugat

·               Jika Penggugat, walaupun telah dipanggil dengan patut, tidak menghadap PN pada hari yang ditentukan, dan juga tidak menyuruh orang lain menghadap selaku wakil/kuasanya, maka gugatan dipandang gugur dan Penggugat dihukum membayar biaya perkara, dengan hak bahwa ia dapat mengajukan kembali gugatannya tersebut asal saja telah membayar biaya perkara sebelumnya(Pasal 124 HIR/Pasal 148 Rbg);

·               Dapat pula majelis hakim memerintahkan untuk sekali lagi memanggil pihak Penggugat untuk hadir dipersidangan sebelum dijatuhkannya putusan gugur;

·               Pengertian “telah dipanggil dengan patut” adalah bahwa ybs telah dipanggil dengan cara menurut UU;

·               Apabila Penggugat terdiri dari beberapa orang, maka untuk berlakunya ketentuan tsb diatas haruslah seluruh Penggugat tidak hadir, apabila salah satu atau beberapa dari Penggugat ada yang hadir, sidang akan diundurkan dan perkara nantinya diputus menurut acara biasa (Retnowulan:22);

·               Sebelum Gugatan digugurkan, hakim harus terlebih dahulu dengan teliti memeriksa Berita Acara Pemanggilan pihak-pihak, apakah Penggugat/Para Penggugat telah dipanggil dengan patut, seksama, dan apabila cara pemanggilan tidak/belum dilakukan sebagaimana mestinya, hakim tidak boleh menggugurkan gugatan, melainkan memerintahkan Jurusita untuk memanggil pihak Penggugat sekali lagi (Retnowulan:23);

·               Apabila Pihak Penggugat telah mengirim orang atau Surat yang menyatakan bahwa pihak Penggugat berhalangan secara sah, atau kuasa yang dibuatnya tidak memenuhi persyaratan, maka hakim harus cukup bijaksana untuk mengundurkan hari sidang;

·               Apabila Penggugat sebelum dipanggil telah wafat, maka hak ahli waris untuk meneruskan gugatan atau tidak, yang hendaknya diutarakan kepada KPN;

·               Apabila ahliwaris Penggugat meneruskan Gugatan, maka Gugatan harus diubah dengan mencantumkan para ahli waris sebagai Penggugat;

·               Dalam hal terdapat ahli waris yang menyatakan tidak turut menggugat, gugatan tidak dinyatakan tidak dapat diterima karena kurang pihak, tetapi ahli waris yang tidak turut menggugat, dicantumkan sebagai turut tergugat, sekedar untuk tunduk an taat terhadap Putusan Hakim;

·               Jika Penggugat setelah dipanggil kemudian wafat, apabila kematiannya diberitahukan (dengan surat keterangan kematian) kepada PN, maka perkara tersebut tidak digugurkan, akan tetapi ahli waris dipanggil untuk ditanya apakah mereka akan melanjutkan gugatan atau tidak. Apabila kematian Panggugat tidak diberitahukan, Pengadilan karena tidak mengetahuinya akan menggugurkan Gugatan;

·               Jika Penggugat setelah dipanggil secara patut tidak hadir, maka Gugatan dinyatakan Gugur, dan Penggugat dapat mengajukan Gugatan Baru. Jika Gugatan kedua kembali dinyatakan Gugur, kerena Penggugat tidak hadir lagi, maka karena tidak nyata-nyata dilarang dalam HIR/Rbg, berarti pengajuan kembali untuk ketiga kali dan seterusnya diperkenankan;

·               Dalam perkara yang digugurkan, sama sekali belum diperiksa pokok perkaranya, karena itu tidaklah dibenarkan apabila dengan menggugurkan gugatan, sekaligus Hakim menolak pokok perkara;


B. Kehadiran Tergugat

·               Jika pada hari yang telah ditentukan, Tergugat yang telah dipanggil secara patut, tidak datang menghadap dan tidak pula menyuruh orang lain menghadap untuknya, maka Gugatan dikabulkan dengan Verstek, kecuali jika Pengadilan Negeri berpendapat bahwa Gugatan itu melawan hukum atau tidak beralasan (Pasal 125 Ayat 1 HIR/Pasal 149 Ayat 1 Rbg);

·               Akan tetapi apabila Tergugat dalam Jawabannya seperti tersebut dalam Pasal 121 HIR/Pasal 145 Rbg mengajukan tangkisan/Eksepsi mengenai ketidakwenangan PN tersebut, maka walaupun Tergugat tidak hadir menghadap atau menyuruh orang lain menghadap untuknya, PN setelah mendengar Penggugat, memberi Putusan tentang Tangkisan tersebut, dan –hanya jika tangkisan itu ditolak- PN dapat memberi Putusan mengenai Pokok Perkara (Pasal 125 Ayat 2 HIR/Pasal 149 Ayat 2 Rbg);

·               Jika gugatan dikabulkan, maka putusan PN tersebut atas perintah Ketua disampaikan kepada pihak yang dikalahkan dengan sekaligus memberitahukan haknya mengajukan perlawanan (Verzet) terhadap putusan tersebut pada PN yang sama dalam tenggang waktu dan cara seperti ditentukan dalam Pasal 129 HIR/Pasal 153 Rbg;

·               Apabila Pihak Tergugat seluruhnya tidak datang menghadap pada sidang yang pertama, dan apabila sidang diundurkan sesuai dengan Pasal 126 HIR/150 Rbg, juga pihak Tergugat kesemuanya tidak datang menghadap lagi, maka pemeriksaan persidangan dilanjutkan, dan perkara diputus dengan Verstek (tanpa hadirnya tergugat);

·               Dalam hal Tergugat atau Para Tergugat pada sidang yang pertama hadir dan pada sidang-sidang berikutnya tidak hadir, atau apabila pada sidang pertama tidak hadir, tetapi setelah Hakim menunda sidang berdasar Pasal 126 HIR/Pasal 150 Rbg, dan pada sidang kedua tersebut hadir, kemudian dalam sidang-sidang selanjutnya tidak hadir lagi, maka Perkara akan diperiksa menurut acara biasa dan Putusan dijatuhkan secara Contradictoir (Ptsn MA RI No. 91 K/Sip/1952 tanggal 23 Oktober 1952);

·               Juga apabila dalam pemeriksaan tersebut ada satu    atau beberapa dari Tergugat tidak pernah hadir dalam sidang, terhadap Tergugat atau Beberapa Tergugat itu tidak boleh dijatuhkan putusan verstek, melainkan harus Putusan Contradictoir. Pada bagian akhir Putusan disebutkan pihak-pihak yang hadir dan yang tidak pernah hadir (Ptsn MA RI No. 38K/Sip/1953 tanggal 18 Mei 1953);


C. Verstek

1.            Pengertian: Putusan yang dijatuhkan diluar hadirnya Tergugat/Para Tergugat maupun Kuasa /wakilnya (sama sekali tidak pernah hadir dimuka sidang setelah dipanggil secara patut dan setelah penundaan sidang berdasar Pasal 126 HIR/Pasal 150 Rbg);

2.            Persyaratan: Untuk dapat dijatuhkannya Putusan Verstek, harus dipenuhi persyaratan berdasarkan Pasal 125 Ayat 1 HIR/Pasal 149 Rbg,sebagai berikut:

a)            Tergugat atau Para Tergugat kesemuanya tidak datang pada hari sidang yang telah ditentukan;
b)            Tidak juga mengirimkan kuasa/wakilnya yang sah untuk menghadap;
c)            Telah dipanggil secara patut;
d)           Petitum tidak melawan hak;
e)            Petitum beralasan;

·               Persyaratan tersebut di atas harus satu-persatu diperiksa dengan seksama, baru apabila benar-benar semua syarat terpenuhi, Putusan Verstek dijatuhkan dengan mengabulkan gugatan;

·               Apabila syarat a, b, dan c dipenuhi, akan tetapi Petitumnya ternyata melawan hak atau tidak beralasan, maka meskipun perkara diputus dengan perstek, Gugatan Ditolak

·               Dalam hal syarat 1,2, dan 3 terpenuhi, akan tetapi ternyata ada kesalahan formil dalam gugatan, misalnya gugatan diajukan oleh orang yang tidak berhak, maka Gugatan dinyatakan Tidak Dapat Diterima (Niet on vankelijk verklaard);

·               Putusan verstek tidak secara otomatis menguntungkan Pihak Penggugat;

·               SEMA No.9 Tahun 1964: Menurut Pasal 125 HIR/149 Rbg, apabila tergugat, meskipun telah dipanggil secara sah, tidak juga hadir, hakim dapat:
a)            Menjatuhkan putusan verstek;
b)            Menunda pemeriksaan (berdasar Pasal 126 HIR) dengan perintah memanggil tergugat sekali lagi;
c)            Jika setelah pemeriksaan ditunda, tergugat tidak dapat hadir lagi, maka hakim menjatuhkan putusan verstek;
d)           Dalam hal poin C Putusan verstek dapat dijatuhkan pada sidang ke-2 dan seterusnya, bukan Putusan Contradictoir atau tegenspraak;
e)            Pelawan (opposant) terhadap Putusan Vestek berkedudukan sebagai Tergugat semula, Pelawan tetap menjadi tergugat, yang untuk kedua kalinya dihukum dengan verstek;


D. Verzet

1.            Pengertian : Verzet adalah perlawanan terhadap Putusan yang dijatuhkan secara Verstek, yang diajukan kepada PN yang sama, yang dahulu memeriksa dan mengadili secara verstek;

2.            Dasar Hukum:
·               Pasal 125 Ayat 3 HIR/Pasal 149 Ayat 3 Rbg;
·               Pasal 129 HIR/Pasal 153 Rbg;
·               Pasal 8 UU No.3 tahun 1947

3.            Syarat-syarat:
·               Yang berhak mengajukan verzet adalah Tergugat atau Para Tergugat yang dihukum dengan putusan tidak hadir dan tidak menerima Putusan tersebut. Jadi yang berhak mengajukan verzet adalah Tergugat/Para Tergugat yang dikalahkan, baik Gugatan dikabulkan seluruhnya atau untuk sebagian (Pasal 129 Ayat 1 HIR/Pasal 153 Ayat 1 Rbg);

·               Jika pemberitahuan Putusan disampaikan kepada Tergugat sendiri, maka verzet dapat diterima dalam tenggang waktu  14 hari setelah pemberitahuan itu dilakukan;

·               Jika permberitahuan tersebut tidak disampaikan langsung kepada Tergugat sendiri, maka verzet dapat diterima sampai dengan hari kedelapan setelah dilakukan peringatan menurut Pasal 196 HIR/Pasal 207 Rbg (tentang tidak dilaksanakannya eksekusi secara sukarela);

·               Jika Tergugat tidak datang menghadap setelah dipanggil dengan patut, sampai dengan hari keempat belas setelah dilaksanakannya perintah tertulis menurut Pasal 197 HIR/Pasal 208 Rbg . (tentang teguran untuk melaksanakan Putusan secara) (Pasal 129 Ayat 2 HIR/Pasal 153 ayat 2 Rbg);

·               Jika Tergugat tidak hadir waktu ditegur, jangka waktu mengajukan Perlawanan adalah sampai hari kedelapan setelah sita eksekutorial (Pasal 197 HIR/Pasal 208 Rbg)

·               Untuk wilayah hukum berlakunya  Rbg, Pengadilan Negeri berwenang dalam Putusannya memperpanjang jangka waktu tersebut pada ayat di atas menurut keadaan (Pasal 153 Ayat 3 Rbg);

·               Gugatan Perlawanan (verzet) dilakukan secara biasa menurut ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku dalam hukum acara perdata (Pasal 129 Ayat 3 HIR/Pasal 153 ayat 4 Rbg);

·               Pelawan yang membiarkan terhadap dirinya dijatuhi Putusan Verstek untuk kedua kalinya, harus dinyatakan tidak dapat diterima, bila ia masih mengajukan perlawanan baru lagi (Pasal 129 Ayat 5 HIR/Pasal 153 Ayat 6 Rbg)/tidak dapat melakukan Verzet lagi, tetapi dapat Banding (Pasal 8 UU No.3 tahun 1947 : Dari putusan Pengadilan Negeri, yang dijatuhkan diluar hadir tergugat,tergugat tidak boleh minta pemeriksaan ulangan melainkan hanya dapat mempergunakan perlawanan dalam pemeriksaan tingkat pertama, akan  tetapi jikalau penggugat minta pemeriksaan ulangan, tergugat tidak dapat mempergunakan hak perlawanan dalam pemeriksaan tingkat pertama ) ;

III.Persidangan dengan dihadiri Para Pihak ;

A.          Jawaban Tergugat [6]

·               Jawaban Tergugat, Eksepsi, dan Gugatan Rekonvensi erat hubungannya, dan umumnya diajukan pula secara bersama-sama dalam jawaban Tergugat;

·               HIR sesungguhnya menghendaki jawaban Tergugat secara lisan, karena dulu berlaku bagi bumiputera, tetapi setelah HIR berlaku bagi semua golongan, dan banyaknya pihak berperkara menggunakan kuasa hukum, maka sudah lazim Jawaban diajukan secara tertulis (Retnowulan: 38);

·               Apabila dihekendaki, Jawaban Tergugat masih dapat dijawab kembali secara tertulis oleh dengan Replik Penggugat, yang kemudian dijawab lagi dengan Duplik Tergugat;

·               Apabila masih dikehendaki, kedua pihak masih dapat mengajukan kesimpulan Jawaban, sebelum mohon putusan dengan pemeriksaan pembuktian (mohon putusan o.a.b/ onder aanbod van bewijs);

·               Jawaban Tergugat, dapat terdiri dari 2 (dua) macam, yaitu:
a)            Jawaban yang langsung mengenai pokok perkara (verweer ten principle);
b)           Jawaban yang tidak langsung mengenai pokok perkara yang disebut dengan Eksepsi/tangkisan;

·               Jawaban Tergugat, tidak diatur secara spesifik dalam HIR/Rbg, akan tetapi di dalam Pasal 141 RR (Reglement op Rechts Veroordering,stb 1874-52 jo 1849-63). Jawaban Tergugat adalah suatu bantahan/ pengakuan mengenai dalil-dalil gugatan yang diajukan Penggugat, oleh karena itu Jawaban disusun berdasarkan pada dalil-dalil gugatan;

·               Jawaban Tergugat biasanya berisikan:
a)            Bantahan, pengingkaran terhadap apa yang dikemukakan Penggugat dalam dalil-dalil gugatannya;
b)            Pengakuan/Pembenaran, ada kemungkinan Tergugat mengakui kebenaran dalil-dalil gugatan, tidak perlu dibuktikan lagi dalam pemeriksaan pembuktian. Biasanya dipergunakan kata-kata “sendainya pun benar” atau “qwodnoon” maksudnya tidak membantah secara tegas, tetapi juga tidak mengakui secara pasti;
c)            Fakta-fakta lain, dimungkinkan memuat fakta-fakta baru untuk membenarkan kedudukannya. Misalnya: senandainyapun Tergugat wanprestasi, bukan karena kemauan sendiri,melainkan karena keadaan tertentu, misalnya keadaan memaksa (overmacht);

·               Cara menjawab gugatan adalah cukup mengikuti poin-poin dalam gugatan, dan dalil-dalil bantahan didukung dengan yurisprudensi, doktrin, kebisaan-kebiasaan, dll, bukan berdasar logika belaka;
       

B.           Replik

·               Berdasar Etimologi, Replik berasal dari kata Re (kembali) dan Pliek (menjawab, jadi Replik berarti kembali menjawab;

·               Replik diatut dalam Pasal 142 RV;

·               Biasanya berisi dalil-dalil atau hal-hal tambahan yang menguatkan dalil-dalil Gugatan;

C.          Duplik

·               Duplik, berasal dari kata du (dua) dan pliek (jawaban), jadi Duplik adalah Jawaban kedua. Sebagai Jawaban atas Replik Penggugat;

·                   Duplik, berisi dalil-dalil untuk menguatkan jawaban Tergugat, dapat mengemukakan dalil-dalil baru untuk menguatkan Bantahan terhadap Gugatan, atau sekedar menguatkan dalil-dalil jawaban;

IV. Pembuktian dan Alat Bukti

A            Pembuktian :  adalah suatu proses peradilan yang meyakinkan hakim tentang kebenaran suatu gugatan /dalil yang dikemukakan dalam suatu sengketa (Prof. Subekti); Meyakinkan hakim tentang kebenaran yang diajukan pencari keadilan mengenai suatu hal dlam suatu proses peradilan;

B             Beban Pembuktian :
·                     Siapa yang mendalilkan mempunyai suatu hak, atau mengajukan suatu peristiwa (feit) utk menegaskan haknya atau untuk membantah adanya hak orang lain, haruslah membuktikan tentang adanya hak atau peristiwa tersebut. Pasal 163 HIR, Pasal 283 Rbg. Pasal 1865 BW;
·                     Pihak yang menyatakan sesuatu itu tidak biasa harus membuktikan hal yang tidak biasa itu, i.c orang yang diberi hak memungut sewa pintu-pintu toko mengajukan bahwa toko-toko tersebut tidak selalu menghasilkan sewa (Yurisprudensi MA RI No: 162K/Sip/1955 tgl 21 November 1956) (Hukum Acara Perdata, O.bidara, 1987:58);
·                     Dalam sengketa jual-beli dimana pihak pembeli mendalilkan bahwa ia belum menerima seluruh barang yang dibelinya menurut kontrak, sedang pihak penjual membantah dengan mengemukakan bahwa ia telah menyerahkan seluruh barang yang dijual-belikan, pihak pembeli harus dibebani pembuktian mengenai adanya kontrak dan pembayaran yang telah dilakukan, sedang pihak penjual mengenai barang-barang yang telah diserahkannya (Yurisprudensi MA RI 197K/Sip/1956 30 Desember 1957) (ibid);

C            Hal-hal yang tidak perlu dibuktikan:
-                Hal-hal yang diajukan satu pihak, yang diakui atau tidak disangkal pihak lawannya;
-                Hal-yang diketahui sendiri oleh Hakim dimuka sidang;
-                Hal-hal yanng dapat dianggap diketahui oleh umum (Notoire Feiten);
-                Pengetahuan Hakim di luar sidang;
Catatan : pertimbangan hakim, bahwa suatu hal adalah yang diketahui umum, dan sesuatu yang diketahuinya sendiri masih dapat ditinjau oleh Hakim banding ataupun Kasasi (masalah pembuktian wewenang judex factie);

Pembagian Beban Pembuktian: harus dilakukan dengan adil dan tidak berat sebelah, dianggap sebagai soal yuridis, yang dapat diperjuangkan sampai tingkat kasasi, artinya pembagian beban pembuktian yang tidak adil dianggap sebagai suatu pelanggaran hukum atau undang-undang yang merupakan alasan bagi Mahkamah Agung untuk membatalkan putusan Hakim yang bersangkutan;
  
Pembagian beban pembuktian yang ditetapkan dalam hukum materiel: -persangkaan undang-undang-

a.       Adanya keadaan memaksa harus dibuktikan oleh pihak debitur (Pasal 1244 BW);

b.      Siapa yang menuntut penggantian kerugian yang disebabkan suatu perbuatan melanggar hukum, harus membuktikan adanya kesalahan (Pasal 1365 BW);

c.       Siapa yang menunjukkan 3 (tiga) kuitansi yang terakhir, dianggap telah membayar semua cicilan (Pasal 1394 BW);

d.      Barangsiapa menguasai suatu barang bergerak, dianggap sebagai pemiliknya (Pasal 1977 Ayat (1)BW), Pemegang barang bergerak (Bezitter) dibebaskan dari kewajiban pembuktian.

Macam-macam alat bukti (Pasal 1866 BW/Pasal 164 HIR/Pasal 284 Rbg)):
a. Bukti tulisan;
b. bukti dengan saksi-saksi;
c. persangkaan-persangkaan;
d. pengakuan;
e. sumpah;

D. Putusan Pengadilan
Salah satu tugas pokok pengadilan adalah mengadili perkara-perkara
yang diajukan atas kepentingan para pihak berperkara adalah merupakan tindakan mewujudkan hasil pemeriksaan dalam putusan pengadilan, yang oleh para pihak berperkara sangat  hurapkan dapat memberikan rasa keadilan Dalam Pasal Pasal 189 RBg /Rv. Pasal 50 Pasal 178 HIR)
(1)   Dalam rapat permusyawaratan, karena jabatannya hakim harus menambah dasar-dasar hukum yang tidak dikemukakan oleh para pihak. (RO. 39,41.)
(2)   Ia wajib memberi keputusan tentang semua bagian gugatannya.
(3)   Ia dilarang memberi keputusan tentang hal-hal yang tidak dimohon atau memberikan lebih dari yang dimohon. (Rv. 50; IR. 178.)
Putusan digolongkan menjadi tiga yaitu pertama yang bersifat penghukuman atau kondemnatoir, yang kedua bersifat menciptakan atau meniadakan sesuatu atau konstitutif dan ketiga bersifat menerangkan   menjelaskan atau deklaratoir.

1)      Putusan kondemnatoir.
Putusan kondemnatoir merupakan putusan penghukuman, misalnya penghukuman untuk menyerahkan sesuatu benda , barang yang menjadi obyek sengketa, misalnya tanah sawah, pekarangan, ataupun penghukuman untuk membayar sejumlah uang.
2)      Putusan konstitutif.
Putusan konstitutif adalah putusan yang bersifat menetapkan suatu cndaan hukum yang sebelumnya tidak ada misalnya adanya status suatu pcrkawinan dari suami isteri atau meniadakan suatu keadaan hukum yang menimbulkan suatu keadaan hukum yang baru, misalnya suatu perkawinan yang dinyatakan menjadi pecah yang berakibat adanya perceraian.
3)      Putusan deklaratoir.
Pada dasarnya putusan deklaratoir hanya merupakan putusan yang bersifat menerangkaqmenegaskan keadaan hukum misalnya, menetapkan status A sebagai anak yang sah dari  B dan C selaku suami isteri, atau menetapkan kedudukan anak sebagai ahli  waris, ataupun sebagai anak angkat dsb.



[1] Secara umum dalam rangka menuntut hak langkah  hukum (legal Action) yang dapat dilakukan menurut Bouvier Law Dictionary. In New York, actions are divided only into two kinds, namely, criminal and civil. A criminal action is prosecuted by the state, as a party, against a person charged with a public offence, for the punishment thereof. Every other action is a civil action. ( Di NY, langkah  hukum tersebut dibagi menjadi dua macam yang disebut langkah hukum pidana  dan langkah hukum perdata. Langkah hukum pidana adalah penuntutan yang dilakukan oleh negara sebagai pihak , melawan seseorang yang dituduh melakukan pelanggaran hukum  yang dapat dijatuhi hukuman. Selain dari langkah tersebut adalah termasuk langkah hukum perdata ( James Bouvier, A Law Dictionary, CHILDS & PETERSON, PHILADELPHIA, 1856, hlm.274)

[2] Civil Procedure Rules (CPR) The new procedural code, which was enacted in 1998 and revoked the Rules of the Supreme Court with effect from 26 April 1999. The Rules, a result of the reforms proposed by Lord Woolf's Access to Justice (Final Report) 1996,now govern proceedings in the civil cases of the Court of Appeal (Civil Division), the High Court, and the county courts. The CPR have been supplemented by Practice Directions and pre-action protocols. They have no application in certain areas, including the Mental Health Act 1983 Part IV and family and adoption proceedmgs. (Oxford Law Dictionary,5th edition, Oxford Univ.Press, 2003,  hlm.83)

[3]Susan Ellis Wild ( Legal Editor),  Webster Law Dictionary, Published by Wiley, Hoboken, NJ  Canada, 2006, hlm.208
[4] Pasal 130 ayat  (1)    Jika  pada  hari  yang  ditentukan  itu  kedua  belah  pihak  menghadap,  maka  pengadilan  negeri, dengan perantaraan ketuanya, akan mencoba memperdamaikan mereka itu. (IR. 239.)
[5] Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) Perma No.1 tahun 2008 tersebut mengatur (1) Pada hari sidang yang telah. ditentukan yang dihadiri kedua belah pihak, hakim mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi. (2) Ketidakhadiran pihak turut tergugat tidak menghalangi pelaksanaan mediasi.

                [6] Dalam Jawabannya Tergugat dapat mengajukan Eksespsi yaitu tangkisan yang sehubungan selain dari pokok perkara dan Gugatan rekonpensi yaitu Gugatan Rekonvensi/Gugat Balik/Gugat-Ginugat adalah Gugatan Balasan dari Tergugat terhadap Penggugat, Para Penggugat, atau salah satu Penggugat saja, antara Gugatan Konvensi dan Rekonvensi tidak diharuskan adanya hubungan hukum. Gugatan Rekonvensi dapat diajukan tersendiri menurut acara biasa kapan saja;


................
 #source: Materi Hukum Acara Perdata: Oleh H. AYA SOFIA ,SH,M. (Ketua DPC Asosisiasi Advokat Indonesia) disampaikan pada pkpa BHP Institut.
loading...