foto: ilustrasi, |
Rezeki ialah sesuatu yang dianggap memberi manfaat bagi
makhluk hidup, seperti makanan, minuman, pakaian, dan lain-lainnya. Dengan perkataan
lain, rezeki adalah sesuatu yang dapat diambil manfaatnya oleh makhluk hidup
seperti makanan dan lain-lain.
Sesuatu yang dianggap member manfaat atau sesuatu yang dapat
diambil manfaatnya tersebut menurut mazhab Ahlus Sunnah wal Jamaah,
semuanya adalah rezeki, meskipun barangkali didapatkan dari cara yang haram,
seperti hasil mencuri, merampok, berjudi, menipu, dan sebagainya, sebab Allah
telah menyatakan sebagai berikut:
قُلۡ
أَرَءَيۡتُم مَّآ أَنزَلَ ٱللَّهُ لَكُم مِّن رِّزۡقٖ فَجَعَلۡتُم مِّنۡهُ
حَرَامٗا وَحَلَٰلٗا (59)
. . .
“Katakanlah:
"Terangkanlah kepadaku tentang rezeki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu
kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal"… (QS. Yunus: 59)[1]
Dan Rasulullah Saw. juga telah menyebutkan sebagai berikut:
لَيَأْ تِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لاَ يُبَالِى
الْمَرْءُ بِمَا اَخَذَ مِنَ الْمَالِ اَمِنْ حَلَالٍ اَمْ حَرَامٍ. (البخارى)
“Sungguh nanti akan datang
kepada manusia suatu masa dimana seseorang tidak peduli pada usahanya mencari
harta (rezeki), apakah didapatnya dari (cara) yang halal atau dari (cara) yang
haram.” (HR. Bukhari).
Masa Nabi Saw.
menyatakan hal tersebut lama berlalu. Tetapi makna yang disampaikan Nabi
tersebut berlaku hingga dewasa ini dan akan berlangsung hingga hari kemudian.
Oleh karenanya hendaklah kita selalu memohon kehadirat Allah SWT. dalam setiap doa kita agar senantiasa diberi
oleh-Nya rezeki yang halal.
Sekiranya dalam pengertian rezeki itu tidak termasuk yang
haram, tentulah orang-orang yang rezekinya senantiasa didapat dari yang haram,
ia tidak akan mendapat rezeki dari Allah selama hidupnya, padahal Allah telah
menjamin rezeki itu kepada setiap makhluk hidup sebagaimana yang disebutkan
dalam firman-Nya.:
۞وَمَا مِن دَآبَّةٖ فِي ٱلۡأَرۡضِ إِلَّا عَلَى ٱللَّهِ
رِزۡقُهَا وَيَعۡلَمُ مُسۡتَقَرَّهَا وَمُسۡتَوۡدَعَهَاۚ كُلّٞ فِي كِتَٰبٖ
مُّبِينٖ ٦
“Dan tidak ada
suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya,
dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya.
Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).” (QS. Hud: 6)[2]
Karena itu teranglah bagi kita bahwa rezeki itu sekalipun
didapat dari atau dengan cara yang haram juga tetap dinamakan rezeki. Kalau tidak
demikian, maka akan bertentangan dengan ayat diatas.
Namun, mazhab Mu’tazilah mempunyai pendapat yang berlainan. Mereka
mengatakan bahwa yang dinamakan rezeki hanyalah yang didapat dengan cara yang
halal.
Rezeki terbagi menjadi dua yaitu rezeki yang hissi dan
rezeki yang ma’nawi, yang bisa dilihat atau diindera dan yang tidak bisa
dilihat atau diindera.
Diantara rezeki yang dapat diindera yang paling menonjol
ialah kekayaan. Ada banyak sekali jenis usaha untuk mencari kekayaan antara
lain dengan jalan pertanian, perdagangan, perindustrian, jasa atau pelayanan,
baik pada badan-badan/lembaga-lembaga umum seperti kantor pemerintahan dan
perusahaan, dan lain-lain.
Semua usaha itu adalah sumber-sumber hidup yang terpuji,
diperbolehkan dan dianjurkan oleh hadits-hadits dan berbagai riwayat. Dari riwayat,
kita dapat mengetahui bahwa Nabi Adam as adalah seorang petani, Nabi Idris as
seorang tukang jahit disamping sebagai raja dan hakim yang bijaksana, Nabi Nuh
as seorang tukang kayu dan pembuat kapal, Nabi Ibrahim as seorang petani, Nabi
Daud as sebagai seorang yang pandai besi dan tukang tenun yang kemudian menjadi
maharaja, Nabi Ya’qub as, Nabi Syu’aib as, dan Nabi Musa as adalah pengembala
ternak, Nabi Yusuf as sebagai penakwil mimpi yang kemudian menjadi menteri
(bendahara raja) dan tukang jam, sedangkan Nabi Hud as dan Saleh as
diriwayatkan adalah seorang pedagang, Nabi Ismail as seorang pemburu dan Nabi
Muhammad Saw. adalah pengembala yang kemudian menjadi pebisnis dan kepala Negara.
Disamping itu, pada nabi dan rasul itu semuanya adalah pendidik bahkan mahaguru
yang bijaksana bagi umatnya masing-masing. Selain itu, sebagian besar pengikut
para nabi dan rasul, juga para tabi’in, tabi’it tabi’in, generasi sesudah Nabi
Muhammad Saw. juga mempunyai usaha yang menjadi sumber rezeki mereka.[3]
Hukum Syariah Islam mengajarkan kita untuk mencari rezeki
sesuai aturannnya.
Beberapa aturan yang harus diperhatikan dalam mencari rezeki:[4]
1.
Dilarang berusaha untuk mencari harta/rezeki yang
menyebabkan kita menjadi lalai.
Allah
berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تُلۡهِكُمۡ أَمۡوَٰلُكُمۡ وَلَآ أَوۡلَٰدُكُمۡ عَن
ذِكۡرِ ٱللَّهِۚ وَمَن يَفۡعَلۡ ذَٰلِكَ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡخَٰسِرُونَ ٩
“Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu
dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat
demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.” (QS. Al-Munafiqun: 9).[5]
2.
Dilarang berusaha untuk mencari harta/rezeki yang
menyebabkan lupa akan kematian.
Allah berfirman:
أَلۡهَىٰكُمُ ٱلتَّكَاثُرُ
١ حَتَّىٰ زُرۡتُمُ ٱلۡمَقَابِرَ ٢ كَلَّا سَوۡفَ تَعۡلَمُونَ ٣
“Bermegah-megahan
telah melalaikan kamu (1). sampai kamu masuk ke dalam kubur (2). Janganlah
begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu) (3).” (QS. At-Takatsur: 1-3).[6]
3.
Dilarang berusaha untuk mencari rezeki yang
menyebabkan lupa akan shalat dan zakat.
Allah berfirman:
رِجَالٞ
لَّا تُلۡهِيهِمۡ تِجَٰرَةٞ وَلَا بَيۡعٌ عَن ذِكۡرِ ٱللَّهِ وَإِقَامِ ٱلصَّلَوٰةِ
وَإِيتَآءِ ٱلزَّكَوٰةِ يَخَافُونَ يَوۡمٗا تَتَقَلَّبُ فِيهِ ٱلۡقُلُوبُ وَٱلۡأَبۡصَٰرُ
(37).
“laki-laki yang tidak dilalaikan oleh
perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari)
mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu
hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.” (QS. An-Nur: 37).[7]
4.
Dilarang berusaha untuk mencari harta/rezeki yang
menyebabkan terpusatnya kekayaan pada sekelompok orang saja.
Allah
berfirman:
مَّآ
أَفَآءَ ٱللَّهُ عَلَىٰ رَسُولِهِۦ مِنۡ أَهۡلِ ٱلۡقُرَىٰ فَلِلَّهِ
وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡيَتَٰمَىٰ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِ
كَيۡ لَا يَكُونَ دُولَةَۢ بَيۡنَ ٱلۡأَغۡنِيَآءِ مِنكُمۡۚ وَمَآ ءَاتَىٰكُمُ ٱلرَّسُولُ
فَخُذُوهُ وَمَا نَهَىٰكُمۡ عَنۡهُ فَٱنتَهُواْۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۖ إِنَّ ٱللَّهَ
شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ ٧
“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang
diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk
kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu
jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang
diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka
tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras
hukumannya.” (QS.
Al-Hasyr: 7).[8]
5.
Dilarang berusaha untuk mencari harta /rezeki
dengan berjudi, menjual barang yang haram.
Allah berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِنَّمَا ٱلۡخَمۡرُ وَٱلۡمَيۡسِرُ وَٱلۡأَنصَابُ وَٱلۡأَزۡلَٰمُ
رِجۡسٞ مِّنۡ عَمَلِ ٱلشَّيۡطَٰنِ فَٱجۡتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ(90) .
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya
(meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan
panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu
agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Ma’idah: 90).[9]
6.
Dilarang berusaha untuk mencari harta/rezeki
dengan cara yang salah seperti: mencuri, merampok.
Allah
berfirman:
وَٱلسَّارِقُ
وَٱلسَّارِقَةُ فَٱقۡطَعُوٓاْ أَيۡدِيَهُمَا جَزَآءَۢ بِمَا كَسَبَا نَكَٰلٗا
مِّنَ ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٞ(38) .
“Laki-laki
yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai)
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Ma’idah: 38).[10]
7.
Dilarang berusaha untuk mencari harta/rezeki
dengan cara mengurangi timbangan.
Allah
berfirman:
وَيۡلٞ
لِّلۡمُطَفِّفِينَ ١ ٱلَّذِينَ إِذَا ٱكۡتَالُواْ
عَلَى ٱلنَّاسِ يَسۡتَوۡفُونَ ٢ وَإِذَا
كَالُوهُمۡ أَو وَّزَنُوهُمۡ يُخۡسِرُونَ ٣
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang
curan (1)., (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain
mereka minta dipenuhi (2)., dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk
orang lain, mereka mengurangi (3).” (QS. Al-Muthafifin: 1-3).[11]
8.
Dilarang berusaha untuk mencari harta/rezeki
melalui riba.
Allah
berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَأۡكُلُواْ ٱلرِّبَوٰٓاْ أَضۡعَٰفٗا مُّضَٰعَفَةٗۖ وَٱتَّقُواْ
ٱللَّهَ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ(130) .
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan
bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Ali Imran: 130).[12]
ٱلَّذِينَ
يَأۡكُلُونَ ٱلرِّبَوٰاْ لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ ٱلَّذِي
يَتَخَبَّطُهُ ٱلشَّيۡطَٰنُ مِنَ ٱلۡمَسِّۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمۡ قَالُوٓاْ
إِنَّمَا ٱلۡبَيۡعُ مِثۡلُ ٱلرِّبَوٰاْۗ وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلۡبَيۡعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰاْۚ
فَمَن جَآءَهُۥ مَوۡعِظَةٞ مِّن رَّبِّهِۦ فَٱنتَهَىٰ فَلَهُۥ مَا سَلَفَ
وَأَمۡرُهُۥٓ إِلَى ٱللَّهِۖ وَمَنۡ عَادَ فَأُوْلَٰٓئِكَ أَصۡحَٰبُ ٱلنَّارِۖ
هُمۡ فِيهَا خَٰلِدُونَ(275) . يَمۡحَقُ ٱللَّهُ ٱلرِّبَوٰاْ وَيُرۡبِي ٱلصَّدَقَٰتِۗ
وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ(276) .
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak
dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan
lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah
disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan
riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus
berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu
(sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang
kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka;
mereka kekal di dalamnya. (275)”
“Allah
memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang
yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. (276)” (QS. Al-Baqarah: 275-276).
قَالَ
لَقَدۡ ظَلَمَكَ بِسُؤَالِ نَعۡجَتِكَ إِلَىٰ نِعَاجِهِۦۖ وَإِنَّ كَثِيرٗا مِّنَ ٱلۡخُلَطَآءِ
لَيَبۡغِي بَعۡضُهُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٍ إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ
وَقَلِيلٞ مَّا هُمۡۗ وَظَنَّ دَاوُۥدُ أَنَّمَا فَتَنَّٰهُ فَٱسۡتَغۡفَرَ رَبَّهُۥ
وَخَرَّۤ رَاكِعٗاۤ وَأَنَابَ۩(24) .
“Daud berkata: "Sesungguhnya dia telah
berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada
kambingnya. Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu
sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan amat sedikitlah
mereka ini". Dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; maka ia meminta
ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat.” (QS. As-Shad: 24).[13]
Baca Juga:::
> Aturan-Aturan Yang Harus Diperhatikan Dalam Mencari Rezeki/Harta> Kunci-Kunci Rezeki dalam Islam - 10 Kunci Rezeki dalam Islam
> Taqwa Pembuka Pintu Rezeki - Teks Taushiah Singkat Lima Menit (Taslim)
[1]
Qur’an, 10: 59
[2] Qur’an,
11: 6
[3] M.
Ali Usman, Rezeki dalam Al-Qur’an, 2010, (Bandung: PT Kiblat Buku Utama)
[4]
Yan Orgianus, Islam dan Pengetahuan Sains, 2008, (Bogor: Bee Media
Pustaka)
[5]
Qur’an, 63: 9
[6]
Qur’an, 102: 1-3
[7]
Qur’an, 24: 37
[8]
Qur’an, 59: 7
[9]
Qur’an, 5: 90
[10]
Qur’an, 5: 38
[11]
Qur’an, 93: 1-3
[12]
Qur’an, 3: 130
[13]
Qur’an, 38: 24
imges #source: konsultasisyariah.com