Wednesday, 8 March 2017

Kunci-Kunci Rezeki dalam Islam - 10 Kunci Rezeki dalam Islam, dikutip dari Al-Qur'an & Hadits

Image result for kunci rezeki
10 kunci rezeki
Rezeki ialah sesuatu yang dianggap memberi manfaat bagi makhluk hidup, seperti makanan, minuman, pakaian, dan lain-lainnya. Dengan perkataan lain, rezeki adalah sesuatu yang dapat diambil manfaatnya oleh makhluk hidup seperti makanan dan lain-lain.
Sesuatu yang dianggap member manfaat atau sesuatu yang dapat diambil manfaatnya tersebut menurut mazhab Ahlus Sunnah wal Jamaah, semuanya adalah rezeki, meskipun barangkali didapatkan dari cara yang haram, seperti hasil mencuri, merampok, berjudi, menipu, dan sebagainya, sebab Allah telah menyatakan sebagai berikut:
قُلۡ أَرَءَيۡتُم مَّآ أَنزَلَ ٱللَّهُ لَكُم مِّن رِّزۡقٖ فَجَعَلۡتُم مِّنۡهُ حَرَامٗا وَحَلَٰلٗا (59) . . .
“Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku tentang rezeki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal"… (QS. Yunus: 59)[1]

Dan Rasulullah Saw. juga telah menyebutkan sebagai berikut:
لَيَأْ تِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لاَ يُبَالِى الْمَرْءُ بِمَا اَخَذَ مِنَ الْمَالِ اَمِنْ حَلَالٍ اَمْ حَرَامٍ. (البخارى)
“Sungguh nanti akan datang kepada manusia suatu masa dimana seseorang tidak peduli pada usahanya mencari harta (rezeki), apakah didapatnya dari (cara) yang halal atau dari (cara) yang haram.” (HR. Bukhari).

Masa Nabi  Saw. menyatakan hal tersebut lama berlalu. Tetapi makna yang disampaikan Nabi tersebut berlaku hingga dewasa ini dan akan berlangsung hingga hari kemudian. Oleh karenanya hendaklah kita selalu memohon kehadirat Allah SWT.  dalam setiap doa kita agar senantiasa diberi oleh-Nya rezeki yang halal.
Sekiranya dalam pengertian rezeki itu tidak termasuk yang haram, tentulah orang-orang yang rezekinya senantiasa didapat dari yang haram, ia tidak akan mendapat rezeki dari Allah selama hidupnya, padahal Allah telah menjamin rezeki itu kepada setiap makhluk hidup sebagaimana yang disebutkan dalam firman-Nya.:
۞وَمَا مِن دَآبَّةٖ فِي ٱلۡأَرۡضِ إِلَّا عَلَى ٱللَّهِ رِزۡقُهَا وَيَعۡلَمُ مُسۡتَقَرَّهَا وَمُسۡتَوۡدَعَهَاۚ كُلّٞ فِي كِتَٰبٖ مُّبِينٖ ٦
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).” (QS. Hud: 6)[2]

Karena itu teranglah bagi kita bahwa rezeki itu sekalipun didapat dari atau dengan cara yang haram juga tetap dinamakan rezeki. Kalau tidak demikian, maka akan bertentangan dengan ayat diatas.
Namun, mazhab Mu’tazilah mempunyai pendapat yang berlainan. Mereka mengatakan bahwa yang dinamakan rezeki hanyalah yang didapat dengan cara yang halal.
Rezeki terbagi menjadi dua yaitu rezeki yang hissi dan rezeki yang ma’nawi, yang bisa dilihat atau diindera dan yang tidak bisa dilihat atau diindera.
Diantara rezeki yang dapat diindera yang paling menonjol ialah kekayaan. Ada banyak sekali jenis usaha untuk mencari kekayaan antara lain dengan jalan pertanian, perdagangan, perindustrian, jasa atau pelayanan, baik pada badan-badan/lembaga-lembaga umum seperti kantor pemerintahan dan perusahaan, dan lain-lain.
Semua usaha itu adalah sumber-sumber hidup yang terpuji, diperbolehkan dan dianjurkan oleh hadits-hadits dan berbagai riwayat. Dari riwayat, kita dapat mengetahui bahwa Nabi Adam as adalah seorang petani, Nabi Idris as seorang tukang jahit disamping sebagai raja dan hakim yang bijaksana, Nabi Nuh as seorang tukang kayu dan pembuat kapal, Nabi Ibrahim as seorang petani, Nabi Daud as sebagai seorang yang pandai besi dan tukang tenun yang kemudian menjadi maharaja, Nabi Ya’qub as, Nabi Syu’aib as, dan Nabi Musa as adalah pengembala ternak, Nabi Yusuf as sebagai penakwil mimpi yang kemudian menjadi menteri (bendahara raja) dan tukang jam, sedangkan Nabi Hud as dan Saleh as diriwayatkan adalah seorang pedagang, Nabi Ismail as seorang pemburu dan Nabi Muhammad Saw. adalah pengembala yang kemudian menjadi pebisnis dan kepala Negara. Disamping itu, pada nabi dan rasul itu semuanya adalah pendidik bahkan mahaguru yang bijaksana bagi umatnya masing-masing. Selain itu, sebagian besar pengikut para nabi dan rasul, juga para tabi’in, tabi’it tabi’in, generasi sesudah Nabi Muhammad Saw. juga mempunyai usaha yang menjadi sumber rezeki mereka.[3]
Kunci-Kunci Rezeki dalam Islam
Kunci-kunci rezeki dalam Islam sebagaimana dikutip dari Al-Qur’an dan hadits adalah isitighfar dan taubat, hijrah dijalan Allah, beribadah dengan sungguh-sungguh kepada Allah, memelihara silaturrahmi, berinfak dijalan Allah; bersedekah kepada orang-orang yang lemah, memberi nafkah kepada penuntut ilmu Syariat, berhaji dan umrah, bertawakal, dan bertakwa kepada Allah.
1.      Isitighfar dan Taubat
Isitighfar adalah suatu permohonan ampun kepada Allah atas segala perbuatan yang tidak patut yang pernah dilakukan, dengan diikuti perbuatan baik sebagai tanda penyesalan. Sedangkan taubat adalah menyesali perbuatan buruk yang telah dilakukan dengan meninggalkannya dan mengganti perbuatan buruknya itu dengan perbuatan baik. Jika taubatnya berkaitan dengan manusia, maka hendaklah dia minta maaf kepada orang yang bersangkutan. Bila taubatnya berkaitan dengan harta atau benda, maka ia harus mengembalikannya.
Beberapa nash (teks) Al-Qur’an dan Al-Hadits menunjukkan bahwa istighfar dan taubat menjadi kunci terbukanya pintu rezeki. Allah berfirman:
 فَقُلۡتُ ٱسۡتَغۡفِرُواْ رَبَّكُمۡ إِنَّهُۥ كَانَ غَفَّارٗا (10)
 يُرۡسِلِ ٱلسَّمَآءَ عَلَيۡكُم مِّدۡرَارٗا (11)
 وَيُمۡدِدۡكُم بِأَمۡوَٰلٖ وَبَنِينَ وَيَجۡعَل لَّكُمۡ جَنَّٰتٖ وَيَجۡعَل لَّكُمۡ أَنۡهَٰرٗا (12)
“Maka aku katakan kepada mereka: ´Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun- (10),  niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat (11), dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai (12).” (QS. Nuh: 10-12).[4]

وَيَٰقَوۡمِ ٱسۡتَغۡفِرُواْ رَبَّكُمۡ ثُمَّ تُوبُوٓاْ إِلَيۡهِ يُرۡسِلِ ٱلسَّمَآءَ عَلَيۡكُم مِّدۡرَارٗا وَيَزِدۡكُمۡ قُوَّةً إِلَىٰ قُوَّتِكُمۡ وَلَا تَتَوَلَّوۡاْ مُجۡرِمِينَ (52) .
“Dan (dia berkata): "Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa." (QS. Hud: 52).[5]

وَأَنِ ٱسۡتَغۡفِرُواْ رَبَّكُمۡ ثُمَّ تُوبُوٓاْ إِلَيۡهِ يُمَتِّعۡكُم مَّتَٰعًا حَسَنًا إِلَىٰٓ أَجَلٖ مُّسَمّٗى وَيُؤۡتِ كُلَّ ذِي فَضۡلٖ فَضۡلَهُۥۖ وَإِن تَوَلَّوۡاْ فَإِنِّيٓ أَخَافُ عَلَيۡكُمۡ عَذَابَ يَوۡمٖ كَبِيرٍ ٣
“Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberikan kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat.” (QS. Hud: 3).[6]

Dari Abd. B. Abbas ra. Dikatakan bahwa Rasulullah pernah bersabda,
Barangsiapa memperbanyak istighfar, niscaya Allah menjadikan untuk setiap kesedihannya jalan keluar, dan untuk setiap kesempitannya kelapangan, dan Allah akan memberinya rezeki ( yang halal) dari arah yang tidak disangka-nya.” (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah, Nasa’I, dan Hakim).

2.      Hijrah dijalan Allah
Makna hijrah dijalan Allah adalah pindah dari suatu tempat ketempat lain dalam rangka memperbaiki ekonomi dan mutu kehidupan pribadi, sehingga agamanya dapat ditegakkan. Hijrah dijalan Allah dapat juga diartikan dengan meninggalkan perbuatan buruk dan menggantinya dengan perbuatan yang lebih baik. Beberapa ayat yang menegaskan bahwa hijrah akan membuka pintu rezeki.
۞وَمَن يُهَاجِرۡ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ يَجِدۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ مُرَٰغَمٗا كَثِيرٗا وَسَعَةٗۚ وَمَن يَخۡرُجۡ مِنۢ بَيۡتِهِۦ مُهَاجِرًا إِلَى ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ثُمَّ يُدۡرِكۡهُ ٱلۡمَوۡتُ فَقَدۡ وَقَعَ أَجۡرُهُۥ عَلَى ٱللَّهِۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورٗا رَّحِيمٗا(100) .
“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa’: 100).[7]

وَٱلَّذِينَ هَاجَرُواْ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ ثُمَّ قُتِلُوٓاْ أَوۡ مَاتُواْ لَيَرۡزُقَنَّهُمُ ٱللَّهُ رِزۡقًا حَسَنٗاۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَهُوَ خَيۡرُ ٱلرَّٰزِقِينَ(58) .
“Dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, kemudian mereka di bunuh atau mati, benar-benar Allah akan memberikan kepada mereka rezeki yang baik (surga). Dan sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik pemberi rezeki.” (QS. Al-Hajj: 58).

3.      Beribadah dengan sungguh-sungguh kepada Allah
Beribadah dengan sungguh-sungguh kepada Allah mengandung pengertian bahwa seorang hamba beribadah kepada Allah dengan hati dan jasadnya dengan perasaan khusyu’ dan merendahkan diri. Jangan sampai terjadi jasad berada dimasjid tetapi hati berada diluar masjid.
Dalil yang menyatakan beribadah dengan sungguh-sungguh kepada Allah termasuk diantara kunci-kunci rezeki adalah sebagai berikut,:
Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah berfirman, Wahai anak Adam beribadalah seperlunya kepada-Ku, niscaya Aku penuhi (hatimu yang ada) didalam dada dengan kekayaan dan Aku penuhi kebutuhanmu. Jika tidak kalian lakukan niscaya Aku penuhi tanganmu dengan kesibukan tetapi kebutuhanmu tidak aku penuhi.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah, Nasa’I dan Hakim dari Abu Hurairah).

“Sesungguhnya Allah berfirman: Wahai anak Adam beribadalah sepenuhnya kepada-Ku, niscaya Aku penuhi hatimu dengan kekayaan dan Aku penuhi kedua tanganmu dengan rezeki. Wahai anak Adam, jangan jauhi Aku, niscaya Aku penuhi kedua tanganmu dengan kesibukan.” (HR. Hakim dari Ma’kal bin Yasar).

4.      Memelihara Silaturrahmi
Makna silaturrahmi adalah menyambung rasa kasih sayang, berlemah lembut, dan menjaga kerabat dekat, baik berhak mewarisi atau tidak, baik sebagai mahram atau tidak.
Rasulullah bersabda: “Siapa yang senang untuk dilapangkan rezekinya dan diakhirkan ajalnya (dipanjangkan umurnya) maka hendaklah ia menyambungkan (tali) silaturrahmi.” (HR. Bukhari dari Abu Hurairah).

“Belajarlah tentang nasab-nasab kalian sehingga kalian dapat menyambung silaturrahmi. Karena sesungguhnya silaturrahmi adalah kecintaan terhadap keluarga, yang menyebabkan banyaknya harta dan bertambahnya usia.” (HR. Ahmad, Tirmidzi dan Hakim dari Abu Hurairah).

“Barangsiapa bertakwa kepada Tuhannya dan menyambungkan silaturrahmi niscaya dipanjangkan umurnya dan dibanyakkan rezekinya dan dicintai oleh keluarganya.” (HR. Bukhari).

Sesungguhnya ketaatan yang paling disegerakan pahalanya adalah silaturrahmi, bahkan keluarga yang ahli maksiat sekalipun harta mereka dapat berkembang bertambah banyak bila mereka saling silaturrahmi. Dan tidaklah ada suatu keluarga yang saling bersilaturrahmim kemudian mereka kekurangan,” (HR. Ibnu Hibban).

5.      Berinfak dijalan Allah
Berinfak dijalan Allah merupakan kunci dibukakanya kunci rezeki.
Yang dimaksud infak disini adalah infak yang dianjurkan agama, seperti berinfak kepada fakir, miskin, anak yatim serta berinfak untuk menolong agama Allah.
Allah berfirman,
قُلۡ إِنَّ رَبِّي يَبۡسُطُ ٱلرِّزۡقَ لِمَن يَشَآءُ مِنۡ عِبَادِهِۦ وَيَقۡدِرُ لَهُۥۚ وَمَآ أَنفَقۡتُم مِّن شَيۡءٖ فَهُوَ يُخۡلِفُهُۥۖ وَهُوَ خَيۡرُ ٱلرَّٰزِقِينَ(39) .
“Katakanlah: "Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)". Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dialah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba’: 39).[8]

ٱلشَّيۡطَٰنُ يَعِدُكُمُ ٱلۡفَقۡرَ وَيَأۡمُرُكُم بِٱلۡفَحۡشَآءِۖ وَٱللَّهُ يَعِدُكُم مَّغۡفِرَةٗ مِّنۡهُ وَفَضۡلٗاۗ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٞ(268) .
“Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengatahui.” (QS. Al-Baqarah: 268).[9]

Rasulullah bersabda: “Allah berfirman,” “Wahai anak Adam, berinfaklah niscaya Aku berinfak (member rezeki) kepadamu.” (HR. Muslim).

“Tidaklah para hamba berada di pagi hari kecuali didalamnya terdapat dua malaikat yang turun. Salah satunya berdoa. Ya Allah berikanlah kepada orang yang berinfak ganti dari apa yang dia infakkan. Sedang yang lainnya berkata: “Ya Allah berikanlah kepada orang yang menahan (hartanya) kebinasaan (hartanya).” (HR. Bukhari).

“Berinfaklah Bilal jangan takut dipersulit (hartamu) oleh zat yang memiliki Arasy.” (HR. Baihaqi).

“Rasulullah bersabda: “Ketika seorang laki-laki berada disuatu tanah lapang bumi ini, tiba-tiba ia mendengar suara dari awan, “Siramlah kebun si fulan” Maka awan itu bergerak menjauh dan menuangkan airnya diareal tanah yang penuh dengan batu-batu hitam. Disana ada aliran air yang menampung air tersebut. Lalu orang itu mengikuti kemana air mengalir. Tiba-tiba ia (melihat) seorang laki-laki yang berdiri dikebunnya. Ia mendorong air tersebut dengan sekopnya (kedalam kebunya). Kemudian ia bertanya: “Wahai hamba Allah mengapa kau menanyakan namaku? “ Ia menjawab: “Sesungguhnya aku mendengar suara diawan yang menurunkan air ini. Suara itu berkata: “Siramilah kebun si Fulan.” Yang adalah namamu. Apakah sesungguhnya yang engkau lakukan? “Ia menjawab: “Jika itu yang engkau tanyakan, maka sesungguhnya aku memperhitungkan hasil yang didapat dari kebun ini, lalu aku bersedekah dengan sepertiganya dan aku makan bersama keluargaku sepertiganya lagu, kemudian aku kembalikan lagi sepertiganya untuk ditanam.” (HR. Muslim.

“Dalam riwayat lain: “Aku jadikan sepertiganya untuk orang-orang miskin, peminta-minta serta ibnu sabil (orang dalam perjalanan).” (HR. Muslim).

“Allah ta’ala berfirman: “Wahai anak Adam, berinfaklah niscaya Aku berinfak (member rezeki) kepadamu.” (HR. Muslim).

Dikisahkan seorang guru sufi bernama Hasan Basri (642-728 M.) dari Basrah berkunjung kerumah salah seorang muridnya, Habib Al-A’jami. Kepada Hasan, Habib menyuguhkan dua potong roti gandum dan sedikit garam. Hasan sudah bersiap-siap menyantap hidangan itu, tetapi seorang pengemis datang dan Habib menyerahkan dua potong roti gandum dan sedikit garam itu kepadanya.
Hasan terheran-heran dan berkata: “Habib engkau memang seorang manusia budiman. Tetapi alangkah baiknya bila engkau memiliki sedikit pengetahuan. Engkau ambil roti yang telah kau suguhkan ke ujung hidung tamumu dan kau berikan kepada seorang pengemis. Seharusnya kau berikan sebagian kepada si pengemis dan sebagian lagi kau berikan kepada tamumu.”
Habib tak memberikan jawaban. Tidak lama kemudian seorang budak datang sambil menjunjung sebuah nampan. Diatas nampan tersebut ada daging domba panggang, panganan yang manis-manis dan uang lima ratus dirham (uang dari perak). Si budak menyerahkan nampan Habib dan menempatkan nampan tersebut disamping Hasan.
Ketika Hasan mengenyam daging panggang itu dengan lahap, Habib berkata kepadanya: “Guru engkau adalah seorang yang budiman, tetapi alangkah baiknya seandainya engkau memiliki sedikit keyakinan. Pengetahuan haruslah disertai keyakinan.
Allah berfirman,
مَن جَآءَ بِٱلۡحَسَنَةِ فَلَهُۥ عَشۡرُ أَمۡثَالِهَاۖ وَمَن جَآءَ بِٱلسَّيِّئَةِ فَلَا يُجۡزَىٰٓ إِلَّا مِثۡلَهَا وَهُمۡ لَا يُظۡلَمُونَ(160) .
“Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).” (QS. Al-An’am: 160).[10]

6.      Bersedekah kepada orang-orang yang lemah
Yang dimaksud orang-orang lemah disini adalah orang-orang selain orang fakir dan miskin, seperti digambarkan ayat berikut ini Allah berfirman,
إِلَّا ٱلۡمُسۡتَضۡعَفِينَ مِنَ ٱلرِّجَالِ وَٱلنِّسَآءِ وَٱلۡوِلۡدَٰنِ لَا يَسۡتَطِيعُونَ حِيلَةٗ وَلَا يَهۡتَدُونَ سَبِيلٗا (98) .
“… Kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah).” (QS. An-Nasa’: 98).[11]

Rasulullah bersabda,
“Carilah keridhaan-Ku melalui orang-orang lemah diantara kalian. Karena sesungguhnya kalian diberi rezeki dan ditolong karena orang-orang lemah diantara kalian.” (HR. Ahmad, Abu Daud, An-Nasa’I, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim).

7.      Memberi nafkah kepada penuntut ilmu syari’at
Termasuk kunci rezeki adalah member nafkah kepada orang yang mencurahkan sepenuh waktunya untuk menuntut ilmu, terutama ilmu yang berhubungan dengan syari’at (hukum tata cara hidup dan beribadah). Menurut ajaran Islam untuk fi sabilillah, apalagi karena kegiatan belajarnya itu tidak ada lagi waktu baginya untuk mencari rezeki. Allah berfirman,
لِلۡفُقَرَآءِ ٱلَّذِينَ أُحۡصِرُواْ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ لَا يَسۡتَطِيعُونَ ضَرۡبٗا فِي ٱلۡأَرۡضِ يَحۡسَبُهُمُ ٱلۡجَاهِلُ أَغۡنِيَآءَ مِنَ ٱلتَّعَفُّفِ تَعۡرِفُهُم بِسِيمَٰهُمۡ لَا يَسۡ‍َٔلُونَ ٱلنَّاسَ إِلۡحَافٗاۗ وَمَا تُنفِقُواْ مِنۡ خَيۡرٖ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِهِۦ عَلِيمٌ(273) .  ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمۡوَٰلَهُم بِٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ سِرّٗا وَعَلَانِيَةٗ فَلَهُمۡ أَجۡرُهُمۡ عِندَ رَبِّهِمۡ وَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ(274) .
“(Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengatahui, “ (273).
“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati,” (274). (QS. Al-Baqarah: 273-274).[12]

Ibnu Mubarak senantiasa memberikan nafkahnya bagi para ahli ilmu. Ketika ditanyakan: “Mengapa tak kau berikan nafkahmu itu kepada orang secara umum?” Dijawabnya: “Sesungguhnya aku tak mengetahui suatu kedudukan setelah kenabian yang lebih utama daripada kedudukan para ulama. Seandainya hati para ulama itu sibuk mencari kebutuhan (hidupnya), niscaya ia tak dapat memberi perhatian sepenuhnya kepada ilmu, serta tidak akan dapat belajar dengan baik. Karenanya member kesempatan kepada mereka mempelajari ilmu sepenuhnya adalah lebih utama.”
Dizaman Rasulullah ada dua orang bersaudara, salah seorang datang kepada Nabi (untuk belajar ilmu pengetahuan), sedangkan yang seorang lagi bekerja mencari rezeki. Pada suatu ketika saudara yang bekerja itu mengadukan hal (kebiasaan menuntut ilmu) kawannya kepada Rasul. Maka Rasulullah bersabda: “Boleh jadi rezeki yang kau peroleh itu karena (berkah ilmu dan doa) yang dilakukannya.” (HR. Tarmidzi dan Malik).
8.      Berhaji dan Umrah
Termasuk kunci rezeki adalah melakukan ibadah haji dan umrah. Rasulullah bersabda:
“Lanjutkanlah haji dan umrah karena sesungguhnya keduanya menghilangkan kemiskinan dan dosa sebagai mana api dapat menghilangkan kotoran besi, emas dan perak. Dan tak ada pahala haji yang mabrur itu, melainkan surga.” (HR. Ahmad, Tarmidzi, An-Nasai, Ibnu Hibban, dan Ibnu Khuzaimah).

“Lanjutkaanlah haji dengan umrah atau sebaliknya karena sesungguhnya keduanya menghilangkan kemiskinan dan dosa-dosa sebagaimana api dapat menghilangkan kotoran besi.” (HR. An-Nasai dan Ibnu Hibban).

9.      Bertawakal kepada Allah
Tawakal adalah penyandaran hati hanya kepada Allah, terhadap hasil usaha yang telah dilakukan. Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya Allah telah menjadikan rezekiku melalui panahku.” (HR. Ahmad).

Seorang berkata kepada Nabi: “(Apakah) kulepaskan untaku, kemudian aku bertawakal?” Nabi menjawab: “Ikatlah (terlebih dahulu) baru kau tawakal.” (HR. Ibnu Hibban).

“Sekiranya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, niscaya Allah akan memberimu rezeki sebagaimana telah diberikan-Nya kepada burung-burung yang berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar dan pulang dalam keadaan kenyang.” (HR. Tarmidzi dan Ibnu Majah).

Allah berfirman,
وَيَرۡزُقۡهُ مِنۡ حَيۡثُ لَا يَحۡتَسِبُۚ وَمَن يَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسۡبُهُۥٓۚ إِنَّ ٱللَّهَ بَٰلِغُ أَمۡرِهِۦۚ قَدۡ جَعَلَ ٱللَّهُ لِكُلِّ شَيۡءٖ قَدۡرٗا ٣
Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath-Thalaq: 3)[13]

Al-Mulla Ali Al-Qori berkata, “Hendaklah disadari bahwa tak ada yang berbuat dialam ini kecuali hanya Allah. Dan setiap yang ada, baik makhluk maupun rezeki, pemberian atau pelarangan, bahaya atau manfaat, kemiskinan atau kekayaan, sakit atau sehat, hidup atau mati, dan segala sesuatu yang berwujud semua itu dari Allah. Sikap seperti itu disebut sebagai tawakal.
Suatu hari para perwira Hajjaj mencari Hasan Basri, yang sedang bersembunyi ditempat munajat Habib.
“Apakah kau telah melihat Hasan Basri hari ini? “Tanya mereka kepada Habib. “Ya aku telah melihatnya,” jawab Habib.
“Dimanakah Hasan Basri pada saat ini?”
Di dalam tempat munajat ini.”
Para perwira itu memasuki tempat munajat Habib lalu melakukan penggeledahan, namun mereka tidak berhasil menemukan Hasan. “Tujuh kali tubuhku tersentu mereka, namun mereka tidak melihat diriku.” Hasan mengisahkan.
Ketika akan meninggalkan tempat Habib, Hasan mencela sikap Habib karena sikapnya yang berterus terang kepada perwira Hajjaj. Katanya, “Habib engkau adalah seseorang murid yang tidak berbakti kepada guru, karena engkau telah menunjukkan tempat persembunyianku.”
“Guru karena aku berterus terang engkau dapat selamat. Jika tadi aku berdusta niscaya kita berdua sama-sama akan tertangkap.”
“Ayat-ayat apakah yang engkau bacakan sehingga mereka tidak melihat diriku?” Tanya Hasan.
Aku membaca ayat kursi (QS. 2: 255) sepuluh kali, Rasul beriman (QS. 2: 285) sepuluh kali, katakanlah Allah Esa (QS. 112: 1) sepuluh kali. Setelah itu aku berdoa: “Ya Allah aku titipkan Hasan kepada-Mu, oleh karena itu jagalah dia.”
10.  Taqwa
Taqwa adalah menjaga diri dari perbuatan dosa dengan cara meninggalkan apa yang dilarang dan menjalankan apa yang diperintahkan Allah. Imam Nawawi mendefinisikan takwa sebagai mentaati perintah dan larangan-Nya.
Allah menyebutkan bahwa takwa sebagai kunci mendapatkan rezeki. Beberapa ayat yang berbicara tentang itu Allah berfirman.,
وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجۡعَل لَّهُۥ مَخۡرَجٗا ٢ وَيَرۡزُقۡهُ مِنۡ حَيۡثُ لَا يَحۡتَسِبُۚ   ٣
“… Barangsiapa yang bertakawa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar… Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (QS. Ath-Thalaq, 2-3)

Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyatakan: “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, dengan melakukan apa yang diperintahkan-Nya dan meninggalkan apa yang dilarang-Nya, niscaya Allah akan memberinya jalan keluar serta rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka, yakni dari arah yang tidak pernah terlintas dalam benaknya.”
Allah berfirman,
وَلَوۡ أَنَّ أَهۡلَ ٱلۡقُرَىٰٓ ءَامَنُواْ وَٱتَّقَوۡاْ لَفَتَحۡنَا عَلَيۡهِم بَرَكَٰتٖ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ وَلَٰكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذۡنَٰهُم بِمَا كَانُواْ يَكۡسِبُونَ (96) .
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A’raf: 96).[14]

Berkah diartikan sebagai tetapnya suatu kebaikan Allah atas segala sesuatu, berupa kebaikan yang terus menerus.
Allah berfirman,
وَلَوۡ أَنَّهُمۡ أَقَامُواْ ٱلتَّوۡرَىٰةَ وَٱلۡإِنجِيلَ وَمَآ أُنزِلَ إِلَيۡهِم مِّن رَّبِّهِمۡ لَأَكَلُواْ مِن فَوۡقِهِمۡ وَمِن تَحۡتِ أَرۡجُلِهِمۚ مِّنۡهُمۡ أُمَّةٞ مُّقۡتَصِدَةٞۖ وَكَثِيرٞ مِّنۡهُمۡ سَآءَ مَا يَعۡمَلُونَ(66) .
Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat dan Injil dan (Al Quran) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas dan dari bawah kaki mereka. Diantara mereka ada golongan yang pertengahan. Dan alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan mereka.” (QS. Al-Maidah: 66).[15]

وَأَلَّوِ ٱسۡتَقَٰمُواْ عَلَى ٱلطَّرِيقَةِ لَأَسۡقَيۡنَٰهُم مَّآءً غَدَقٗا(16) .
Dan bahwasanya: jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezeki yang banyak).” (QS. Al-Jin: 16).[16]
……………………..
Itulah sepuluh hal yang dapat dilakukan agar kunci rezeki terbuka. Oleh karenanya bila kita ingin hidup kita didunia dan akhirat dapat berjalan dengan baik hendaklah berpegang teguh pada ajaran Allah. Sebab kunci kebaikan adalah bila kita berpegang teguh pada apa yang disyariatkan oleh Allah dan kunci keburukan adalah bila kita berpaling pada apa yang disyariatkan oleh Allah.
Allah berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱسۡتَجِيبُواْ لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمۡ لِمَا يُحۡيِيكُمۡۖ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ يَحُولُ بَيۡنَ ٱلۡمَرۡءِ وَقَلۡبِهِۦ وَأَنَّهُۥٓ إِلَيۡهِ تُحۡشَرُونَ(24) .
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kamu akan dikumpulkan.” (QS. Al-Anfal: 24).[17]

وَمَنۡ أَعۡرَضَ عَن ذِكۡرِي فَإِنَّ لَهُۥ مَعِيشَةٗ ضَنكٗا وَنَحۡشُرُهُۥ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ أَعۡمَىٰ (124) .  قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرۡتَنِيٓ أَعۡمَىٰ وَقَدۡ كُنتُ بَصِيرٗا (125). قَالَ كَذَٰلِكَ أَتَتۡكَ ءَايَٰتُنَا فَنَسِيتَهَاۖ وَكَذَٰلِكَ ٱلۡيَوۡمَ تُنسَىٰ(126) .
124. “Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta."
125. “Berkatalah ia: "Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?”
126. “Allah berfirman: "Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan." (QS. Thaha: 124-126).[18]

Semoga kita bersegera menjalankan segala perintah Allah dan terhindar dari sikap orang yang berpaling dari Ayat Allah.[19]

 Baca Juga:::     
> Aturan-Aturan Yang Harus Diperhatikan Dalam Mencari Rezeki/Harta
> Kunci-Kunci Rezeki dalam Islam - 10 Kunci Rezeki dalam Islam
> Taqwa Pembuka Pintu Rezeki - Teks Taushiah Singkat Lima Menit (Taslim)


[1] Qur’an, 10: 59
[2] Qur’an, 11: 6
[3] M. Ali Usman, Rezeki dalam Al-Qur’an, 2010, (Bandung: PT Kiblat Buku Utama)
[4] Qur’an, 71: 10-11
[5] Qur’an, 11: 52
[6] Qur’an, 11: 3
[7] Qur’an, 4: 100
[8] Qur’an, 34: 39
[9] Qur’an, 2: 268
[10] Qur’an, 6: 160
[11] Qur’an, 4: 98
[12] Qur’an, 2: 273-274
[13] Qur’an, 65: 3
[14] Qur’an, 7: 96
[15] Qur’an, 5: 66
[16] Qur’an, 72: 16
[17] Qur’an, 8: 24
[18] Qur’an, 20: 124-126
[19] Yan Orgianus, Islam dan Pengetahuan Sains, 2008, (Bogor: Bee Media Pustaka)
loading...