Friday, 27 November 2015

Metode, Tujuan dan Kegunaan Fiqh Kontemporer Dalam Menjawab Tantangan Zaman

Metode, Tujuan dan Kegunaan Fiqh Kontemporer
Dalam Menjawab Tantangan Zaman 
Oleh: Iswahyudi


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Manusia adalah subjek dan objek hukum, dimana kehidupan manusia didunia ini diatur oleh hukum, baik hukum yang dibuat oleh Allah SWT maupun manusia.
Manusia adalah makhluk sosial yang keberadaanya didunia sangat bergantung pada yang lain.
Al-Qur’an, hadits, Ijma’ dan qiyas sebagai hukum yang disepakati oleh ulama diwujudkan supaya menjadi lebih baik.
Fiqh kontemporer adalah suatu bahasan penting untuk menjawab berbagai tantangan yang terjadi tantangan pada manusia.
Oleh karena itu, pada makalah ini akan dibahas mengenai tentang metode, tujuan dan kegunaan fiqh kontemporer dalam menjawab tantangan zaman.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas ditemukan beberapa permasalahan, diantarannya Sebagai berikut:
1.      Apa saja metode-metode fiqh kontemporer dalam menjawab tantangan zaman?
2.      Bagaimanakah tujuan fiqh kontemporer dalam menjawab tantangan zaman?
3.      Bagaimanakah kegunaan fiqh kontemporer dalam menjawab tantangan zaman?

BAB II
PEMBAHASAN
Metode, Tujuan dan Kegunaan Fiqh Kontemporer
Dalam Menjawab Tantangan Zaman
A.    Metode

Metode merupakan jalan yang ditempuh untuk menganalisis suatu disiplin ilmu atau suatu permasalahan untuk mencari jalan keluarnya sehingga menciptakan suatu kemaslahatan. Didalam ilmu fiqh bahwa metode alur pembentukan didalam menentukan hukum adalah pertama : adalah sumber hukum islam Al-Qur’an dan Hadits, kedua : lalu kemudian muncul ushul fiqh dalam penarikan hukum menggunakan pola pikir deduktif, selanjutnya ketiga : menghasilkan hukum fiqh dengan materi yang beragam dalam berbagai kitab dan referensi, setelah diteliti persamaan hukum fiqh menggunakan pola pikir induktif kemudian dikelompokkan dengan masalah-masalah yang serupa, dan keempat : akhirnya disumpulkan menjadi qawaid fiqhiyyah yang memudahkan ulama dalam menentukan hukum fiqh terhadap persoalan baru, dan  kelima :  setelah melalui pengujian dan dengan dukungan ushul fiqh, maka natijahnya : adalah terbentuknya hukum fiqh baru (qanun) maupun fatwa terhadap permasalahan kontemporer.
Adapun metode dalam fiqh kontemporer adalah ijtihad dan istinbath, tetapi dalam metode pengkajian didalam fiqh kontemporer yang digunakan lebih banyak menggunakan metode komparasi (perbandingan) ketimbang metode ijtihad dan istinbath. (Kasdi, 2011: 6)  Di balik semua itu tentu saja ada larangan-larangan yang tidak boleh dilanggar dalam penetapan hukum. Diantaranya :
a.    Tidak boleh merusak aqidah,
b.    Tidak boleh mengurangi atau menghilangkan martabat manusia,
c.    Tidak boleh mendahulukan kepentingan perorangan atas kepentingan umum,
d.   Tidak boleh mengutamakan hal-hal yang masih samar-samar kemanfaatannya atas hal-hal yang sudah nyata kemanfaatannya, dan
e.    Tidak boleh melanggar ketentuan dasar akhlaq al-karimah.
Amir syarifudin membagi 2 wilayah fiqh kontemporer yaitu:
1.    Fiqh yang telah di ijtihadi oleh ulama-ulama terdahulu namun pada saat ini memiliki nuansa perubahan misalnya sholat di atas pesawat yang belum di atur oleh ulama terdahulu,
2.    Sesuatu masalah yang baru.  (http://smujiono.blogspot.com, diakses, Senin 29/914 : 23.30)
Yusuf al-Qardhawi, fatwa kontemporer atau fiqh kontemporer dalam pembentukannya memiliki dua bentuk konstruksi metodologi. Pertama dengan jalan Ijtihad intiqo’I atau bermazhab, kedua dengan jalan Ijtihadiyah Insya’i. 
Ijtihad Intiqo’I ialah memilih satu pendapat dari beberapa pendapat terkuat yang terdapat pada warisan fiqh Islam yang penuh dengan fatwa dan keputusan hukum.
Sedangkan Ijtihad Insya’I (kreatif) ialah mengambil konklusi hukum baru dari sesuatu persoalan baik belum perna di kemukakan oleh ulama maupun persoalan lama yang baru dengan jalan mencarai pendapat baru yang lebih kuat, atau dengan jalan ijtihadiyah kreatif. (Qordhowi, 1996)
Salah satu metode penjelasan dan pendekatan dalam memecahkan permasalahan kontemporer adalah melalui metode lintas madzhab (perbandingan Madzhab) yakni dengan mempelajari pendapat semua fuqaha dalam semua madzhab fiqh seperti madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’I, Hambali, Dzahiri, Syi’ah Imamiyah dan lain-lain, beserta dalil-dalil dan qaidah-qaidah istinbath masing-masing madzhab dalam membahas sesuatu persoalan. Kemudian dibanding antara satu pendapat dengan pendapat yang lain, untuk kemudian dipilih satu pendapat yang lebih benar, karena didukung oleh dalil terkuat, ataupun dengan mengetengahkan pendapat baru yang dapat digali dari al-qur’an dan sunnah melalui metode kajian ushuli, qaidah istinbath, maqasid syari’ah dan ilmu bantu lainnya secara objektif dan terlepas dari pengaruh pendapat dan bembelaan terhadap madzhab tertentu, serta terjauh dari segala unsur subjektifitas pribadi, golongan dan lain-lain. selanjutnya pendapat itu dibandingakan dengan hukum positif dengan tidak perlu mamaksakan pendapat dan pendirian pembahasnya sendiri.
Metode ini merupakan metode yang paling efektif untuk membasmi khilafiyah, mempersatukan umat, memperkenalkan hakekat syari’at Allah yang hakiki dan untuk membuktikan bahwa fiqh Islam dapat berkembang dan cocok untuk setiap tempat, dan setiap waktu.
Adapun metode pembahasannya adalah dengan metode tematik yakni terfokus pada suatu permasalahan/persoalan tertentu, kemudian dibasas secara cukup luas dan mendalam, sehingga semua bidang disiplin ilmu yang berkaitan dengan permasalahan pokok ikut terlibat seperti ilmu kedokteran, kimia, fisika dan lain-lain. Persoalan yang dibahas juga tidak hanya terbatas pada persoalan yang telah dibahas dalam kitab-kitab fiqh, akan tetapi meliputi pembahasan persoalan yang timbul dalam masyarakat khususnya permasalahan yang baru dan bersentuhan dengan teknologi seperti kloning, bank susu atau permasalahan-permasalahan aktual lainnya. (Abu Zahrah, 1958: 218)

B.     Tujuan

Dr. Yusuf Qardlawi dalam salah satu kitabnya secara implisit mengngkapkan betapa perlunya fiqh kontemporer ini.
·  Dengan adanya kemajuan yang cukup mendasar itu, timbul pertanyaan bagi kita, mampukah ilmu fiqh menghadapi zaman medren?. Masih relevankah hukum islam yang lahir 14 abad silam  diterapkan sekarang?. Tentu saja kita, sebagai muslim, akan menjawabnya. Hukum islam mampu menghadapi zaman, dan masih relevan untuk ditrapkan “tidak asal bicara”, memang. Tapi, untuk menuju kesana, perlu syarat yang harus dijalani secara konsekuen. Untuk merealisir tujuan penciptaan fiqh kontemporer tersebut  Qardhawi menawarkan konsep ijtihad; ijtihad yang perlu di buka kembali. Manapaak-tilasi apa yang telah dilakukan ulama salaf. Dalam hal yang berkaitan dengan hukum kemasyarakatan, kita perlu bebas madzhab.
Berikut ini kita uraikan pula pandangan Prof. Said Rramadan tentang hal serupa.
 Semua pendapat yang harus di timbang dengan kriteria Al-Qur’an dan Sunnah. Dan semua manusia sesudah Rasulullah dapat berbuat keliru. Dalam segala hal dimana tidak ada teks yang mengikat, maka pertimbangan masalah sajalah yang mengikat; dan bahwa aturan demi maslahah dapat berubah bersama perubahan keadaan dan masa, terdahulu: “Di mana dad maslahah di sanalah letak jalan Allah”.  Prebedaan antara syari’ah (sebagaimana tercantum dalam Al-Qura’an dan sunnah) yang mengikat abadi dengan detail-detail yang diterangkan oleh para fuqoha’ seharusnya memeberikan pengaruh yang sangat sehat terhadap ummat islam pada zaman ini.
Dari pernyataan S. Ramadan diatas dapat kita ambil kesimpulan khususnya berkenaan dengan munculnya isu fiqih kontemporer tersebut, yakni: bagaimanapu pemikiran ulama biasa di pertanyakan kembali berdasarkan kriteria al-qur’an dan sunnah di sisi lain pertimbangan maslahah dapat di jadikan rujukan dalam upaya penyesuaian fiqih dengan zaman yang berkembang. Terakhir, perbedaan antara syari’ah dengan fiqih menjadi peluang timbulnya pengkajian fiqih kontemporer. Demikianlah sekelumit beberapa latar belakang munculnya isu fiqih kontemporer yang dapat penulis kemukakan.
Prof. Dr. Haru Nasution membagi ciri pemikiran islam ke dalam tiga zaman, yakni zaman klasik ( abad VII-XII ) zaman ini disebut juga oleh beliau sebagai zaman rasional, zaman pertengahan ( tradisional ) abad XIII-XVIII dan zaman modern (kontemporer) abad XIX-?. Berdasarkan kriteria di atas, fiqih klasik yang di maksud adalah pola pemahaman fiqih abad VII-XII, sedangka fiqih kontemporer, adalah pola pemahaman fiqh abad XIX dan seterusnya. Yang menjadi fokus kajian disini adalah; adakah relevansinya antara pola pemahaman fiqih kontemporer dengan fiqih klasik, lalu di mana letak relevansi pemahaman antara kedua zaman tersebut.
Menurut Prof. Dr. Harun Nasution, metode berpikir ulama klasik terkait langsung dengan al-qur’an dan hadist, sehingga banyak melahirkan ijtihad yang kualitatif, hal ini banyak di contohkan oleh para sahabat nabi terutama Umar bin Khattab. Metode berpikir itu pulalah yang di tiru oleh imam-imam mazhab fiqih seperti Malik ibn anas, Abu hanafiah, Syafi’i, dan ibn hambal. Juga oleh para mutakallimin seperti: Washil bin ‘Atha’, Abu al-huzail, Al-jubba’i, Al-asy’ari, Al-maturidi, dan Al-ghozali.
Sedangkan pemikiran zaman pertengahan, berbeda dengan pemikiran zaman klasik, menjadi terikat sekali dengan hasil pemikiran para ulama zaman klasik. Ruang geraknya sempit, pemikiran rasional diganti dengan pola pemikiran tradisional. Dalam menghadapi maslah-masalah baru mereka tidak lagi secara langsung menggali ke al-qur’an dan hadist tetapi lebih banyak terikat denga produk pemikiran ulama abad klasik. Sehingga orisinalitas pemikiran semakin berkurang dan cenderung dogmatis. Maka bekulah pemikiran serta kurang mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman.
Corak pemikiran ini menampilkan sosok ulama islam abad pertengahan dengan pola penalaran fiqih yang tradisional. Di zaman modern inipun masih banyak umat islam yang terpaku dengan pola pemikiran islam abad pertengahan tersebut hanya sebagian kecil yang sudah mulai memakai pola pemikiran rasional zaman klasik.
Sebenarnya bila umat islam ingin maju dan punya kemampuan untuk mengantisipasi perkembangan zaman modern, pola permikiran rasional para sahabat dan ulama klasik sudah selayaknya untuk dikembangkan lagi disinilah letak relevansinya antar fiqih kontemporer dengan fiqih klasik nantinya, yakni relevan dalam pola penalaran fiqhiyahnya, walaupun akan menghasilkan produk fiqih yang berbeda karena perbedaan situasi dan kondisi yang ada.
Yang dimaksud dengan ruang lingkup kajian fiqih kontemporer disini mencakup: pertama, masalah-masalah fiqih yang berhubungan dengan situasi kontempoerer (modern). Kedua, wilayah kajian dalam alqur-an dan hadist. (Budi Utomo, 2003: 9-11)

C.    Kegunaan
Dapatlah kita kemukakan bahwa persoalan fiqih kontemporer di masa akan datang lebih komplit lagi dibanding yang kita hadapi hari ini. Hal tersebut disebabkan arus perkembangan zaman yang berdampak kepada semakin terungkapnya berbagai persoalan umat manusia, baik hubungan antara sesama maupun dengan kehidupan alam sekitarnya.
Kompleksitas masalah tersebut tentunya akan membutuhkan pemecahan masalah berdasarkan nilai-nilai agama. Disinilah letak betapa pentingnya rumusan ideal moral maupun formal dari fiqih kontemporer tersebut, yang tidak lain bertujuan untuk menjaga keutuhan nilai ketuhanan, kemanusiaan dan kealaman, terutama yang menyangkut dengan aspek lahiriyah kehidupan manusia di dunia ini  
Pembahasan aktual mengenai berbagai masalah fiqih kontemporer memang sangat dibutuhkan dan dinantika oleh masyarakat Indonesia dewasa ini, mengingat bahwa persoalan zaman akan senatiasa baru dan tantangan masalah aktual fiqh semakin banyak, sementara nash-nash (teks-teks dalil al-Qur’an dan Sunnah) jumlahnya tetap dan terbatas yang tidak mungkin bertambah lagi (al-Qadhaya al-Fiqhiyah mutajaddah wa mutazayidah wan nushush tsabitah wa mufanahiyah). Dalam hal ini tentunya sangat dibutuhkan kemampuan dan ketekunan utjihad dalam mengelaborasikan dan mereaktualisasikan penafsiran berbagai dalil dan kaidah syariah secara relevan terhadap berbagai masalah aktual fiqhiyah tersebut, sehingga pada akhirnya mampu menjawab dengan kematangan hikmah, penuh arif, dan bijak dengan tetap berpegang teguh dan unsur ashalah (prinsip dan kaidah syariah yang disepakati ulama) dalam bentuk kajian ilmiah intergral yang menggabungkan aspek bahasa komunikasi populer (bilisani qaumihin), gaya fleksibel (munnah), penguasaan luas masalah aktual (mu’ashir), pendekatan persuasip dakwah (da’awiyah) dan ghirah dinamika gerakan (harakiyah).Dengan demikian fiqh atau syariat Islam dapat tampil dengan membumi selalu relevan dan aktul dengan tuntutan zaman. (Budi Utomo, 2003: 8)

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan

Dari pembahasan makalah tentang metode, tujuan dan kegunaan fiqh kontemporer dalam menjawab tantangan zaman, dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut:
1.      Dalam metode pengkajian didalam fiqh kontemporer yang digunakan lebih banyak menggunakan metode komparasi (perbandingan) ketimbang metode ijtihad dan istinbath. Dengan berdasarkan al-qur’an dan sunnah melalui metode kajian ushuli, qaidah istinbath, maqasid syari’ah dan ilmu bantu lainnya secara objektif dan terlepas dari pengaruh pendapat dan bembelaan terhadap madzhab atau pendapat tertentu.
2.      Adapun tujuan fiqh kontemporer adalah mampu menghadapi tantangan  zaman, dan masih relevan untuk ditrapkan suatu hukum islam kontemporer tersebut.
3.      Adapun kegunaan fiqh kontemporer adalah untuk menjaga keutuhan nilai ketuhanan, kemanusiaan dan kealaman, terutama yang menyangkut dengan aspek lahiriyah kehidupan manusia di dunia ini melalui rumusan ideal moral maupun formal dari fiqih kontemporer dengan berdasarkan nilai-nilai agama.

DAFTAR PUSTAKA

Abu Zahrah. 1958. Ushul Fiqh. Kairo: Darul Fikr al-Arabi.

Budi utomo, Setiawan. 2003. Fiqh Aktual, Jawaban Tuntas Masalah Kontemporer. Jakarta: Gema insani Pres.

Kasdi,  Abdurahman. 2011. Masail Fiqhiyyah; Kajian Fiqh atas Masalah-masalah Kontemporer. Kudus: Nora Media Enterprise.

Qordhowi, Yusuf. 1996. Fatwa-Fatwa Kontemporer. Jakarta: Gema Insani Press.

S. Mujiono. 2013.  http://smujiono.blogspot.com, diakses, Senin 29/914 : 23.30

 #makalah s1 fakultas Syariah dan Hukum UIN Rafah
loading...