Metode, Tujuan dan Kegunaan
Fiqh Kontemporer
Dalam
Menjawab Tantangan Zaman
Oleh: Iswahyudi
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Manusia adalah
subjek dan objek hukum, dimana kehidupan manusia didunia ini diatur oleh hukum,
baik hukum yang dibuat oleh Allah SWT maupun manusia.
Manusia adalah
makhluk sosial yang keberadaanya didunia sangat bergantung pada yang lain.
Al-Qur’an, hadits, Ijma’ dan qiyas sebagai
hukum yang disepakati oleh ulama diwujudkan supaya menjadi lebih baik.
Fiqh
kontemporer adalah suatu bahasan penting untuk menjawab berbagai tantangan yang
terjadi tantangan pada manusia.
Oleh karena
itu, pada makalah ini akan dibahas mengenai tentang metode, tujuan dan kegunaan
fiqh kontemporer dalam menjawab tantangan zaman.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas ditemukan beberapa permasalahan, diantarannya Sebagai
berikut:
1. Apa saja metode-metode fiqh kontemporer dalam menjawab tantangan zaman?
2.
Bagaimanakah tujuan fiqh kontemporer dalam
menjawab tantangan zaman?
3. Bagaimanakah kegunaan fiqh kontemporer dalam menjawab tantangan zaman?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Metode
Metode merupakan jalan yang ditempuh untuk
menganalisis suatu disiplin ilmu atau suatu permasalahan untuk mencari jalan
keluarnya sehingga menciptakan suatu kemaslahatan. Didalam ilmu fiqh bahwa
metode alur pembentukan didalam menentukan hukum adalah pertama : adalah
sumber hukum islam Al-Qur’an dan Hadits, kedua : lalu
kemudian muncul ushul fiqh dalam penarikan hukum menggunakan pola pikir
deduktif, selanjutnya ketiga : menghasilkan hukum fiqh dengan materi
yang beragam dalam berbagai kitab dan referensi, setelah diteliti persamaan
hukum fiqh menggunakan pola pikir induktif kemudian dikelompokkan dengan
masalah-masalah yang serupa, dan keempat : akhirnya disumpulkan menjadi qawaid
fiqhiyyah yang memudahkan ulama dalam menentukan hukum fiqh terhadap
persoalan baru, dan kelima : setelah melalui pengujian dan dengan dukungan
ushul fiqh, maka natijahnya : adalah terbentuknya hukum fiqh baru (qanun)
maupun fatwa terhadap permasalahan kontemporer.
Adapun metode dalam fiqh kontemporer adalah
ijtihad dan istinbath, tetapi dalam metode pengkajian didalam
fiqh kontemporer yang digunakan lebih banyak menggunakan metode komparasi
(perbandingan) ketimbang metode ijtihad dan istinbath. (Kasdi, 2011:
6) Di balik semua itu tentu saja ada larangan-larangan yang tidak boleh
dilanggar dalam penetapan hukum. Diantaranya :
a.
Tidak boleh merusak
aqidah,
b.
Tidak boleh mengurangi
atau menghilangkan martabat manusia,
c.
Tidak boleh
mendahulukan kepentingan perorangan atas kepentingan umum,
d.
Tidak boleh
mengutamakan hal-hal yang masih samar-samar kemanfaatannya atas hal-hal yang
sudah nyata kemanfaatannya, dan
e.
Tidak boleh melanggar
ketentuan dasar akhlaq al-karimah.
Amir syarifudin membagi 2 wilayah fiqh kontemporer yaitu:
1. Fiqh yang telah di ijtihadi oleh ulama-ulama
terdahulu namun pada saat ini memiliki nuansa perubahan misalnya sholat di atas
pesawat yang belum di atur oleh ulama terdahulu,
2.
Sesuatu masalah yang baru. (http://smujiono.blogspot.com, diakses, Senin 29/914 : 23.30)
Yusuf al-Qardhawi, fatwa kontemporer atau fiqh
kontemporer dalam pembentukannya memiliki dua bentuk konstruksi metodologi.
Pertama dengan jalan Ijtihad intiqo’I atau bermazhab, kedua dengan
jalan Ijtihadiyah Insya’i.
Ijtihad Intiqo’I ialah memilih satu pendapat dari beberapa
pendapat terkuat yang terdapat pada warisan fiqh Islam yang penuh dengan fatwa
dan keputusan hukum.
Sedangkan Ijtihad
Insya’I (kreatif) ialah mengambil konklusi hukum baru dari sesuatu
persoalan baik belum perna di kemukakan oleh ulama maupun persoalan lama yang
baru dengan jalan mencarai pendapat baru yang lebih kuat, atau dengan jalan
ijtihadiyah kreatif. (Qordhowi, 1996)
Salah satu metode penjelasan dan pendekatan dalam memecahkan permasalahan
kontemporer adalah melalui metode lintas madzhab (perbandingan Madzhab) yakni
dengan mempelajari pendapat semua fuqaha dalam semua madzhab fiqh seperti
madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’I, Hambali, Dzahiri, Syi’ah Imamiyah dan
lain-lain, beserta dalil-dalil dan qaidah-qaidah istinbath masing-masing
madzhab dalam membahas sesuatu persoalan. Kemudian dibanding antara satu
pendapat dengan pendapat yang lain, untuk kemudian dipilih satu pendapat yang
lebih benar, karena didukung oleh dalil terkuat, ataupun dengan mengetengahkan
pendapat baru yang dapat digali dari al-qur’an dan sunnah melalui metode kajian
ushuli, qaidah istinbath, maqasid syari’ah dan ilmu bantu lainnya secara
objektif dan terlepas dari pengaruh pendapat dan bembelaan terhadap madzhab
tertentu, serta terjauh dari segala unsur subjektifitas pribadi, golongan dan
lain-lain. selanjutnya pendapat itu dibandingakan dengan hukum positif dengan
tidak perlu mamaksakan pendapat dan pendirian pembahasnya sendiri.
Metode ini merupakan metode yang paling efektif untuk membasmi khilafiyah,
mempersatukan umat, memperkenalkan hakekat syari’at Allah yang hakiki dan untuk
membuktikan bahwa fiqh Islam dapat berkembang dan cocok untuk setiap tempat,
dan setiap waktu.
Adapun metode pembahasannya adalah dengan metode tematik yakni terfokus
pada suatu permasalahan/persoalan tertentu, kemudian dibasas secara cukup luas
dan mendalam, sehingga semua bidang disiplin ilmu yang berkaitan dengan
permasalahan pokok ikut terlibat seperti ilmu kedokteran, kimia, fisika dan
lain-lain. Persoalan yang dibahas juga tidak hanya terbatas pada persoalan yang
telah dibahas dalam kitab-kitab fiqh, akan tetapi meliputi pembahasan persoalan
yang timbul dalam masyarakat khususnya permasalahan yang baru dan bersentuhan
dengan teknologi seperti kloning, bank susu atau permasalahan-permasalahan aktual
lainnya. (Abu Zahrah, 1958: 218)
B. Tujuan
Dr. Yusuf Qardlawi dalam salah satu
kitabnya secara implisit mengngkapkan betapa perlunya fiqh kontemporer ini.
· Dengan adanya kemajuan yang cukup mendasar itu, timbul
pertanyaan bagi kita, mampukah ilmu fiqh menghadapi zaman medren?. Masih
relevankah hukum islam yang lahir 14 abad silam
diterapkan sekarang?. Tentu saja kita, sebagai muslim, akan menjawabnya.
Hukum islam mampu menghadapi zaman, dan masih relevan untuk ditrapkan “tidak
asal bicara”, memang. Tapi, untuk menuju kesana, perlu syarat yang harus
dijalani secara konsekuen. Untuk merealisir tujuan penciptaan fiqh kontemporer
tersebut Qardhawi menawarkan konsep ijtihad; ijtihad yang perlu di buka
kembali. Manapaak-tilasi apa yang telah dilakukan ulama salaf. Dalam hal yang
berkaitan dengan hukum kemasyarakatan, kita perlu bebas madzhab.
Berikut ini kita
uraikan pula pandangan Prof. Said Rramadan tentang hal serupa.
Semua pendapat
yang harus di timbang dengan kriteria Al-Qur’an dan Sunnah. Dan
semua manusia sesudah Rasulullah dapat berbuat keliru. Dalam segala hal dimana
tidak ada teks yang mengikat, maka pertimbangan masalah sajalah yang mengikat;
dan bahwa aturan demi maslahah dapat berubah bersama perubahan keadaan dan
masa, terdahulu: “Di mana dad maslahah di sanalah letak jalan Allah”.
Prebedaan antara syari’ah (sebagaimana tercantum dalam Al-Qura’an
dan sunnah) yang mengikat abadi dengan detail-detail yang diterangkan
oleh para fuqoha’ seharusnya memeberikan pengaruh yang sangat sehat terhadap
ummat islam pada zaman ini.
Dari pernyataan S.
Ramadan diatas dapat kita ambil kesimpulan khususnya berkenaan dengan
munculnya isu fiqih kontemporer tersebut, yakni: bagaimanapu pemikiran ulama
biasa di pertanyakan kembali berdasarkan kriteria al-qur’an dan sunnah di sisi
lain pertimbangan maslahah dapat di jadikan rujukan dalam upaya penyesuaian
fiqih dengan zaman yang berkembang. Terakhir, perbedaan antara syari’ah dengan
fiqih menjadi peluang timbulnya pengkajian fiqih kontemporer. Demikianlah
sekelumit beberapa latar belakang munculnya isu fiqih kontemporer yang dapat
penulis kemukakan.
Prof. Dr. Haru
Nasution membagi ciri pemikiran islam ke dalam tiga zaman,
yakni zaman klasik ( abad VII-XII ) zaman ini disebut juga oleh beliau sebagai
zaman rasional, zaman pertengahan ( tradisional ) abad XIII-XVIII dan zaman modern
(kontemporer) abad XIX-?. Berdasarkan kriteria di atas, fiqih klasik yang di
maksud adalah pola pemahaman fiqih abad VII-XII, sedangka fiqih kontemporer,
adalah pola pemahaman fiqh abad XIX dan seterusnya. Yang menjadi fokus kajian
disini adalah; adakah relevansinya antara pola pemahaman fiqih kontemporer
dengan fiqih klasik, lalu di mana letak relevansi pemahaman antara kedua zaman
tersebut.
Menurut Prof. Dr.
Harun Nasution, metode berpikir ulama klasik terkait langsung dengan
al-qur’an dan hadist, sehingga banyak melahirkan ijtihad yang kualitatif, hal
ini banyak di contohkan oleh para sahabat nabi terutama Umar bin Khattab.
Metode berpikir itu pulalah yang di tiru oleh imam-imam mazhab fiqih seperti
Malik ibn anas, Abu hanafiah, Syafi’i, dan ibn hambal. Juga oleh para
mutakallimin seperti: Washil bin ‘Atha’, Abu al-huzail, Al-jubba’i, Al-asy’ari,
Al-maturidi, dan Al-ghozali.
Sedangkan pemikiran
zaman pertengahan, berbeda dengan pemikiran zaman klasik, menjadi terikat
sekali dengan hasil pemikiran para ulama zaman klasik. Ruang geraknya sempit,
pemikiran rasional diganti dengan pola pemikiran tradisional. Dalam menghadapi
maslah-masalah baru mereka tidak lagi secara langsung menggali ke al-qur’an dan
hadist tetapi lebih banyak terikat denga produk pemikiran ulama abad klasik.
Sehingga orisinalitas pemikiran semakin berkurang dan cenderung dogmatis.
Maka bekulah pemikiran serta kurang mampu beradaptasi dengan perkembangan
zaman.
Corak pemikiran ini
menampilkan sosok ulama islam abad pertengahan dengan pola penalaran fiqih yang
tradisional. Di zaman modern inipun masih banyak umat islam yang terpaku dengan
pola pemikiran islam abad pertengahan tersebut hanya sebagian kecil yang sudah
mulai memakai pola pemikiran rasional zaman klasik.
Sebenarnya bila umat
islam ingin maju dan punya kemampuan untuk mengantisipasi perkembangan zaman
modern, pola permikiran rasional para sahabat dan ulama klasik sudah selayaknya
untuk dikembangkan lagi disinilah letak relevansinya antar fiqih kontemporer
dengan fiqih klasik nantinya, yakni relevan dalam pola penalaran fiqhiyahnya,
walaupun akan menghasilkan produk fiqih yang berbeda karena perbedaan situasi
dan kondisi yang ada.
Yang dimaksud dengan ruang lingkup kajian fiqih
kontemporer disini mencakup: pertama, masalah-masalah fiqih yang berhubungan
dengan situasi kontempoerer (modern). Kedua, wilayah kajian dalam alqur-an
dan hadist. (Budi Utomo, 2003: 9-11)
C.
Kegunaan
Dapatlah kita kemukakan bahwa persoalan fiqih
kontemporer di masa akan datang lebih komplit lagi dibanding yang kita hadapi
hari ini. Hal tersebut disebabkan arus perkembangan zaman yang berdampak kepada
semakin terungkapnya berbagai persoalan umat manusia, baik hubungan antara
sesama maupun dengan kehidupan alam sekitarnya.
Kompleksitas masalah tersebut tentunya akan
membutuhkan pemecahan masalah berdasarkan nilai-nilai agama. Disinilah letak
betapa pentingnya rumusan ideal moral maupun formal dari fiqih kontemporer
tersebut, yang tidak lain bertujuan untuk menjaga keutuhan nilai ketuhanan,
kemanusiaan dan kealaman, terutama yang menyangkut dengan aspek lahiriyah
kehidupan manusia di dunia ini
Pembahasan aktual mengenai berbagai masalah fiqih
kontemporer memang sangat dibutuhkan dan dinantika oleh masyarakat Indonesia
dewasa ini, mengingat bahwa persoalan zaman akan senatiasa baru dan tantangan
masalah aktual fiqh semakin banyak, sementara nash-nash (teks-teks dalil
al-Qur’an dan Sunnah) jumlahnya tetap dan terbatas yang tidak mungkin bertambah
lagi (al-Qadhaya al-Fiqhiyah mutajaddah wa mutazayidah wan nushush tsabitah
wa mufanahiyah). Dalam hal ini tentunya sangat dibutuhkan kemampuan dan
ketekunan utjihad dalam mengelaborasikan dan mereaktualisasikan penafsiran
berbagai dalil dan kaidah syariah secara relevan terhadap berbagai masalah
aktual fiqhiyah tersebut, sehingga pada akhirnya mampu menjawab dengan
kematangan hikmah, penuh arif, dan bijak dengan tetap berpegang teguh dan unsur
ashalah (prinsip dan kaidah syariah yang disepakati ulama) dalam bentuk kajian
ilmiah intergral yang menggabungkan aspek bahasa komunikasi populer (bilisani
qaumihin), gaya fleksibel (munnah), penguasaan luas masalah aktual (mu’ashir),
pendekatan persuasip dakwah (da’awiyah) dan ghirah dinamika gerakan
(harakiyah).Dengan demikian fiqh atau syariat Islam dapat tampil dengan membumi
selalu relevan dan aktul dengan tuntutan zaman. (Budi Utomo, 2003: 8)
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan makalah tentang metode, tujuan dan kegunaan fiqh kontemporer
dalam menjawab tantangan zaman, dapat
di tarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Dalam metode pengkajian didalam fiqh kontemporer
yang digunakan lebih banyak menggunakan metode komparasi (perbandingan)
ketimbang metode ijtihad dan istinbath. Dengan berdasarkan al-qur’an dan sunnah melalui metode kajian
ushuli, qaidah istinbath, maqasid syari’ah dan ilmu bantu lainnya secara
objektif dan terlepas dari pengaruh pendapat dan bembelaan terhadap madzhab
atau pendapat tertentu.
2. Adapun tujuan fiqh kontemporer adalah mampu
menghadapi tantangan zaman, dan masih
relevan untuk ditrapkan suatu hukum islam kontemporer tersebut.
3. Adapun kegunaan fiqh kontemporer adalah untuk menjaga keutuhan
nilai ketuhanan, kemanusiaan dan kealaman, terutama yang menyangkut dengan
aspek lahiriyah kehidupan manusia di dunia ini melalui rumusan ideal moral
maupun formal dari fiqih kontemporer dengan berdasarkan nilai-nilai agama.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Zahrah. 1958. Ushul Fiqh. Kairo: Darul
Fikr al-Arabi.
Budi utomo, Setiawan. 2003. Fiqh Aktual,
Jawaban Tuntas Masalah Kontemporer. Jakarta: Gema insani Pres.
Kasdi,
Abdurahman. 2011. Masail Fiqhiyyah; Kajian Fiqh atas Masalah-masalah
Kontemporer. Kudus: Nora Media Enterprise.
Qordhowi, Yusuf. 1996. Fatwa-Fatwa Kontemporer.
Jakarta: Gema Insani Press.
S. Mujiono. 2013. http://smujiono.blogspot.com, diakses, Senin 29/914 : 23.30