Al-Imam Al-Hafizh Syaikh Al-Islam Asy-Syihab Ad-Din Ahmad ibn Ali ibn Hajar Al-Asqalani dan Kitab Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam
Oleh: Jamiatul Husnaini
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ulumul hadits adalah ilmu yang mengupas mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan hadits, baik sanad, matan, rawi, dan sebagainya. Hadits
sendiri oleh para Muhaditsin didefinisikan sebagai segala sesuatu yang
disandarkan kepada Rasulullah SAW. baik dari perkataan, perbuatan, persetujuan
maupun sifat Rasul.
Saat ini telah banyak kita jumpai kitab-kitab hadits yang bisa kita
gali dan kita pelajari. Kitab-kitab hadits tersebut tidak serta-merta muncul
begitu saja. Namun, adanya proses pencarian, pengumpulan, penyeleksian sampai
akhirnya penulisan. Proses pengumpulan dan penyeleksian hadits tersebut sehingga
menghasilkan kitab-kitab hadits, tidak terlepas dari jasa-jasa ulama yang hidup
sebelum kita.
Tugas mengumpulkan, mengklasifikasi, dan menilai suatu hadits itu sangat
berat. Akan tetapi, ulama tekun dalam mengerjakannya. Seringkali, mereka harus
melakukan perjalanan ribuan mil hanya untuk memastikan kemungkinan satu mata
rantai dalam rantai periwayatan (sanad) atau kebenaran satu kata atau ungkapan
dalam teks hadits. Namun, lebih dari itu, mereka bersedia melakukan apa saja
untuk masalah yang berkaitan dengan agama dan nabi mereka.
Mengingat hal tersebut, alangkah baiknya jika kita mulai mengenal
sosok mereka melalui biografi-biografi mereka dan kitab-kitab mereka. Hal
tersebut bukan hanya untuk memicu semangat belajar kita, namun juga untuk
mengetahui sepak terjang para ulama dalam mencari, mengumpulkan, menyeleksi
serta menuliskan suatu hadits sehingga kita bisa mengambil keteladanan dari
mereka.
Oleh karena itu, dalam pembahasan makalah ini akan dibahas mengenai
kitab Bulughul Maram dan sosok luar biasa yang telah menorehkan karya hebat
kitab tersebut, yaitu Al-Imam Al-Hafizh Syaikh Al-Islam Asy-Syihab Ad-Din Ahmad
ibn Ali ibn Hajar Al-Asqalani. Pada bagian inti, akan dibahas mengenai Biografi
beliau, guru-guru beliau, karya-karya beliau serta kajian mengenai kitab Bulughul
Maram min Adillatil Ahkam.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas
secara rinci, maka rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1.
Bagaimana
proses Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam berguru dan mempelajari serta mengkaji
suatu hadits-hadits, sehingga pada masa selanjutnya beliau mampu menulis sebuah
Karya besar kitab Bulughul Maram min Adillatil Ahkam?
2.
Apakah
materi atau kajian utama dalam kitab Bulughul Maram min Adillatil Ahkam
tersebut?
BAB II
Al-Imam Al-Hafizh Syaikh Al-Islam Asy-Syihab Ad-Din Ahmad ibn Ali
ibn Hajar Al-Asqalani dan Kitab Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam
A.
Biografi Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani[1]
Pada akhir abad
kedelapan hijriyah dan pertengahan abad kesembilan hijriah termasuk masa
keemasan para ulama dan
terbesar bagi perkembangan madrasah, perpustakaan dan halaqah ilmu, walaupun
terjadi keguncangan sosial politik. Hal ini karena para penguasa dikala itu
memberikan perhatian besar dengan mengembangkan madrasah-madrasah, perpustakaan
dan memotivasi ulama serta mendukung mereka dengan harta dan jabatan kedudukan.
Semua ini menjadi sebab berlombanya para ulama dalam menyebarkan ilmu dengan
pengajaran dan menulis karya ilmiah dalam beragam bidang keilmuan. Pada masa
demikian ini muncullah seorang ulama besar yang namanya harum hingga kini Al-Haafizh
Ibnu Hajar Al-‘Asqalani. Berikut biografi singkat beliau:
Beliau
adalah Al-Imam
Al-Hafizh Syaikh Al-Islam Asy-Syihab Ad-Din Ahmad ibn Ali ibn Hajar Al-Kinani,
Al-‘Asqalani, Asy-Syafi’i, Al-Mishri. Kemudian dikenal dengan nama Ibnu Hajar,
dan gelarnya “Al-Hafizh”. Adapun penyebutan ‘Asqalani adalah nisbat kepada
‘Asqalan’, sebuah kota yang masuk dalam wilayah Palestina, dekat Ghuzzah (Jalur
Gaza).
Beliau
dilahirkan tanggal 12 Sya’ban tahun 773 Hijriah dipinggiran sungai Nil di Mesir
kuno. Tempat tersebut dekat dengan Dar An-Nuhas dekat masjid Al-Jadid.
Ibnu Hajar
tumbuh dan besar sebagai anak yatim, ayah beliau meninggal ketika ia berumur 4
tahun dan ibunya meninggal ketika ia masih balita. Ayah beliau meninggal pada
bulam rajab 777 H. setelah berhaji dan mengunjungi Baitul Maqdis dan tinggal di
dua tempat tersebut. Waktu itu Ibnu Hajar ikut bersama ayahnya. Setelah ayahnya
meninggal beliau ikut dan diasuh oleh Az-Zaki Al-Kharubi (kakak tertua ibnu
Hajar) sampai sang pengasuh meninggal. Hal itu karena sebelum meninggal, sang
ayah berwasiat kepada anak tertuanya yaitu saudagar kaya bernama Abu Bakar
Muhammad bin Ali bin Ahmad Al-Kharubi (wafat tahun 787 H.) untuk menanggung dan
membantu adik-adiknya. Begitu juga sang ayah berwasiat kepada syaikh Syamsuddin
Ibnu Al-Qaththan (wafat tahun 813 H.) karena kedekatannya dengan Ibnu Hajar
kecil.
Ibnu Hajar
tumbuh dan besar sebagai anak yatim piatu yang menjaga iffah (menjaga
diri dari dosa), sangat berhati-hati, dan mandiri dibawah kepengasuhan kedua
orang tersebut. Zakiyuddin Abu Bakar Al-Kharubi memberikan perhatian yang luar
biasa dalam memelihara dan memperhatikan serta mengajari beliau. Dia selalu
membawa Ibnu Hajar ketika mengunjungi dan tinggal di
Makkah hingga ia meninggal dunia tahun 787 H.
Pada usia lima
tahun Ibnu Hajar masuk Al-Maktab (semacam TPA sekarang) untuk menghafal
Al-Qur’an, di sana ada seorang guru yang bernama Syamsuddin bin Al-Alaf yang
saat itu menjadi gubernur Mesir dan juga Syamsuddin Al-Athrusy. Akan tetapi, ibnu
Hajar belum berhasil menghafal Alquran sampai beliau diajar oleh seorang ahli fakih
dan pengajar sejati yaitu Shadruddin Muhammad bin Muhammad bin Abdurrazaq
As-Safthi Al Muqri’. Kepada beliau ini lah akhirnya ibnu Hajar dapat
mengkhatamkan hafalan Alqurannya ketika berumur sembilan tahun. Keistimewaannya
dibandingkan dengan teman-temannya adalah kecepatan menghafal, seperti
menghafalkan surat Maryam bisa dilakukan hanya dalam waktu satu hari, itu pun
setelah menyelesaikan urusan yang lain.
Dalam Taqrib
At-Tahdzib halaman 4-5 diungkapkan bahwa pada usia 9 tahun, ia telah hafal
Al-Qur’an, Al-‘Umdah Al-Ahkam karangan Al-Maqdisi, Al-Hawi
Ash-Shaghir, Alfiyah Al-Iraqi dalam bidang ilmu hadits, Mukhtashar Ibn
Hajib dalam bidang Ushul, Malhah Al-I’rab karangan Al-Harawi, dan Alfiyah
yakni kitab bahasa dan nahwu karangan Ibn Malik dan tanbih dalam bidang fiqih
Asy-Syafi’iyah karangan Asy-Syairazi. Tercatat pula bahwa ia membaca Shahih
Al-Bukhari dalam 10 majelis, setelah shalat Dzuhur sampai Ashar, Shahih
Muslim dalam 5 majelis selama dua hari setengah dan Al-Mu’jam
Ash-Shaghir karangan Ath-Thabrani dibaca selesai dalam satu majelis, yaitu
ketika perjalanan ke Syam selama waktu Dzuhur sampai Ashar.
Ilmu hadits
yang dipelajarinya melalui Zain Ad-Din Al-Iraqi (807 H) selama 10 tahun dapat
membukakan tabir penghalang, pembuka pintu, pengarah cita-cita yang sangat
dalam untuk memperolehnya sehingga ia memperoleh jalan yang lurus.
Kemudian, rihlahnya
dalam bidang ilmu, Ibnu Hajar mengikuti ulama yang mendahuluinya, terutama
setelah kecerdasannya bertambah sempurna, yaitu melalui cara mendengar,
membaca, atau membacakan suatu teks di hadapan guru-guru/ulama di daerahnya,
terutama minatnya yang sangat besar di bidang hadits Nabawi. Sejak kecil dan
setelah dewasanya, ia lebih semangat lagi mengembara dari satu negeri ke negeri
lainnya, mencari berbagai guru dan para pen-sanad hadits agar
kitab-kitabnya dapat di-takhrij dan diambil manfaat olehnya.
Pada tahun 793
H, ia pergi ke kota Qaush dan lainnya, yaitu bagian dari tanah Mesir. Dia
mendengar hadits dari ulama-ulamanya, kemudian ia menuliskannya. Pada tahun 797
H, ia pergi ke Iskandariyah. Di sana, ia bertemu dengan sejumlah ahli hadits
dari orang-orang yang menjadi sanad hadits, di antaranya: Syams Ad-Din Al-Jazari
(w. 834 H), Ibnu Furath (w. 803 H), Ibnu Sulaiman Al-Faisy (w. 798 H), Ibnu
Al-Bauni ((799 H), dan lain-lain.
Pada tahun799
H, ia pergi ke Yaman, kemudian ke Hijaz sampai ke Ath-Thur, dan bertemu dengan
sejumlah ulama, diantaranya: Ar-Radhi Az-Zubaedi (821 H), Ash-Shalah Al-Aqfahsi
(820 H) dan Najm Al-Marjani (827 H), dan di Yaman, ia bertemu dengan ulama
fiqih, yaitu Ibn Al-Khayyath Asy-Syafi’i (811 H).
Ia rihlah ke
Hijaz di samping untuk melaksanakan haji dan kegiatan lainnya. Ia bertemu
dengan ulama Hijaz waktu itu, diantaranya: Zain Ad-Din Abd Ar-Rahman ibn
Muhammad ibn Thulu Bagha As-Saifi (825 H), darinya, ia mengambil beberapa
riwayat. Berikutnya, ia pergi ke Syam pada tahun 802 H, untuk bertemu dengan
sejumlah besar musannidin dan ulama. Ia tinggal di Damaskus selama 100
hari. Selama itu, ia telah mendengar dan mempelajari lebih dari 1.000 juz kitab
hadits (Al-Juz’u Al-Hadits), yakni susunan hadits yang diriwayatkan dari
seorang sahabat atau dari seseorang setelahnya. Judul tersebut dipilihnya karena
bersifat kumpulan hadits, penyusun telah mengumpulkannya ke dalam bentuk juz
yang membawa faedah dan dibaginya ke dalam satuan-satuan bahasan,
pertengahan-pertengahan, persepuluhan-persepuluhan, dan kepada pembagian
lainnya. Di samping itu, ia berkeliling di negeri Syam sampai ke Halb, Hamsh,
dan Hammah sehingga menemukan sekitar 1.000 juz hadits. As-Sakhawi
meringkaskan, diperolehnya hasil seperti itu karena: a) kegeniusan dan
pengetahuannya yang bersih dan menyeluruh; b) kecepatan membaca serta kebaikannya;
c) kecepatan menulis; d) terlibat langsung, yakni mendengar dan membaca di
hadapan guru dan penyusunnya yang tidak memerlukan waktu banyak.[2]
Beliau mengajar
di Markaz Ilmiah yang banyak diantaranya mengajar tafsir di Al-madrasah
Al-Husainiyah dan Al-Manshuriyah, mengajar hadits di Madaaris Al-Babrisiyah,
Az-Zainiyah dan Asy-Syaikhuniyah dan lainnya. Membuka majelis Tasmi’
Al-hadits di Al-Mahmudiyah serta mengajarkan fikih di Al-Muayyudiyah.
Setelah melalui
masa-masa kehidupan yang penuh dengan kegiatan ilmiah dalam khidmah
kepada ilmu dan berjihad menyebarkannya dengan beragam sarana yang ada. Ibnu
Hajar jatuh sakit dirumahnya setelah ia mengundurkan diri dari jabatannya
sebagai Qadhi pada tanggal 25 Jumadil Akhir tahun 852 H. Dia adalah
seorang yang selalu sibuk dengan mengarang dan mendatangi majelis-majelis
taklim hingga pertama kali penyakit itu menjangkit yaitu pada bulan Dzulqa’dah
tahun 852 H. Ketika ia sakit yang membawanya meninggal, ia berkata, “Ya
Allah, bolehlah engkau tidak memberikanku kesehatan, tetapi janganlah engkau
tidak memberikanku pengampunan.” Beliau berusaha menyembunyikan penyakitnya
dan tetap menunaikan kewajibannya mengajar dan membacakan imla’. Namun
penyakit tersebut semakin bertambah parah sehingga para tabib dan penguasa (umara)
serta para Qadhi bolak balik menjenguk beliau. Sakit ini berlangsung
lebih dari satu bulan kemudian beliau terkena diare yang sangat parah dengan
mengeluarkan darah. Imam As-Sakhaawi berkata, “Saya mengira Allah telah
memuliakan beliau dengan mati syahid, karena penyakit tha’un telah
muncul. Kemudian pada malam sabtu tanggal 18 Dzulhijjah tahun 852 H. berselang
dua jam setelah shalat isya’, orang-orang dan para sahabatnya berkerumun
didekatnya menyaksikan hadirnya sakaratul maut.”
Hari itu adalah
hari musibah yang sangat besar. Orang-orang menangisi kepergiannya
sampai-sampai orang nonmuslim pun ikut meratapi kematian beliau. Pada hari itu
pasar-pasar ditutup demi menyertai kepergiannya. Para pelayat yang datang pun
sampai-sampai tidak dapat dihitung. Semua para pembesar dan pejabat kerajaan
saat itu datang melayat bersama masyarakat yang banyak sekali menshalatkan
jenazah beliau. Diperkirakan orang yang menshalatkan beliau lebih dari 50.000 orang
dan Amirul Mukminin khalifah Al-Abbasiyyah mempersilahkan
Al-Bulqini untuk menshalati Ibnu Hajar di Ar-Ramilah di luar kota Kairo.
Jenazah beliau kemudian dipindah ke Al-Qarafah Ash-Shughra untuk dikubur di
pekuburan Bani Al-Kharrubi yang berhadapan dengan masjid Ad-Dailami di antara
makam Imam Syafi’i dengan Syaikh Muslim As-Silmi.
B.
Kitab Bulughul Maram
Kitab-kitab
karya Ibnu Hajar sangatlah banyak, diantaranya yaitu Fath Al-Barri (Syarh
Shahih Al-Bukhari dan Muqaddimahnya), Thdzib At-Tahdzib, Al-Ishabah fi
At-Tamyiz Ash-Shahabah, Lisan Al-Mizan, Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam,
dan lain-lain. Di bawah ini akan dijelaskan secara rinci mengenai Kitab
Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam.
Kitab Bulughul Maram termasuk karya ilmiah terbaik dan terpenting
dalam penyusuan dan pengumpulan hadits-hadits ahkam yang ringkas. Memuat
sekitar 1520 hadits dan ada yang menyebut jumlahnya 1596 hadits yang menjadi
sandaran hukum-hukum syariat disusun sesuai bab-bab Fiqih dengan penjelasan
martabat hadits dan perawi serta ulama yang mengeluarkannya.
Kitab ini sebagaimana disampaikan penulisnya dalam Muqaddimah
kitabnya ini, “Ini adalah ringkasan yang mencakup pokok dalil-dalil dari hadits-hadits
berkenaan dengan hukum-hukum syar’i. Aku pilihkan secara teliti agar orang yang
menghafalnya menjadi menonjol diantara sejawatnya dan dapat membantu para
pelajar pemula serta para mujtahid tidak akan merasa cukup dengannya…” Ungkapan
beliau ini sangat tepat, sebab fikih pasti butuh Istidlal dari dalil
Al-Qur`an dan Sunnah.
Kitab Bulughul Maram ini memiliki banyak keistimewaan, diantaranya:
1)
Beliau
menyusun Kitab, Bab dan Hadits-haditsnya sesuai dengan Bab-bab fiqih. Beliau
menyampaikan nama kitab kemudian Bab kemudian menyampaikan hadits-hadits yang
khusus tentang hal itu. Terkadang menyampaikan nama kitab kemudian menyampaikan
hadits-hadits tanpa menyebutkan Bab sebagaimana dilakukan pada Kitab Al-Janaiz
dan awal-awal Kitab Az-Zakat, Shiyam dan An-Nikah dan selainnya.
2)
Beliau
mencukupkan hadits-hadits marfu’ dan tidak memasukkan hadits-hadits mauquf
kecuali sedikit, sebagaimana dalam kitab An-Nikah, Bab Al-Ila’, Iddah dan
selainnya.
3)
Beliau
meringkas hadits-hadits yang panjang dengan ringkasan yang indah tidak berubah
dengan perubahan ibarat (ungkapan) dengan mencukupkan pada tempat istidlalnya
saja. Umumnya beliau mencukupkan dalam menyampaikan hadits bagian yang menjadi
dasar satu hukum (Syahid) dan kadang menyampaikan hadits yang asalnya panjang
sampai satu halaman dalam sekitar satu baris atau dua baris.
4)
Beliau
menghapus sanad periwayatan dan mencukupkan dengan perawi yang tertinggi saja
dan terkadang menyampaikan perawi sebelum perawi tersebut dengan satu tujuan
namun hal itu sedikit sekali.
5)
Umumnya
beliau menjelaskan derajat hadits dari sisi shahih, hasan atau lemah. Hal ini
adakalanya menukil dari selainnya atau menghukum sendiri. Apabila beliau
menukil dari ulama lain maka beliau sampaikan nama ulama yang menilai shahih,
hasan atau dha’if. Inilah diantaranya keistimewaan yang terpenting dan menjadi
ruhnya ilmu hadits, sehingga pembaca mengetahui hadits-hadits yang shahih dari
yang lemah. Walaupun beliau tidak menjelaskan sebab yang menjadikan hadits
tersebut menjadi lemah kecuali sangat sedikit. Ini nampaknya beliau lakukan
untuk meringkas dan memudahkan pembaca pemula.
6)
Beliau
terkadang menyebutkan permasalahan dalam sanad-sanad berupa irsal (Mursal),
inqitha’ (Munqathi’) atau Waqf (Mauquf). Kadang beliau
merajihkan apabila hadits memiliki lebih dari satu sanad. Semua itu diungkapkan
dengan ungkapan singkat.
7)
Beliau
terkadang menyampaikan riwayat-riwayat dan hadits-hadits yang mendukung hadits
yang beliau jadikan sebagai asal (pokok). Dan tidak melakukannya kecuali karena
faedah berupa taqyîd Al-Muthlaq, Tafshil Al-Mujmal,
Taudhih Mughallaq, daf’u Ta’arudh atau sejenisnya.
8)
Beliau
telah mengumpulkan hadits-hadits yang dijadikan oleh para Fuqaha’ sebagai
tempat pengambilan hukum-hukum fiqih dengan menjelaskan setelah setiap hadits
para Imam yang meriwayatkan hadits tersebut berikut derajat haditsnya shahih
atau dha’if tersusun secara sistematis berdasarkan bab-bab fikih. kemudian
dimasukkan juga di bagian akhir buku ini pembagian yang lain tentang hadits
adab, Akhlak, zikir dan doa, sehingga hadits di dalamnya mencapai sekitar 1596
Hadits.
9)
Kitab
ini tidak hanya kitab fiqih saja namun juga kitab hadits, dimana penulisnya
menyusun kitab ini sesuai bab-bab fikih dimulai dengan kitab thoharah
sampai kitab Al-‘Itq kemudian ditutup dengan satu kitab yaitu
kitab Jami’ Fi Al-Adab wal Birr Wa Ash-Shilah Wa Al-Wara’ dan At-Tarhib
(ancaman) dari akhlak yang buruk dan kitab jami’ ini diakhiri dengan bab Adz-Dzikr
wa Ad-Du’a. Beliau menjelaskan dalil-dalil dari sunnah
dengan perhatian besar terhadap siapa yang mengeluarkan hadits dengan
menyatakan,
أخرجه فلان وفلان
10)
Perhatian
yang besar terhadap Takhrij Hadits dan pembahasan tentang sanad, perawi dan
penjelasan illat hadits. Juga menyampaikan ulama yang mengeluarkan hadits
diluar kutub sittah (6 kitab induk hadits yaitu Al-Bukhari, Muslim, Abu Daud,
At-Tirmidzi, An-Nasaa’i dan ibnu Majah) dan tidak mencukupkan hanya dengan
menyebut sebagian mereka.
11)
Meneliti
dan mencari mayoritas atau seluruh jalan periwayatan hadits dengan menjelaskan
hukum dan illat yang ada pada jalan periwayatan.
12)
Menjelaskan
tambahan lafadz yang ada atas matan hadits-hadits kutub sittah dan tidak
mencukupkan hanya dengan lafadznya tersebut.
زاد فلان كذا atau فيه كذا
13)
Mendahulukan
ashah Al-Ahadits (hadits yang ter-shahih) pada setiap bab dan
meninggalkan riwayat yang dilemahkan para ulama.
14)
Ringkasnya
beliau dalam menjelaskan lafadz jarhu dan ta’dil dengan menyampaikan lafadz
yang singkat namun bermakna pas dan benar.
Demikianlah
beberapa keistimewaan Kitab Bulughul Maram karya Ibnu Hajar Al-Asqalani.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari rumusan masalah dan uraian pembahasan di
atas mengenai biografi Ibnu Hajar Al-Asqalani beserta kitab Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam,
dapat simpulkan sebagai berikut:
1.
Proses
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam belajarnya, dimulai dari beliau
masih kecil, 5 tahun. Pada usia 9 tahun, beliau sudah hafal Al-Qur’an dan
beberapa kitab. Kemudian beliau melakukan Rihlah ilmu ke berbagai negeri,
diantaranya kota Qaush, Mesir, Yaman, Hijaz, Ath-Thur, Damaskus, Syam, Halb,
Hamsh, Hammah, dan lain. Diberbagai negeri tersebut, beliau banyak bertemu para
ulama hadits dan sebagainya. Beliau berguru, mendengarkan dan mempelajari hadits
dari para ulama tersebut hingga mencapai 1.000 juz kitab hadits.
2.
Materi atau kajian utama dalam Kitab Bulughul
Maram Min Adillatil Ahkam, yaitu:
Ø Hadits yang terdapat
dalam Kitab Bulughul Maram adalah hadits Marfu’, sangat sedikit hadits Mauquf
dan hadits Maqthu’ yang tercantum di dalamnya.
Ø Bulughul Maram
bukan hanya kitab Hadits, namun juga kitab Fiqih, yang memuat berbagai hadits
mengenai hukum-hukum syari’at.
Ø Memuat sekitar 1520 hadits dan ada yang menyebut jumlahnya 1596
hadits yang menjadi sandaran hukum-hukum
syariat disusun sesuai bab-bab Fiqih dengan penjelasan martabat hadits dan
perawi serta ulama yang mengeluarkannya.
DAFTAR PUSTAKA
Dimyati, Ayat. 1997. Pengantar Studi Sanad Hadits. Bandung:
Fakultas Syari’ah IAIN SGD.
Khaeruman, Badri.
2010. Ulum Al-Hadits. Bandung: Pustaka Setia.