Friday 15 January 2016

Al-Imam Al-Hafizh Syaikh Al-Islam Asy-Syihab Ad-Din Ahmad ibn Ali ibn Hajar Al-Asqalani dan Kitab Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam

Al-Imam Al-Hafizh Syaikh Al-Islam Asy-Syihab Ad-Din Ahmad ibn Ali ibn Hajar Al-Asqalani dan Kitab Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam
Oleh: Jamiatul Husnaini

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Ulumul hadits adalah ilmu yang mengupas mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hadits, baik sanad, matan, rawi, dan sebagainya. Hadits sendiri oleh para Muhaditsin didefinisikan sebagai segala sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah SAW. baik dari perkataan, perbuatan, persetujuan maupun sifat Rasul.
Saat ini telah banyak kita jumpai kitab-kitab hadits yang bisa kita gali dan kita pelajari. Kitab-kitab hadits tersebut tidak serta-merta muncul begitu saja. Namun, adanya proses pencarian, pengumpulan, penyeleksian sampai akhirnya penulisan. Proses pengumpulan dan penyeleksian hadits tersebut sehingga menghasilkan kitab-kitab hadits, tidak terlepas dari jasa-jasa ulama yang hidup sebelum kita.
Tugas mengumpulkan, mengklasifikasi, dan menilai suatu hadits itu sangat berat. Akan tetapi, ulama tekun dalam mengerjakannya. Seringkali, mereka harus melakukan perjalanan ribuan mil hanya untuk memastikan kemungkinan satu mata rantai dalam rantai periwayatan (sanad) atau kebenaran satu kata atau ungkapan dalam teks hadits. Namun, lebih dari itu, mereka bersedia melakukan apa saja untuk masalah yang berkaitan dengan agama dan nabi mereka.
Mengingat hal tersebut, alangkah baiknya jika kita mulai mengenal sosok mereka melalui biografi-biografi mereka dan kitab-kitab mereka. Hal tersebut bukan hanya untuk memicu semangat belajar kita, namun juga untuk mengetahui sepak terjang para ulama dalam mencari, mengumpulkan, menyeleksi serta menuliskan suatu hadits sehingga kita bisa mengambil keteladanan dari mereka.
Oleh karena itu, dalam pembahasan makalah ini akan dibahas mengenai kitab Bulughul Maram dan sosok luar biasa yang telah menorehkan karya hebat kitab tersebut, yaitu Al-Imam Al-Hafizh Syaikh Al-Islam Asy-Syihab Ad-Din Ahmad ibn Ali ibn Hajar Al-Asqalani. Pada bagian inti, akan dibahas mengenai Biografi beliau, guru-guru beliau, karya-karya beliau serta kajian mengenai kitab Bulughul Maram min Adillatil Ahkam.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas secara rinci, maka rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Bagaimana proses Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam berguru dan mempelajari serta mengkaji suatu hadits-hadits, sehingga pada masa selanjutnya beliau mampu menulis sebuah Karya besar kitab Bulughul Maram min Adillatil Ahkam?
2.      Apakah materi atau kajian utama dalam kitab Bulughul Maram min Adillatil Ahkam tersebut?

BAB II
Al-Imam Al-Hafizh Syaikh Al-Islam Asy-Syihab Ad-Din Ahmad ibn Ali ibn Hajar Al-Asqalani dan Kitab Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam

A.    Biografi Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani[1]
Pada akhir abad kedelapan hijriyah dan pertengahan abad kesembilan hijriah termasuk masa keemasan pbuy cialisara ulama dan terbesar bagi perkembangan madrasah, perpustakaan dan halaqah ilmu, walaupun terjadi keguncangan sosial politik. Hal ini karena para penguasa dikala itu memberikan perhatian besar dengan mengembangkan madrasah-madrasah, perpustakaan dan memotivasi ulama serta mendukung mereka dengan harta dan jabatan kedudukan. Semua ini menjadi sebab berlombanya para ulama dalam menyebarkan ilmu dengan pengajaran dan menulis karya ilmiah dalam beragam bidang keilmuan. Pada masa demikian ini muncullah seorang ulama besar yang namanya harum hingga kini Al-Haafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani. Berikut biografi singkat beliau:
Beliau adalah Al-Imam Al-Hafizh Syaikh Al-Islam Asy-Syihab Ad-Din Ahmad ibn Ali ibn Hajar Al-Kinani, Al-‘Asqalani, Asy-Syafi’i, Al-Mishri. Kemudian dikenal dengan nama Ibnu Hajar, dan gelarnya “Al-Hafizh”. Adapun penyebutan ‘Asqalani adalah nisbat kepada ‘Asqalan’, sebuah kota yang masuk dalam wilayah Palestina, dekat Ghuzzah (Jalur Gaza).
Beliau dilahirkan tanggal 12 Sya’ban tahun 773 Hijriah dipinggiran sungai Nil di Mesir kuno. Tempat tersebut dekat dengan Dar An-Nuhas dekat masjid Al-Jadid.
Ibnu Hajar tumbuh dan besar sebagai anak yatim, ayah beliau meninggal ketika ia berumur 4 tahun dan ibunya meninggal ketika ia masih balita. Ayah beliau meninggal pada bulam rajab 777 H. setelah berhaji dan mengunjungi Baitul Maqdis dan tinggal di dua tempat tersebut. Waktu itu Ibnu Hajar ikut bersama ayahnya. Setelah ayahnya meninggal beliau ikut dan diasuh oleh Az-Zaki Al-Kharubi (kakak tertua ibnu Hajar) sampai sang pengasuh meninggal. Hal itu karena sebelum meninggal, sang ayah berwasiat kepada anak tertuanya yaitu saudagar kaya bernama Abu Bakar Muhammad bin Ali bin Ahmad Al-Kharubi (wafat tahun 787 H.) untuk menanggung dan membantu adik-adiknya. Begitu juga sang ayah berwasiat kepada syaikh Syamsuddin Ibnu Al-Qaththan (wafat tahun 813 H.) karena kedekatannya dengan Ibnu Hajar kecil.
Ibnu Hajar tumbuh dan besar sebagai anak yatim piatu yang menjaga iffah (menjaga diri dari dosa), sangat berhati-hati, dan mandiri dibawah kepengasuhan kedua orang tersebut. Zakiyuddin Abu Bakar Al-Kharubi memberikan perhatian yang luar biasa dalam memelihara dan memperhatikan serta mengajari beliau. Dia selalu membawa Ibnu Hajar ketika mengunjungicanadian pharmacy cialis dan tinggal di Makkah hingga ia meninggal dunia tahun 787 H.
Pada usia lima tahun Ibnu Hajar masuk Al-Maktab (semacam TPA sekarang) untuk menghafal Al-Qur’an, di sana ada seorang guru yang bernama Syamsuddin bin Al-Alaf yang saat itu menjadi gubernur Mesir dan juga Syamsuddin Al-Athrusy. Akan tetapi, ibnu Hajar belum berhasil menghafal Alquran sampai beliau diajar oleh seorang ahli fakih dan pengajar sejati yaitu Shadruddin Muhammad bin Muhammad bin Abdurrazaq As-Safthi Al Muqri’. Kepada beliau ini lah akhirnya ibnu Hajar dapat mengkhatamkan hafalan Alqurannya ketika berumur sembilan tahun. Keistimewaannya dibandingkan dengan teman-temannya adalah kecepatan menghafal, seperti menghafalkan surat Maryam bisa dilakukan hanya dalam waktu satu hari, itu pun setelah menyelesaikan urusan yang lain.
Dalam Taqrib At-Tahdzib halaman 4-5 diungkapkan bahwa pada usia 9 tahun, ia telah hafal Al-Qur’an, Al-‘Umdah Al-Ahkam karangan Al-Maqdisi, Al-Hawi Ash-Shaghir, Alfiyah Al-Iraqi dalam bidang ilmu hadits, Mukhtashar Ibn Hajib dalam bidang Ushul, Malhah Al-I’rab karangan Al-Harawi, dan Alfiyah yakni kitab bahasa dan nahwu karangan Ibn Malik dan tanbih dalam bidang fiqih Asy-Syafi’iyah karangan Asy-Syairazi. Tercatat pula bahwa ia membaca Shahih Al-Bukhari dalam 10 majelis, setelah shalat Dzuhur sampai Ashar, Shahih Muslim dalam 5 majelis selama dua hari setengah dan Al-Mu’jam Ash-Shaghir karangan Ath-Thabrani dibaca selesai dalam satu majelis, yaitu ketika perjalanan ke Syam selama waktu Dzuhur sampai Ashar.
Ilmu hadits yang dipelajarinya melalui Zain Ad-Din Al-Iraqi (807 H) selama 10 tahun dapat membukakan tabir penghalang, pembuka pintu, pengarah cita-cita yang sangat dalam untuk memperolehnya sehingga ia memperoleh jalan yang lurus.
Kemudian, rihlahnya dalam bidang ilmu, Ibnu Hajar mengikuti ulama yang mendahuluinya, terutama setelah kecerdasannya bertambah sempurna, yaitu melalui cara mendengar, membaca, atau membacakan suatu teks di hadapan guru-guru/ulama di daerahnya, terutama minatnya yang sangat besar di bidang hadits Nabawi. Sejak kecil dan setelah dewasanya, ia lebih semangat lagi mengembara dari satu negeri ke negeri lainnya, mencari berbagai guru dan para pen-sanad hadits agar kitab-kitabnya dapat di-takhrij dan diambil manfaat olehnya.
Pada tahun 793 H, ia pergi ke kota Qaush dan lainnya, yaitu bagian dari tanah Mesir. Dia mendengar hadits dari ulama-ulamanya, kemudian ia menuliskannya. Pada tahun 797 H, ia pergi ke Iskandariyah. Di sana, ia bertemu dengan sejumlah ahli hadits dari orang-orang yang menjadi sanad hadits, di antaranya: Syams Ad-Din Al-Jazari (w. 834 H), Ibnu Furath (w. 803 H), Ibnu Sulaiman Al-Faisy (w. 798 H), Ibnu Al-Bauni ((799 H), dan lain-lain.
Pada tahun799 H, ia pergi ke Yaman, kemudian ke Hijaz sampai ke Ath-Thur, dan bertemu dengan sejumlah ulama, diantaranya: Ar-Radhi Az-Zubaedi (821 H), Ash-Shalah Al-Aqfahsi (820 H) dan Najm Al-Marjani (827 H), dan di Yaman, ia bertemu dengan ulama fiqih, yaitu Ibn Al-Khayyath Asy-Syafi’i (811 H).
Ia rihlah ke Hijaz di samping untuk melaksanakan haji dan kegiatan lainnya. Ia bertemu dengan ulama Hijaz waktu itu, diantaranya: Zain Ad-Din Abd Ar-Rahman ibn Muhammad ibn Thulu Bagha As-Saifi (825 H), darinya, ia mengambil beberapa riwayat. Berikutnya, ia pergi ke Syam pada tahun 802 H, untuk bertemu dengan sejumlah besar musannidin dan ulama. Ia tinggal di Damaskus selama 100 hari. Selama itu, ia telah mendengar dan mempelajari lebih dari 1.000 juz kitab hadits (Al-Juz’u Al-Hadits), yakni susunan hadits yang diriwayatkan dari seorang sahabat atau dari seseorang setelahnya. Judul tersebut dipilihnya karena bersifat kumpulan hadits, penyusun telah mengumpulkannya ke dalam bentuk juz yang membawa faedah dan dibaginya ke dalam satuan-satuan bahasan, pertengahan-pertengahan, persepuluhan-persepuluhan, dan kepada pembagian lainnya. Di samping itu, ia berkeliling di negeri Syam sampai ke Halb, Hamsh, dan Hammah sehingga menemukan sekitar 1.000 juz hadits. As-Sakhawi meringkaskan, diperolehnya hasil seperti itu karena: a) kegeniusan dan pengetahuannya yang bersih dan menyeluruh; b) kecepatan membaca serta kebaikannya; c) kecepatan menulis; d) terlibat langsung, yakni mendengar dan membaca di hadapan guru dan penyusunnya yang tidak memerlukan waktu banyak.[2]
Beliau mengajar di Markaz Ilmiah yang banyak diantaranya mengajar tafsir di Al-madrasah Al-Husainiyah dan Al-Manshuriyah, mengajar hadits di Madaaris Al-Babrisiyah, Az-Zainiyah dan Asy-Syaikhuniyah dan lainnya. Membuka majelis Tasmi’ Al-hadits di Al-Mahmudiyah serta mengajarkan fikih di Al-Muayyudiyah.
Setelah melalui masa-masa kehidupan yang penuh dengan kegiatan ilmiah dalam khidmah kepada ilmu dan berjihad menyebarkannya dengan beragam sarana yang ada. Ibnu Hajar jatuh sakit dirumahnya setelah ia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Qadhi pada tanggal 25 Jumadil Akhir tahun 852 H. Dia adalah seorang yang selalu sibuk dengan mengarang dan mendatangi majelis-majelis taklim hingga pertama kali penyakit itu menjangkit yaitu pada bulan Dzulqa’dah tahun 852 H. Ketika ia sakit yang membawanya meninggal, ia berkata, “Ya Allah, bolehlah engkau tidak memberikanku kesehatan, tetapi janganlah engkau tidak memberikanku pengampunan.” Beliau berusaha menyembunyikan penyakitnya dan tetap menunaikan kewajibannya mengajar dan membacakan imla’. Namun penyakit tersebut semakin bertambah parah sehingga para tabib dan penguasa (umara) serta para Qadhi bolak balik menjenguk beliau. Sakit ini berlangsung lebih dari satu bulan kemudian beliau terkena diare yang sangat parah dengan mengeluarkan darah. Imam As-Sakhaawi berkata, “Saya mengira Allah telah memuliakan beliau dengan mati syahid, karena penyakit tha’un telah muncul. Kemudian pada malam sabtu tanggal 18 Dzulhijjah tahun 852 H. berselang dua jam setelah shalat isya’, orang-orang dan para sahabatnya berkerumun didekatnya menyaksikan hadirnya sakaratul maut.”
Hari itu adalah hari musibah yang sangat besar. Orang-orang menangisi kepergiannya sampai-sampai orang nonmuslim pun ikut meratapi kematian beliau. Pada hari itu pasar-pasar ditutup demi menyertai kepergiannya. Para pelayat yang datang pun sampai-sampai tidak dapat dihitung. Semua para pembesar dan pejabat kerajaan saat itu datang melayat bersama masyarakat yang banyak sekali menshalatkan jenazah beliau. Diperkirakan orang yang menshalatkan beliau lebih dari 50.000 orang dan Amirul Mukminin khalifah Al-Abbasiyyah mempersilahkan Al-Bulqini untuk menshalati Ibnu Hajar di Ar-Ramilah di luar kota Kairo. Jenazah beliau kemudian dipindah ke Al-Qarafah Ash-Shughra untuk dikubur di pekuburan Bani Al-Kharrubi yang berhadapan dengan masjid Ad-Dailami di antara makam Imam Syafi’i dengan Syaikh Muslim As-Silmi.

B.      Kitab Bulughul Maram
Kitab-kitab karya Ibnu Hajar sangatlah banyak, diantaranya yaitu Fath Al-Barri (Syarh Shahih Al-Bukhari dan Muqaddimahnya), Thdzib At-Tahdzib, Al-Ishabah fi At-Tamyiz Ash-Shahabah, Lisan Al-Mizan, Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam, dan lain-lain. Di bawah ini akan dijelaskan secara rinci mengenai Kitab Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam.
Kitab Bulughul Maram termasuk karya ilmiah terbaik dan terpenting dalam penyusuan dan pengumpulan hadits-hadits ahkam yang ringkas. Memuat sekitar 1520 hadits dan ada yang menyebut jumlahnya 1596 hadits yang menjadi sandaran hukum-hukum syariat disusun sesuai bab-bab Fiqih dengan penjelasan martabat hadits dan perawi serta ulama yang mengeluarkannya.
Kitab ini sebagaimana disampaikan penulisnya dalam Muqaddimah kitabnya ini, “Ini adalah ringkasan yang mencakup pokok dalil-dalil dari hadits-hadits berkenaan dengan hukum-hukum syar’i. Aku pilihkan secara teliti agar orang yang menghafalnya menjadi menonjol diantara sejawatnya dan dapat membantu para pelajar pemula serta para mujtahid tidak akan merasa cukup dengannya…” Ungkapan beliau ini sangat tepat, sebab fikih pasti butuh Istidlal dari dalil Al-Qur`an dan Sunnah.
Kitab Bulughul Maram ini memiliki banyak keistimewaan, diantaranya:
1)      Beliau menyusun Kitab, Bab dan Hadits-haditsnya sesuai dengan Bab-bab fiqih. Beliau menyampaikan nama kitab kemudian Bab kemudian menyampaikan hadits-hadits yang khusus tentang hal itu. Terkadang menyampaikan nama kitab kemudian menyampaikan hadits-hadits tanpa menyebutkan Bab sebagaimana dilakukan pada Kitab Al-Janaiz dan awal-awal Kitab Az-Zakat, Shiyam dan An-Nikah dan selainnya.
2)      Beliau mencukupkan hadits-hadits marfu’ dan tidak memasukkan hadits-hadits mauquf kecuali sedikit, sebagaimana dalam kitab An-Nikah, Bab Al-Ila’, Iddah dan selainnya.
3)      Beliau meringkas hadits-hadits yang panjang dengan ringkasan yang indah tidak berubah dengan perubahan ibarat (ungkapan) dengan mencukupkan pada tempat istidlalnya saja. Umumnya beliau mencukupkan dalam menyampaikan hadits bagian yang menjadi dasar satu hukum (Syahid) dan kadang menyampaikan hadits yang asalnya panjang sampai satu halaman dalam sekitar satu baris atau dua baris.
4)      Beliau menghapus sanad periwayatan dan mencukupkan dengan perawi yang tertinggi saja dan terkadang menyampaikan perawi sebelum perawi tersebut dengan satu tujuan namun hal itu sedikit sekali.
5)      Umumnya beliau menjelaskan derajat hadits dari sisi shahih, hasan atau lemah. Hal ini adakalanya menukil dari selainnya atau menghukum sendiri. Apabila beliau menukil dari ulama lain maka beliau sampaikan nama ulama yang menilai shahih, hasan atau dha’if. Inilah diantaranya keistimewaan yang terpenting dan menjadi ruhnya ilmu hadits, sehingga pembaca mengetahui hadits-hadits yang shahih dari yang lemah. Walaupun beliau tidak menjelaskan sebab yang menjadikan hadits tersebut menjadi lemah kecuali sangat sedikit. Ini nampaknya beliau lakukan untuk meringkas dan memudahkan pembaca pemula.
6)      Beliau terkadang menyebutkan permasalahan dalam sanad-sanad berupa irsal (Mursal), inqitha’ (Munqathi’) atau Waqf (Mauquf). Kadang beliau merajihkan apabila hadits memiliki lebih dari satu sanad. Semua itu diungkapkan dengan ungkapan singkat.
7)      Beliau terkadang menyampaikan riwayat-riwayat dan hadits-hadits yang mendukung hadits yang beliau jadikan sebagai asal (pokok). Dan tidak melakukannya kecuali karena faedah berupa taqyîd Al-Muthlaq, Tafshil Al-Mujmal, Taudhih Mughallaq, daf’u Ta’arudh atau sejenisnya.
8)      Beliau telah mengumpulkan hadits-hadits yang dijadikan oleh para Fuqaha’ sebagai tempat pengambilan hukum-hukum fiqih dengan menjelaskan setelah setiap hadits para Imam yang meriwayatkan hadits tersebut berikut derajat haditsnya shahih atau dha’if tersusun secara sistematis berdasarkan bab-bab fikih. kemudian dimasukkan juga di bagian akhir buku ini pembagian yang lain tentang hadits adab, Akhlak, zikir dan doa, sehingga hadits di dalamnya mencapai sekitar 1596 Hadits.
9)      Kitab ini tidak hanya kitab fiqih saja namun juga kitab hadits, dimana penulisnya menyusun kitab ini sesuai bab-bab fikih dimulai dengan kitab thoharah sampai kitab Al-‘Itq kemudian ditutup dengan satu kitab yaitu kitab Jami’ Fi Al-Adab wal Birr Wa Ash-Shilah Wa Al-Wara’ dan At-Tarhib (ancaman) dari akhlak yang buruk dan kitab jami’ ini diakhiri dengan bab Adz-Dzikr wa Ad-Du’a. Beliau menjelaskan dalil-dalil dari sunnah dengan perhatian besar terhadap siapa yang mengeluarkan hadits dengan menyatakan,
أخرجه فلان وفلان
10)  Perhatian yang besar terhadap Takhrij Hadits dan pembahasan tentang sanad, perawi dan penjelasan illat hadits. Juga menyampaikan ulama yang mengeluarkan hadits diluar kutub sittah (6 kitab induk hadits yaitu Al-Bukhari, Muslim, Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasaa’i dan ibnu Majah) dan tidak mencukupkan hanya dengan menyebut sebagian mereka.
11)  Meneliti dan mencari mayoritas atau seluruh jalan periwayatan hadits dengan menjelaskan hukum dan illat yang ada pada jalan periwayatan.
12)  Menjelaskan tambahan lafadz yang ada atas matan hadits-hadits kutub sittah dan tidak mencukupkan hanya dengan lafadznya tersebut.
زاد فلان كذا atau فيه كذا
13)  Mendahulukan ashah Al-Ahadits (hadits yang ter-shahih) pada setiap bab dan meninggalkan riwayat yang dilemahkan para ulama.
14)  Ringkasnya beliau dalam menjelaskan lafadz jarhu dan ta’dil dengan menyampaikan lafadz yang singkat namun bermakna pas dan benar.
Demikianlah beberapa keistimewaan Kitab Bulughul Maram karya Ibnu Hajar Al-Asqalani.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari rumusan masalah dan uraian pembahasan di atas mengenai biografi Ibnu Hajar Al-Asqalani beserta  kitab Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam, dapat simpulkan sebagai berikut:
1.      Proses  Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam belajarnya, dimulai dari beliau masih kecil, 5 tahun. Pada usia 9 tahun, beliau sudah hafal Al-Qur’an dan beberapa kitab. Kemudian beliau melakukan Rihlah ilmu ke berbagai negeri, diantaranya kota Qaush, Mesir, Yaman, Hijaz, Ath-Thur, Damaskus, Syam, Halb, Hamsh, Hammah, dan lain. Diberbagai negeri tersebut, beliau banyak bertemu para ulama hadits dan sebagainya. Beliau berguru, mendengarkan dan mempelajari hadits dari para ulama tersebut hingga mencapai 1.000 juz kitab hadits.
2.      Materi atau kajian utama dalam Kitab Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam, yaitu:
Ø  Hadits yang terdapat dalam Kitab Bulughul Maram adalah hadits Marfu’, sangat sedikit hadits Mauquf dan hadits Maqthu’ yang tercantum di dalamnya.
Ø  Bulughul Maram bukan hanya kitab Hadits, namun juga kitab Fiqih, yang memuat berbagai hadits mengenai hukum-hukum syari’at.
Ø  Memuat sekitar 1520 hadits dan ada yang menyebut jumlahnya 1596 hadits yang menjadi sandaran hukum-hukum syariat disusun sesuai bab-bab Fiqih dengan penjelasan martabat hadits dan perawi serta ulama yang mengeluarkannya.

DAFTAR PUSTAKA

Dimyati, Ayat. 1997. Pengantar Studi Sanad Hadits. Bandung: Fakultas Syari’ah IAIN SGD.
Khaeruman, Badri. 2010. Ulum Al-Hadits. Bandung: Pustaka Setia.


[1] Ayat Dimyati, Pengantar Studi Sanad Hadits, Fakultas Syari’ah IAIN SGD Bandung, 1997, hlm. 169.
[2] Dr. Badri Khaeruman, M.Ag., Ulum Al-Hadits, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 277-280.


#makalah_prodi_perbandingan mazhab dan hukum_angkatan2012 2016_syariahdanhukum_UIN_Raden_fatah_palembang
loading...