Larangan Jual Beli Barang Yang Telah Diharamkan
Oleh: Iswahyudi, Jamiatul Husnaini & Khadijah
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Hadits merupakn panduan bagi
umat Islam dalam mengerjakan sesuatu, karena ia sebagai Sumber Hukum yang kedua
setelah Al-Qur’an. Bagi siapa yang hanya berpedoman kepada Al-Quran semata,
seperti Inkarus Sunnah, maka ia akan mengalami kesulitan dalam memahami
ayat-ayat Al-Qur’an. Sebab tidak seluruhnya dijelaskan secara mendetail. Untuk
itu, hadits sangat berperan dalam menjelaskan kandungan yang terdapat dalam
Al-Qur’an. Maka Al-Qur’an dan Hadits Nabi adalah Ruh bagi umat manusia
khususnya umat Muslim. Di samping itu, Islam bukan agama yang hanya berisi
perintah dan larangan, tetapi ia merupakan tuntunan dan panduan hidup bagi
manusia yang membawa kepada keselamatan hidup di dunia dan kebahagiaan di
akhirat.
Dalam makalah ini akan dibahas
mengenai Hadits dan tafsir tentang larangan menjual barang yang diharamkan.
Hadits tersebut terdapat dalam Al-Lu’lu’ wal Marjan hadits ke 1018 bab haram
menjual arak, bangkai, babi, dan patung.
Jika Allah sudah mengharamkan sesuatu, maka dia juga
mengharamkan hasil penjualannya,
seperti menjual sesuatu yang terlarang dalam agama. Rasulullah telah melarang
menjual bangkai, khamr, babi, patung. Barangsiapa yang menjual bangkai,
maksudnya daging hewan yang tidak disembelih dengan asma Allah, ini berarti ia
telah menjual bangkai dan memakan hasil yang haram.[1]
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan
masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian jual beli?
2. Apa Makna inti dari Hadits Jabir tentang
Larangan jual beli barang yang telah diharamkan tersebut?
BAB II
PEMBAHASAN
كـــتــا ب الـــبـيــوع
JUAL BELI BARANG YANG DIHARAMKAN
A. Pengertian
Jual Beli
Dalam literatur syari’ah Islam, jual beli atau istilah
modernnya bisnis termasuk dalam kategori mu’amalat yang dibahas dalam bab
Al-Buyu’, dalam Al Qur'an atau Al Hadis istilah yang digunakan untuk
muamalah ini adalah al-bai', as-syiro' dan at-tijaroh.
Bagi seorang muslim yang menyibukan diri dengan urusan
ini, hendaknya mempelajari hukum-hukum yang bersangkutan dengannya secara rinci
dan seksama agar ia mampu berinteraksi dalam koridor syariat dan terhindar dari
tindakan-tindakan aniaya dan merugikan sesama manusia, karenanya Umar bin
Khottob berkata:
لاَ يَـبْـعُ فِيْ سـُوقـِـنَا إِلَّا مـِنْ تـَفـَقـَهُ فِي الـدِّ يْـنِ
Artinya:
"Janganlah melakukan jual beli di
pasar kami melainkan orang yang memiliki pengetahuan agama" (HR.Tirmidzi)
Dalam kitab Tafsir Al-Allam syarah umdatul ahkam karya
Abdullah Al Bassam rahimahullah disebutkan, secara etimologi (bahasa) jual beli
adalah:
أَخُـذُ شَـْيءُ وَإِعْـطَاءُ شَـيْءُ
Artinya: "Mengambil dan memberi sesuatu".
Adapun secara terminologinya:
مُـبَادَ لـَة مَـالَ بـِمَالٍ لـقَـصْـدِ الــتـَمْـلِكِ بِـمَا يَـدُلُ عَـلَـيْـهِ
مِـنْ صِيْـغَ الـْقَوْلِ وَالـْفِـعْـلِ
Artinya:
"Pertukaran harta benda dengan tujuan
saling memiliki yang dibarengi dengan sesuatu yang menunjukkan hal tersebut
dengan perkataan dan perbuatan".
a. Hukum
Jual Beli
Hukum jual beli adalah mubah berdasarkan argumen dari
al Qur'an, hadis, serta ijma’ sahabat.
Allah
berfirman:
¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4 ÇËÐÎÈ
Artinya:
"Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba". (QS. Al-Baqarah:
275)
Imam Ibnu katsir rahimahullah dalam tafsir ayat diatas
mengatakan: "Apa-apa yang bermanfaat bagi hamba-Nya maka Ia
memperbolehkannya dan apa-apa yang memadzaratkannya Ia melarangnya bagi mereka
".
Rasulullah bersabda ketika ditanya oleh sahabat,
mata percaharian apa yang paling utama? beliau menjawab:
عَـمَـلَ الـرَجُـلُ بِـيَـدِهِ وَكُـلِّ بَـْيع مَـْبـرُوْر
Artinya:
"Hasil jerih payahnya seseorang dan
setiap jual beli yang mabrur". (HR.
Al-Bazzar dan dishahihkan oleh al-Hakim)
Hadis di atas menyebutkan "jual beli yang
mabrur" ini menunjukkan bahwa transaksi bisnis/jual beli mubah
dilakukan selama tidak ada yang dirugikan dan tidak dilarang syara'.
Dalam ijma yang dikutip oleh Sayyid Sabiq rahimahullah dikatakan: "Ummat
telah sepakat akan kebolehan melakukan transaksi jual beli semenjak zaman
Rasulullah hingga masa kini", dengan demikian syara' menetapkan
mubahnya melakukan sebuah transaksi hingga ada argumen yang melarangnya, bahkan
Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah dalam kitab I’lamul Muwaqi’in
mengatakan: “Pada dasarnya semua ibadah hukumnya haram kecuali kalau
ada dalil yang memerintahkannya, sedangkan asal dari hukum transaksi dan
mu’amalah adalah halal kecuali kalau ada dalil yang melarangnya”.
b. Unsur-Unsur
Jual Beli yang Diharamkan Syara'.
Dalam kitab Tafsir Al-Allam syarah umdatul ahkam disebutkan: Suatu muamalah atau transaksi jual
beli diharamkan bila terdapat unsur-unsur di bawah ini:
1) Riba atau transaksi yang berbasis bunga, Allah
berfirman:
¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4 ÇËÐÎÈ
Artinya:
"Dan Allah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba". (QS. Al-Baqarah: 275)
2) Ghoror atau adanya sesuatu yang tidak jelas baik dalam
akad atau barang yang diperjual belikan. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam
hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah ia berkata:
أن النبي صلى الله عليه وسلم نهى عن بيع الغرر
Artinya: “Sesungguhnya Nabi melarang jual beli
gharar ”. (HR.
Abu Daud no.3376)
3) Al-Khida' atau
adanya unsur penipuan, hal ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis yang
diriwayatkan Abu Hurairah ia berkata:
Artinya:
"Sesungguhnya Rasulullah melewati seseorang yang
sedang menjual makanan, lalu beliau bertanya kepadanya: Bagaimana engkau
melakukan jual beli? Kemudian dia mengabarkan kepadanya, lalu diwahyukan kepada
beliau agar memasukkan tanganmu kedalamnya, kemudian beliau memasukkan
tangannya ke dalam makanan tersebut, beliau mendapatkan makanan itu basah, lalu
bersabda: Bukan termasuk golongan kami orang yang menipu" (HR. Abu Daud, no. 3435).[2]
B. Jual
Beli yang Diharamkan oleh Islam
Di antara sifat-sifat Nabi SAW yang
tercantum pada kitab-kitab terdahulu, beliau adalah yang menghalalkan hal-hal
yang baik, dan mengharamkan hal-hal yang buruk dan kotor.[3]
Perhatikanlah hadits di bawah berikut, didapatkan bahwa hal-hal yang
diharamkan (di dalam hadis ini) terbilang atau terbatas (jumlahnya), sebagai
isyarat kepada hal-hal lainnya yang dapat merusak agama, tubuh, dan akal.
Sehingga, penyebutan beberapa hal ini merupakan peringatan dan perwakilan yang
sejenis dan semacamnya. Dan Allah Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui.
Hadis Ke-1018 Al-Lu’lu’ wal Marjan
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا،
أَنَّـهُ سَمِعَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ عَامَ
الْـفَتْحِ وَهُوَ بِمَـكَّةَ: ((إِنَّ اللهَ
وَرَسُوْلَهُ حَرَّمَ بَـيْعَ الْـخَمْرِ وَالْـمَيْـتَةِ وَالْـخِنْـزِيْرِ
وَالأَصْـنَامِ))، فَقِيْلَ: يَا رَسُوْلَ
اللهِ، أَرَأَيْتَ شُحُوْمَ الْمَـيْـتَةِ؟ فَإِنَّـهَا يُطْلَى بِهَا السُّـفُنُ
وَيُدْهَنُ بِهَا الْجُـلُوْدُ وَيَسْـتَصْبِحُ بِهَا النَّاسُ؟ فَقَالَ: ((لاَ،
هُوَ حَرَامٌ))، ثُمَّ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ ذَلِكَ:((قَاتَلَ اللهُ
الْـيَهُوْدَ! إِنَّ اللهَ لَمَّا حَرَّمَ شُحُوْمَهَا جَمَلُوْهُ، ثُمَّ
بَاعُوْهُ فَأَكَلُوْا ثَمَنَهُ))
Artinya: Dari Jabir bin Abdullah ra. bahwasanya ia
mendengar Rasulullah saw. bersabda pada tahun Fathu (penakhlukan) kota Mekkah, sedang
beliau berada di Mekkah, “Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya mengharamkan
jual beli khamr (minuman keras/segala sesuatu yang memabukkan), bangkai, babi,
dan berhala (patung-patung)”, lalu ada seseorang yang bertanya, “Wahai
Rasulullah, bagaimana pendapat engkau tentang lemak-lemak bangkai? Lemak-lemak
itu digunakan untuk mengecat kapal-kapal, untuk meminyaki kulit-kulit dan
dijadikan manusia sebagai bahan bakar lampu.”Nabi menjawab, “Tidak, ia adalah
haram”. Kemudian Rasulullah saw. bersabda
lagi, “Semoga Allah mengutuk orang-orang Yahudi! Sesungguhnya ketika Allah melarang lemak-lemak
bangkai, golongan Yahudi mencairkan lemak-lemak itu, mengeluarkan lalu
menjualnya sehingga mereka makan harga penjualannya.[4]
Penjelasan Kosa Kata Hadits
1) (عَامَ الْـفَتْحِ): adalah Fathu Makkah, terjadi pada
tahun ke-8 hijriyah di bulan Ramadhan.
2) (حَرَّمَ): dengan pengembalian dhamir (kata
ganti) kepada satu orang, untuk beretika baik kepada Allah Yang Maha Tinggi
KeagunganNya dan Maha Satu KemulianNya.
3) (الْـمَيْـتَة): dengan harakat fat-hah di atas huruf mim, yaitu hewan yang mati begitu saja, atau hewan yang
disembelih dengan tidak sesuai syariat.
4) (الأَصْـنَام): bentuk tunggalnya adalah: (صَنَمٌ), yaitu berhala yang terbuat dari batu atau pohon atau yang lainnya, dengan
bentuk tertentu, untuk disembah.
5) (أَرَأَيْتَ شُحُوْمَ الْمَـيْـتَةِ): maksudnya, “Beritahu kepadaku tentang hukum menjual lemak bangkai, apakah
hal ini halal dengan sebab banyaknya manfaat tersebut?”.
6) (يَسْـتَصْبِحُ بِهَا النَّاسُ): yaitu, mereka menggunakan lemak
bangkai untuk penerangan mereka tatkala mereka menjadikannya pada lampu-lampu
pelita.
7) (هُوَ حَرَامٌ): “Ia haram”, kata ganti ini
kembalinya kepada “berjual beli”.
8) (قَاتَلَ اللهُ الْـيَهُوْدَ!): maksudnya, semoga Allah melaknat orang-orang Yahudi, dengan sebab
perbuatan licik yang bathil, yang telah mereka lakukan. Sebagaimana pada
sabdanya ini ada peringatan atas keharaman berjual beli hal-hal ini.
9) (جَمَلُوْهُ): dengan harakat fat-hah pada huruf jim, dan mim tanpa tasydid. Yaitu, mencairkannya. Dan makna (الجَمِيْل), yaitu lemak cair.
C. Pemahaman atau Syarah Hadis
Syariat Islam yang tinggi ini datang
dengan membawa seluruh kemaslahatan bagi umat manusia. Juga telah membawa
peringatan dari segala hal yang di dalamnya terdapat madharrat (keburukan) yang akan menimpa akal, tubuh dan agama. Sehingga, syariat
Islam membolehkan hal-hal yang baik, sedangkan hal-hal yang baik ini adalah
mayoritas makhluk Allah yang telah Ia ciptakan untuk kita semua di bumi ini,
dan mengharamkan hal-hal yang buruk. Dan di antara sekian macam hal-hal buruk
yang telah diharamkan, adalah empat macam hal yang terbilang dalam hadits ini.
Setiap macamnya menunjukkan dan mewakili hal lainnya yang semisal dengannya
dalam keburukannya.
Dalam hadits
di atas dengan jelas Allah dan Rasul saw. Telah mengharamkan menjual khamr,
bangkai, babi dan berhala. Keempatnya adalah haram zatnya. Keharaman khamr
ditegaskan dalam QS. Al-Maidah ayat 90.
Khamr
adalah semua minuman atau zat cair, yang
banyak atau sedikitnya memabukkan, apapun nama dan bahannya.
Bangkai
adalah hewan yang mati bukan dengan sembelihan secara syar’i. haram pula hewan
yang mati disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik (al-munkhaniqoh),
yang terpukul (al-mauqudhah), yang jatuh (al-mutaraddiyah), yang
ditanduk (al-nathihah), dan diterkam binatang buas (kecuali yang sempat
disembelih), terdapat dalam QS. Al-Maidah ayat 3. Juga haram hewan buruan darat
yang ketika melepaskan hewan pemburu terlatih, melepaskan panah, melempar
tombak, atau menembakkan peluru dan sebagainya, pemburu itu tidak menyebut Asma
Allah; atau hewan buruan yang mati oleh anjing pemburu yang tidak terlatih;
juga termasuk bangkai, organ hewan yang diambil/dipotong ketika hewan itu masih
hidup.
Babi
merupakan hewan yang sudah dikenal, baik piaraan/ternak maupun babi
hutan/celeng.
Adapun
Al-Ashnam adalah segala benda yang dijadikan berhala/sesembahan, baik dalam
bentuk patung makhluk yang bernyawa, patung makhluk imajiner, ataupun meski
hanya berupa batu lonjong atau salib.
Maka, al-khamr, yaitu segala sesuatu yang dapat memabukkan dan menutup akal, merupakan sumber
keburukan. Dengan mengkonsumsinya, seseorang kehilangan akal yang telah Allah
muliakan ia dengannya. Sehingga, seorang yang sedang mabuk akan melakukan
perbuatan-perbuatan kemungkaran dan dosa-dosa besar. Ia akan menebarkan
permusuhan sesama kaum Muslimin. Khamr ini pun menghalanginya dari seluruh kebaikan dan dari
berdzikir kepada Allah. Allah berfirman dalam Qur’an surat Al-Maidah:
90-91.
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar,
berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah
Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan
permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi
itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah
kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (QS. Al-Maidah: 90-91).
Kemudian Rasululah SAW. menyebutkan hal berikutnya, yaitu al-maitah (bangkai). Yaitu hewan yang tidak
mati melainkan mayoritas dengan sebab penyakit atau bakteri mikroba. Atau juga
dengan sebab tertahannya darah hewan tersebut, yang membuatnya mati. Maka,
memakannya merupakan kemadharratan yang sangat besar bagi tubuh, dan
membinasakan kesehatan. Belum lagi, ia adalah bangkai yang menjijikkan, berbau
busuk dan najis. Setiap jiwa pasti tidak menyukainya.[5]
Dan seandainya ia tetap dimakan, walaupun dengan tidak suka dan dengan
berhati-hati, ia tetap penyakit (bagi yang memakannya) di atas penyakit, dan
musibah di atas musibah. Firman Allah dalam Quran surat Al-Maidah: 3.
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging
hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul,
yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu
menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan
(diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak
panah itu) adalah kefasikan. pada hari ini orang-orang
kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut
kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. pada hari ini telah Kusempurnakan untuk
kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai
Islam itu Jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa
sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Maidah: 3).
Rasululah SAW menyebutkan
hewan yang paling buruk, paling tidak disukai dan paling menjijikkan, yaitu babi. Babi adalah hewan yang mengandung berbagai macam
penyakit dan bakteri-bakteri mikroba. Hampir-hampir panasnya api tidak dapat
membunuhnya dan mematikannya. Maka, bahayanya sangat besar dan kerusakannya
sangat banyak. Di samping itu, hewan ini pun hewan yang jorok dan najis.
Nabi Muhammad SAW menyebutkan
sesuatu yang bahayanya jauh lebih besar (dari hal-hal sebelumnya), kerusakannya
pun sangat besar, yaitu berhala.
Berhala merupakan sumber kesesatan manusia dan kesyirikan mereka. Dengannya,
Allah SWT. diperangi, dipersekutukan dalam ibadah dan hak-hakNya. Maka, berhala adalah
sumber kesesatan dan kesyirikan.
Keharaman
menjual keempatnya karena benda itu telah diharamkan. Hal itu ditegaskan dalam
riwayat lain. Ibnu Abbas ra. menuturkan, Nabi Saw. Bersabda:
“sesungguhnya
apa yang Allah haramkan untuk diminum, Dia haramkan pula utuk dijual.” (HR.
Muslim).
Rasulullah
juga bersabda dengan lafal yang mutlak. Ibnu Abbas ra. Menuturkan, Rasul saw.
Bersabda:
“sesungguhnya
Allah swt. Jika mengharamkan sesuatu, Dia juga mengharamkan harganya.” (HR.
Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Hibban, Al-Baihaqi, Ath-Thabarani, dan Ad-Daruquthni).
Kedua hadits
ini bersifat lebih mutlak dari riwayat Jabir di atas. Riwayat Jabir itu hanya
bagian dari cakupan kedua hadits ini. Kedua hadits Ibnu Abbas ini bersifst
mutlak mencakup segala yang diharamkan oleh Allah, termasuk keempat benda yang
disebutkan dalam hadits Jabir. Dari dalil-dalil ini dan yang lainnya, para
ulama mengistinbathkan kaidah fiqih:
“Semua yang
(zatnya) diharamkan atas hamba, diharamkan pula penjualannya.”
Sesuatu yang
diharamkan Allah, jika diperhatikan bias dikategorikan lima golongan:
1.
Sesuatu yang haram dimakan seperti daging babi,
darah, binatang buas bertaring, bercakar, dan berkuku tajam.
2.
Sesuatu yang haram diminum seperti khamr, air
kencing, nanah, dsb.
3.
Sesuatu yang haram diambil/digunakan seperti
berhala, termasuk salib.
4.
Sesuatu yang haram dimiliki seperti patung.
5.
Sesuatu yang haram dibuat, misalnya lukisan
makhluk bernyawa.
Kelima benda
yang diharamkan itu, haram pula dijual dan dimakan harganya.
Hadits Jabir
di atas bias saja dipahami oleh orag secara terbatas, bahwa yang haram hanya
menjualnya, sementara memanfaatkannya tidak haram. Itu pula yang agaknya
terlintas pada diri sebagian sahabat. Karena itu, ditanyakan kepada Rasul saw.,
bbagaimana jika lemak bangkai itu digunakan untuk memoles perahu,
melumuri/menyemir kulit atau untuk bahan bakar penerangan? Rasul saw. Menjawab,
“Tidak. Itu haram.”
Dari sini
jelas, yang diharamkan bukan hanya penjualannya, tetapi semua bentuk
pemanfaatan lainnya juga haram. Apa yang ada dipertanyaan itu adalah conntoh
bentuk pemanfaatan lainnya itu
Para ulama
menjelaskan bahwa keempatnya diharamkan dan merupakan najis. Dari sini, hadits
Jabir di atas juga menunjukkan bahwa pemanfaatan najis dalam bentuk apapun
adalah haram, kecuali yang dikhususkan oleh dalil. Misal, untuk berobat;
berobat dengan najis atau benda haram hukumya makruh; kulit bangkai hewan
ternak jadi suci dan bias dimanfaatkan setelah disamak; daging bangkai boleh
dimakan jika darurat untuk mempertahankan hidup, dan lain-lain. Semua pemanfaatan
khusus itu dibolehkan sebatas kekhususan itu, bukan secara mutlak dan umum.
D. Hukum yang Terdapat dalam Hadis
1) Haramnya berjual beli khamr, membuatnya, segala sesuatu yang membantu terjadinya,
meminumnya dan berobat dengannya.
Termasuk ke dalam makna khamr,
segala sesuatu yang dapat memabukkan, baik berupa benda cair ataupun padat.
Terbuat dari apapun. Sama saja terbuat dari anggur, kurma, ataupun gandum.
Termasuk pula ke dalamnya ganja, opium, rokok, marijuana, dan yang sejenisnya.
Seluruhnya adalah buruk dan haram.
Seluruh hal-hal tadi diharamkan
karena mengandung kerusakan dan bahaya yang besar terhadap akal, tubuh, harta,
dan akibat-akibat buruk lainnya berupa permusuhan, tindak kriminalitas, dan
mara bahaya lainnya yang tidak tersembunyi lagi.
2) Haramnya bangkai. Baik dagingnya, lemaknya, darahnya, urat-uratnya, dan
segala sesuatu yang masuk kepadanya kehidupan dari bagian-bagian tubuhnya.
Semua itu diharamkan karena padanya
terdapat sesuatu yang membahayakan tubuh. Selain itu, ia juga buruk, menjijikkan
dan najis. Maka, bangkai bersifat kotor dan tidak disukai. Dengan sebab inilah,
juga tidak ada manfaat, diharamkan jual belinya.
3) Haramnya berjual beli babi. Haram pula memakannya, menyentuhnya dan
mendekatinya. Karena babi adalah hewan yang buruk dan kotor yang terdapat
padanya kerusakan murni, tidak ada maslahatnya sama sekali. Bahaya darinya yang
menimpa tubuh dan akal sangatlah besar. Karena babi dapat meracuni tubuh dengan
segala penyakit yang terkandung padanya. Mengakibatkan orang yang mengkonsumsinya
memiliki sifat buruk pula seperti babi. Dan hal ini adalah sebuah realita yang
telah terjadi dan telah kita saksikan pada orang-orang yang terbiasa
mengkonsumsinya. Mereka juga dikenal dengan frigiditas (sifat dingin).
4) Haramnya berjual beli berhala. Dikarenakan dapat mengakibatkan kerusakan
yang sangat besar bagi akal dan agama, (terlebih lagi) jika berhala ini
dijadikan sesembahan dan melariskannya dalam rangka membangkang kepada Allah SWT.[6]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Berdasarkan Latar belakang,
rumusan masalah dan pembahasan dalam makalah ini, maka kesimpulan dari isi makalah di atas adalah:
1.
Dalam kitab Tafsir Al Allam syarah umdatul ahkam karya
Abdullah Al Bassam rahimahullah disebutkan, secara etimologi (bahasa) jual beli
adalah:
أَخُـذُ شَـْيءُ وَإِعْـطَاءُ شَـيْءُ
Artinya: "Mengambil dan memberi sesuatu".
Adapun secara terminologinya:
مُـبَادَ لـَة مَـالَ بـِمَالٍ لـقَـصْـدِ الــتـَمْـلِكِ بِـمَا يَـدُلُ عَـلَـيْـهِ
مِـنْ صِيْـغَ الـْقَوْلِ وَالـْفِـعْـلِ
Artinya:
"Pertukaran harta benda dengan tujuan
saling memiliki yang dibarengi dengan sesuatu yang menunjukkan hal tersebut
dengan perkataan dan perbuatan".
2. Bahwasanya
jual beli khamr, bangkai, babi, dan berhala adalah suatu yang diharamkan oleh
Allah dan Nabi Muhammad SAW, karena pada dasarnya terdapat mudarat dari pada
manfaatnya. Keharaman tersebut tidak hanya pada penjualannya (haram dijual
belikan) tetapi juga haram pemanfaatannya.
DAFTAR PUSTAKA
Syaikh
Shalih al-fauzan bin fauzan, 2005. Fiqh
Wa Fatawa Al-Buyu’, Solo: Yayasan Lajnah Istiqamah.
Rifai,DadiAhmad,Syarah.UmdatulAhkam, http://www.islamcocg.com/id/index.php/19makalah/makalah/72-jual-beli, diakses 15/5, 2014.
Shahih al Bukhari, Abu Abdillah Muhammad bin Ismail
bin al Mughirah al Bukhari (194-256 H), tahqiq Musthafa Dib al Bugha, Daar Ibni
Katsir, al Yamamah, Beirut Cet. III, Th. 1407 H/1987 M.
Shahih
Muslim, Abu al Husain Muslim bin Hajjaaj al Qusyairi an Naisaburi (204-261 H), tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi, Daar Ihya
at Turats, Beirut.
Sunan Abi
Daud, Abu Daud Sulaiman bin al Asy’ats As Sijistani (202-275 H), tahqiq Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid, Daar al Fikr.
Abdul Baqi, Muhammad Fuad. 2012. Terjemah Lu’lu’ wal
Marjan. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra.
http://nandhadhyzilianz.blogspot.com/2013/01/makalah-hadis-ahkam-ii-jual-beli.html, di akses 15/5, 2014.
[1] Syaikh Shalih
al fauzan bin fauzan, Fiqh Wa Fatawa Al-Buyu’, (Solo: Yayasan
Lajnah Istiqamah, 2005), hal. 125-137.
[2] Dadi Ahmad Rifai, syarah umdatul ahkam, http://www.islamcocg.com/id/index.php/19-makalah/makalah/72-jual-beli, (diakses, 15/5, 2014).
[3] Shahih al Bukhari, Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin al Mughirah al Bukhari
(194-256 H), tahqiqMusthafa Dib al Bugha, Daar Ibni Katsir, al Yamamah,
Beirut, Cet. III, Th. 1407 H/1987 M.
[4] Muhammad Fuad Abdul Baqi, Terjemah
Lu’lu’ wal Marjan, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2012), hlm. 317-318.
[5] Sunan Abi Daud, Abu Daud Sulaiman bin al Asy’ats As Sijistani
(202-275 H), tahqiq Muhammad Muhyiddin
Abdul Hamid, Daar al Fikr.
___________________________________
#makalah_prodi_perbandinganmazhabdanhukum_angkatan2012 2016_syariahdanhukum_UIN_Raden_fatah_palembang