Sewa-Menyewa (Al-Ijarah) - Fiqh Muamalah
Oleh: Tiara dan Endra
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Fiqh muamalah merupakan aturan yang
membahas tentang hubungan manusia dengan manusia lainnya dalam sebuah
masyrakat. Segala tindakan manusia yang bukan merupakan ibadah termasuk dalam
kategori ini. Didalamnya termasuk kegiatan perekonomian masyarakat. Salah satu
jenis transaksi ekonomi yang dibahas dalam fiqih muamalah ialah al-Ijarah.
Ijarah merupakan salah satu bentuk
transaksi muamalah yang banyak dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Didalam pelaksanaan Ijarah ini yang menjadi objek transaksinya adalah
manfaat yang terdapat pada sebuah zat. Rasulullah SAW Bersabda yang artinya:
“Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering”
(H.R. Ibn Majjah dari Ibn Umar). Dari hadist ini dapat dilihat bahwa proses
Ijarah sudah ada sejak zaman Nabi.
Seiring dengan
perkembangan zaman, transaksi muamalah tidak terdapat miniatur dari ulama
klasik, transaksi tersebut merupakan terobosan baru dalam dunia modern.Dalam
hal ini kita harus cermat, apakah transaksi modern ini memiliki pertentangan
tidak dengan kaidah fiqih? Jika tidak, maka transaksi dapat dikatakan mubah.
Sebelum dijelaskan mengenai ijarah, terlebih dahulu akan dikemukakan mengenai
makna operasional ijarah itu sendiri. Idris Ahmad dalam bukunya yang berjudul Fiqh
Syafi’I, berpendapat bahwa ijarah berarti upah-mengupah, hal ini terlihat
ketika beliau menerangkan rukun dan syarat upah-mengupah, mu’jir dan musta’jir,
sedangkan Kamaluddin A. Marzuki sebagai penerjemah Fiqh Sunnah karya
Sayyid Sabiq menjelaskan makna ijarah dengan sewa-menyewa.
Dari dua buku tersebut ada perbedaan
terjemahan kata ijarah dari bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia, antara sewa
dan upah juga ada perbedaan makna operasional, sewa biasanya digunakan untuk
benda, sedangkan upah digunkan untuk tenaga. Namun dalam bahasa Arab ijarah
adalah sewa dan upah. Sehingga ketika kita melihat bagaimana aplikasi dari
ijarah itu sendiri dilapangan, maka kita bisa mendapati sebagai mana yang akan
dibasas dalam makalah ini. Yang mana diharapkan dengan hadirnya makalah ini
dapat memberikan masukan ilmu pengetahuan kepada kaum muslimin mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan sewa-menyewa. Ijarah merupakan menjual manfaat yang
dilakukan oleh seseorang dengan orang lain dengan menggunakan ketentuan
syari’at islam. Kegiatan ijarah ini tidak dapat dilepaskan dari kehidupan kita
sehari-hari baik dilingkungan keluarga maupun masyarakat sekitar kita. Oleh
sebab itu kita harus mengetahui apa pengertian dari ijarah yang sebenarnya, rukun
dan syarat ijarah, dasar hukum ijarah, manfaat ijarah dan lain sebagainya
mengenai ijarah. Karena begitu pentingnya masalah tersebut maka permasalahan
ini akan dijelaskan dalam pembahasan makalah ini.
B. RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa yang
dimaksud dengan Ijarah ?
2.
Apa yang
menjadi dasar hukum Ijarah ?
3.
Apa yang
menjadi rukun dan syarat Ijarah ?
4.
Berapa macam
pembagian dan hukum Ijarah ?
5.
Bagamana
cara hak menerima upah ?
6.
Bagaimana
terjadi pembatalan dan berakhirnya ijarah ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Ijarah
Sewa
menyewa atau Al-Ijarah berasal dari kata al-Ajru yang berarti Al-Iwadhu’ (
ganti ) dari sebab itu Ats-Tsawabu dalam konteks pahala dinamai juga al-Ajru (
upah ).[1]
Menurut
etimologi, ijarah adalah menjual manfaat. Demikian pula artinya menurut terminologi
syara’. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan dikemukakan beberapa definisi
ijarah menurut pendapat beberapa ulama fiqih :
a. Menurut
Ulama Hanafiyah, akad atas suatu kemanfaatan dengan pengganti.
b. Menurut Ulama Asy-Syafi’iyah,
akad atas suatu kemanfaatan yang mengandung maksud tertentu dan mubah, serta
menerima pengganti atau kebolehan dengan pengganti tertentu.
c. Ulama Malikiyah dan Hanabilah,
menjadikan milik sesuatu kemanfaatan yang mubah dalam waktu tertentu dengan
pengganti.
Menurut pengertian
syara’ Al-Ijarah ialah ; Urusan sewa menyewa yang jelas manfaatnya dan
tujuannya, dapat diserah terimakan, boleh diganti dengan upah yang telah
diketahui ( gajian tertentu ). seperti halnya barang itu harus bermanfaat,
misalkan: rumah untuk di tempati, mobil untuk di naiki.
Para ulama
mendefinisikan ijarah ialah sewa menyewa atas manfaat satu barang dan atau jasa
antara pemilik objek sewa dengan penyewa untuk mendapatkan imbalan berupa sewa
atau upah bagi pemilik objek sewa.[2]
Pemilik yang
menyewakan manfaat di sebut Mu’ajjir
(orang yang menyewakan). Pihak lain yang memberikan sewa di sebut Musta’jir ( orang yang menyewa=penyewa )
dan, sesuatu yang di akadkan untuk di ambil manfaatnya di sebut Ma’jur ( sewaan ). Sedangkan jasa yang
diberikan sebagai imbalan manfaatnya di sebut Ajran atau Ujrah (upah). Dan
setelah terjadi akad Ijarah telah berlangsung orang yang menyewakan berhak
mengambil upah, dan orang yang menyewa berhak mengambil manfaat, akad ini di
sebut pula Mu’addhah (penggantian).[3]
B.
Dasar hukum Ijarah
Al-ijarah
dalam bentuk sewa-menyewa maupun dalam bentuk upah-mengupah merupakan muamalah
yang telah disyariatkan dalam Islam. Hukum asalnya menurut Jumhur Ulama adalah
mubah atau boleh bila dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh
syara’ berdasarkan ayat al-qur’an, hadis-hadis Nabi, dan ketetapan Ijma’ Ulama.
1.
Dasar hukum
dalam Al-qur’an
فا
ن ارضعن لكم فاء توهن اجو رهن ( ا لطلاق : 6)
Artinya:
2.
Dasar hukum
dari hadist
اهريرةأبيعنالرزاقعبدرواه )اَجْرَهُفَلْيَعْمَلْجِيْرًااَجَرَاسْتَأْمَنِ
Artinya:
“Barang
siapa yang meminta untuk menjadi buruh, beritahukanlah upahnya.”(HR. Abdul
Razaqdari Abu Hurairah).
Hadist lainnya : “Berikanlah upah
atau jasa kepada orang yang kamu pekerjakan sebelum kering keringat mereka”(HR.
Ibnu Majah).
Dan “Berbekamlah kamu, kemudian
berikanlah kamu upahnya kepada tukang-tukang itu”.(HR. Bukhari dan Muslim).
3.
Landasan
Ijma’nya
Landasan ijma’nya ialah bahwa semua
Umat Islam pada masa sahabat telah berijma’ bahwa ijarah di perbolehkan sebab
bermanfaat bagi manusia.[5]
Perlu diketahui bahwa tujuan
disyariatkan al-ijarah itu adalah untuk memberi keringanan kepada umat dalam
pergaulan hidup. Banyak orang yang mempunyai uang, tetapi tidak dapat bekerja.
Dipihak lain banyak banyak orang yang mempunyai tenaga atau keahlian yang
membutuhkan uang. Dengan adanya al-ijarah keduanya saling mendapatkan
keuntungan dan kedua belah pihak saling mendapatkan manfaat.
C.
Rukun dan Syarat Ijarah
a.
Rukun Ijarah
Menurut
Hanafiyah rukun al-ijarah hanya satu yaitu ijab dan qabul dari dua belah pihak
yang bertransaksi. Adapun menurut Jumhur Ulama rukun ijarah ada empat, yaitu:
1.
Dua orang
yang berakad
2.
Sighat (ijab
dan kabul)
3.
Sewa atau
imbalan
4.
Manfaat.
b.
Syarat
Ijarah
Ada 5 syarat sah dari Ijarah, diantaranya :
1. Kerelaan
dari dua pihak yang melakukan akad ijarah tersebut,
2. Mengetahui
manfaat dengan sempurna barang yang di akadkan,
sehingga mencegah terjadinya perselisihan,
3. Kegunaan dari barang tersebut,
4. Kemanfaatan
benda di bolehkan menurut syarat,
5. Objek
transaksi akad itu (barangnya) dapat di manfaatkan
D. Pembagian dan Hukum Ijarah
Ijarah terbagi
menjadi dua, yaitu ijarah terhadap benda atau sewa-menyewa, dan ijarah atas
pekerjaan atau upah-mengupah.
1. Hukum sewa-menyewa
Dibolehkan ijarah atas barang mubah, seperti:
rumah, kamar, dan lain-lain. Tetapi dilarang ijarah terhadap benda-benda yang
diharamkan.
a). Ketetapan Hukum Akad dalam Ijarah
Menurut ulama Hanafiyah, ketetapan
akad ijarah adalah kemanfaatan yang
sifatnya mubah.Menurut ulama Malikiyah, hukum ijarah sesuai dengan keberadaan
manfaat. Ulama Hanabilah dan Syafi’iyah berpendapat bahwa hukum ijarah tetap
pada keadaannya, dan hukum tersebut
menjadikan masa sewa seperti benda yang tampak.
b). Cara Memanfaatkan Barang Sewaan
1). Sewa Rumah
Jika
seseorang menyewa rumah dibolehkan untuk memanfaatkannya sesuai kemauannya,
baik dimanfaatkan sendiri atau dengan orang orang lain, bahkan boleh disewakan
lagi atau dipinjamkan pada orang lain.
2). Sewa Tanah
Sewa tanah diharuskan untuk menjelaskan tanaman apa yang akan ditanam atau
bangunan apa yang akand idirikan di atasnya. Jika tidak dijelaskan ijarah
dipandang rusak.
3). Sewa kendaraan
Dalam menyewa kendaraan, baik hewan atau kendaraan lainnya harus dijelaskan
salah satu diantara dua hal, yaitu waktu dan tempat. Juga harus dijelaskan
barang yang akan dibawa atau benda yang akan diangkut.
c). Perbaikan Barang Sewaan
Menurut ulama Hanafiyah, jika barang
yang disewakan rusak, pemiliknyalah yang berkewajiban memmperbaikinya, tetapi
ia tidak boleh dipaksa. Apabila penyewa bersedia
memperbaikinya, ia tidak diberikan upah sebab dianggap sukarela.
Adapun hal-hal kecil seperti
membersihkan sampah atau tanah merupakan kewajiban penyewa.
d). Kewajiban Penyewa Setelah Habis Masa Sewa
1). Menyeahkan
kunci jika yang disewa rumah
2). Jika yang disewa kendaraan, ia harus menyimpannya kembali di tempat asalnya
2. Hukum
Upah-Mengupah
Upah-mengupah
atau ijarah ‘ala al-a’mal, yakni
jual-beli jasa. Biasanya berlaku dalam beberapa hal seperti menjahitkan
pakaian, membangun rumah, dan lain-lain. Ijarah ‘ala al-a’mal, terbagi dua,
yaitu:
a). Ijarah Khusus
Yaitu ijarah yang dilakukan
oleh seorang pekerja. Hukumnya, orang yang bekerja tidak boleh bekerja selain
dengan orang yang telah memberinya upah.
b). Ijarah Musytarik
Yaitu ijarah dilakukan secara
bersama-sama atau melalui kerja-sama. Hukumnya dibolehkan bekerja-sama dengan
orang lain.[7]
E. Hak Menerima Upah
1). Selesai
bekerja
Seperti dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Ibnu Majah, bahwa Rasulullah SAW, bersabda:
(عمرابيعنماجهابنرواه)عَرَقُهُيَجِفَّاَنْقَبْلَاَجْرَهُاْلاَجِيْرَاُعْطُوْا
“Berikanlah olehmu upah orang bayaran sebelum keringatnya kering.”[8]
2). Mengalirnya manfaat, jika ijarah untuk barang
Karena apabila dalam suatu
barang itu telah terjadi kerusakan maka akad ijarah itupun batal.
3). Memungkinkan
mengalirnya manfaat jika masanya berlasung.
4). Mempercepat
dalam bentuk akad ijarah (bayaran)
F. Pembatalan Dan Berakhirnya Ijarah
Ijarah
adalah jenis akad lazim, yang salah satu pihak yang berakad tidak memiliki hak fasakh,
karena ia merupakan akad pertukaran, kecuali didapati hal yang mewajibkan
fasakh. Seperti di bawah ini:
1). Terjadi cacatt pada
barang sewaan ketika ditangan penyewa.
2). Rusaknya barang yang disewakan.
3). Rusanya barang yang diupahkan
seperti bahan baju yang diupahkan untuk
dijahitkan
4). Terpenuhinya
manfaat yang diakadkat,atau selesainya pekerjaan, atau berakhirnya masa, kecuali jika
terdapat uzur yang mencegah fasakh.[9]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari penjelasan dan pemaparan ijarah
diatas baik itu definisi, syarat dan rukun-rukunnya dapat penulis simpulkan
bahwa:
a.
Ijarah
adalah salah satu bentuk kegiatan muamalah dalam memenuhi keperluan manusia,
seperti sewa-menyewa, kontrak atau menjual jasa perhotelan dan lain-lain dengan
ada imbalannya atau upahnya.
b.
Dalam
memaknai ijarah itu sendiri banyak perbedaan-perbedaan pendapat dikalangan para
ulama. Namun intinya mereka menyetujui adanya ijarah setelah memenuhi
ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh masing-masing para ulama,
sehingga meskipun terjadi perbedaan didalamnya selalu ada pemecahan persoalan
terhadap permasalahan-permasalan yang timbul dikarenakan hal-hal yang terkait
dengan ijarah itu sendiri.
B. Kritik dan Saran
Penulis
menyadari bahwa manusia adalah makhluk yang tidak pernah luput dari kesalahan,
sehingga secara pribadi penulis sangat megharapkan adanya kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini agar nantinya dapat bermanfaat
bagi seluruh pembaca khususnya bagi penulis sendiri. Terima Kasih.
[1]
Abdul Rahman
Ghazaly, Ghufron Ihsan, Sapiudin Shidiq. 2010.
Fiqh Muamalat, Jakarta: Fajar Interpratama Offset.hlm11
7
[2]
Nasrun Haroen,2000.Fiqh Muamalah.Jakarta: Gaya media Pratama hlm 134
[3]Dr. H.
Hendi Suhendi, M.Si. FIQH MUAMALAH.Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada. hlm116
[6]
Abdul Rahman
Ghazaly, Ghufron Ihsan, Sapiudin Shidiq. 2010.
Fiqh Muamalat, Jakarta: Fajar Interpratama Offset.hlm278
[7]Rachmat
Syafe’I.2004.Fiqih Muamalah, Bandung: Pustaka Setia.hlm. 131-134
[8]
Dimyauddin Djuaini, Pengantar FIQH MUAMALAH,( Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 2010), hlm. 156
[9]
Abdul Rahman
Ghazaly, Ghufron Ihsan, Sapiudin Shidiq. 2010.
Fiqh Muamalat, Jakarta: Fajar Interpratama Offset.hlm284
#makalah_prodi_perbandingan mazhab dan hukum_angkatan2012-2016_syariahdanhukum_UIN_Raden_fatah_palembang