Tuesday 26 July 2016

Bagaimana Cara Menghitung Zakat Perniagaan?


Adapun contoh perhitungan zakat harta dagangan (‘arudz al-tijara) menurut Al-Furqon Hasbi didalam bukunya berjudul “125 Masalah Zakat” adalah sebagai berikut:[1]
Sahabat Samurah bin Jundub berkata:
انّ رسول الله صلّى الله عليه وسلّم كان يأمرنا أن نخرج الصّدقة من الّذي نعدّ للبيغ.
Artinya:
“Sesungguhnya Rasulullah Saw. memerintahkan kami agar mengeluarkan zakat dari semua yang kami persiapkan untuk berdagang” (H.R. Abu Daud).

Adapun ketentuan zakat perdagangan adalah sebagai berikut:
a. Berjalan satu tahun Hijriah (haul). Pendapat Abu Hanifah lebih kuat dan realistis dengan menggabungkan semua harta perdagangan pada awal dan akhir dalam satu tahun, kemudian dikeluarkan zakatnya.
b.    Nishab zakat perdagangan sama dengan nishab emas, yaitu senilai 85 gram emas.
c.    Kadar zakat sebesar 2,5%.
d.   Dapat dibayar dengan uang atau barang.
e.     Dikenakan pada perdagangan maupun perseroan.
Penghitungan:
(modal diputar + keuntungan + piutang yang dapat dicairkan) – (hutang + kerugian) x 2,5%.
Contoh kasus:
Harta perniagaan, baik yang bergerak di bidang perdagangan, industri, agroindustri, maupun jasa yang dikelola secara individu atau badan usaha (seperti PT, CV, Yayasan, dan Koperasi) nishabnya adalah 20 dinar (setara dengan 85 gram emas murni). Artinya, jika suatu badan usaha pada akhir tahun (tutup buku) memiliki kekayaan (modal kerja dan untung) lebih besar atau setara dengan 85 gram emas (asumsi jika harga emas per gram pada bulan Juli 2016 Rp 554.438,-[2] = Rp. 47.127.230,-
Pada badan usaha yang berbentuk syirkah (kerjasama) jika semua anggota syirkah beragama Islam, zakat dikeluarkan lebih dulu sebelum dibagikan kepada pihak-pihak yang bersyirkah. Akan tetapi, jika anggota syirkah terdapat orang yang nonmuslim, zakat hanya dikeluarkan dari anggota syirkah muslim (apabila jumlahnya lebih dari nishab).
Cara menghitung zakat:
Kekayaan  yang dimiliki badan usaha tidak akan lepas dari salah satu atau lebih dari tiga bentuk dibawah ini.
a.    Kekayaan dalam bentuk barang.
b.    Uang tunai.
c.    Piutang.
Dengan demikian, yang dimaksud harta perniagaan yang wajib dizakati adalah harta yang sudah jatuh tempo dan pajak.
Contoh kasus:
Sebuah perusahaan mebel tutup buku per Juli tahun 2016 M. ( Syawal 1437 H.) dengan keadaan sebagai berikut:
Sofa atau Mebel belum terjual 5 set               Rp 25.000.000,-
Uang tunai                                                     Rp 30.000.000,-
Piutang                                                           Rp   5.000.000,-
Jumlah                                                            Rp 60.000.000,-
Hutang dan Pajak                                          Rp  8.000.000,-
Saldo                                                              Rp 52.000.000,-
Besar zakat = Rp 52.000.000,- x 2,5% =    Rp 1.300.000,-

Pada harta dagangan, modal investasi yang berupa tanah dan bangunan, atau lemari, etalase pada took, dan lain-lain tidak termasuk harta yang wajib dizakati sebab termasuk kategori barang tetap (tidak berkembang).

Baca Juga:::



[1] Al-Furqon Hasbi, 125 Masalah Zakat, (Solo: Tiga Serangkai, 2008)
[2] Harga-Emas.org, “Spot Harga Emas Dunia (Open Market)”,
http://harga-emas.org (Download: 25 Juli 2016)
loading...