foto: ilustrasi |
Ketaatan kepada
pemimpin didalam Islam dapat dikatakan penuh bila pemimpin itu berada dijalan
yang benar, dalam pengertian apa yang diperintahkan sesuai dengan perintah
Allah dan Rasul-Nya. Tetapi sering pendapat pemimpin itu kontroversial dengan
pendapat umum. Bila hal itu sampai terjadi maka pemimpin tetap harus ditaati,
karena dalam Islam tujuan diangkatnya seorang pemimpin adalah untuk ditaati.
Rasulullah bersabda:
“Pemimpin itu
dipilih (ditunjuk) untuk ditaati setiap perintah-perintahnya.” (Al-Hadits).
Dalam hadits yang lain Rasulullah bersabda:
“Seorang muslim wajib mendengar dan taat pada pimpinannya
dalam apa yang dia setujui atau tidak disetujui kecuali jika diperintah
maksiat. Apabila disuruh maksiat maka tak wajib mendengar dan tidak wajib untuk
taat.” (HR. Bukhari dan
Muslim).
“Apabila kami berbai’at kepada Rasul Saw. maka beliau
bersabda “Dengar dan taatilah pemimpinmu sebatas kekuatanmu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
“Barangsiapa berlepas diri dari taat, niscaya ia akan bertemu
Allah pada hari kiamat tanpa alasan dan barangsiapa yang mati sedang ia tiada
dilehernya suatu baiat maka ia mati sebagai orang jahiliyah.” (HR. Muslim).
“Dengarkanlah dan taatila pemimpinmu meski yang terangkat
seorang budak Habsyah yang kepalanya bagaikan kismis.” (HR. Bukhari).
“Dengarkanlah dan taatilah (pemimpinmu) dalam keberatan
maupun keringanan dalam kelancaran maupun kesukaran dalam reaksi maupun berebut
pengaruh denganmu.”
(HR. Muslim).
“Siapa yang taat kepadaku, berarti taat kepada Allah dan
siapa yang melanggar kepadaku berarti melanggar kepada Allah. Dan barangsiapa
yang taat pada pemimpin berarti taat kepadaku dan siapa yang maksiat kepada pemimpin
berarti maksiat kepadaku.”
(HR. Bukhari dan Muslim).
“Siapa yang membenci sesuatu dari pemimpin hendaklah dia
sabar. Sesungguhnya siapa yang keluar dari pimpinannya walau sejengkal kemudian
ia mati, maka-matinya dalam jahiliyah.” (HR. Bukhari dan Muslim).
“Pemimpin yang terbaik untukmu ialah yang dia cinta kamu dan
kamu cinta kepadanya, kamu doakan dia dan dia doakan kamu. Sedang pemimpin yang
terjelek diantaramu ialah pemimpin yang benci kemudian kamu benci dia dan kamu
saling kutuk mengutuk dengannya.” Bertanya sahabat? “Bolehkah kami menentang
(melawan) mereka?” Rasul menjawab: “Tidak, selama mereka tetap menegakkan
shalat bersama.”
(HR. Muslim).
Dari hadits-hadits
diatas jelaslah bahwa ketaatan kepada pemimpin itu dapat dikatakan hampir
mutlak, hanya bila disuru maksiat saja kita boleh tidak menaatinya.[1]
Allah dalam Al-Qur’an berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَأُوْلِي ٱلۡأَمۡرِ
مِنكُمۡۖ فَإِن تَنَٰزَعۡتُمۡ فِي شَيۡءٖ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ
إِن كُنتُمۡ تُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۚ ذَٰلِكَ خَيۡرٞ وَأَحۡسَنُ
تَأۡوِيلًا (59)
“Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa’: 59).[2]
Baca Juga Selanjutnya: