Saturday, 18 March 2017

Batas-Batas Ketaatan Kepada Pemimpin dalam Islam

Related image
foto: ilustrasi
Ketaatan kepada pemimpin didalam Islam dapat dikatakan penuh bila pemimpin itu berada dijalan yang benar, dalam pengertian apa yang diperintahkan sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya. Tetapi sering pendapat pemimpin itu kontroversial dengan pendapat umum. Bila hal itu sampai terjadi maka pemimpin tetap harus ditaati, karena dalam Islam tujuan diangkatnya seorang pemimpin adalah untuk ditaati. Rasulullah bersabda:
“Pemimpin itu dipilih (ditunjuk) untuk ditaati setiap perintah-perintahnya.” (Al-Hadits).
 Dalam hadits yang lain Rasulullah bersabda:
“Seorang muslim wajib mendengar dan taat pada pimpinannya dalam apa yang dia setujui atau tidak disetujui kecuali jika diperintah maksiat. Apabila disuruh maksiat maka tak wajib mendengar dan tidak wajib untuk taat.” (HR. Bukhari dan Muslim).

“Apabila kami berbai’at kepada Rasul Saw. maka beliau bersabda “Dengar dan taatilah pemimpinmu sebatas kekuatanmu.” (HR. Bukhari dan Muslim).

“Barangsiapa berlepas diri dari taat, niscaya ia akan bertemu Allah pada hari kiamat tanpa alasan dan barangsiapa yang mati sedang ia tiada dilehernya suatu baiat maka ia mati sebagai orang jahiliyah.” (HR. Muslim).

“Dengarkanlah dan taatila pemimpinmu meski yang terangkat seorang budak Habsyah yang kepalanya bagaikan kismis.” (HR. Bukhari).

“Dengarkanlah dan taatilah (pemimpinmu) dalam keberatan maupun keringanan dalam kelancaran maupun kesukaran dalam reaksi maupun berebut pengaruh denganmu.” (HR. Muslim).

“Siapa yang taat kepadaku, berarti taat kepada Allah dan siapa yang melanggar kepadaku berarti melanggar kepada Allah. Dan barangsiapa yang taat pada pemimpin berarti taat kepadaku dan siapa yang maksiat kepada pemimpin berarti maksiat kepadaku.” (HR. Bukhari dan Muslim).

“Siapa yang membenci sesuatu dari pemimpin hendaklah dia sabar. Sesungguhnya siapa yang keluar dari pimpinannya walau sejengkal kemudian ia mati, maka-matinya dalam jahiliyah.” (HR. Bukhari dan Muslim).

“Pemimpin yang terbaik untukmu ialah yang dia cinta kamu dan kamu cinta kepadanya, kamu doakan dia dan dia doakan kamu. Sedang pemimpin yang terjelek diantaramu ialah pemimpin yang benci kemudian kamu benci dia dan kamu saling kutuk mengutuk dengannya.” Bertanya sahabat? “Bolehkah kami menentang (melawan) mereka?” Rasul menjawab: “Tidak, selama mereka tetap menegakkan shalat bersama.” (HR. Muslim).

Dari hadits-hadits diatas jelaslah bahwa ketaatan kepada pemimpin itu dapat dikatakan hampir mutlak, hanya bila disuru maksiat saja kita boleh tidak menaatinya.[1] Allah dalam Al-Qur’an berfirman:
 يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَأُوْلِي ٱلۡأَمۡرِ مِنكُمۡۖ فَإِن تَنَٰزَعۡتُمۡ فِي شَيۡءٖ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمۡ تُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۚ ذَٰلِكَ خَيۡرٞ وَأَحۡسَنُ تَأۡوِيلًا (59)
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa’: 59).[2]


Baca Juga Selanjutnya:


[1] Yan Orgianus, Islam dan Pengetahuan Sains, 2008, (Bogor: Bee Media Pustaka)
[2] Qur’an, 4: 59
images: wisatamu.com
loading...