Proses pemeriksaan perkara waris dilakukan
melalui beberapa tahap sebagaimana telah di atur dalam hukum acara perdata.
Tahap-tahap pemeriksaan tersebut adalah:
1.Upaya Perdamaian
Dalam perkara perdata pada umumnya, perdamaian
dilakukan pada setiap permulaan sidang.Hal ini diatur dalam 130 HIR/Pasal 154
RBg dan Perma Nomor 1 tahun 2008, tentang mediasi. Pada setiap permulaan
sidang, sebelum pemeriksaan perkara hakim diwajibkan mengusahakan perdamaian
antara para pihak berperkara. Namun perdamaian itu bukan hanya pada sidang
permulaan, melainkan juga pada setiap kali sidang.[6] Hal tersebut sesuai
dengan sifat perkara perdata bahwa inisiatif perkara itu datang dari
pihak-pihak, karena itu pula pihak-pihak pula yang berhak untuk mengakhirinya
dengan perantara hakim.
2.Pembacaan Gugatan
Pada tahapan pembacaan gugatan, terdapat
beberapa kemungkinan dari penggugat/pemohon, yaitu, adakalanya mencabut
gugatan, mengubah gugatan dan mempertahankan gugatan.Perubahan dan penambahan
gugatan diperkenankan, asal diajukan pada sidang pertama di mana pihak hadir,
tetapi hal tersebut harus dinyatakan pada pihak lawan guna pembelaan
kepentingannya.[7] Perubahan yang bersifat menyempurnakan, menegaskan atau
menjelaskan surat gugatan/pemohonan dapat diijinkan, demikian pula dalam hal
mengurangi tuntutan, asal tidak merubah dasar pokok gugatan. Dan apabila
terjadi perubahan para pihak dan perubahan petitum harus dicatat dalam BAP dan
dalam Register Induk Perkara yang bersangkutan.Jika penggugat tetap
mempertahankan gugatannya maka sidang dilanjutkan ketahap berikutnya, yakni
jawaban tergugat.
3.Jawaban Tergugat
Jawaban tergugat dapat berupa jawaban secara
tertulis maupun secara lisan.[8] Di dalam mengajukan jawaban tersebut tergugat
harus hadir secara pribadi dalam sidang atau diwakilkan oleh kuasa hukumnya.
Apabila tergugat/Kuasa hukumnya tidak hadir dalam sidang meskipun mengirimkan
surat jawabannya, tetap dinilai tidak hadir dan jawabannya itu tidak perlu
diperhatikan, kecuali dalam hal yang berupa eksepsi atau tangkisan bahwa
Pengadilan Agama tidak berwenang mengadili perkara tersebut.
Pada tahap ini beberapa kemungkinan terjadi
dari tergugat, yakni tergugat:
a.mengajukan eksepsi
b. mengaku bulat-bulat
c.memungkiri mutlak (membantah)
d. mengaku dengan klausa
e. referte (jawaban berbelit-belit)
f. rekonpensi (gugat balik)
4.Replik Penggugat
Setelah tergugat menyampaikan jawabannya,
kemudian si Penggugat diberikan kesempatan untuk menanggapi sesuai
pendapatnya.[9]Replik penggugat biasanya di laksanakan pada sidang ketiga
setelah tergugat memberikan jawaban terhadap gugatan penggugat, caranya dengan
menyerahkan satu replik untuk hakim, satu untuk tergugat dan satunya untuk
penggugat sendiri.
Tahap ini pula mungkin penggugat tetap
mempertahankan gugatannya dan menambah keterangan yang dianggap perlu untuk
memperjelas dalil-dalilnya, atau mungkin juga sikap penggugat membenarkan
jawaban/bantahan tergugat.
5.Duplik Tergugat
Setelah penggugat menyampaikan repliknya,
kemudian tergugat diberi kesempatan untuk menanggapi pula.Dalam sidang tergugat
menyerahkan duplik, yaitu tanggapan tergugat terhadap replik penggugat, kurang
lebih berisi meneguhkan sikap konsistensi pendirian yang disampaikan dalam
jawaban atas gugatan.[10]
Replik dan duplik yang terjadi dalam
persidangan adalah jawaban balasan yang dibuat oleh masing-masing pihak baik
penggugat maupun tergugat untuk menyangkal atau membenarkan yang disertai
dengan dalil-dalil. Acara replik dan duplik ini dapat diulang sampai pada titik
temu antara penggugat dan tergugat dan/atau dianggap cukup oleh hakim.
6.Pembuktian
Pada tahap ini baik baik penggugat maupun
tergugat diberikan kesempatan yang sama untuk mengajukan bukti-bukti baik
berupa saksi-saksi, alat bukti surat maupun bukti lain secara bergantian yang
diatur oleh hakim. Pembuktian baru diperlukan apabila yang dikemukakan oleh
penggugat dibantah oleh tergugat, suatu pembuktian memerlukan adanya dalil. Ini
berarti bahwa hal-hal kebenaran yang tidak dibantah oleh tergugat tidak perlu
dibuktikan.
7.Kesimpulan
Tahap ini baik penggugat maupun tergugat
diiberikan kesempatan yang sama untuk mengajukan pendapat akhir yang merupakan
kesimpulan hasil pemeriksaan selama sidang berlangsung, menurut pandangan
masing-masing. Tujuan dari pada kesimpulan ini adalah untuk menyampaikan
pendapat para pihak, baik tergugat maupun penggugat kepada hakim tentang
terbukti tidaknya suatu gugatan.[12] Dengan adanya kesimpulan ini, maka duduk
permasalah menjadi jelas sehingga dapat mempermudah majelis hakim untuk
mengambil keputusan terhadap perkara sedang diperiksanya dipersidangan.
8.Putusan Hakim
Suatu putusan atau penetapan harus dikonsep
terlebih dahulu paling tidak satu minggu sebelum diucapkan dipersidangan. Hal
tersebut untuk menghindari adanya perbedaan isi putusan yang diucapkan dengan
yang tertulis, sebagaimana telah diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor
5/1959 tanggal 20 April 1959 dan Nomor 1/1962 tanggal 7 Maret 1962.