Sunday, 29 November 2015

Proses Pemeriksaan Perkara Waris

Proses pemeriksaan perkara waris dilakukan melalui beberapa tahap sebagaimana telah di atur dalam hukum acara perdata. Tahap-tahap pemeriksaan tersebut adalah:

1.Upaya Perdamaian
Dalam perkara perdata pada umumnya, perdamaian dilakukan pada setiap permulaan sidang.Hal ini diatur dalam 130 HIR/Pasal 154 RBg dan Perma Nomor 1 tahun 2008, tentang mediasi. Pada setiap permulaan sidang, sebelum pemeriksaan perkara hakim diwajibkan mengusahakan perdamaian antara para pihak berperkara. Namun perdamaian itu bukan hanya pada sidang permulaan, melainkan juga pada setiap kali sidang.[6] Hal tersebut sesuai dengan sifat perkara perdata bahwa inisiatif perkara itu datang dari pihak-pihak, karena itu pula pihak-pihak pula yang berhak untuk mengakhirinya dengan perantara hakim.

2.Pembacaan Gugatan
Pada tahapan pembacaan gugatan, terdapat beberapa kemungkinan dari penggugat/pemohon, yaitu, adakalanya mencabut gugatan, mengubah gugatan dan mempertahankan gugatan.Perubahan dan penambahan gugatan diperkenankan, asal diajukan pada sidang pertama di mana pihak hadir, tetapi hal tersebut harus dinyatakan pada pihak lawan guna pembelaan kepentingannya.[7] Perubahan yang bersifat menyempurnakan, menegaskan atau menjelaskan surat gugatan/pemohonan dapat diijinkan, demikian pula dalam hal mengurangi tuntutan, asal tidak merubah dasar pokok gugatan. Dan apabila terjadi perubahan para pihak dan perubahan petitum harus dicatat dalam BAP dan dalam Register Induk Perkara yang bersangkutan.Jika penggugat tetap mempertahankan gugatannya maka sidang dilanjutkan ketahap berikutnya, yakni jawaban tergugat.

3.Jawaban Tergugat
Jawaban tergugat dapat berupa jawaban secara tertulis maupun secara lisan.[8] Di dalam mengajukan jawaban tersebut tergugat harus hadir secara pribadi dalam sidang atau diwakilkan oleh kuasa hukumnya. Apabila tergugat/Kuasa hukumnya tidak hadir dalam sidang meskipun mengirimkan surat jawabannya, tetap dinilai tidak hadir dan jawabannya itu tidak perlu diperhatikan, kecuali dalam hal yang berupa eksepsi atau tangkisan bahwa Pengadilan Agama tidak berwenang mengadili perkara tersebut.

Pada tahap ini beberapa kemungkinan terjadi dari tergugat, yakni tergugat:
a.mengajukan eksepsi
b. mengaku bulat-bulat
c.memungkiri mutlak (membantah)
d. mengaku dengan klausa
e. referte (jawaban berbelit-belit)
f. rekonpensi (gugat balik)

4.Replik Penggugat
Setelah tergugat menyampaikan jawabannya, kemudian si Penggugat diberikan kesempatan untuk menanggapi sesuai pendapatnya.[9]Replik penggugat biasanya di laksanakan pada sidang ketiga setelah tergugat memberikan jawaban terhadap gugatan penggugat, caranya dengan menyerahkan satu replik untuk hakim, satu untuk tergugat dan satunya untuk penggugat sendiri.

Tahap ini pula mungkin penggugat tetap mempertahankan gugatannya dan menambah keterangan yang dianggap perlu untuk memperjelas dalil-dalilnya, atau mungkin juga sikap penggugat membenarkan jawaban/bantahan tergugat.

5.Duplik Tergugat
Setelah penggugat menyampaikan repliknya, kemudian tergugat diberi kesempatan untuk menanggapi pula.Dalam sidang tergugat menyerahkan duplik, yaitu tanggapan tergugat terhadap replik penggugat, kurang lebih berisi meneguhkan sikap konsistensi pendirian yang disampaikan dalam jawaban atas gugatan.[10]

Replik dan duplik yang terjadi dalam persidangan adalah jawaban balasan yang dibuat oleh masing-masing pihak baik penggugat maupun tergugat untuk menyangkal atau membenarkan yang disertai dengan dalil-dalil. Acara replik dan duplik ini dapat diulang sampai pada titik temu antara penggugat dan tergugat dan/atau dianggap cukup oleh hakim.

6.Pembuktian
Pada tahap ini baik baik penggugat maupun tergugat diberikan kesempatan yang sama untuk mengajukan bukti-bukti baik berupa saksi-saksi, alat bukti surat maupun bukti lain secara bergantian yang diatur oleh hakim. Pembuktian baru diperlukan apabila yang dikemukakan oleh penggugat dibantah oleh tergugat, suatu pembuktian memerlukan adanya dalil. Ini berarti bahwa hal-hal kebenaran yang tidak dibantah oleh tergugat tidak perlu dibuktikan.

7.Kesimpulan
Tahap ini baik penggugat maupun tergugat diiberikan kesempatan yang sama untuk mengajukan pendapat akhir yang merupakan kesimpulan hasil pemeriksaan selama sidang berlangsung, menurut pandangan masing-masing. Tujuan dari pada kesimpulan ini adalah untuk menyampaikan pendapat para pihak, baik tergugat maupun penggugat kepada hakim tentang terbukti tidaknya suatu gugatan.[12] Dengan adanya kesimpulan ini, maka duduk permasalah menjadi jelas sehingga dapat mempermudah majelis hakim untuk mengambil keputusan terhadap perkara sedang diperiksanya dipersidangan.

8.Putusan Hakim
Suatu putusan atau penetapan harus dikonsep terlebih dahulu paling tidak satu minggu sebelum diucapkan dipersidangan. Hal tersebut untuk menghindari adanya perbedaan isi putusan yang diucapkan dengan yang tertulis, sebagaimana telah diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 5/1959 tanggal 20 April 1959 dan Nomor 1/1962 tanggal 7 Maret 1962.



loading...