Monday, 7 December 2015

Qawa’id ushuliyyah, Amr dan Nahhy

Oleh Tiara Mandasari
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Qawa’id ushuliyyah pada umumnya terdiri atas kaidah-kaidah hukum yang terbentuk dari lafal bahasa arab yang khusus. Misalnya rumusan yang berbunyi: al-amr li al-wujub (perintah menunjuk hukum wajib), an-nahy li al-tahrim (larangan menunjuk hukum haram), dan sebagainya.
Qawa’id ushuliyyah merupakan acuan dan standar yang shahih untuk menggali hukum fiqh dan dalil-dalil hukum yang ada. Kaidah-kaidah yang ada di dalamnya berlaku dan diterapkan pada semua parsial dan objeknya, Qawa’id ushuliyyah rumusannya mencakup berbagai dalil yang bersifat terperinci yang dari kaidah ini memungkinkan ulama melakukan istinbath dari nashsh, baik al-qur`an maupun hadis.
B.       Rumusan Masalah
1.                   Bagaimana pengertian,Amr dan Nahhy?
2.                   Bagaimana bentuk dari sighat Amr dan nahhy?

 BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Amr-Nahi
1.   Lafadz amr
·         Pengertian amr (tuntutan perbuatan dari yg lebih tinggi kedudukannya kepada yang lebih rendah kedudukannya).
·         lafalz yang mengandung pengertian perintah.
·         Sighot Amr :
a.         Berbentuk fiil amar/ perintah langsung, misalnya: QS.al-baqarah: 42:
“dan janganlah kamu campur adukkan kebenaran dengan kebatilan dan (janganlah) kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahuinya”.
b.         Berbentuk fiil mudlori’ yang didahului lam amr; QS: Al-haj: 29:
“kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran (yang ada di badan) mereka, menyenpurnakan nazar-nazar mereka dan melakukan tawaf sekeliling rumamh tua (baitullah)”.
c.         Berbentuk lainnya yang semakna, seperti lafal farodlo, kutiba  dsb

2.   Makna amr antara lain
·         Ijab (wajib ), contoh QS Al-Baqarah : 43:
“dan laksanakanlah solat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah bersama orang-orang yang ruku”.
·         Nadb (anjuran ): contoh firman Allah QS annur:33
“ dan orang yang tidak mampu menikah hendaklah menjaga kesucian (dirinya) sampai Allah memberi kemampuan kepadda mereka dengan karuniaNya. Dan jika hamba sahaya yang kamu miliki menginginkaan perjanjian (kebebasan) hendaklah kamu buat perjanjian kepada mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan kepada mereka dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakanNya kepadamu. Dan janganlah kamu paksa hamba sahaya perempuanmu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri menginginkan kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan kehidupan duniawi. Barang siapa memaksa mereka, maka sungguh, Allah maha pengampun, maha penyayang (kepada mereka) setelah mereka dipaksa.
·         Ta’dib (adab ),  contoh hadis Rasul:كُلْ مِماَّ يَليْكَ( رواه البخا رى ومسلم)
·         Taskhir / penghinaan ( QS.Al-baqarah: 65 )
“dan sungguh, kamu telah mengetahui orang-orang yang melakukan pelanggaran di antara kamu pada hari sabat, lalu kami katakana kepada mereka, “jadikanlah kamu kera yang hina””.
·         ta’jiz ( melemahkan )
·         Taswiyah/ mempersamakan
·         Tamanni (angan-angan )
·         Do’a ( berdo’a )
·         Ihanah ( meremehkan )
·         Imtinan
3.Dilalah dan Tuntunan Amr
·         Menunjukkan wajib, seperti dijelaskan Zakariya Al-Bardisy bahwa  amr menunjukkan wajibnya suatu tuntutan yang secara mutlak selama tidak ada  qarinah ( hubungan sesuatu ) dari ketentuan amar tersebut. Berdasarkan kaidah :
الا صلُ فى الا مر للو جو ب ولا تدلُّ على غيره الا بقرينة

Contoh firman Allah QS Al-a’raf; 12
:
(Allah) berfirman,”apakah yang menghalangimu (sehingga) kamu tidak bersujud (kepada Adam) ketika Aku menyuruhmu? “(iblis) menjawab, “aku lebih baik daripada dia. Engkau cipatakan aku dari api, sedangkan Engkau ciprakan dia dari tanah”.
al-baqarah;34 berikut ini :
“Dan (ingatlah) ketika kami berfirman kepada para malaikat, “sujudlah kamu kepada Adam!” maka mereka pun sujud kecuali iblis. Ia menolak dan menyombongkan diri, dan ia termasuk golongan yang kafir”.
·         Menunjukkan anjuran (nadb) berdasarkan  kaidah
الا صلُ فى الا مر للندبِ
            Arti yang pokok dalam amr/suruhan itu ialah menunjukkan anjuran (nadb). Suruhan itu adakalanya  untuk suruhan (wajib) seperti shalat lima waktu, adakalanya untuk anjuran (nadb)seperti shalat dluha. Di antara kemestian (keharusan) dan anjuran yang paling diyakini adalah anjuran.
Kesimpulannya adalah amr tetap mengandung arti wajib,kecuali apabila amr tadi sudah tidak mutlak lagi, atau terdapat qarinah  yang dapat mengubah ketentuan tersebut, sehingga amr itu berubah pula, yakni tidak menunjukkan wajib, tetapi menjadi bentuk yang menunjukkan hokum sunnah atau mubah dan sebagainya sesuai dengan qarinah yang mempengaruhinya.
B.  Lafadz Nahhy
1. Pengertian Nahhy
Nahhy adalah lafadz yang menyuruh kita untuk meninggalkan sesuatu. Pekerjaan yang diperintahkan oleh orang yang lebih tinggi dari kita.Maksud nahi yang sebenarnya adalah haram (riba) seperti dalam sebuah kaidah berikut ini :
الاصلُ فى النهي للتحريمِ
Contoh firman Allah QS Ali Imran; 130:“ wahai oarng-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertawakallah kepada Allah agar kamu beruntung”.
Karena  lafadz la ta’kulu  berbentuk nahi  (larangan), sedangkan ketentuan nahi itu ialah tahrim, maka makan harta riba itu haram, karena tidak diridloi Allah SWT, inilah hukum asli dari nahi. Hal ini berdasarkan QS Annisa’: 14: “ dan barang siapa mendurhakai Allah dan RasulNya dan melanggar batas-batas hukumNya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka, di kekal di dalamnya dan dia akan mendapat azab yang menghinakan.”
Ayat tersebut menunjukkan bahwa  orang yang melanggar  batas Allah ( termasuk semua laranganNya) dia akan disiksa, padahal  ketentuan haram itu adalah  sesuatu yang apabila ditinggalkan akan disiksa.Oleh karena itu, an-nahyu, menunjukkan haram, karena ada hubungannya dengan siksaan, kecuali apabila ada qarinah yang mempengaruhinya maka nahi tersebut tidak lagi menunjukkan hokum haram, tetapi menunjukkan hokum makruh, mubah,  dan sebagainya, sesuai dengan qarinah yang mempengaruhinya itu.
2.    Sighot Nahhy
Kalimat larangan yang tidak memiliki qarinah menunjukkan hakikat larangan yang mutlak.Jika kalimat itu mempunyai qarinah tidak menunjukkan hakikat larangan, seperti firman Allah QS Annisa’; 34:
Hai orang-orang yang beriman, jangan kamu kerjakan shalat dalam keadaan mabuk”
Sighat Nahi ini mengandung pengertian antara lain sebagai berikut:
·         Untuk do’aربنا لا تؤا خذنا ان نسينا أو أخطأ نا
·         Untuk pelajaran: لا تسألوا عن أ شياء ان تبدَ لكُمْ تَسؤكمْ
·         Putus asa: لا تعتذروا اليومَ
·         Untuk menyenangkan /menghibur: ولا تحزنْ انّ الله معنا
·         Untuk menghardik, seperti perkataan majikan  kepada pembantunya : “jangan engkau lakukan perbuatan itu.
3.    Dilalah dan Tuntutan Nahhy
·         Perintah sesudah larangan. Setelah memperhatikan segala perintah syara’ yang datang sesudah larangan, ternyata bahwa perintah sesudah larangan itu menunjukkan boleh (mubah), terkecuali jika ada nash yang menegaskan  kefarduannya.
·         Suruhan tidak menghendaki berulang kali dikerjakan.suruhan – suruhan syara’ tidak menghendaki supaya orang yang disuruh itu berulang-ulang mengerjakannya dan tidak pula menujukkan kepadanya agar satu kali saja mengerjakannya .perintah itu hanya memberi pengertian  bahwa perbuatan tersebut harus dikerjakan.oleh karena itu, cukuplah kita menunaikan perintah tersebut dengan sekali mengerjakan saja.
·         Suruhan tidak mengehendaki  segera dikerjakan.Suruhan yang dikaitkan dengan waktu akan gugur bila gugur waktunya  karena harus dikerjakan dalam waktunya, sebagaimana yang dijelaskan dalam bab hukum.Jika tidak terpaut dengan waktu, seperti kafarat  dan mengqadla puasa  yang ditinggalkan, maka para ahli ushul berselisih paham (ada yang menyuruh untuk segera melaksanakannya ada pula yang tidak).Akan tetapi, banyak keterangan agama yang menyuruh kita segera melaksanakan perintah, di antaranya QS Ali-Imran;133:“ dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhan mu dan mendapatkan syurga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa”.
4. Masa Berlakunya Nahhy
Dalam sebuah kaidah disebutkan bahwa :النهيُ عن الشيءِ أمْرٌ بِضِدّهِ
Melarang suatu perbuatan itu, mengandung ketentuan perintah melakukan kebalikannya. Maksudnya, kalau ada kata-kata: “jangan berdiri” berarti “duduklah“, karena kebalikan dari berdiri ialah duduk. Melarang sesuatu mengakibatkan perbuatan yang dilarang hukumnya menjadi rusak tidak sah. Artinya melakukan suatuperbuatan itu akan mengakibatkan perbuatan yang dilarang tadi apabila dilakukan hukumnya menjadi  tidak sah (fasid), sama saja perbuatan itu termasuk hissi, seperti zina atau termasuk syar’i  seperti shalat.
Sebagimana dikatakan imam Saukani dalam kitab ushulnya Irsyadul fuhul bahwa: Yang benar ialah sesungguhnya tiap-tiap nahi yang tidak membedakan antara ibadah dan muamalah menyebabkan perbuatan yang dilarang itu haram hukumnya, dan juga fasid hukumnya menurut syara’ berarti juga batal ( tidak sah).



BAB III
PENUTUP 
A.  Kesimpulan
·         Pengertian amr (tuntutan perbuatan dari yg lebih tinggi kedudukannya kepada yang lebih rendah kedudukannya).
·         Nahhy adalah lafadz yang menyuruh kita untuk meninggalkan sesuatu. Pekerjaan yang diperintahkan oleh orang yang lebih tinggi dari kita. Maksud nahi yang sebenarnya adalah haram (riba).
·         Sighot amr :
Ø  Berbentuk fiil amar/ perintah langsung,
Ø  Berbentuk fiil mudlori’
Ø  Berbentuk lainnya yang semakna, seperti lafal farodlo, kutiba  dsb
·           Sighot nahhy merupakan kalimat larangan yang tidak memiliki qarinah menunjukkan hakikat larangan yang mutlak.Jika kalimat itu mempunyai qarinah tidak menunjukkan hakikat larangan.

DAFTAR PUSTAKA

Khallaf, Abdul Wahab. 2003. Ilmu Ushul Fikih. Jakarta: Pustaka Amani.

Rohayana, Ade Dedi. 2006. Ilmu Ushul Fiqih. Pekalongan: STAIN Press.

Dahlan, Abdul Rahman. 2010. Ushul fiqh. Jakarta: Sinar Grafika Offset.


Koto, Alaiddin. 2011. Ilmu fiqh dan ushul fiqh. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
loading...