PROSES PERSIAPAN PENDAFTARAN PERKARA DAN PERSIAPAN
SIDANG PERDATA
Oleh: Muhammad Roiz, Maria Ulfa & Rezasasmi
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Hubungan antar manusia yang satu
dengan manusia yang lain maupun hubungan antara manusia dengan corporatie, atau
corporatie dengan corporatie, dalam praktik sehari-hari
seringkali dapat menimbulkan hubungan hukum, yang mana dalam hubungan hukum
tersebut antara yang satu dengan yang lainnya akan menimbulkan hak dan
kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak.
Dalam masyarakat Indonesia yang serba
majemuk ini seringkali dalam hubungan pihak satu dengan pihak yang lainnya
tidak sama karena ada yang beretika baik dan ada pula yang beretika tidak baik.
Maka dari itu untuk mencegah adanya eigenrichting atau main hakim
sendiri dalam hubungan hukum yang ada di dalam suatu masyarakat diperlukan
adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur hubungan hukum dari pihak
satu dengan pihak lainnya agar hubungan hukum yang ada dalam masyarakat dapat
berjalan dengan tertib, sehingga dengan adanya kepastian hukum itulah akan
muncul sebuah keadilan.
Dengan demikian dalam makalah ini
penulis akan menjelaskan bagaimana proses pendaftaran perkara perdata dan poses
pesiapan siding serta unsur-unsur yang termasuk di dalamnya hingga putusan
hasil persidangan.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
proses pendaftaran perkara dan cara pelaksanaannya dalam perdata ?
2.
Bagaimana
proses persiapan persidangan perdata?
C.
Tujuan
Masalah
Tujuan dari batasan permasalahan
diatas yaitu untuk mengetahui bagaimana tatacara pendaftaran perkara, hingga
proses persiapan persidangan dalam ruang lingkup hukum acara perdata.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PROSEDUR
ATAU PROSES PENDAFTARAN PERKARA PERDATA
Persengketaan perdata adalah persengkataan yang dapat terjadi pada
perseorangan atau badan hukum. Sebelum menempuh penyelesaian melalui jalur
hukum, disarankan untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi melalui proses
musyawarah/mediasi, baik melalui mekanisme adat, lembaga keagamaan, atau
lembaga mediasi. Bila ternyata mediasi tidak dapat menyelesaikan sengketa yang
ada, barulah penyelesaian sengketa dapat melalui pengadilan. Berikut adalah
hal-hal dasar yang harus diketahui mengenai proses peradilan perdata di
pengadilan:
1.
Pendaftaran
Gugatan
Jika surat gugatan telah dibuat dan telah memenuhi syarat formal
(Lihat pasal 121 ayat (4) HIR, 145 Rbg, Zegelverordening 1921), maka surat
gugatan tersebut haruslah didaftarkan ke panitera pengadilan di wilayah pengadilan
yang ingin dituju untuk mendapatkan nomor perkara dan oleh panitera kemudian
akan diajukan kepada ketua pengadilan negeri.
Disarankan bagi anda yang masih awam dengan hukum untuk
mengkonsultasikan terlebih dahulu surat gugatan anda kepada ahli hukum sebelum
didaftarkan. Hal tersebut sangat berguna untuk efisiensi waktu dan biaya
penyelesaian perkara. Karena apabila surat gugatan anda lemah dan tidak
memenuhi syarat, maka lawan anda dapat mengajukan eksepsi. Dan bila ternyata
eksepsi tersebut diterima, maka kemungkinan besar perkara anda akan dinyatakan
“Niet Onvakelijkverklaard” (tidak dapat diterima) oleh majelis Hakim, yang
dapat menyebabkan waktu dan biaya anda akan terbuang percuma karena harus
mengajukan gugatan baru lagi.
2.
Pengajuan
Gugatan
Langkah selanjutnya adalah mengajukan gugatan di tempat yang tepat.[1]
Untuk menentukan pengadilan yang tepat untuk mengadili perkara yang diajukan,
maka haruslah berdasarkan kompetensi absolute dan kompetensi relative yang ada
sehingga perkara perdata tersebut dapat segera cepat ditangani. Bila salah
mengajukan gugatan maka dapat menyebabkan gugatan “Niet
Onvakelijkverklaard” (tidak dapat diterima) oleh pengadilan.
B.
PELAKSANAAN
PENDAFTARAN GUGATAN
a)
Permohonan
Tingkat Pertama[2]
1.
Penggugat
atau melalui kuasa Hukumnya mengajukan Gugatan/permohonan yang diajuka kepada
ketua pengadilan negeri dibagian perdata, dengan beberapa kelengkapa/syarat
yang harus dipenuhi :
· Surat permohonan /Gugatan
· Surat Kuasa yang sudah dilegalisir (apabila menggunakan kuassa
Hukum)
2.
Penggugat/Kuasa
membayar panjar biaya gugatan dengan menyetorkan uang panjar perkara melalui
Bank yang ditunjuk oleh pengadilan
3.
Memberikan
bukti transfer serta menyimpan salinannya untuk arsip
4.
Menerima
tanda bukti penerimaan surat gugatan/permohonan
5.
Menunggu
surat panggilan sidang dari pengadilan Negeri yang disiapkan oleh juru
sita/juru sita pengganti
6.
Menghadiri
sidang sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan
b)
Permohonan
Tingkat Banding
1.
Permohonan
atau melalui kuasa Hukumnya mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri
dibagian perdata, dengan beberapa kelengkapan/surat yang harus dipenuhi :
·
Surat
permohonan Banding
·
Surat
kuasa yang sudah dilegalisir (apabila menggunakan Advokat)
·
Memori
Banding (jika dianggap perlu)
2.
Pemohon/Kuasanya
membayar panjar biaya permohonan banding dengan menyetorkan uang panjar perkara
melalui Bank yang ditunjuk oleh Pengadilan
3.
Meberikan
bukti transfer serta menyimpan salinannya untuk arsip
4.
Menerima
tanda bukti penerimaan surat Permohonan
5.
Menunggu
surat pemberitahuan pemriksaan berkas (Inzage), pemohon diberikan waktu 14 hari
untuk datang ke Pengadilan Negeri setempat untuk mempelajari berkas
6.
Memberi
surat pemberintahuan kontra memori Banding dan salinan kontra Memori Banding
7.
Menunggu
kutipan putusan dari Pengadilan Tinggi yang akan disampaikan oleh juru sita/jurusita
pengganti
c)
Permohonan
Tingkat Kasasi
1.
Pemohon
atau melalui Kuasa Hukumnya mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri di
bagian perdata, dengan beberapa kelengkapan/syarat yang harus dipenuhi :
·
Surat
Permohonan Kasasi
·
Surat
kuasa yang sudah dilegalisir (apabila menggunakan Advokad)
·
Memori
Kasasi
2.
Pemohon/kuasanya
mmbayar biaya pajar permohonan Kasasi dengan menyetorkan uang panjar perkara
melalui Bank yag ditunjuk oleh Pengadilan
3.
Memberikan
bukti transfer serta menyimpan salinannya untuk arsip
4.
Menerima
tanda bukti penerimaaan surat Permohonan
5.
menunggu
surat pembberitahuan pemeriksaan berkas (Inzage), pemohon diberikan waktu 14
hari untuk datang ke pengadilan Negeri setempat untuk mempelajari berkas
6.
menunggu
surat pemberitahuan kontra memori Kasasi dan salinan kontra memori Kasasi
7.
menunggu
kutipan putusan dari Mahkamah Agung yang akan disampaikan oleh juru sita/jurusita
pengganti
C.
PROSES
PERSIAPAN SIDANG PERDATA
1.
Persiapan
Sidang[3]
Dengan surat penetapan, Hakim yang menangani perkara anda akan
menentukan hari sidang dan melalui juru sita akan memanggil para pihak agar
menghadap ke pengadilan pada hari yang telah ditetapkan.
Apabila Penggugat tidak hadir pada persidangan pertama maka
Penggugat dianggap menggugurkan gugatan yang telah dibuat. Dan apabila Tergugat
yang tidak hadir pada persidangan, setelah terlebih dahulu dipanggil tiga
kali oleh juru sita, maka gugatan Penggugat dapat dikabulkan dengan putusan
verstek.
2.
Persidangan
Susunan persidangan perdata yang lazim adalah sebagai berikut :[4]
a)
Sidang
Pertama
Pada sidang pertama Hakim akan membuka persidangan dengan
menanyakan identitas para pihak, kemudian mengusahakan dan menghimbau para
pihak untuk melakukan mediasi/perdamaian. Bila mediasi tidak tercapai maka
persidangan akan dilanjutkan ke tahap berikutnya. Namun bila mediasi tercapai
maka akan dibuat akta perdamaian dan persidangan selesai.
b)
Sidang
Kedua
Pada sidang kedua agendanya adalah penyerahan jawaban dari pihak
Tergugat atas gugatan dari pihak Penggugat. Jawaban dibuat rangkap 3 (tiga)
untuk Penggugat, Hakim, dan arsip Tergugat sendiri.
c)
Sidang
Ketiga
Agenda sidang ketiga adalah penyerahan Replik. Replik adalah
tanggapan Penggugat terhadap jawaban dari Tergugat.
d)
Sidang
Keempat
Agenda sidang keempat adalah penyerahan Duplik. Duplik adalah
tanggapan Penggugat terhadap Replik.
e)
Sidang
Kelima
Agenda sidang kelima adalah acara pembuktian oleh pihak Penggugat
terhadap dalil-dalil (posita) yang telah ia kemukakan sebelumnya untuk
menguatkan gugatanya.
f)
Sidang
Keenam
Agenda sidang keenam adalah acara pembuktian oleh pihak Tergugat
untuk menguatkan jawabanya.
g)
Sidang
Ketujuh
Agenda sidang ketujuh adalah penyerahan kesimpulan oleh para pihak
sebagai langkah akhir untuk menguatkan dalil masing-masing sebelum hakim
menjatuhkan putusan.
h)
Sidang
Kedelapan
Agenda sidang kedelapan adalah putusan Hakim.
3.
Eksekusi
Eksekusi adalah
pelaksanaan putusan hakim dalam sengketa perdata. Setelah Hakim
membacakan putusan dan membagikannya kepada para pihak, maka saat itu jugalah
putusan tersebut berlaku dan dapat dilaksanakan eksekusi.
Terdapat 3 (tiga) jenis pelaksanaan putusan eksekusi :
1)
Eksekusi
untuk membayar sejumlah uang (Lihat pasal 196 HIR dan pasal 208Rbg)
2)
Eksekusi
untuk melakukan suatu perbuatan (Lihat pasal 225 HIR dan pasal 259 Rbg)
3)
Eksekusi
Riil (Lihat pasal 1033 Rv)
4.
Upaya
Hukum[5]
Apabila saat menerima putusan terdapat salah satu pihak yang merasa
tidak puas terhadap hasil putusan yang ada, maka pihak tersebut dapat melakukan
upaya hukum. Terdapat 4 (empat) upaya hukum, yaitu :
Ø Banding
1.
Masalah
banding mula-mula diatur dalam ps 188 s/d 294 HIR. Tetapi dengan adanya ps 3 jo
5 UUDar 1/1951, pasal-pasal tersebut tidak berlaku adalah UU No.0/1947 untuk
Jawa Madura dan ps 199 s/d 205 Rbg untuk daerah luar Jawa dan Madura.
2.
Bagi
para pihak yang tidak puas dengan
putusan Hakim dapat mengajukan banding. Lazimnya yang mengajukann
banding adalah pihak yang diputus kalah.
3.
Dalam
perkara bbanding timul istilah pembanding bagi yang mengajukan banding
sedangkan lawannya dinamakan terbanding. Pernyataan banding ini harus dilakukan
dalam jangka waktu 14 hari terhitung mulai sehari sesudah tanggal putusan
hakim. (Pasal 7 UU No. 20/1947, 199 Rbg)
4.
Pihak
yang mengajukan banding (Pembanding) harus mengajukan memori banding yang
kemudian ditanggapi oleh pihak lawan (Terbanding) dengan mengirimkan kontra
memori banding (contoh terlampir). Pengiriman memori banding dan kontra memori
banding yang ditujukan kepada ketua pengadilan Tinggi dikirimkan lewat
pengadilan negeri yang dulu memutuskan perkara yang bersangkutan.
5.
Perlu
diketahuai pula, bahwa dalam memori dan kontra memori banding disebutkan
kedudukan para pihak sewaktu berperkara di Pengadilan Negeri misalnya pihak
Penggugat yang mengajukan banding.
6.
Dengan
adanya perkara banding tersebut, Pengadilan Tinggi mengadakan sidang yang
dilakukan oleh majelis hakim.
7.
Hasil
sidang banding tersebut merupakan putusan Pengadilan Tinggi yang contohnya
dapat dilihat dari contoh terlampir Putusan Pengadilan banding dapat berupa :
a.
Memperkuat
putusan Pengadilan negeri
b.
Membatalkan
c.
Menjatuhkannya
putusannya sendiri.
Ø Kasasi
1.
Kasasi
adalah pembatalan oleh Mahkamah Agung atas putusan pengadilan tingkat tertinggi
hakim yang tidak atas pertentangan dengan hukum yang berlaku dengan dilakukan
oleh Mahkamah Agung.
2.
Pemriksaan
kasasi meliputi seluruh putusan hakim yang mengenai hukum, baik yang meliputi
bagian dari pada putusan yang merugikan dan menguntungkan pemohon kasasi. Jadi
pada tingkat kasasi tidak dilakukan pemriksaan ulang mengenai duduk perkara
atau penskorannya., dan karenanya pemriksaan tingkat kasasi tidak dianggap
sebagai pemriksaan tingkat ke 3 (tiga).
3.
Dari
ha-hal tersebut, jelaslah seperti apa yang dikatakan Prof. Subekti dalam
bukunya Hukum Acara Perdata, BPHN 1977,
bahwa ugas pengadilan kassasi adalah menguji (meneliti) putusan
pengadilan-pengadilan bawahan tersebut. Dasar daripada pembatalan suatu
putusan adalah “pelanggaran hukum” yang
dilakukan oleh Pengadilan yang bersangkutan.
4.
Putusan
dan penetapan pengadilan yang lebih rendah yang dapat dibatalkan leh putusan
kasasi Mahkamah Agung adalah :
a.
Karena
lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan
yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya perbuatan yang bersangkutan,
misalnya apabila suatu putusan yang dijatuhkan dan surat putusannya tidak
dimulai dengan kalimat-kalimat “Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa”.
b.
Karena
melampaui batas wewenangnya apabila yang dilanggar wewenang pengadilan hukum
secara absolute.
c.
Karena
salah menerapkann atau karena melanggar peaturan-peraturan hukum yang berlaku.
Hal ini yang sering terjadi di dalam praktik. Pengertian “salah menerapkan
Hukum” banyak terjadi karena perkembangan hukum sedangkan buku-buku terutama
buku jurisprudensi masih jarang diterbitkan.
5.
Sebagai
gambaran yang jelas mengenai yang dimaksud dengan pengertian-pengertian putusan
yang bertentangan dengan hukum adalah :
a.
Apabila
peraturan hukum tidak dilaksanakan atau ada kesalahan pada pelaksanaannya.
b.
Apabila
tidak dilaksanakan cara melakukan peradilan yang harus diturut menurut UU (ps
18 UU MA yang sudah tidak belaku).
6.
Selanjutnya
menurut ps 50 UU No. 13 Tahun 1965 menyebutkan bahwa :
a.
Permohonan
kasasi oleh pihak yang bersangkutan atau oleh pihak ketiga yang dirugikan hanya
dapat diterima apabila upaya-upaya hukum biasa yang dapat dipergunakan telah
dipergunakan.
b.
Permohonan
kasasi demi kepentinggan hukum diajukan ke Mahkamah Agung sekalipun ada upaya
hukum iasa, tetapi tidak dipergunakan.
7.
Tenggang
waktu pengajuan permohonan kasasi adalah 3 minggu bagi daerah jawa dan Madura dan
6 Minggu bagi daerah luar Jawa dan Madura.
8.
Mengenai
permohonan pencabutan kembali kasasi adalah berbeda dengan pada pembuktian
banding. Dalam pemriksaan banding dapat sewaktu-waktu dicabut kembali selama
perkara belum diputus oleh pengadilan
Tinggi, sedangkan pencabutan permohonan kasasi hanya diperkenankan untuk
dicabut, apabila berkas tersebut masih ada pada Pengadilan Negeri yang
bersangkutan.
9.
Berbeda
dengan dalam tingkat pemeriksaan banding, maka permohonan kasasi mutlak
disertai memori kasasi. Ini merupakan syarat mutlak, sedangkan pihak lawan
apabila mau dapat mengajukan kontra kasasi. Tenggang waktu dimasukkannya memori
kasasi adalah 14 hari terhitung mulai hari diterimanya permohonan kasasi.
Mengenai memori dan urutan memori kasas dapat diikuti dari contoh terlampir.
Ø Peninjauan kembali (PK)
1.
Peninjauan
kembali menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, SH, merupakan upaya hukum
terhadap putusan tingkat terakhir dan putusa yang dijatuhkan di luar hadir
Tergugat (verstek) dan tidak lagi terbuka kemungkinan untuk mengajukan
perlawanan.
2.
Istilah
peninjauan kembali ini kita jumpai dalam UU No. 14 Tahun 1970 dan dalam Rv
disebut request civil (ps 385-401).
3.
Peninjauan
kembali dapat diatur dalam UU No. 14 Tahun 1985 ps 66 s/d 77.
4.
Permohonan
peninjauan kembali dapat diajukan secara lisan maupun tertulis (ps 71) oleh
para pihak sendiri (ps 68 ayat 1) kepada Mahkam Agung melalui Ketua Pengadilan
yang memutuskan perkara dalam tingkat pertama (ps 70).
5.
Permohonan
penijauan kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan
pengadilan dan dapat dicabut selama belum diputus serta hanya dapat diajukan
hanya sekali saja (ps 66).
6.
Yang
berhak mengajukan peninjauan kembai adalah pihak yang berperkara, pihak yang
berkepentingan misalnya pihak yang kalah perkaranya atau ahli warisnya atau
seorang wakilnya yang dikuasakan secara khusus. (ps 3 Perma No. 1 thn 1980 yang
disempurnakan).
7.
Berdasarkan
ps 67 alasan-alasan Peninjauan Kembali adalah :
a.
Apabila
putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang
diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang
kemudian oleh Hakim pidana dinyatakan palsu.
b.
Apabila
setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan
yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan.
c.
Apabila
telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih daripada yang
dituntut.
d.
Apabila
mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan
sebab-sebabnya.
e.
Apabila
antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh
Pengadilan yang sama atau sama tingkatannya telah diberikan putusan yang
bertentangan satu dengan yang lain.
f.
Apabila
dalam suatu putusan terdapat suatu kehilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang
nyata.
Ternyata bahwa alasan-alasan tersebut diatas sama dengan yang
tersebut dalam PerMA 1/1982.
MA dengan putusannya tanggal 2 Oktober 1984 telah mengabulkan
permohonan Peninjauan Kembali berdasarkan adanya novum (surat bukti baru) dan
membatalkan putusan MA yang dimohonkan Peninjauan Kembali.
Ø Perlawanan Pihak Ketiga[6]
Derdenverzet atau perlawanan pihak ke tiga dapat diajukan apabila
putusan merugikan piha ke tiga tersebut (Rv ps 378).
Perlawanan itu diajukan kepada hakim yang memutuskan perkara dengan
menggugat para pihak yang bersangkutan (Rv 379).
Apabila perlawanan dikabulkan maka putusan yang dilawan diperbaiki
sepanjang merugikan pihak ketiga (Rv 382).
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Bersdasarkan rumusan masalah yang dibatasi diatas dapatlan didapat
sebuah konklusi sebagai berikut:
1.
Langkah
pertama yang mesti dilakukan dalam hal prosedur pendaftaran perkara perdata
yakni diantaranya :
Ø Membuat surat pendaftaran gugatan yang sudah dikonsultasikan kepada
ahli Hukum yang bersangkutan
Ø Mengajukan surat pengajuan gugatan yang selanjutkan diperiksa oleh
ketua majelis serta tidak mengenyampingkan cara-cara pelaksanaan permohonan
2.
Selanjutnya
melakukan penentuan persiapan persidangan yang disampaikan melalui juru sita
dalam proses susunan persidangan perdata yang lazim yang mencakup diantaranya :
Ø Persiapan sidang
Ø Persidangan
Ø Eksekusi dan
Ø Upaya Hukum
a.
Banding
b.
Kasasi
c.
Peninjauan
Kembali (PK)
d.
Perlawanan
pihak ketiga (Derdenverzet)
DAFTAR PUSTAKA
Nur
Rasaid, Hukum Acara Perdata, 2003, Sinar Grafika : Jakarta, cet. III
Suoroso,
Tata cara dan proses Persidangan,1994, Sinar Grafika : Jakarta, cet. I
[1]
Nur Rasaid, Hukum Acara Perdata, 2003, Sinar Grafika : Jakarta, cet. III
[2]
Suoroso, Tata cara dan proses Persidangan,1994, Sinar Grafika : Jakarta,
cet. I
[3]
Ibid, hal. 39
[4]
Nur Rasaid, Hukum Acara Perdata, 2003, Sinar Grafika : Jakarta, cet.
III, hal. 34
[5]
Ibid, hal. 89
[6] Suoroso, Tata cara dan proses
Persidangan,1994, Sinar Grafika : Jakarta, cet. I, hal 94
____________________________
#makalah_prodi_perbandingan mazhab dan hukum_angkatan2012-2016_syariahdanhukum_UIN_Raden_fatah_palembang