Monday, 19 December 2016

Adakah zakat profesi dizaman Rasulullah? Bagaimana kaitannya dengan zaman sekarang?


Image result for zakat profesi
Zakat Profesi
#souce: http://ibnuzaidan.blogspot.co.id
Pertanyaan
Selama ini makin berkembang metode pencarian penghasilan, sebagaimana setiap orang mempunyai profesi. Lalu, adakah zakat profesi dizaman Rasulullah? Bagaimana kaitannya dengan zaman sekarang?
Jawaban
Zakat profesi memang tidak dikenal pada zaman Rasulullah Saw., bahkan hingga masa berikutnya selama ratusan tahun. Begitu juga dalam kitab-kitab fiqh yang menjadi rujukan umat, tidak mencantumkan masalah zakat profesi.
Wacana zakat profesi merupakan ijtihad ulama dimasa kini yang berangkat dari ijtihad dengan alasan dan dasar yang cukup kuat. Salah satunya adalah rasa keadilan, seperti seorang dokter spesialis dalam waktu 25 menit diruang operasi ada jasa dokter sebesar Rp. 1000.000., sementara petani untuk mendapatkan Rp. 2000.000., selama 3 bulan mendapat kewajiban zakat. Bukankah Islam adalah agama yang menjunjung tinggi keadilan? Harus diingat, meskipun pada zaman Rasulullah Saw. telah ada beragam profesi, tetapi kondisinya berbeda dengan zaman sekarang dari segi penghasilan. Dizaman itu, penghasilan yang cukup besar dan dapat membuat seseorang menjadi kaya berbeda dengan zaman sekarang. Diantaranya adalah berdagang, bertani dan berternak. Sebaliknya, dizaman sekarang ini berdagang tidak otomatis membuat pelakunya menjadi kaya, sebagaimana juga bertani dan berternak. Bahkan, umumnya petani dan peternak di negeri kita ini termasuk kelompok orang miskin yang hidupnya serba kekurangan.
Sebaliknya, profesi-profesi tertentu yang dahulu sudah ada, tetapi dari sisi pemasukan bukanlah kerja yang mendatangkan materi besar. Namun, dizaman sekarang ini terjadi perubahan, justru profesi-profesi inilah yang mendatangkan sejumlah besar harta dalam waktu yang singkat. Misalnya, dokter spesialis, arsitek, programmer komputer, dan pengacara. Nilainya bisa ratusan kali lipat dari petani dan peternak miskin didesa-desa. Perubahan sosial inilah yang mendasar ijtihad para ulama sekarang untuk melihad kembali cara pandang kita dalam menentukan, siapakah orang kaya dan siapakah orang miskin.
Pada intinya bahwa zakat adalah mengumpulkan harta orang kaya, untuk diberikan kepada orang miskin. Dizaman dahulu, orang kaya identik dengan pedagang, petani, dan peternak. Akan tetapi, dizaman sekarang ini, orang kaya adalah professional yang beragaji besar. Zaman sudah berubah, tetapi prinsip zakat tidak berubah. Yang berubah adalah realitas dimasyarakat. Jadi, intinya orang kaya menyisihkan uangnya untuk orang miskin dan itu adalah intisari dari zakat.
Oleh karena itu, jika para ulama terdahulu menyaksikan realitas sosial dihari ini, mereka pasti yang terlebih dahulu menambahkan bab zakat profesi dalam kitab-kitab mereka.
Meskipun zaman makin berubah sehingga ketentuan zakat berubah, ada prinsip yang tidak berubah, yaitu kewajiban orang kaya menyisahkan harta untuk orang miskin, wajib adanya amil zakat dalam penyelenggaraan zakat, ketentuan nishab dan haul, serta seterusnya. Semua itu adalah aturan “baku” yang didukung oleh nash yang kuat. Meskipun demikian, yang menentukan siapakah orang kaya dan dari kelompok mana saja harus melihat realitas masyarakat. Ketika ijtihad zakat profesi digariskan, para ulama pun tidak semata-mata mengarang dan membuat-buat aturan sendiri. Mereka pun menggunakan metodologi fiqh yang baku dengan beragam qiyas atau zakat yang sudah ditentukan sebelumnya.
Adanya perkembangan ijtihad harus disyukuri karena dengan demikian agama ini tidak menjadi berhenti dan mati. Apalagi metodologi ijtihad itu sudah ada sejak masa Rasulullah Saw. dan telah menunjukkan berbagai prestasinya dalam dunia Islam selama ini. Yang paling penting adalah metode ijtihad itu terjamin dari hawa nafsu atau bid’ah yang mengada-ada.
Pada hakikatnya kitab-kitab fiqh karya para ulama besar yang telah mengodifikasi hukum-hukum Islam dari Al-Qur’an dan hadits adalah hasil ijtihad yang gemilang yang menghiasi peradaban Islam sepanjang sejarah. Semua aturan ibadah, mulai dari wudhu’, shalat, puasa, haji, dan zakat yang kita pelajari tidak lain adalah ijtihad para ulama dalam memahami Al-Qur’an dan hadits.

Source:
Al-FurqonHasbi, 125 Masalah Zakat, (Solo: TigaSerangkai, 2008)
Dan Berbagai Sumber …        
loading...