Zakat Profesi #souce: http://ibnuzaidan.blogspot.co.id |
Pertanyaan
Jika
zakat profesi merupakan ijtihad para fuqoha, apa sumber hukumnya?
Jawaban
Zakat profesi sebagai sebuah paket pembahasan khusus masalah fiqh.
Paling tidak, didalam kitab-kitab fiqh klasik yang menjadikan rujukan umat ini,
zakat profesi tidak tercantum. Wacana zakat profesi merupakan ijtihad pada
ulama dimasa kini yang tampaknya berangkat dari ijtihad yang cukup memiliki
alasan dan dasar yang juga cukup kuat.
Dalam masalah ketentuan harta yang wajib dizakati, memang ada
perbedaan cara pandang dikalangan ulama. Ada kalangan yang mendukung adanya
zakat profesi dan sebagian lagi berkeyakinan tidak ada zakat profesi.
a. Argumen
penentang zakat profesi
Orang-orang yang berkeyakinan tidak adanya zakat profesi
mendasarkan bahwa masalah zakat sepenuhnya masalah ubudiah sehingga segala
macam bentuk aturan dan ketentuannya boleh dilakukan jika ada petunjuk yang
jelas dan tegas atau contoh langsung dari Rasulullah Saw., tidak perlu
dibuat-buat dengan mengadakan zakat profesi.
Mereka yang berpendapat seperti itu, antara lain fuqaha kalangan
Zahiri, seperti Ibnu Hazm dan jumhur ulama, kecuali mazhab Hanafiyah yang
memberikan keluasan dalam kriteria harta yang wajib dizakati.
Pada umumnya ulama Hijaz (Arab Saudi) menolak keberadaan zakat
profesi. Bahkan, ulama modern, seperti Dr. Wahbah Az-Zuhaili dari syiria,
penulis kitab Al-Fiqhul Islamy wa Adillatuhu, belum bisa menerima
keberadaan zakat profesi. Hal ini disebabkan zakat profesi tidak pernah dibahas
oleh para ulama salaf sebelum ini. Umumnya kita fiqh klasik memang tidak
mencantumkan adanya zakat profesi. Apalagi dizaman Rasulullah Saw. dan Salafus
Shaleh sudah ada profesi-profesi tertentu yang mendatangkan nafkah dalam bentuk
gaji atau honor. Namun, tidak ada keterangan sama sekali tentang adanya
ketentuan zakat gaji atau profesi. Argumentasi mereka, bagaimana mungkin
sekarang dibuat-buat zakat profesi, padahal zaman Nabi Muhammad Saw. tidak ada?
b. Argumen
pendukung zakat profesi
Para pendukung zakat profesi tidak kalah kuatnya dalam berhujjah. Misalnya,
mereka menjawab bahwa profesi dimasa lalu memang telah ada, tetapi kondisi
sosialnya berbeda dengan harini.
Menurut mereka, yang menjadi acuan dasarnya adalah kekayaan
seseorang. Mereka menganalisis bahwa orang-orang yang kaya dan memiliki harta
saat itu masih terbatas seputar para pedagang, petani, dan peternak. Sedangkan,
dizaman sekarang sangat berbeda, tidak semua pedagang itu kaya, bahkan umumnya
peternak dan petani dinegeri ini malah hidup dalam kemiskinan. Sebaliknya,
profesi orang-orang yang dahulu tidak menghasilkan sesuatu yang berarti, kini
menjadi profesi yang membuat mereka menjadi kaya dengan harta yang berlimpa. Penghasilan
mereka jauh melebihi para pedagang, petani, dan peternak. Padahal, secara
teknis pekerjaan mereka jauh lebih simple dan lebih ringan daripada ketingat
para petani dan peternak itu.
Inilah salah satu pemikiran yang mendasari ijtihad para ulama dalam
menetapkan zakat profesi. Intinya, adalah azas keadilan. Namun, tidak keluar
dari maksud zakat itu sendiri yang filosofinya adalah menyisihkan harta orang
kaya untuk orang miskin.
Menurut mereka, yang berubah adalah fenomena sosial di masyarakat,
sedangkan aturan dasar zakatnya tetap sama karena secara umum yang wajib
mengeluarkan zakat adalah orang-orang kaya dan telah memiliki kecukupan. Akan tetapi,
kriteria orang kaya setiap zaman berubah, bisa saja penentuannya berubah sesuai
dengan fenomena sosialnya.
Pada intinya zakat adalah mengumpulkan harta orang kaya untuk
diberikan kepada orang miskin. Dizaman dahulu, orang kaya identik dengan
pedagang, petani, dan peternak. Akan tetapi, dizaman sekarang, orang kaya
adalah para profesional, yang bergaji besar. Zaman sudah berubah, tetapi
prinsip zakat tidak berubah. Yang berubah adalah realitas dimasyarakat. Jadi,
intinya orang kaya menyisihkan uangnya untuk orang miskin dan itu adalah
intisari dari zakat.
Kehidupan manusia telah mengalami banyak perubahan. Dengan menggunakan
pendekatan seperti itu, hanya petani gandum dan kurma yang wajib membayar
zakat, sedangkan petani jagung, palawija, padi dan makanan pokok lainnya tidak
perlu membayar zakat karena contoh yang ada hanya pada kedua tumbuhan itu.
Sementara, disisi lain, ada kalangan yang melakukan ijtihad dan
penyesuaian dengan kondisi yang ada. Misalnya,mengqiyas antara beras dan gandum
sebagai makanan pokok sehingga petani beras pun wajib mengeluarkan zakat. Bahkan,
ada kalangan yang lebih jauh lagi dalam melakukan qiyas sehingga mereka
mewajibkan petani apapun untuk mengeluarkan zakat. Oleh karena itu, petani
cengkeh, mangga, bunga-bungaan, kelapa, atau tumbuhan hiasan pun terkena
kewajiban membayar zakat. Menurut mereka sangat tidak adil jika hanya petani
gandum dan kurma yang wajib zakat, sedangkan mereka yang telah kaya raya karena
menanam jenis tanaman lain yang bisa jadi hasilnya jauh lebih besar tidak
terkena kewajiban zakat. Diantara mereka yang berpendapat seperti ini adalah
Imam Abu Hanifah dan para pengikutnya.
Adapun ide munculnya zakat profesi
kira-kira lahir dari sistem pendekatan fiqh gaya Hanafiyah ini. Mereka menyebutkan
bahwa kewajiban zakat adalah dari segala rezeki yang telah Allah SWT berikan
sehingga membuat pemiliknya berkecukupan atau kaya. Mereka merumuskan sebuah
pos baru yang pada dasarnya tidak melanggar ketentuan Allah SWT atas kewajiban
membayar zakat bagi orang kaya. Orang kaya yang profesional ini mendapat
kewajiban zakat dari profesi yang dimilikinya. Jadi, muncullah hukum zakat
profesi. Meskipun demikian, jika dirunut kebelakang, sebenarnya zakat profesi
ini bukanlah hal yang sama sekali baru karena ada banyak kalangan salaf yang
pernah menyebutkannya dimasa lalu meskipun tidak atau belum populer seperti
dimasa kini. Diantara dalil yang melandasi adanya zakat profesi ialah sebagai
berikut.
a. Keumuman
ayat Al-Qur’an
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَنفِقُواْ مِن طَيِّبَٰتِ …
267. “Hai orang-orang yang beriman,
nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik”… (QS. Al-Baqarah: 267).
Kata “infakkanlah” pada ayat ini merupakan perintah umum
untuk berinfak sunnah atau wajib, termasuk zakat mal bagi yang telah sampai nishab.
Sedangkan, kata “hasil usahamu yang baik-baik” mencakup segala pekerjaan
dan profesi yang menghasilkan uang dan harta lainnya.
b. Keumuman
hadits
Hadits Said bin Abu Burdah dari ayahnya dari kakeknya dari Nabi
Saw. bersabda:
عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ صَدَقَةٌ فَقَالُوْا يَا نَبِيَّ اللهِ فَمَنْ
لَمْ يَجِدْ قَالَ يَعْمَلُ بِيَدِهِ فَيَنْفَعُ نَفْسَهُ وَيَتَصَدَّقُ.
“Setiap orang muslim wajib bersedekah. Mereka
bertanya, “Wahai Nabi Allah, bagaimana bagi orang yang tidak punya?” Beliau
menjawab, “Hendaklah ia bekerja dengan tangannya agar mendapat manfaat bagi
dirinya, lalu bersedekah!”
(HR. Bukhari).
Perintah Rasulullah Saw. kepada setiap muslim yang telah
mendapatkan harta kekayaan dari hasil pekerjaannya bersifat umum. Apapun pekerjaannya
atau profesinya, wajib baginya mengeluarkan sedekah, baik yang wajib maupun
yang sunnah. Jika telah sampai nishab, wajib zakat mal. Dalam hal ini
adalah zakat profesi.
c. Qiyas
Kewajiban zakat uang atau zakat profesi pada saat diterima,
diqiyaskan (dianalogikan) dengan kewajiban zakat pada tanaman dan buah-buahan
pada waktu panen. Dengan demikian, jika kita memungut dari petani sebanyak
sepersepuluh atau seperlima hasil tanaman atau buah-buahan, kita memungut dari
pegawai, dokter, atau pekerja professional lainnya sepersepuluh atau
seperlimanya. Allah Ta’ala menyatukan antara yang diusahakan seseorang muslim
(hasil usaha) dan apa yang dikeluarkan Allah dari tanah (pertanian) dalam satu
ayat.
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَنفِقُواْ مِن طَيِّبَٰتِ
مَا كَسَبۡتُمۡ وَمِمَّآ أَخۡرَجۡنَا لَكُم مِّنَ ٱلۡأَرۡضِۖ وَلَا تَيَمَّمُواْ ٱلۡخَبِيثَ
مِنۡهُ تُنفِقُونَ وَلَسۡتُم بَِٔاخِذِيهِ إِلَّآ أَن تُغۡمِضُواْ فِيهِۚ وَٱعۡلَمُوٓاْ
أَنَّ ٱللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ (267)
267.
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian
dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami
keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk
lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya
melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha
Kaya lagi Maha Terpuji” (QS. Al-Baqarah: 267).
Baca
Juga:::
> Adakah zakat profesi dizaman Rasulullah? Bagaimana kaitannya dengan zaman sekarang?
> Jika zakat profesi merupakan ijtihad para fuqoha, apa sumber hukumnya?
> Berapa nishab mata pencaharian dan profesi?
> Bagaimana menentukan nishab orang yang penghasilannya tidak teratur?
> Jika zakat profesi merupakan ijtihad para fuqoha, apa sumber hukumnya?
> Berapa nishab mata pencaharian dan profesi?
> Bagaimana menentukan nishab orang yang penghasilannya tidak teratur?
Source:
Al-FurqonHasbi,
125 Masalah Zakat, (Solo: TigaSerangkai, 2008)
Dan Berbagai
Sumber …