Wednesday, 21 December 2016

Jika zakat profesi merupakan ijtihad para fuqoha, apa sumber hukumnya?


Image result for zakat profesi
Zakat Profesi
#souce: http://ibnuzaidan.blogspot.co.id
Pertanyaan
Jika zakat profesi merupakan ijtihad para fuqoha, apa sumber hukumnya?
Jawaban
Zakat profesi sebagai sebuah paket pembahasan khusus masalah fiqh. Paling tidak, didalam kitab-kitab fiqh klasik yang menjadikan rujukan umat ini, zakat profesi tidak tercantum. Wacana zakat profesi merupakan ijtihad pada ulama dimasa kini yang tampaknya berangkat dari ijtihad yang cukup memiliki alasan dan dasar yang juga cukup kuat.
Dalam masalah ketentuan harta yang wajib dizakati, memang ada perbedaan cara pandang dikalangan ulama. Ada kalangan yang mendukung adanya zakat profesi dan sebagian lagi berkeyakinan tidak ada zakat profesi.
a.       Argumen penentang zakat profesi
Orang-orang yang berkeyakinan tidak adanya zakat profesi mendasarkan bahwa masalah zakat sepenuhnya masalah ubudiah sehingga segala macam bentuk aturan dan ketentuannya boleh dilakukan jika ada petunjuk yang jelas dan tegas atau contoh langsung dari Rasulullah Saw., tidak perlu dibuat-buat dengan mengadakan zakat profesi.
Mereka yang berpendapat seperti itu, antara lain fuqaha kalangan Zahiri, seperti Ibnu Hazm dan jumhur ulama, kecuali mazhab Hanafiyah yang memberikan keluasan dalam kriteria harta yang wajib dizakati.
Pada umumnya ulama Hijaz (Arab Saudi) menolak keberadaan zakat profesi. Bahkan, ulama modern, seperti Dr. Wahbah Az-Zuhaili dari syiria, penulis kitab Al-Fiqhul Islamy wa Adillatuhu, belum bisa menerima keberadaan zakat profesi. Hal ini disebabkan zakat profesi tidak pernah dibahas oleh para ulama salaf sebelum ini. Umumnya kita fiqh klasik memang tidak mencantumkan adanya zakat profesi. Apalagi dizaman Rasulullah Saw. dan Salafus Shaleh sudah ada profesi-profesi tertentu yang mendatangkan nafkah dalam bentuk gaji atau honor. Namun, tidak ada keterangan sama sekali tentang adanya ketentuan zakat gaji atau profesi. Argumentasi mereka, bagaimana mungkin sekarang dibuat-buat zakat profesi, padahal zaman Nabi Muhammad Saw. tidak ada?
b.      Argumen pendukung zakat profesi
Para pendukung zakat profesi tidak kalah kuatnya dalam berhujjah. Misalnya, mereka menjawab bahwa profesi dimasa lalu memang telah ada, tetapi kondisi sosialnya berbeda dengan harini.
Menurut mereka, yang menjadi acuan dasarnya adalah kekayaan seseorang. Mereka menganalisis bahwa orang-orang yang kaya dan memiliki harta saat itu masih terbatas seputar para pedagang, petani, dan peternak. Sedangkan, dizaman sekarang sangat berbeda, tidak semua pedagang itu kaya, bahkan umumnya peternak dan petani dinegeri ini malah hidup dalam kemiskinan. Sebaliknya, profesi orang-orang yang dahulu tidak menghasilkan sesuatu yang berarti, kini menjadi profesi yang membuat mereka menjadi kaya dengan harta yang berlimpa. Penghasilan mereka jauh melebihi para pedagang, petani, dan peternak. Padahal, secara teknis pekerjaan mereka jauh lebih simple dan lebih ringan daripada ketingat para petani dan peternak itu.
Inilah salah satu pemikiran yang mendasari ijtihad para ulama dalam menetapkan zakat profesi. Intinya, adalah azas keadilan. Namun, tidak keluar dari maksud zakat itu sendiri yang filosofinya adalah menyisihkan harta orang kaya untuk orang miskin.
Menurut mereka, yang berubah adalah fenomena sosial di masyarakat, sedangkan aturan dasar zakatnya tetap sama karena secara umum yang wajib mengeluarkan zakat adalah orang-orang kaya dan telah memiliki kecukupan. Akan tetapi, kriteria orang kaya setiap zaman berubah, bisa saja penentuannya berubah sesuai dengan fenomena sosialnya.
Pada intinya zakat adalah mengumpulkan harta orang kaya untuk diberikan kepada orang miskin. Dizaman dahulu, orang kaya identik dengan pedagang, petani, dan peternak. Akan tetapi, dizaman sekarang, orang kaya adalah para profesional, yang bergaji besar. Zaman sudah berubah, tetapi prinsip zakat tidak berubah. Yang berubah adalah realitas dimasyarakat. Jadi, intinya orang kaya menyisihkan uangnya untuk orang miskin dan itu adalah intisari dari zakat.
Kehidupan manusia telah mengalami banyak perubahan. Dengan menggunakan pendekatan seperti itu, hanya petani gandum dan kurma yang wajib membayar zakat, sedangkan petani jagung, palawija, padi dan makanan pokok lainnya tidak perlu membayar zakat karena contoh yang ada hanya pada kedua tumbuhan itu.
Sementara, disisi lain, ada kalangan yang melakukan ijtihad dan penyesuaian dengan kondisi yang ada. Misalnya,mengqiyas antara beras dan gandum sebagai makanan pokok sehingga petani beras pun wajib mengeluarkan zakat. Bahkan, ada kalangan yang lebih jauh lagi dalam melakukan qiyas sehingga mereka mewajibkan petani apapun untuk mengeluarkan zakat. Oleh karena itu, petani cengkeh, mangga, bunga-bungaan, kelapa, atau tumbuhan hiasan pun terkena kewajiban membayar zakat. Menurut mereka sangat tidak adil jika hanya petani gandum dan kurma yang wajib zakat, sedangkan mereka yang telah kaya raya karena menanam jenis tanaman lain yang bisa jadi hasilnya jauh lebih besar tidak terkena kewajiban zakat. Diantara mereka yang berpendapat seperti ini adalah Imam Abu Hanifah dan para pengikutnya.
Adapun ide munculnya zakat profesi kira-kira lahir dari sistem pendekatan fiqh gaya Hanafiyah ini. Mereka menyebutkan bahwa kewajiban zakat adalah dari segala rezeki yang telah Allah SWT berikan sehingga membuat pemiliknya berkecukupan atau kaya. Mereka merumuskan sebuah pos baru yang pada dasarnya tidak melanggar ketentuan Allah SWT atas kewajiban membayar zakat bagi orang kaya. Orang kaya yang profesional ini mendapat kewajiban zakat dari profesi yang dimilikinya. Jadi, muncullah hukum zakat profesi. Meskipun demikian, jika dirunut kebelakang, sebenarnya zakat profesi ini bukanlah hal yang sama sekali baru karena ada banyak kalangan salaf yang pernah menyebutkannya dimasa lalu meskipun tidak atau belum populer seperti dimasa kini. Diantara dalil yang melandasi adanya zakat profesi ialah sebagai berikut.
a.       Keumuman ayat Al-Qur’an
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَنفِقُواْ مِن طَيِّبَٰتِ
267. “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik”…  (QS. Al-Baqarah: 267).

Kata “infakkanlah” pada ayat ini merupakan perintah umum untuk berinfak sunnah atau wajib, termasuk zakat mal bagi yang telah sampai nishab. Sedangkan, kata “hasil usahamu yang baik-baik” mencakup segala pekerjaan dan profesi yang menghasilkan uang dan harta lainnya.
b.      Keumuman hadits
Hadits Said bin Abu Burdah dari ayahnya dari kakeknya dari Nabi Saw. bersabda:
عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ صَدَقَةٌ فَقَالُوْا يَا نَبِيَّ اللهِ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ قَالَ يَعْمَلُ بِيَدِهِ فَيَنْفَعُ نَفْسَهُ وَيَتَصَدَّقُ.
“Setiap orang muslim wajib bersedekah. Mereka bertanya, “Wahai Nabi Allah, bagaimana bagi orang yang tidak punya?” Beliau menjawab, “Hendaklah ia bekerja dengan tangannya agar mendapat manfaat bagi dirinya, lalu bersedekah!” (HR. Bukhari).

Perintah Rasulullah Saw. kepada setiap muslim yang telah mendapatkan harta kekayaan dari hasil pekerjaannya bersifat umum. Apapun pekerjaannya atau profesinya, wajib baginya mengeluarkan sedekah, baik yang wajib maupun yang sunnah. Jika telah sampai nishab, wajib zakat mal. Dalam hal ini adalah zakat profesi.  
c.       Qiyas
Kewajiban zakat uang atau zakat profesi pada saat diterima, diqiyaskan (dianalogikan) dengan kewajiban zakat pada tanaman dan buah-buahan pada waktu panen. Dengan demikian, jika kita memungut dari petani sebanyak sepersepuluh atau seperlima hasil tanaman atau buah-buahan, kita memungut dari pegawai, dokter, atau pekerja professional lainnya sepersepuluh atau seperlimanya. Allah Ta’ala menyatukan antara yang diusahakan seseorang muslim (hasil usaha) dan apa yang dikeluarkan Allah dari tanah (pertanian) dalam satu ayat.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَنفِقُواْ مِن طَيِّبَٰتِ مَا كَسَبۡتُمۡ وَمِمَّآ أَخۡرَجۡنَا لَكُم مِّنَ ٱلۡأَرۡضِۖ وَلَا تَيَمَّمُواْ ٱلۡخَبِيثَ مِنۡهُ تُنفِقُونَ وَلَسۡتُم بِ‍َٔاخِذِيهِ إِلَّآ أَن تُغۡمِضُواْ فِيهِۚ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ (267)
267. “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji” (QS. Al-Baqarah: 267).

Baca Juga:::
Source:
Al-FurqonHasbi, 125 Masalah Zakat, (Solo: TigaSerangkai, 2008)
Dan Berbagai Sumber …        
loading...