Kepemimpinan |
Islam mewajibkan kepada umatnya untuk berjuang dijalan-Nya
dengan berjamaah atau bershaf-shaf seperti barisan yang tersusun kokoh (QS. 61:
4). Disamping itu Islam juga memerintahkan: “Apabila ada 2 atau 3 orang
diantara kalian pilih seorang menjadi pemimpin.” (Hadits). Seorang yang
dipilih jadi pemimpin tentu saja harus yang terbaik diantara yang ada. Karena apabila
yang dipilih bukan berdasarkan pilihan yang baik diantara yang ada, maka
kerugianlah yang akan diderita jamaah itu, selain tentu saja dianggap
mengkhianati Allah, Rasul-Nya dan orang yang beriman (Hadits).
Adapun jamaah yang dimaksudkan itu adalah sekumpulan orang
yang saling tolong-menolong, saling melindungi untuk mencapai tujuan tertentu.
Allah berfirman,
إِنَّ
ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلَّذِينَ يُقَٰتِلُونَ فِي سَبِيلِهِۦ صَفّٗا كَأَنَّهُم
بُنۡيَٰنٞ مَّرۡصُوصٞ ٤
“Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang berjuang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur
seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (QS.Ash-Shaf: 4).[1]
Pengertian
Kepemimpinan
Kepemimpinan itu adalah suatu aktifitas untuk mempengaruhi orang
lain agar mau bekerja sama menuju satu tujuan tertentu sebagaimana diinginkan
bersama. Maka didalamnya tercakup aktifitas memotifasi dan mengkoordinasikan. Sedangkan
kepemimpinan dalam suatu organisasi mengandung pengertian memotivasi,
berkomunikasi, mengarahkan dan mengkoordinasikan orang lain, sehingga dengan
demikian diharapkan akan diperoleh kekuatan yang sinergi, yaitu sesuatu
kekuatan hasil gabungan dari berbagai unsur kekuatan yang lebih besar bila
dibandingkan kekuatan masing-masing dijumlahkan. Sebagai contoh: ( 2 + 2 > 4
), karena ada efek sinerginya hasilnya akan lebih besar dari 4. Hasil lebih
besar dari 4 itulah yang dikatakan sebagai efek sinergi tadi.
Cara memotivasi terbaik adalah dengan memberikan contoh dan
sikap teladan. Didalam Al-Qur’an, Allah menggambarkan tentang sikap Rasulullah
menjalankan gaya kepemimpinannya dalam memotivasi, Allah berfirman,:
فَبِمَا
رَحۡمَةٖ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمۡۖ وَلَوۡ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلۡقَلۡبِ لَٱنفَضُّواْ
مِنۡ حَوۡلِكَۖ فَٱعۡفُ عَنۡهُمۡ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لَهُمۡ وَشَاوِرۡهُمۡ فِي ٱلۡأَمۡرِۖ
فَإِذَا عَزَمۡتَ فَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُتَوَكِّلِينَ(159) .
“Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi
mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila
kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS. Ali Imran: 159).[2]
Seacara ringkas Allah memotivasi Rasulullah adalah dengan
sikap:
1.
Lemah lembut dalam melakukan pendekatan
2.
Menghindari sikap keras lagi kasar
3.
Memaafkan kesalahan yang dibuat orang
4.
Mendoakan agar orang diampuni Allah
5.
Bermusyawarah dalam setiap urusan mereka
6.
Dalam menjalankan misinya tekadnya kuat, pantang menyerah
7.
Menyerahkan hasilnya kepada Allah (tawakal)
Bahkan dalam rangka menyiapkan misinya sebagai
Rasul, Rasulullah Saw. tidak ragu-ragu memberikan fasilitas yang memang
dibutuhkan oleh setiap orang yang membantunya, Rasulullah bersabda,
“Barangsiapa
diserahi tugas mengurusi suatu pekerjaan untuk kita sedangkan dia tidak punya
rumah maka hendaklah dia mengambil rumah. Seandainya dia tidak punya istri maka
kawinlah. Seandainya dia tidak punya pelayan maka ambilah pelayan melayaninya. Seandainya
dia tidak punya kendaraan maka ambilah kendaraan untuknya. Barangsiapa yang
mengambil lebih daripada itu maka dia telah berkhianat.” (HR. Ahmad dan Turmidzi).
Dengan melihat ketujuh point tadi ternyata memang
tidak mudah untuk memberikan motivasi itu. Mengapa? Karena memang tak mudah
bersikap lemah lembut dan membuang sikap keras lagi kasar yang sudah menjadi
kebiasaan. Siapakah orang yang mampu menjadi pemaaf, bila disakiti orang dan
siapapula orang yang mampu mendoakan orang yang menyakitinya? Siapapula manusia
yang mempunyai azam yang kuat pantang menyerah dalam menjalankan tugasnya? Dan siapapula
manusia yang mampu bersikap tawakal itu? Oleh karena itu haji Agus Salim
menyatakan: “Pemimpin itu menderita.” Walapun dengan fasilitas yang disediakan
sebagaimana disebutkan Rasulullah tadi. Fasilitas itu masih belum seimbang
dengan penderitaan yang dirasakannya, tetapi paling tidak dapat mengurangi. Tetapi
bila memang pemimpin itu tulen maka dia tidak akan merasa menderita, karena dia
menganggap memotivasi itu memang tugas dan kewajibannya sebagai seorang
pemimpin.[3]
Baca
Juga Selanjutnya:
> Kepemimpinan Dalam Islam
> Pengertian Pemimpin dan Syarat-Syarat Jadi Pemimpin
> Hal-Hal Penting Agar Kepemimpinan Berjalan Baik dan Efektif
> Yang Tidak Dapat Menjadi Pemimpin
> Batas-Batas Ketaatan Kepada Pemimpin
> Bolehkah Wanita Jadi Pimpinan Umat (Pemimpin)
> Peringatan untuk Pemimpin dan Memilih Pemimpin
> Kepemimpinan Dalam Islam
> Pengertian Pemimpin dan Syarat-Syarat Jadi Pemimpin
> Hal-Hal Penting Agar Kepemimpinan Berjalan Baik dan Efektif
> Yang Tidak Dapat Menjadi Pemimpin
> Batas-Batas Ketaatan Kepada Pemimpin
> Bolehkah Wanita Jadi Pimpinan Umat (Pemimpin)
> Peringatan untuk Pemimpin dan Memilih Pemimpin