Monday, 26 December 2016

(Perbedaan Zakat dan Pajak) Adakah perbedaan Zakat dan Pajak? Dimanakah letak perbedaannya?

(Perbedaan Zakat dan Pajak)
Image result for pajak dan zakat
Perbedaan Zakat & Pajak
source: http://www.halhalal.com
Pertanyaan
Adakah perbedaan Zakat dan Pajak? Dimanakah letak perbedaannya?
Jawaban
Banyak perbedaan antara zakat dan pajak, dan yang terpenting adalah sebagai berikut.
a.       Dari segi nama dan etikanya.
Perbedaan antara zakat dan pajak sepintas lalu tampak dari etiketnya, baik arti maupun kiasannya. Kata zakat menurut bahasa berarti suci, tumbuh dan berkah. Jika dikatakan zakatin nafs artinya jiwanya bersih. Zakaz zar’u berarti tanaman itu tumbuh. Zakatil-Buq’ah berarti tanah itu berkah.
Syariat Islam memiliki kata “zakat” untuk mengungkapkan arti dari bagian harta yang wajib dikeluarkan untuk fakir miskin dan para mustahiq lainnya. Kata tersebut memiliki gambaran yang indah dalam jiwa, sangat berbeda dengan gambaran dari kata “pajak”. Kata dharibah (pajak) diambil dari kata dharaba, yang berarti hutang, pajak tanah atau upeti, dan sebagainya. Jadi, pajak adalah sesuatu yang harus dibayar atau sesuatu yang menjadi beban. Hal ini termasuk dalam pengertian yang dikatakan Al-Qur’an:
وَضُرِبَتۡ عَلَيۡهِمُ ٱلذِّلَّةُ وَٱلۡمَسۡكَنَةُ
…”Kemudian mereka ditimpa kenistaan dan kemiskinan “ …… (QS. Al-Baqarah: 61).
Inilah yang menyebabkan biasanya orang memandang pajak sebagai paksaan dan beban yang berat. Adapun kata “zakat” dan makna yang terkandung didalamnya, seperti kesucian, pertumbuhan, dan berkah, mengisyaratkan bahwa harta yang tertimbun dan dipergunakan untuk kesenangan darinya serta tidak dikeluarkan hak yang diwajibkan Allah atasnya, akan menjadi harta yang kotor dan najis. Harta tersebut baru akan menjadi suci jika kita zakati karena tujuan zakat untuk menghilangkan segala kotoran, sifat tamak, dan kikir. Zakat juga mengisyaratkan bahwa harta yang tampaknya berkurang menurut penglihatan orang, tetapi sebenarnya ia bertambah, tumbuh, dan bersih dalam pandangan orang yang melihat dengan mata batinnya, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
يَمۡحَقُ ٱللَّهُ ٱلرِّبَوٰاْ وَيُرۡبِي ٱلصَّدَقَٰتِۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ   (276) .
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa” (QS. Al-Baqarah: 276).

 …وَمَآ أَنفَقۡتُم مِّن شَيۡءٖ فَهُوَ يُخۡلِفُهُۥۖ وَهُوَ خَيۡرُ ٱلرَّٰزِقِينَ (39)
“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dialah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya” (QS. Saba’: 39)

Rasulullah Saw. bersabda:
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ.
“Harta tak akan berkurang karena sedekah” (HR. Muslim)
Selain itu, zakat juga mengisyaratkan bahwa kebersihan, pertumbuhan, dan berkah bukan hanya bagi hartanya, melainkan juga orangnya, yaitu pemberi zakat dan yang menerima zakat. Yang memperoleh zakat menjadi suci dari rasa dengki dan rasa benci sehingga kehidupan tumbuh berkembang karena keperluan diri dan keluarganya terpenuhi. Adapun si pemberi zakat menjadi suci dari sifat tamak dan kikir. Dirinya menjadi sudi memberikan pengorbanan dan sedekah sehingga berkahlah dirinya, keluarganya, dan hartanya sesuai dengan firman Allah Ta’ala, “Ambillah zakat dari harta mereka guna membersihkan dan menyucikan mereka…” (QS. At-Taubah: 103)
b.      Mengenai hakikat dan tujuannya.
Diantara segi perbedaan antara zakat dan pajak ialah zakat adalah ibadah yang diwajibkan kepada orang Islam sebagai tanda syukur kepada Allah SWT. Dan mendekatkan diri kepada-Nya. Sedangkan, pajak adalah kewajiban dari Negara semata-mata yang tidak ada hubungannya dengan makna ibadah dan pendekatan diri. Oleh karena itu, penunaian zakat agar diterima oleh Allah disyariatkan adanya niat karena amalan yang tidak disertai niat bukan termasuk dalam ibadah.
أِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ ...
“Sesungguhnya sahnya amal itu dengan niat … (HR. Bukhari)
وَمَآ أُمِرُوٓاْ إِلَّا لِيَعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤۡتُواْ ٱلزَّكَوٰةَۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلۡقَيِّمَةِ ٥
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus” (QS. Al-Bayyinah: 5)

Dengan demikian, zakat dalam fiqh Islam dimasukkan kedalam bab ibadah karena mengikuti jejakAl-Qur’an dan sunnah yang menyebutkan zakat bersama dengan shalat. Dalam Al-Qur’an, zakat disebutkan lebih dari dua puluh kali, baik dalam surat yang diturunkan di Mekkah maupun di Madinah. Adapun dalam sunnah, hamper tidak terhitung banyaknya, seperti dalam hadits Jibril yang masyur bahwa “Islam didirikan diatas lima hal” dan hadits-hadits lain. Shalat dan zakat termasuk rukun Islam yang kelima dan termasuk kedalam empat macam ibadah. Karena zakat merupakan ibadah serta sebagai syiar agama kepada mereka yang bukan Islam. Berbeda dengan pajak yang diwajibkan kepada semua orang sesuai dengan ketentuan wajib bayar.
c.       Mengenai batas nishab dan ketentuannya.
Zakat adalah hak yang ditentukan oleh Allah, sebagai pembuat syariat. Dialah yang menentukan batas nishab bagi setiap macam benda dan membebaskan kewajiban itu terhadap harta yang kurang dari satu nishab. Allah juga memberikan ketentuan atas kewajiban zakat itu dari seperlima, sepersepuluh, separuh, sampai seperempat puluh. Tidak seorang pun boleh mengubah atau mengganti apa yang telah ditentukan oleh syariat. Tidak boleh juga menambah atau mengurangi. Oleh karena itu, kita tidak membenarkan mereka yang berbuat yang semena-mena menyeru untuk menambah ketentuan mengenai kewajiban itu karena adanya perubahan ekonomi dan sosial yang terjadi pada zaman sekarang. Berbeda dengan pajak yang bergantung pada kebijaksanaan dan kekuatan penguasa, baik objek, persentasi, harga, maupun ketentuannya. Bahkan, ditetapkan atau dihapuskannya pajak itu bergantung pada penguasa sesuai dengan kebutuhan.
d.      Mengenai kelestarian dan kelangsungannya.
Zakat adalah kewajiban yang bersifat tetap dan terus-menerus. Ia akan berjalan terus ketika Islam dan kaum muslimin ada dimuka bumi ini. Kewajiban tersebut tidak akan dapat dihapuskan oleh siapapun. Sedangkan, pajak tidak memiliki sifat yang tetap dan terus menerus, baik mengenai macam, persentase, maupun kadarnya. Hal ini disebabkan setiap pemerintah dapat mengurangi atau mengubah atas dasar pertimbangan para cendikiawan, bahkan adanya pajak itu sendiri tidak kekal. Ia akan tetap ada ketika diperlukan dan lenyap jika sudah tidak dibutuhkan lagi.
e.       Mengenai pengeluarannya.
Zakat mempunyasi sasaran khusus yang ditetapkan oleh Allah SWT. Dalam Al-Qur’an dan dijelaskan oleh Rasulullah Saw. dengan perkataan dan perbuatannya. Sasaran itu terang dan jelas. Setiap muslim dapat mengetahuinya dan membagikan zakatnya sendiri jika diperlukan. Sasaran itu adalah kemanusiaan dan keislaman. Adapun pajak dikeluarkan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum Negara, sebagaimana ditetapkan pengaturannya oleh penguasa. Oleh karena itu, anggaran zakat terpisah dari anggaran belanja Negara secara umum. Zakat harus dikeluarkan melalui pos-pos yang telah ditentukan Al-Qur’an sebagai suatu kewajiban dari Allah SWT.
f.       Hubungannya dengan penguasa.
Pajak selalu berhubungan antara wajib pajak dan pemerintah yang berkuasa. Karena pemerintah yang mengadakan pajak, maka pemerintah pula yang memungutnya dan membuat ketentuan wajib pajak. Pemerintah pula yang berwenang untuk mengurangi besar pajak dalam keadaan dan kasus tertentu, bahkan berwenang pula mencabut suatu macam pajak atau semua jika menghendaki. Jika pemerintah membiarkan atau terlambat menarik pajak,wajib pajak tidak diberikan teguran dan tidak dikenakan denda. Adapun zakat, hubungannya adalah antara pezakat dan tuhannya. Allah-lah yang memberinya harta dan mewajibkan pembayaran zakat semata-mata karena mengikuti perintah dan mengharapkan ridha-Nya. Allah juga menerangkan berapa kadar yang harus dikeluarkan bagi pemilik harta itu. Jika tidak ada pemerintah Islam yang dapat menghimpun zakat dari para wajib zakat dan membagikan kepada para mustahiq-nya, orang Islam diperintah untuk membagikan zakatnya sendiri kepada mereka yang berhak. Kewajiban zakat tidak gugur dengan adanya ketiadaan amil zakat, sebagaimana shalat. Seorang muslim wajib mendirikan shalat semampunya, baik dirumah maupun ditempat lain meskipun ditempat itu tidak ada masjid dan imam sebab bagi orang Islam, bumi ini adalah masjid. Oleh karena itu, shalat selamanya tidak boleh ditinggal. Demikian pula halnya dengan zakat.
Seorang muslim wajib membayarkan zakatnya dengan sukarela karena mengharap diterima oleh Allah SWT. Disunnahkan bagi seseorang yang membayarkan zakatnya meminta kepada Allah agar zakatnya diterima, seperti doa berikut ini:
اللَّهمَّ اجْعَلْهَا مَغْنَمًا وَلَا تَجْعَلْهَا مَغْرَمًا.
“Ya Allah, jadikanlah zakatku ini sebagai keuntungan dan janganlah Engkau jadikan sebagai hutang” (HR. Ibnu Majah).

Setiap muslim pasti mengharapkan dapat menunaikan zakat dan mendapat ridha Allah SWT serta tidak ingin menghindari zakat, bahkan akan berusaha membayar zakat dengan sekuat tenaga. Ada juga beberapa muslim yang membayar zakat diatas batas kewajiban zakatnya karena ingin mendapat ridha dan pahala dari Allah SWT. Orang seperti ini banyak ditemui pada masa Rasulullah Saw. dan masa-masa sesudah beliau.
g.      Maksud dan tujuan.
Zakat memiliki tujuan spiritual dan moral yang lebih tinggi daripada pajak. Tujuan yang luhur itu tersirat pada kata “zakat” yang terkandung didalamnya. Tujuan itu itu cukup jelas tegasnya oleh firman Allah mengenai keadaan pemilik harta yang berkewajiban mengeluarkan zakat,
خُذۡ مِنۡ أَمۡوَٰلِهِمۡ صَدَقَةٗ تُطَهِّرُهُمۡ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيۡهِمۡۖ إِنَّ صَلَوٰتَكَ سَكَنٞ لَّهُمۡۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ  (103) .
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS.At-Taubah: 103)

Arti kata “Shalli alaihim” pada ayat tersebut ialah berdoalah buat mereka. Rasulullah Saw. mendoakan orang yang membayar zakat agar diberi berkah buat diri dan hartanya. Doa itu sunnah diucapkan oleh setiap amil zakat bagi si pemberi zakat, sebagaimana dicontohkan Nabi Saw. sebagai ahli fiqh bahwa mengucapkan doa itu wajib karena ayat itu menyuruh Nabi Saw. untuk berdoa. Menurut lahirnya, perintah itu menunjukkan wajib.
Adapun tujuan pajak tidak seperti zakat. Para ahli keuangan berabad-abad lamanya menolak tujuan lain pada pajak, selain untuk mengisi kas Negara (Mazhab Netral Pajak). Setelah adanya kemajuan berpikir dan terjadi perubahan sosial, politik,dan ekonomi,mazhab tersebut menjadi surut (terkalahkan) dan timbullah berbagai pajak sebagai alat untuk mencapai tujuan ekonomi dan sosial tertentu, seperti anjuran untuk derma, menabung, penghematan biaya, barang-barang mewah, atau untuk mengurangi perbedaan si kaya dan si miskin. Tujuan tersebut merupakan tujuan keuangan. Akan tetapi, para perencana perpajakan dan ahli-ahli keuangan pada umumnya serta ahli pikir bidang itu tidak dapat keluar lebih jauh dari jangkauan tujuan materi, seperti tujuan spiritual dan moral yang menjadi tujuan utama zakat.
h.      Asas teori mengenai wajib zakat dan pajak.
Perbedaan yang paling nyata antara zakat dan pajak ialah mengenai dasar tempat berpijak dari kewajiban keduanya. Asas perundang-undangan atau teori wajib pajak didasarkan pada teori yang berbeda-beda. Sedangkan, asas zakat jelas sekali karena yang mewajibkan adalaha Allah SWT.
i.        Zakat adalah ibadah dan pajak sekaligus.
Kita dapat mengatakan demikian karena sebagai pajak, zakat merupakan kewajiban berupa harta yang pengurusannya dilakukan oleh Negara. Negara memintanya secara paksa jika seseorang tidak mau membayar secara sukarela, kemudian hasilnya digunakan untuk membiayai proyek-proyek bagi kepentingan masyarakat.
Mula-mual zakat itu berbentuk ibadah dan syiar agama yang dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Pada waktu menunaikan zakat, ia merasa telah menunaikan satu rukun Islam dan satu cabang iman. Dengan zakat itu, ia merasa telah menolong orang agar menaati perintah Allah. Ditinjauh dari segi ini, membayar zakat berarti membantu ketaatan serta menolak kefasikan dan kekufuran.
Zakat adalah hak Allah yang tidak gugur karena penagihan yang terlambat, kelalaian pihak pemerintah, atau karena lewat tahun. Zakat tidak seperti pajak, ia tetap wajib, baik ditagih oleh pemerintah maupun tidak.
Yang penting ialah ulama kita menyadari dan mengingatkan bahwa mencakup dua arti tersebut, yaitu arti pajak dan zakat meskipun kata zakat itu tidak dikatakan oleh mereka sebagai pajak karena pajak merupakan istilah masa kini. Mereka mengungkapkan pengertian tersebut dengan mengatakan bahwa zakat itu hak fakir pada harta orang kaya. Atau mereka mengungkapkan zakat sebagai tali kasih sayang,yaitu kemanusiaan atau keislaman dan bercampur dengan ibadah.
Dalam buku Ar-Raudh An-Nadhir, yang dikutip dari sebagian ulama ahli tahqiq tentang hakikat dan hikmah zakat disebutkan bahwa Allah mewajibkan zakat kepada harta orang kaya sebagai pertolongan kepada saudaranya yang miskin. Disamping itu, untuk melaksanakan ukhwah Islamiyah, menjalani hubungan mesra, dan untuk melaksanakan perintah Allah agar tolong-menolong dengan harta sebagai celaan Allah terhadap orang kaya, sebagaimana Allah mencoba badan kita dengan ibadah badaniah. Dengan demikian, zakat itu sebagai hubungan kasih sayang. Zakat sebagai ibadah sehingga wajib memakai niat dan tidak boleh dicampur dengan perbuatan maksiat dan sebangsanya. Zakat itu berbentuk hubungan manusiawi sehingga sah diwakilkan dan dipaksa melaksanakannya. Dalam keadaan demikian, imam mewakili berniat bagi pemilik. Begitu pula, zakat diambil dari harta orang mati meskipun tanpa wasiat. Dalam penunaian  zakat ini perlu diperhatikan orang-orang yang lebih memerlukannya sehingga harus bisa memberikan manfaat bagi fakir miskin. Meskipun demikian, wajibnya pengeluaran zakat itu jika sudah mencapai nishab agar tidak memberatkan bagi muzakki. Bahkan, harta yang wajib dizakati adalah harta yang berkembang bukannya yang tidak berkembang, misalnya perdagangan, ternak dan hasil bumi. Inilah maksud zakat sebenarnya.

Baca Juga:::    
Source:
Al-FurqonHasbi, 125 Masalah Zakat, (Solo: TigaSerangkai, 2008)
Dan Berbagai Sumber …         
loading...