(Perbedaan Zakat dan Pajak)
Perbedaan Zakat & Pajak source: http://www.halhalal.com |
Pertanyaan
Adakah perbedaan Zakat dan Pajak?
Dimanakah letak perbedaannya?
Jawaban
Banyak perbedaan antara zakat dan pajak, dan yang terpenting adalah
sebagai berikut.
a. Dari
segi nama dan etikanya.
Perbedaan antara zakat dan pajak
sepintas lalu tampak dari etiketnya, baik arti maupun kiasannya. Kata zakat
menurut bahasa berarti suci, tumbuh dan berkah. Jika dikatakan zakatin nafs
artinya jiwanya bersih. Zakaz zar’u berarti tanaman itu tumbuh. Zakatil-Buq’ah
berarti tanah itu berkah.
Syariat Islam memiliki kata “zakat”
untuk mengungkapkan arti dari bagian harta yang wajib dikeluarkan untuk fakir
miskin dan para mustahiq lainnya. Kata tersebut memiliki gambaran yang
indah dalam jiwa, sangat berbeda dengan gambaran dari kata “pajak”. Kata dharibah
(pajak) diambil dari kata dharaba, yang berarti hutang, pajak tanah atau
upeti, dan sebagainya. Jadi, pajak adalah sesuatu yang harus dibayar atau
sesuatu yang menjadi beban. Hal ini termasuk dalam pengertian yang dikatakan
Al-Qur’an:
وَضُرِبَتۡ
عَلَيۡهِمُ ٱلذِّلَّةُ وَٱلۡمَسۡكَنَةُ …
…”Kemudian mereka ditimpa kenistaan
dan kemiskinan “ ……
(QS. Al-Baqarah: 61).
Inilah yang menyebabkan biasanya
orang memandang pajak sebagai paksaan dan beban yang berat. Adapun kata “zakat”
dan makna yang terkandung didalamnya, seperti kesucian, pertumbuhan, dan
berkah, mengisyaratkan bahwa harta yang tertimbun dan dipergunakan untuk
kesenangan darinya serta tidak dikeluarkan hak yang diwajibkan Allah atasnya,
akan menjadi harta yang kotor dan najis. Harta tersebut baru akan menjadi suci
jika kita zakati karena tujuan zakat untuk menghilangkan segala kotoran, sifat
tamak, dan kikir. Zakat juga mengisyaratkan bahwa harta yang tampaknya
berkurang menurut penglihatan orang, tetapi sebenarnya ia bertambah, tumbuh,
dan bersih dalam pandangan orang yang melihat dengan mata batinnya, sebagaimana
firman Allah Ta’ala:
يَمۡحَقُ
ٱللَّهُ ٱلرِّبَوٰاْ وَيُرۡبِي ٱلصَّدَقَٰتِۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ
كَفَّارٍ أَثِيمٍ (276) .
“Allah
memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang
yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa” (QS. Al-Baqarah: 276).
…وَمَآ
أَنفَقۡتُم مِّن شَيۡءٖ فَهُوَ يُخۡلِفُهُۥۖ وَهُوَ خَيۡرُ ٱلرَّٰزِقِينَ (39) …
“Dan
barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dialah
Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya” (QS. Saba’: 39)
Rasulullah Saw. bersabda:
مَا نَقَصَتْ
صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ.
“Harta tak akan berkurang karena
sedekah”
(HR. Muslim)
Selain itu, zakat juga
mengisyaratkan bahwa kebersihan, pertumbuhan, dan berkah bukan hanya bagi
hartanya, melainkan juga orangnya, yaitu pemberi zakat dan yang menerima zakat.
Yang memperoleh zakat menjadi suci dari rasa dengki dan rasa benci sehingga
kehidupan tumbuh berkembang karena keperluan diri dan keluarganya terpenuhi.
Adapun si pemberi zakat menjadi suci dari sifat tamak dan kikir. Dirinya
menjadi sudi memberikan pengorbanan dan sedekah sehingga berkahlah dirinya,
keluarganya, dan hartanya sesuai dengan firman Allah Ta’ala, “Ambillah zakat
dari harta mereka guna membersihkan dan menyucikan mereka…” (QS. At-Taubah:
103)
b. Mengenai
hakikat dan tujuannya.
Diantara segi perbedaan antara zakat dan pajak ialah zakat adalah
ibadah yang diwajibkan kepada orang Islam sebagai tanda syukur kepada Allah
SWT. Dan mendekatkan diri kepada-Nya. Sedangkan, pajak adalah kewajiban dari
Negara semata-mata yang tidak ada hubungannya dengan makna ibadah dan
pendekatan diri. Oleh karena itu, penunaian zakat agar diterima oleh Allah
disyariatkan adanya niat karena amalan yang tidak disertai niat bukan termasuk
dalam ibadah.
أِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ ...
“Sesungguhnya sahnya amal itu dengan
niat …
(HR. Bukhari)
وَمَآ
أُمِرُوٓاْ إِلَّا لِيَعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ
وَيُقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤۡتُواْ ٱلزَّكَوٰةَۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلۡقَيِّمَةِ
٥
“Padahal
mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan
shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus” (QS. Al-Bayyinah: 5)
Dengan demikian, zakat dalam fiqh Islam dimasukkan kedalam bab
ibadah karena mengikuti jejakAl-Qur’an dan sunnah yang menyebutkan zakat bersama
dengan shalat. Dalam Al-Qur’an, zakat disebutkan lebih dari dua puluh kali,
baik dalam surat yang diturunkan di Mekkah maupun di Madinah. Adapun dalam
sunnah, hamper tidak terhitung banyaknya, seperti dalam hadits Jibril yang
masyur bahwa “Islam didirikan diatas lima hal” dan hadits-hadits lain. Shalat
dan zakat termasuk rukun Islam yang kelima dan termasuk kedalam empat macam
ibadah. Karena zakat merupakan ibadah serta sebagai syiar agama kepada mereka
yang bukan Islam. Berbeda dengan pajak yang diwajibkan kepada semua orang
sesuai dengan ketentuan wajib bayar.
c. Mengenai
batas nishab dan ketentuannya.
Zakat adalah hak yang ditentukan oleh Allah, sebagai pembuat
syariat. Dialah yang menentukan batas nishab bagi setiap macam benda dan
membebaskan kewajiban itu terhadap harta yang kurang dari satu nishab.
Allah juga memberikan ketentuan atas kewajiban zakat itu dari seperlima,
sepersepuluh, separuh, sampai seperempat puluh. Tidak seorang pun boleh
mengubah atau mengganti apa yang telah ditentukan oleh syariat. Tidak boleh
juga menambah atau mengurangi. Oleh karena itu, kita tidak membenarkan mereka
yang berbuat yang semena-mena menyeru untuk menambah ketentuan mengenai
kewajiban itu karena adanya perubahan ekonomi dan sosial yang terjadi pada
zaman sekarang. Berbeda dengan pajak yang bergantung pada kebijaksanaan dan
kekuatan penguasa, baik objek, persentasi, harga, maupun ketentuannya. Bahkan,
ditetapkan atau dihapuskannya pajak itu bergantung pada penguasa sesuai dengan
kebutuhan.
d. Mengenai
kelestarian dan kelangsungannya.
Zakat adalah kewajiban yang bersifat tetap dan terus-menerus. Ia akan
berjalan terus ketika Islam dan kaum muslimin ada dimuka bumi ini. Kewajiban tersebut
tidak akan dapat dihapuskan oleh siapapun. Sedangkan, pajak tidak memiliki
sifat yang tetap dan terus menerus, baik mengenai macam, persentase, maupun
kadarnya. Hal ini disebabkan setiap pemerintah dapat mengurangi atau mengubah
atas dasar pertimbangan para cendikiawan, bahkan adanya pajak itu sendiri tidak
kekal. Ia akan tetap ada ketika diperlukan dan lenyap jika sudah tidak
dibutuhkan lagi.
e. Mengenai
pengeluarannya.
Zakat mempunyasi sasaran khusus yang ditetapkan oleh Allah SWT. Dalam
Al-Qur’an dan dijelaskan oleh Rasulullah Saw. dengan perkataan dan perbuatannya.
Sasaran itu terang dan jelas. Setiap muslim dapat mengetahuinya dan membagikan
zakatnya sendiri jika diperlukan. Sasaran itu adalah kemanusiaan dan keislaman.
Adapun pajak dikeluarkan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum Negara,
sebagaimana ditetapkan pengaturannya oleh penguasa. Oleh karena itu, anggaran
zakat terpisah dari anggaran belanja Negara secara umum. Zakat harus
dikeluarkan melalui pos-pos yang telah ditentukan Al-Qur’an sebagai suatu kewajiban
dari Allah SWT.
f. Hubungannya
dengan penguasa.
Pajak selalu berhubungan antara wajib pajak dan pemerintah yang
berkuasa. Karena pemerintah yang mengadakan pajak, maka pemerintah pula yang
memungutnya dan membuat ketentuan wajib pajak. Pemerintah pula yang berwenang
untuk mengurangi besar pajak dalam keadaan dan kasus tertentu, bahkan berwenang
pula mencabut suatu macam pajak atau semua jika menghendaki. Jika pemerintah
membiarkan atau terlambat menarik pajak,wajib pajak tidak diberikan teguran dan
tidak dikenakan denda. Adapun zakat, hubungannya adalah antara pezakat dan
tuhannya. Allah-lah yang memberinya harta dan mewajibkan pembayaran zakat
semata-mata karena mengikuti perintah dan mengharapkan ridha-Nya. Allah juga
menerangkan berapa kadar yang harus dikeluarkan bagi pemilik harta itu. Jika tidak
ada pemerintah Islam yang dapat menghimpun zakat dari para wajib zakat dan
membagikan kepada para mustahiq-nya, orang Islam diperintah untuk
membagikan zakatnya sendiri kepada mereka yang berhak. Kewajiban zakat tidak
gugur dengan adanya ketiadaan amil zakat, sebagaimana shalat. Seorang muslim
wajib mendirikan shalat semampunya, baik dirumah maupun ditempat lain meskipun
ditempat itu tidak ada masjid dan imam sebab bagi orang Islam, bumi ini adalah
masjid. Oleh karena itu, shalat selamanya tidak boleh ditinggal. Demikian pula
halnya dengan zakat.
Seorang muslim wajib membayarkan zakatnya dengan sukarela karena
mengharap diterima oleh Allah SWT. Disunnahkan bagi seseorang yang membayarkan
zakatnya meminta kepada Allah agar zakatnya diterima, seperti doa berikut ini:
اللَّهمَّ اجْعَلْهَا مَغْنَمًا وَلَا تَجْعَلْهَا مَغْرَمًا.
“Ya
Allah, jadikanlah zakatku ini sebagai keuntungan dan janganlah Engkau jadikan
sebagai hutang”
(HR. Ibnu Majah).
Setiap muslim pasti mengharapkan dapat menunaikan zakat dan
mendapat ridha Allah SWT serta tidak ingin menghindari zakat, bahkan akan
berusaha membayar zakat dengan sekuat tenaga. Ada juga beberapa muslim yang
membayar zakat diatas batas kewajiban zakatnya karena ingin mendapat ridha dan
pahala dari Allah SWT. Orang seperti ini banyak ditemui pada masa Rasulullah
Saw. dan masa-masa sesudah beliau.
g. Maksud
dan tujuan.
Zakat memiliki tujuan spiritual dan moral yang lebih tinggi
daripada pajak. Tujuan yang luhur itu tersirat pada kata “zakat” yang
terkandung didalamnya. Tujuan itu itu cukup jelas tegasnya oleh firman Allah
mengenai keadaan pemilik harta yang berkewajiban mengeluarkan zakat,
خُذۡ
مِنۡ أَمۡوَٰلِهِمۡ صَدَقَةٗ تُطَهِّرُهُمۡ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ
عَلَيۡهِمۡۖ إِنَّ صَلَوٰتَكَ سَكَنٞ لَّهُمۡۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (103)
.
“Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu
(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui”
(QS.At-Taubah: 103)
Arti kata “Shalli alaihim” pada ayat tersebut ialah
berdoalah buat mereka. Rasulullah Saw. mendoakan orang yang membayar zakat agar
diberi berkah buat diri dan hartanya. Doa itu sunnah diucapkan oleh setiap amil
zakat bagi si pemberi zakat, sebagaimana dicontohkan Nabi Saw. sebagai ahli
fiqh bahwa mengucapkan doa itu wajib karena ayat itu menyuruh Nabi Saw. untuk
berdoa. Menurut lahirnya, perintah itu menunjukkan wajib.
Adapun tujuan pajak tidak seperti zakat. Para ahli keuangan
berabad-abad lamanya menolak tujuan lain pada pajak, selain untuk mengisi kas Negara
(Mazhab Netral Pajak). Setelah adanya kemajuan berpikir dan terjadi perubahan
sosial, politik,dan ekonomi,mazhab tersebut menjadi surut (terkalahkan) dan
timbullah berbagai pajak sebagai alat untuk mencapai tujuan ekonomi dan sosial
tertentu, seperti anjuran untuk derma, menabung, penghematan biaya,
barang-barang mewah, atau untuk mengurangi perbedaan si kaya dan si miskin.
Tujuan tersebut merupakan tujuan keuangan. Akan tetapi, para perencana
perpajakan dan ahli-ahli keuangan pada umumnya serta ahli pikir bidang itu
tidak dapat keluar lebih jauh dari jangkauan tujuan materi, seperti tujuan
spiritual dan moral yang menjadi tujuan utama zakat.
h. Asas
teori mengenai wajib zakat dan pajak.
Perbedaan yang paling nyata antara zakat dan pajak ialah mengenai
dasar tempat berpijak dari kewajiban keduanya. Asas perundang-undangan atau
teori wajib pajak didasarkan pada teori yang berbeda-beda. Sedangkan, asas
zakat jelas sekali karena yang mewajibkan adalaha Allah SWT.
i.
Zakat adalah ibadah dan pajak sekaligus.
Kita dapat mengatakan demikian karena sebagai pajak, zakat
merupakan kewajiban berupa harta yang pengurusannya dilakukan oleh Negara. Negara
memintanya secara paksa jika seseorang tidak mau membayar secara sukarela,
kemudian hasilnya digunakan untuk membiayai proyek-proyek bagi kepentingan
masyarakat.
Mula-mual zakat itu berbentuk ibadah dan syiar agama yang dilakukan
untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Pada waktu menunaikan zakat, ia merasa
telah menunaikan satu rukun Islam dan satu cabang iman. Dengan zakat itu, ia
merasa telah menolong orang agar menaati perintah Allah. Ditinjauh dari segi
ini, membayar zakat berarti membantu ketaatan serta menolak kefasikan dan
kekufuran.
Zakat adalah hak Allah yang tidak gugur karena penagihan yang
terlambat, kelalaian pihak pemerintah, atau karena lewat tahun. Zakat tidak
seperti pajak, ia tetap wajib, baik ditagih oleh pemerintah maupun tidak.
Yang penting ialah ulama kita menyadari dan mengingatkan bahwa
mencakup dua arti tersebut, yaitu arti pajak dan zakat meskipun kata zakat itu
tidak dikatakan oleh mereka sebagai pajak karena pajak merupakan istilah masa
kini. Mereka mengungkapkan pengertian tersebut dengan mengatakan bahwa zakat
itu hak fakir pada harta orang kaya. Atau mereka mengungkapkan zakat sebagai
tali kasih sayang,yaitu kemanusiaan atau keislaman dan bercampur dengan ibadah.
Dalam buku Ar-Raudh An-Nadhir, yang dikutip dari sebagian
ulama ahli tahqiq tentang hakikat dan hikmah zakat disebutkan bahwa
Allah mewajibkan zakat kepada harta orang kaya sebagai pertolongan kepada
saudaranya yang miskin. Disamping itu, untuk melaksanakan ukhwah Islamiyah,
menjalani hubungan mesra, dan untuk melaksanakan perintah Allah agar
tolong-menolong dengan harta sebagai celaan Allah terhadap orang kaya,
sebagaimana Allah mencoba badan kita dengan ibadah badaniah. Dengan demikian,
zakat itu sebagai hubungan kasih sayang. Zakat sebagai ibadah sehingga wajib
memakai niat dan tidak boleh dicampur dengan perbuatan maksiat dan sebangsanya.
Zakat itu berbentuk hubungan manusiawi sehingga sah diwakilkan dan dipaksa
melaksanakannya. Dalam keadaan demikian, imam mewakili berniat bagi pemilik. Begitu
pula, zakat diambil dari harta orang mati meskipun tanpa wasiat. Dalam penunaian zakat ini perlu diperhatikan orang-orang yang
lebih memerlukannya sehingga harus bisa memberikan manfaat bagi fakir miskin. Meskipun
demikian, wajibnya pengeluaran zakat itu jika sudah mencapai nishab agar
tidak memberatkan bagi muzakki. Bahkan, harta yang wajib dizakati adalah
harta yang berkembang bukannya yang tidak berkembang, misalnya perdagangan,
ternak dan hasil bumi. Inilah maksud zakat sebenarnya.
Baca Juga:::
> Zakat dan Pajak dari satu sisi mempunyai persamaan. Akan tetapi, apakah persamaan itu mutlak adanya dan dimanakah letak titik persamaannya itu?
> Adakah perbedaan Zakat dan Pajak? Dimanakah letak perbedaannya?
> Jika kita sudah membayar pajak kepada pemerintah, apakah itu sudah cukup dan tidak perlu membayar zakat? apakah seorang muslim masih diwajibkan mengeluarkan zakat jika sudah membayar pajak?
> Apakah pajak diwajibkan disamping zakat?
> Jika seseorang yang mempunyai harta banyak dan harus memenuhi kebutuhan kewajiban zakat yang sudah ditetapkan, bolehkah ia menghindar dari pajak? Apa hukum baginya?
> Adakah perbedaan Zakat dan Pajak? Dimanakah letak perbedaannya?
> Jika kita sudah membayar pajak kepada pemerintah, apakah itu sudah cukup dan tidak perlu membayar zakat? apakah seorang muslim masih diwajibkan mengeluarkan zakat jika sudah membayar pajak?
> Apakah pajak diwajibkan disamping zakat?
> Jika seseorang yang mempunyai harta banyak dan harus memenuhi kebutuhan kewajiban zakat yang sudah ditetapkan, bolehkah ia menghindar dari pajak? Apa hukum baginya?
Source:
Al-FurqonHasbi,
125 Masalah Zakat, (Solo: TigaSerangkai, 2008)
Dan Berbagai
Sumber …